Hujan deras tak akan menghentikan silaturahmi!
Bara terpaksa harus menepi di sekitar area terdekat yang cukup teduh dan tertutup dari hujan. Untungnya, dia selalu sedia jas hujan setiap saat.“Hyuuh! Deras sekali hujannya. Apa benar ini kebetulan saja?” Bara berbicara sendiri dan tetap tak menemukan jawabannya.Langit tak berubah cerah malah semakin gelap dengan awan hitam terjalin erat satu dengan yang lainnya bekerja sama menghalangi cahaya matahari.Hal itu memicu curah air hujan semakin deras dan sulit untuk dihilangkan. Tak cukup membendungnya, genangan air mulai bermunculan secara bertahap di atas permukaan tanah.“Urgh! Apa aku tetap lanjut pergi atau menunggu langit cerah dahulu?” gumam Bara tak terlalu yakin.Duar!Suara petir yang menyambar tanpa henti mulai tersebar dengan cepat hingga radius beberapa kilometer jauhnya. Bara yang ragu-ragu langsung terdiam lesu.Kejutan dan tekad semakin mengisi hatinya. “Biarlah hujan berlalu, aku tetap harus pergi sekarang. Lagi pula, cuaca cerah mungkin masih lama untuk ditunggu!”Bar
Bara beberapa kali bergumam dengan penuh harapan seraya menghela napas panjang. Dia kembali teringat masa-masa yang dahulu terjadi waktu dia masih di Panti Asuhan Daniar.Di ingatannya, dia bertemu dengan banyak orang dan berkumpul bersama menikmati suasana malam yang indah.“Hmm…, waktu itu aku biasanya akan masak mie hangat bersama teman-teman ketika hujan deras seperti. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku melakukan itu lagi.”Bara bergumam tak berdaya menggelengkan kepalanya ketika momen yang terjadi di masa lalu kembali teringat dengan jelas.Tak seindah sekarang di mana harinya semakin kacau dan tak menentu. Bara hanya bisa terdiam lesu duduk di atas sepeda motornya. Waktu perlahan berlalu dengan cepat.Bara sudah tidak bisa mengenali waktu lagi dan terpaksa mulai mencoba mendorong sepeda motornya yang masih mati, tidak bisa dinyalakan sama sekali.Secara bertahap, Bara dengan tatapan mata penuh tekad terus menggerakkan tubuhnya tak peduli seberapa berat setiap langk
Alya semakin kesal diabaikan lagi dan lagi. Dia tidak pernah diabaikan seperti ini oleh siapa pun termasuk suaminya sekarang si Diano itu.Alya menggiring mobilnya lagi sampai tepat di samping Bara. “Bara! Aku tahu kamu mau menjenguk orang-orang Panti Asuhan Daniar, kan? Aku juga mau ke sana sekarang. Jadi, masuk aja ke mobil. Sepeda motormu taruh saja di minimarket!”Alya semakin gigih mencoba agar Bara masuk ke dalam mobil. Namun, Bara tetap teguh pendirian tak bergeming sedikit pun.Jika dia ingin menuju suatu tempat, Bara akan melakukannya dengan caranya sendiri dan tidak butuh bantuan orang lain terutama mantan istrinya itu.“Pergi denganmu ke Panti Asuhan Daniar? Jangan mimpi! Kamu pikir aku Diano yang bisa sepuasnya mendekati istri orang lain, hah? Aku bukan suamimu lagi, ingat itu!” teriak Bara sekali dan terakhir kalinya.Dia tetap mendorong motornya semakin cepat dan meninggalkan sosok Alya dan mobilnya begitu kesepian. Wanita itu syok mendengar perkataan pria yang dahulu per
