Ken duduk di samping ranjang melamun, suara pintu terbuka membawa kembali kesadarannya. Ia menoleh untuk melihat Charlos masuk sambil membawa nampan sarapan. "Kau tidur nyenyak, Ken?" Charlos menyimpan sarapan di meja, menyerahkan segelas susu hangat pada Ken sebelum duduk. Ken menunduk, perlahan jemarinya mengusap gelas kayu yang membawa panas ke telapak tangannya, mencari kenyamana untuk dirinya yang terjebak dalam ketidaknyamanan. Kemudian menjawab perlahan dengan penuh kelelahan, suaranya serak dan lesu akibat kurang tidur. "Aku tidak tidur nyenyak, bahkan aku tidak tahu kapan mulai tertidur. Apa kau juga begitu, Charlos?" Ken mendongak untuk mengamati wajah Charlos. Ada sedikit kelesuan di mata Charlos, tidak secerah biasanya. Lingkaran hitam di bawah matanya tampak mencolok di kulit cerahnya. Ken tidak bisa menahan diri untuk menghela nafas berat. Sebelum berangkat menuju dunia immortal, ayah mereka sudah mengimbau dari jauh hari untuk hal seperti ini. Bukan hanya m
"Kita sampai, ini tempatnya." Mirk melangkah ke samping dengan perhatian, memberikan Ken dan Charlos pemandangan yang jelas. Ken dan Charlos mengerutkan kening, merasakan firasat buruk saat melihat seringai Mirk yang lebar. Sekitar mereka hanyalah pepohonan dan rerumputan, dengan beberapa lubang kecil seukuran dua kepalan tangan orang dewasa di dekat akar pohon. "Apa maksudmu, di mana tempatnya?" tanya Charlos bingung, bibirnya mengerucut sebal menatap Mirk dengan jengkel. "Paman, berhenti main-main," ucap Ken dengan datar, terlalu malas untuk mengikuti lelucon dari Mirk. Ia hanya ingin segera menyelesaikan tugas secepat mungkin. Respon dingin dari Ken dan Charlos, membuat Mirk mengangkat tangan tanda menyerah. Namun senyum main-mainnya masih terpasang di wajahnya, sama sekali tidak memudar. "Kalian tidak seru, lubang kecil itu tempatnya." Segera Ken dan Charlos menatap lubang di dekat akar pohon dengan tidak percaya, mereka saling menatap dengan kebingungan di mata masing-masin
Melihat kuda monster yang memakan buah dengan nikmat, Charlos melihat buah biru yang sangat dingin di tangannya, merasa tergoda untuk mencicipi. "Apakah itu sangat enak?" tanya Charlos dengan konyol pada kuda. Kuda sepertinya mengerti dan menatap Charlos sekilas, tapi tetap melanjutkan makan seolah tidak mendengar apa-apa. Charlos mencibir melihat kuda yang mengabaikannya, menoleh menatap pada Ken yang mendekat. "Apakah buah ini bisa dimakan?" Ken mendengus sambil memutar matanya, masih kesal pada Charlos karena menghancurkan keindahan hutan. "Aku tidak tahu, jangan coba-coba memakannya." Matanya melotot memberi peringatan, tahu betul sikap Charlos yang akan tetap mencoba karena penasaran. Ia membelai surai kuda miliknya dengan lembut dan memberinya makan juga. "Itu bisa dimakan." Mirk muncul kembali diantara Ken dan Charlos dari asap ungu, memberitahu dengan senyuman khasnya. "Itu tidak beracun hanya sangat dingin, kuharap kau bisa tahan. Jadi kau bisa tenang mencicipinya." Men