Mengabaikan kecemasannya yang tidak berdasar, Bara akhirnya mengalihkan pandanganya fokus ke depan.Dia mencoba untuk menyalakan motornya lagi, tapi tetap saja tidak ada perubahan. Alhasil, Bara terpaksa mendorongnya lagi.Pemandangan Panti Asuhan Daniar dan kerumunan orang disekitarnya tak lagi mengejutkan Bara. Dia tetap fokus mendorong motornya.“Kasihan sekali orang-orang Panti Asuhan Daniar ini!”“Benar juga! Pasti sulit bagi anak-anak menghadapi bencana hebat berupa kebakaran hingga tak ada bangunan yang tersisa!”“Apa yang akan mereka lakukan sekarang kalau tempat mereka berteduh sudah hancur seperti ini?”“Entahlah! Cuman, aku dengar beberapa hari yang lalu kalau tempat ini memang sebenarnya sudah mau ditutup!”“Apa maksudmu? Bukannya tidak ada masalah sebelumnya? Apa jangan-jangan ada masalah finansial tersembunyi yang selama ini tertutup rapat?”“Tidak-tidak, bukan itu maksudku! Aku dengarnya dari temanku yang juga kerja di sana kalau keluarga Harko hendak membeli properti Pa
Bara kembali melanjutkan ocehannya yang semakin memanaskan suasana di dalam hatinya. Bahkan tubuhnya yang kedinginan pun seakan terpengaruh dan perlahan terasa hangat.Tak begitu yakin dengan dugaannya sendiri, Bara tetap berpikir ulang dan berusaha terus mengaitkan beberapa peristiwa di masa lalu.“Jika memang keluarga Harko tidak sesederhana seperti yang kubayangkan, hanya ada dua kemungkinan. Entah mereka sedang mencoba sombong kepadaku dengan menunjukkan kekuatan keluarga elit aneh itu atau kemungkinan ada sesuatu yang mereka inginkan dariku!”Bara mulai menebak dengan ekspresi wajah yang semakin serius tak terganggu dengan kondisi hiruk-pikuk yang terjadi di sekitarnya.“Namun, apabila memang ada yang mereka inginkan dariku, apakah itu mungkin?” batin Bara begitu heran.Sejak kecil, para pengurus Panti Asuhan Daniar mengatakan kalau dia sudah ada di Panti Asuhan Daniar sejak bayi.Artinya, Bara memang tumbuh besar di sana menjadi orang biasa yang seharusnya tidak penting sama seka
Sorot matanya berkedut tidak menentu. Bara perlahan kembali melihat di sekelilingnya yang memang sudah ada banyak motor saling berdekatan seakan-akan sedang mengantri untuk mendapatkan perawatan intensif.“Seharusnya aku sudah bisa menebak sejak awal datang ke tempat ini!” batin Bara berusaha untuk tetap tenang mengamati situasi.“Bagaimana, Pak? Apa tidak masalah harus menunggu sampai tengah malam?” tanya teknisi tersebut kembali mencoba untuk mendapatkan jawaban verifikasi yang pasti.Bara kembali tertegun sejenak sebelum balas bertanya, “Apa tidak bisa dipercepat, Pak? Mungkin sekitar jam sembilan atau sepuluh malam sudah selesai. Soalnya, saya buru-buru mau pergi ke tempat saudara yang terkena penyakit parah!”Bara mencoba peruntungannya agar tidak perlu menunggu lama. Dia bahkan berani mengarang cerita kalau ada saudaranya yang terkena penyakit.Walaupun tidak sepenuhnya salah juga, tapi tetap saja aneh. Hubungan Bara dan anak-anak Panti Asuhan Daniar mungkin saja terasa seperti s
“Aku menyesal tidak segera menyebarkan video hasil rekaman perselingkuhannya waktu itu. Jika bukan karena aku takut dengan keluarga Harko dan hatiku masih kasihan dengannya, wanita itu pasti sudah hancur reputasinya!” batin Bara mengepalkan tangannya dengan erat.Bara menarik napas perlahan dan berusaha untuk segera melupakan semua yang terjadi beberapa menit yang lalu.Antrian yang cukup panjang membuat Bara mulai tersenyum masam. Pria itu harus tetap bersabar dan dengan tenang berdiri menunggu gilirannya sebelum mendengar suara orang berdiskusi dengan suara pelan.“Beritanya ada korban bencana kebakaran hebat yang baru saja datang ke rumah sakit di depan sana. Semuanya jadi sibuk sekali di ruang tunggu.”“Oh, iya? Apa yang sebenarnya terjadi di sana?”“Entahlah, aku hanya dengar sekilas kalau ada keluarga kaya yang akan membiayai semua kebutuhan medis para korban.”“Hah? Apa-apaan itu? Bikin iri saja ada yang membayar kebutuhan mereka.” “Hush! Jangan asal ngomong! Banyak korban mema