Setelah Mirk muncul, mereka semua mulai berangkat meninggalkan penginapan. Mereka kembali bertemu dengan resepsionis bermata seperti jeruk tangerine, untuk membayar biaya terakhir penginapan. Charlos tentu senang bertemu gadis imut itu lagi, memberikan senyuman genitnya. Gadis itu yang tidak mengharapkan senyuman dari Charlos, tercengang sebelum tersipu. Seluruh wajahnya memerah dan mulai berbicara dengan tergagap. Ken menghela nafas lelah dengan sikap nakal Charlos dan menyikut lengannya, memberi isyarat untuk berhenti menggoda anak gadis orang. Merasa sangat malu dengan kelakuan dari sepupunya, ingin sekali Ken segera menyeret keluar Charlos. Ken hanya bisa mengangguk untuk meminta maaf, dan segera membawa Charlos keluar setelah Mirk menyelesaikan pembayaran. "Charlos tahan dirimu, jangan bertindak terlalu mencolok," bisik Ken memberitahu. Charlos menghela nafas dramatis, seolah bisikan Ken menyakitinya. Namun sudut bibirnya melengkung ceria, ia membalas, "Baik, aku menahan diri
Pada saat ini Keres tiba-tiba berbicara di benaknya, "Ken, sekarang kau dapat melenyapkan jiwa mati yang merasuki atau mengganggu orang lain." Perkataan Keres membuat Ken tertegun. Artinya ia kini memiliki kendali untuk dengan bebas menangani jiwa yang menganggu itu. Meski begitu, Ken mengerutkan kening, merasa terganggu. "Apakah aku harus selalu mencampuri urusan orang lain?" "Tidak wajib, itu sesuai kehendakmu. Menyingkirkannya akan memberimu makanan untuk memperkuat sulurmu. Jika tidak, jiwa itu hanya akan berkeliaran dan mengganggu orang lain." Kerutan di wajah Ken berangsur-angsur menghilang setelah mendengar penjelasan Keres, ia hanya merasa terganggu ketika harus mencampuri urusan orang lain. Meski mendapat keuntungan, seringkali jiwa-jiwa itu memiliki tuntutan sulit sebelum bersedia melepaskan dendam mereka. Apalagi Ken sekarang berada di dunia immortal, jiwa-jiwa itu mungkin memiliki tuntutan yang semakin sulit. Bahkan mungkin membahayakan dirinya sendiri, mengingat ban
Ken dan Charlos melihat Mirk yang tetap duduk di atas batu, posisinya masih sama seperti terakhir kali mereka pergi tanpa berubah sedikit pun. Mirk hanya melirik dengan santai kedatangan mereka. Tangannya dengan lembut memutar gelas, mengguncang darah di dalamnya sebelum bertanya, "Selesai?" Tanpa menunggu jawaban Ken dan Charlos, Mirk berbicara kembali. "Kalau begitu, kalian ingin melanjutkan istirahat atau menuju kota? Dengan kuda monster, perjalanan satu hari ini akan membawa kita tiba di sore hari." Ken dan Charlos saling memandang, dengan satu pandangan keduanya tahu keputusan apa yang diambil hanya dengan melihat sekilas. "Kita akan menuju kota saja." Ken memberi jawaban pada Mirk. Charlos naik ke atas kudanya dengan bersemangat, dalam suasana hati yang bagus ia bersenandung pelan, sembari mendesak Ken untuk segera naik ke kuda untuk berangkat. "Cepatlah, Ken. Aku ingin segera mencicipi makanan baru." "Hmm." Ken hanya bersenandung sebagai jawaban, memutar matanya karena t
Setelah interupsi dari Reinard, mereka menyelesaikan makan dan tidak terburu-buru untuk kembali ke kamar. Sulur tak kasat mata milik Ken sudah bergerak menyebar ke sekitar penginapan, khususnya area tempat makan. Karena tingginya perputaran informasi di tempat ini, seringkali seseorang mulai melepas penat sambil makan dan mengobrol. Ken juga menyebarkan sulur ke luar penginapan, menyusuri setiap jalan-jalan di kota dengan lalu lintas orang yang padat. Sementara ia mencoba kue-kue unik dari penginapan yang diberikan Charlos. Perhatian Ken tertarik pada kue kecil berbentuk persegi panjang, dengan permukaan coklat kehitaman yang sedikit gosong. Tampilan maupun baunya tidak terlihat terlalu manis, sehingga ia berani menyendoknya. Namun rasanya sangat manis ketika kue meleleh di mulutnya, membuat kepalanya pusing seketika. Ken mendorong kembali kue itu ke arah Charlos, lalu segera menyesap teh hangat yang agak pahit untuk menetralisir rasa manisnya. "Sial, aku tertipu." Mirk menyerin
Saat pagi datang Ken langsung memeriksa sulur, tapi tidak menemukan petunjuk apa pun tentang aroma kematian. Malam berlalu dengan damai tanpa terjadi apa pun, namun hal itu tidak membuat Ken lega. Ia merasa ketenangan ini tampak seperti jeda sebelum badai menerjang, membuatnya gelisah. Tetapi Ken memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu, dan berusaha menenangkan diri. Apa pun yang akan terjadi pasti akan datang, ia hanya bisa mengatasinya hanya jika badai itu muncul. Oleh karena itu Kenselalu tetap waspada. Setelah sarapan, Ken dan Charlos meninggalkan penginapan untuk berbelanja bahan makanan. Di luar pintu penginapan mereka berpapasan dengan Reinard, dia menyapa dengan senyum tipis sebelum memasuki penginapan. Ken dan Charlos saling melirik setelahnya, menunjukkan keheranan yang sama di mata mereka. "Dia ... tampak berbeda?" Charlos mengangkat salah satu alisnya dan menoleh untuk melihat kepergian Reinard sekali lagi. Namun Reinard telah menghilang. "Kau benar." Ken menganggu
Ken termenung sejenak, melihat punggung Reinard yang menghilang dalam gelapnya lorong. Menyaksikannya membuat dadanya dipenuhi rasa sesak. Kejadian ini menyadarkan Ken, tentang betapa beruntungnya ia memiliki Gerald sebagai ayahnya. Charlos sebagai sepupunya, selalu siap tanpa ragu berdiri mendukungnya, serta paman dan bibinya juga terus menyayangi tanpa henti. Mereka selalu berusaha sekuat tenaga untuk memberikan kasih sayang pada Ken, agar ia tidak pernah merasa kesepian tanpa adanya sosok ibu. Ken masih bisa merasakan apa yang disebut kasih sayang keluarga, sesuatu yang berbanding terbalik dengan kehidupan Reinard. Dalam potongan memori yang disampaikan sulur padanya, dia tumbuh tanpa cinta dan hanya menerima pelecehan sejak kecil. Ken dapat melihat Reinard kecil yang pendiam, dan harus bersikap hati-hati bahkan terhadap pelayan yang bertugas melayaninya. Statusnya di rumah terbalik menjadi Reinard yang seolah budak rendahan, sementara pembantunya menjadi seorang majikan. Ke
Ken tiba setelah kedua orang itu telah lenyap, menatap terpaku pada Charlos yang berlumuran darah dengan tercengang. Berdiri di tengah kegelapan dan genangan darah, Charlos memancarkan kekejaman dan hasrat membunuh yang kental. Cahaya obor yang goyah menyinari wajahnya yang diwarnai merah, menciptakan bayangan yang seolah gemetar menyaksikan aksi brutal Charlos. Potongan-potongan daging berserakan di sekitar jalan maupun dinding, bau amis tercium pekat di udara dan memenuhi hidungnya hingga terasa pusing. Genangan darah mengalir perlahan ke arah kakinya, seperti menyapa untuk memberitahu Ken perbuatan gila saudaranya. Ken merasakan kemarahan dalam diri Charlos saat menatapnya tanpa ekspresi, tangannya mengepal saat ia perlahan mulai berbicara, "Charlos ... sebenarnya aku baik-baik saja, jangan khawatir dengan perkataan mereka." "Aku yang tidak baik-baik saja!" raung Charlos yang mengagetkan Ken, membuatnya terdiam, hanya bisa tutup mulut dan mendengarkan. "Mereka memandangmu sepe