Bangunan yang bila diamati dengan sekilas saja sudah menampilkan aura elit yang seakan-akan menyiratkan kalau tempat ini bukan untuk disentuh oleh sembarang orang.Bara merasa seperti semut kecil tidak berdaya di hadapan rumah sakit yang lumayan megah tepat di hadapannya.“Rumah sakit ini jelas bukan tempat biasa untuk khalayak umum. Orang-orang yang dirawat di tempat ini sudah semestinya berduit banyak dengan saldo rekening bisa digunakan tujuh turunan!” gumam Bara menggelengkan kepalanya.Dia merasa heran mengapa para korban bencana kebakaran dari Panti Asuhan Daniar dibawa oleh petugas berwajib ke tempat ini untuk perawatan lebih lanjut.Jika bukan karena artikel berita yang dibaca sebelumnya, Bara tidak akan percaya kalau para korban akan dirawat di rumah sakit elit seperti ini.Tak berdaya dengan pikirannya sendiri, Bara melangkahkan kakinya perlahan memasuki gerbang depan dan melihat ada penjaga satpam tengah berada di posnya.“Permisi, Pak! Apakah rumah sakit ini benar-benar mer
Meski sudah berada dalam situasi rumit dan membingungkan, Bara tak mau terburu-buru karena fokus utamanya adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin.“Ini bukan urusanku entah Alya keturunan dari keluarga Harko atau tidak. Poin penting adalah mengumpulkan informasi dan bukti sebanyak mungkin!” batin Bara memegang kantong sakunya yang berisi ponselnya.Tanpa diketahui oleh siapa pun, Bara sebenarnya sudah merekam seluruh perkataan pria tua lewat ponselnya sehingga tak ada satu pun yang terlewatkan.Tentu saja Bara juga sudah menonaktifkan suara notifikasi sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan olehnya sama sekali.Di sisi lain, pria tua masih tenang menyikapi sikap Alya yang tampak sudah kehilangan kendali karena keterkejutannya.“Anda mengatakan kalau saya kemungkinan besar adalah keturunan pewaris keluarga Harko, begitu?! Bagaimana bisa hal seperti itu baru saya ketahui? Mengapa saya harus hidup di Panti Asuhan Daniar kalau memang saya keturunan keluarga Harko?”Alya terus b
“Anda tidak perlu mengingatkan dan berbicara omong kosong lagi untuk membantah! Semua orang dari keluarga Harko adalah manusia rendahan yang lebih hina daripada binatang!”Perkataan Bara kembali terdengar begitu pedas di telinga. Baik pria tua dan Alya cukup tersinggung mendengar perkataan Bara.“Hah?! Apa maksud perkataanmu, Bara?! Kamu kalau berbicara jangan asal mencaci maki seperti itu!” tegas Alya yang langsung meninggikan nada suaranya sambil menatap ke arah Bara.Bara tampak diam dan masa bodoh mendengar perkataan Alya. Baginya, keberadaan Alya tidak ada artinya sehingga tidak penting baginya untuk repot-repot memperhatikannya.Merasa diabaikan begitu saja, Alya langsung tersulut emosi dan berdiri dari kursinya, lalu menatap tajam ke arah Bara.“Dengar baik-baik! Aku sekarang bagian dari keluarga Harko dan kamu hanyalah pria rendahan yang tidak layak menghina kehormatan status anggota keluarga Harko! Belum lagi, perkataan pria tua itu tidak ada buktinya dan kamu asal saja mengh