Charlos mengerutkan kening, rahangnya mengatup erat. Menggertakkan gigi penuh kebencian menyaksikan cara mereka memandang Ken seolah dia adalah monster. Pemandangan itu menyulut kemarahannya, jelas-jelas Ken pernah menyelamatkan mereka. Tanpa Ken, mereka mungkin telah menjadi santapan hantu untuk mengisi kekuatan Pixy, tapi rasa terima kasih tampaknya tidak pernah terlintas di benak mereka. "Apa maksud dari pandangan kalian, berengsek?" Mata Charlos memancarkan rasa dingin, suaranya penuh dengan niat membunuh. Ia mengangkat pedangnya dengan aura hijau yang menyelimuti, memancarkan keganasan yang jauh lebih kuat daripada saat melawan Reinard. Tangannya mengepal erat saat memegang pedang, hingga sedikit gemetar karena emosinya yang membuncah. Dua orang itu menatap Charlos dengan heran, dalam pemahaman mereka kenapa bisa ada orang yang bisa berdampingan dengan monster kutukan itu. Salah satunya tidak bisa menahan untuk bertanya, "Kenapa kau bersamanya?" Ia menunjuk pada Ken dengan j
Charlos tentu saja mendengar jeritan Pixy, melirik sekilas kedatangan Ken sebelum beralih melihat pemandangan penyiksaan dibelakangnya. Sama seperti Ken, tidak banyak perubahan di wajahnya meski aroma amis dan tembaga dari darah Pixy tercium pekat di udara. Ia tetap tenang dengan mengangkat sebelah alisnya, sedikit heran terhadap tindakan Ken, namun tidak bertanya dan hanya menerima begitu saja. Bahkan Charlos cenderung penasaran terhadap Pixy yang bisa memicu kemarahan Ken, sehingga dia disiksa begitu parah. Sebab Ken jarang sekali marah, tapi apa pun itu Charlos menggeleng pelan. Ada rasa kasihan yang terpantul di pupil ungunya, tetapi senyum puas terlukis di bibirnya saat melihat keadaan tragis Pixy. Charlos menghela napas pendek, mengubah postur tubuhnya menjadi lebih santai. Menurunkan ujung tajam pedangnya ke tanah dengan bahu yang merosot rileks, aura agresi di tubuhnya untuk sementara di tekan. Matanya dipenuhi dengan kegembiraan saat Ken berada tepat dihadapan Re
"Pixy!" Reinard berteriak keras, matanya melebar dengan kepanikan saat melihat tubuhnya dilalap api, perhatiannya kembali terpecah di tengah pertarungan. "Sekali lagi, ke mana kau melihat, hah?" ejek Charlos dengan seringai lebar yang puas, nada suaranya menjengkelkan seperti pisau yang menusuk ego lawannya. Bajingan Reinard ini kembali mengalihkan pandangannya, membuat dirinya menjadi rentan di hadapan Charlos. Betapa bodohnya. Charlos mengangkat pedangnya, menebas secara horizontal. Menciptakan jejak aura hijau yang membelah udara dengan ancaman mematikan. Gerakannya secepat kilat, membuat udara gemetar oleh tindakannya. Merasakan bahaya yang mendekat, Reinard memaksa memusatkan kembali fokusnya pada Charlos. Rasa dingin memadat di matanya yang semakin suram, penuh kebencian yang siap menusuk siapa saja. "Dasar bajingan." Dengan sigap ia menangkis serangan itu. Aura biru keabu-abuannya menyala saat kedua pedang kembali beradu untuk kesekian kalinya. Percikan energi menyebar
Pixy keluar dari kepulan asap, sekujur tubuhnya tergores dan mengeluarkan darah. Meski begitu, ia segera menatap para tumbal, sedikit lega karena orang-orang itu tidak hancur dalam ledakan dan masih utuh. Sementara untuk gambar mantra yang hancur, Pixy masih bisa menggambarnya kembali. Asap hitam yang melayang kini menyebar dan mengeluarkan suara jeritan marah. Jeritan-jeritan itu menggema, menyebabkan telinga Pixy maupun yang mendengarnya berdenging dengan menyakitkan. Reinard dan Charlos juga mengerutkan kening tidak nyaman, merasakan kepala mereka berdenyut pusing akibat jeritan-jeritan melengking itu. Mereka tidak tahan mendengarnya, sehingga terpaksa berhenti dari pertarungan dan harus menutupi telinga untuk sementara. "Sial." Charlos dan Reinard memaki secara serempak. "Diam, aku akan segera memberi kalian makan. Bersabarlah! Jangan membuatku semakin marah, kau makhluk menjengkelkan!" geram Pixy, kemarahannya semakin memburuk ketika para jiwa itu mengacau setelah ritualnya
Ken membuka matanya saat merasakan suatu kehadiran di hadapannya. Perlahan, gumpalan jiwa itu membentuk sesosok tubuh pria paruh baya. Seluruh tubuhnya berwarna abu-abu, tapi yang menarik perhatian adalah rongga dadanya terkoyak dan berlubang. Meski dalam bentuk jiwa, Ken dapat merasakan aura mengesankan dari pria itu. Sebuah rasa menindas yang kini mulai familier baginya, seseorang yang tangannya terbiasa berlumuran darah. Identitas orang dihadapannya jelas tidak sederhana. Dua pasang mata saling bertemu, saling menilai satu sama lain. "Siapa kau? Dan apa keinginanmu?" Ken memulai bicara dengan bertanya, suaranya terdengar datar. Menatap Jikia dingin dengan rasa keengganan di hatinya. Sebab ia yakin, alasan pria ini datang menemuinya pasti untuk memenuhi keinginan yang belum terpenuhi semasa hidupnya. Namun Ken merasa kedatangannya tidak sesederhana itu. Apalagi jika lebih diamati, pria paruh baya ini memiliki kemiripan dengan tentara bayaran Reinard. "Kau bisa melihatku?" tan
Jikia sedang duduk sambil mengerjakan dokumen terkait Guild--nya, Shadow Claw. Dokumen-dokumen bertumpuk hingga menggunung di kedua sisi meja, suasana kantor sunyi kecuali suara goresan pena bulu pada perkamen. Segera suara itu tidak terdengar lagi, ruangan sepenuhnya menjadi sunyi. Jikia menatap lengannya yang menjadi dingin dan kaku, sama sekali tidak bisa digerakan. Kekakuan juga menyebar ke seluruh tubuhnya, membuatnya terpaku dalam posisi duduk. Hanya bola matanya yang masih bebas bergerak, bahkan sekadar membuka mulut untuk memanggil penjaga di luar pun tidak bisa. Sebagai pemimpin tentara bayaran, bukan sekali dua kali Jikia mengalami penyerangan. Nyawanya selalu diincar oleh musuh atau orang-orang yang membencinya. Jadi ia tidak panik dan dengan tenang mulai mencoba membebaskan diri. Namun, betapa keras pun Jikia mengerahkan kekutannya. Ia tetap tidak bisa melepaskan kekakuan di tubuhnya, bagai rantai tak kasat mata yang mengekangnya. Tubuhnya terasa semakin berat, seolah
Ken mungkin tahu bahwa Mirk mengatakan hal itu untuk bersenang-senang, tapi juga menyiratkan padanya betapa kejam orang-orang terhadap kemampuan kematian. Tentu saja Ken akan mencoba memanfaatkan bulan purnama ini. Terlepas dari bahayanya, ia sendiri tidak akan tahu apa hasilnya jika tidak mengalaminya sendiri. "Charlos, apakah kau mau menemani aku saat mengumpulkan kekuatan sekarang?" "Kau yakin?" Charlos balik bertanya sebelum memberikan jawaban, tidak terlalu setuju dalam hatinya. Namun mencegahnya akan sia-sia karena Charlos sendiri tahu bagaimana tegasnya Ken saat sudah mengambil keputusan. Sekarang melihat tatapan Ken yang tak tergoyahkan, Charlos menghela napas. "Baiklah, aku akan menemani." Meskipun cemas, tidak ada yang bisa Charlos lakukan selain mendukungnya. Dan pada saat yang sama menjaganya untuk mencegah Ken terluka. Setelah melihat anak-anak mencapai keputusan, Mirk berkata ketika keduanya mencapai pintu. "Kuharap kau tidak mengecewakanku, Ken." Ken dan Charl