Perkataan Alya membuat Bara tertegun dan diam-diam merenung dalam keheningan. Dia melirik ke arah pria tua yang saat ini menatap ke arah Alya.“Apakah ini benar-benar pertemuan pertama keduanya? Jika benar demikian, apa yang sebenarnya coba direncanakan oleh pria tua aneh ini?” batin Bara begitu heran dan sedikit gelisah.Dia memutuskan untuk tetap diam mengamati arah pembicaraan antara Alya dan pria tua itu. Bara terus menekan amarahnya dan berusaha tenang semaksimal mungkin.“Tenang dan duduklah terlebih dahulu. Saya akan memberikan informasi rahasia terkait keluarga Harko yang mungkin saja akan menarik perhatian kalian berdua,” jawab pria tua dengan santainya.Kali ini, pria tua itu tidak lagi fokus membaca bukunya seperti sebelumnya. Dia menatap ke arah Alya dan Bara secara bergantian secara acak dan perlahan-lahan.Alya dan Bara yang mendengar perkataan pria tua itu langsung menatapnya dengan serius. Terutama Alya yang tidak tahu menahu terkait informasi rahasia keluarga Harko y
Hanya saja, Alya tidak tahu alasan Bara mengikuti pria tua itu. Tidak butuh beberapa waktu, keduanya akhirnya berhenti tepat di depan pintu sebuah ruangan.Alya terdiam dan membuka matanya lebar-lebar menatap ruangan yang dituju keduanya. Pria tua itu langsung masuk ke dalam diikuti Bara yang sempat ragu-ragu sebelumnya.“Hmm? Saya mau tanya, itu ruangan siapa?” tanya Alya dengan suara yang jelas kepada pengawas disampingnya.Pengawas tersebut masih terdiam dan tertegun dalam kesunyian yang begitu dalam. Dia masih tak menyangka kalau dua sosok yang diperhatikan oleh Alya akan memasuki ruangan itu.Alya yang tidak mendapatkan jawaban akhirnya menoleh ke arah pengawas itu. Dia menatap pengawas dengan seksama.“Apakah Anda tahu ruangan apa dan milik siapa itu?” tanya Alya sekali lagi.Gelagat pengawas membuat Alya mempunyai beberapa dugaan acak terkait apa yang baru saja dilihatnya.Meski begitu, Alya tetap bersabar dan memastikan kembali kebenarannya. Pengawas tersebut akhirnya segera te
Tak berselang lama, Alya akhirnya berada tepat di depan pintu masuk ruangan pengawas CCTV. Wajahnya tenang, tapi sekilas mengandung keseriusan.“Bara pasti aku temukan di sini!” batin Alya tak ragu lagi hendak membuka pintu masuk tersebut.Petugas medis yang menemaninya hanya bisa terdiam dan akhirnya mengangguk dengan sopan.“Nyonya Alya, saya undur diri dahulu. Pengawas di dalam yang akan memberikan arahan nantinya,” ujar petugas medis tersebut dengan sopan menunggu balasan Alya.Alya terdiam sejenak sebelum menjawab, “Baiklah, terima kasih atas bantuannya!”Petugas medis tak ragu lagi akhirnya memutuskan pergi setelah memastikan Alya membuka pintu dan siap untuk masuk kapan saja.“Hmm…, mengapa juga Nyonya Alya ada di tempat ini? Apakah ada orang yang dikenalnya sedang dirawat di sini?” batin petugas medis sebelumnya masih merasa heran sebelum memutuskan segera mengabaikan pikirannya sendiri.Sosok Alya mulai masuk ke dalam ruangan dengan tenang menunjukkan rupanya yang begitu mena
“Berhenti dan silahkan duduk kembali apabila kamu masih ingin tahu rahasia keluarga Harko!” ucap pria tua itu dengan tenang bahkan tak menatap ke arah Bara sama sekali.Bara akhirnya terhenti sejenak sebelum berbalik dan menatap dengan serius ke arah pria tua yang saat ini masih saja mengabaikan sosok Bara dengan cara membaca buku medis miliknya.“Pria tua aneh ini benar-benar ingin memberitahu rahasia keluarga Harko atau tidak sebenarnya, hah?!” batin Bara masih tak begitu yakin.Dia memperhatikan dengan seksama sosok pria tua yang tidak ada perubahan fokus bahkan setelah mengatakan perkataan sebelumnya yang menghentikan Bara untuk pergi.Pria tua aneh itu masih saja fokus dengan kesibukan membaca bukunya. Bara masih tak habis pikir dengan sikap pria tua yang tenang dan sekaligus abai terhadap dirinya itu.“Hmph! Anda kalau berjanji harus mampu menepatinya! Jangan coba-coba mempermainkan saya lagi!” tegas Bara menatap tajam ke arah pria tua itu.Pria tua itu lagi-lagi tak merespon dan
Glek!Bara tanpa sadar menelan air ludahnya sendiri beberapa kali karena terlalu gugup menghadapi situasi yang tidak terprediksi ini. Dia duduk dengan canggung di kursi yang terlihat lumayan mewah dengan tubuh yang perlahan menggigil seperti orang kedinginan.Sorot matanya tidak fokus melihat sekelilingnya seakan-akan berusaha meminta lingkungan sekitarnya itu membantu dirinya untuk tetap tenang.“A–aku seharusnya tidak ke tempat ini! Andaikan saja aku tidak terlalu terburu-buru, situasi aneh ini tidak akan menimpaku!”Bara mengutuk keras dirinya sendiri dalam hatinya karena masuk ke dalam jurang tanpa dasar yang disiapkan oleh orang lain yang mana dalam hal ini berasal dari pria tua itu selaku kepala rumah sakit elit.“Aku tidak bisa terus gugup seperti ini! Semua sudah terlanjur begini, aku hanya perlu tetap tenang dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi terkait keluarga Harko!” batin Bara sudah memutuskan sesuatu.Dia yang merasa tidak ada jalan kembali hanya bisa berusaha untu
Menyadari kesalahannya sendiri adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia tidak peduli siapa pun itu. Banyak di antara manusia yang masih merasa benar meskipun sudah terbukti salah.Ini adalah fakta dan sekaligus sebuah realita kehidupan yang tak akan pernah memudar tak peduli zaman apa yang akan berlalu.Kondisi serupa inilah yang sedang terjadi kepada Alya. Dia masih tidak merasa bersalah meski jelas sekali dia telah menipu dan mengkhianati cinta seorang suami yang begitu tulus.Belum lagi berbagai cacian penuh kebencian dan hinaan yang merendahkan kehormatan seseorang sudah tak terhitung jumlahnya ia lontarkan kepada Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun.Sikap arogansi yang tidak berujung inilah yang membuat Alya tak mengerti alasan perubahan sikap Bara yang saat ini begitu membencinya hingga sulit untuk dihilangkan lagi.Bara juga tak akan pernah membutuhkan rasa simpati atau rasa bersalah sedikit pun dari Alya. Dia sudah memutuskan untuk membalas dendam tidak peduli seber
Pimpinan masih tak menemukan kemungkinan lainnya dan hanya bisa kembali terdiam seolah-olah tidak ada yang terjadi di dekatnya selama ini.Di sisi lainnya, Alya sendiri sudah pergi jauh dan mulai dekat dengan pintu keluar rumah sakit elit ini. Tanpa menunggu lama, Alya langsung keluar dengan cepat dan tidak ragu sama sekali.“Huuh…, akhirnya keluar juga dari rumah sakit ini!” gumam Alya begitu lega dan langsung bergegas menuju ke tempat mobilnya terparkir.Langkah kakinya tak terhentikan meski sejenak saja dan dengan lincah mempercepat langkahnya hingga sampai tepat di dekat mobilnya terparkir dengan rapi di sana.“Sudah waktunya pulang!” gumam Alya sambil membuka mobilnya dan masuk ke dalamnya.Dia duduk dengan tenang di kursi sopir sambil memegang erat setir mobilnya. Alya tetap saja terdiam di sana seperti orang aneh dan tidak bergegas pergi sedikit pun.“Mengapa aku terus memikirkannya, hah?!” Alya tak begitu senang dengan pikirannya sendiri yang saat ini kembali teringat percakapa