Bengkel buka sampai tengah malam seperti ini memang dibutuhkan banget kalau ada situasi darurat, kan?
Sorot matanya berkedut tidak menentu. Bara perlahan kembali melihat di sekelilingnya yang memang sudah ada banyak motor saling berdekatan seakan-akan sedang mengantri untuk mendapatkan perawatan intensif.“Seharusnya aku sudah bisa menebak sejak awal datang ke tempat ini!” batin Bara berusaha untuk tetap tenang mengamati situasi.“Bagaimana, Pak? Apa tidak masalah harus menunggu sampai tengah malam?” tanya teknisi tersebut kembali mencoba untuk mendapatkan jawaban verifikasi yang pasti.Bara kembali tertegun sejenak sebelum balas bertanya, “Apa tidak bisa dipercepat, Pak? Mungkin sekitar jam sembilan atau sepuluh malam sudah selesai. Soalnya, saya buru-buru mau pergi ke tempat saudara yang terkena penyakit parah!”Bara mencoba peruntungannya agar tidak perlu menunggu lama. Dia bahkan berani mengarang cerita kalau ada saudaranya yang terkena penyakit.Walaupun tidak sepenuhnya salah juga, tapi tetap saja aneh. Hubungan Bara dan anak-anak Panti Asuhan Daniar mungkin saja terasa seperti s
“Aku menyesal tidak segera menyebarkan video hasil rekaman perselingkuhannya waktu itu. Jika bukan karena aku takut dengan keluarga Harko dan hatiku masih kasihan dengannya, wanita itu pasti sudah hancur reputasinya!” batin Bara mengepalkan tangannya dengan erat.Bara menarik napas perlahan dan berusaha untuk segera melupakan semua yang terjadi beberapa menit yang lalu.Antrian yang cukup panjang membuat Bara mulai tersenyum masam. Pria itu harus tetap bersabar dan dengan tenang berdiri menunggu gilirannya sebelum mendengar suara orang berdiskusi dengan suara pelan.“Beritanya ada korban bencana kebakaran hebat yang baru saja datang ke rumah sakit di depan sana. Semuanya jadi sibuk sekali di ruang tunggu.”“Oh, iya? Apa yang sebenarnya terjadi di sana?”“Entahlah, aku hanya dengar sekilas kalau ada keluarga kaya yang akan membiayai semua kebutuhan medis para korban.”“Hah? Apa-apaan itu? Bikin iri saja ada yang membayar kebutuhan mereka.” “Hush! Jangan asal ngomong! Banyak korban mema
Bangunan yang bila diamati dengan sekilas saja sudah menampilkan aura elit yang seakan-akan menyiratkan kalau tempat ini bukan untuk disentuh oleh sembarang orang.Bara merasa seperti semut kecil tidak berdaya di hadapan rumah sakit yang lumayan megah tepat di hadapannya.“Rumah sakit ini jelas bukan tempat biasa untuk khalayak umum. Orang-orang yang dirawat di tempat ini sudah semestinya berduit banyak dengan saldo rekening bisa digunakan tujuh turunan!” gumam Bara menggelengkan kepalanya.Dia merasa heran mengapa para korban bencana kebakaran dari Panti Asuhan Daniar dibawa oleh petugas berwajib ke tempat ini untuk perawatan lebih lanjut.Jika bukan karena artikel berita yang dibaca sebelumnya, Bara tidak akan percaya kalau para korban akan dirawat di rumah sakit elit seperti ini.Tak berdaya dengan pikirannya sendiri, Bara melangkahkan kakinya perlahan memasuki gerbang depan dan melihat ada penjaga satpam tengah berada di posnya.“Permisi, Pak! Apakah rumah sakit ini benar-benar mer
Ada penjaga yang melihat kedatangan Bara dengan jas hujan kotornya membuat penjaga tersebut langsung bergegas mendekati Bara.“Permisi, Pak! Tolong berhati-hati dan jangan sampai mengotori tempat ini, ya!” tegas penjaga tersebut tampak lebih sopan perkataannya dibandingkan satpam sebelumnya.Meski begitu, tetap saja terlalu kasar menegur seorang pengunjung yang hanya ingin melepaskan jas hujannya saja. Bara semakin tidak menyukai rumah sakit ini berbeda dengan kesan sebelumnya ketika melihat betapa megahnya tempat ini.“Mengapa mereka sombong sekali, sih?! Bukannya mereka punya mata kalau cuaca hari ini hujan deras, hah?!” batin Bara diam-diam tidak menjawab penjaga tersebut.Dia melepaskan jas hujan dan terlihatlah jaketnya. Seharusnya, Bara merasa sangat panas karena mengenakan pakaian berlapis-lapis.Namun, dia masih saja merasa sejuk sekali bahkan dengan jaket yang dikenakannya. Hal ini mengindikasikan kalau cuaca hujan kali ini benar-benar menurunkan suhu lingkungan sekitarnya.Pe
Dia tidak ingin dipandang seperti orang aneh di tempat yang memang sudah aneh seperti ini. Bara melihat sekeliling sejenak sebelum menemukan resepsionis.Seperti biasa, masih saja ada antrian yang cukup panjang. Bara tidak ingin membuat masalah sehingga tetap sabar menunggu sesuai dengan antrian.Sebenarnya, pilihan Bara mengantri tidak salah malah sangat tepat sekali. Rumah sakit ini sangat menghargai etika orang-orang elit tidak peduli siapa pun itu.Mulai dari tertib mengantri, kebersihan, dan kerapian sangat dipandang sebagai hal yang utama di rumah sakit elit ini.Bara menunggu dengan sabar mengamati sekelilingnya yang tampak begitu elegan. Orang-orang sangat terlihat rapi dan wajah bersih sekali yang membuat Bara tak tahu apakah yang bersangkutan sakit atau tidak.“Gila sekali orang-orang ini! Pakaiannya rapi dan terlihat berkelas sekali. Mereka orang-orang kaya memang beda dari yang lain,” batin Bara masih merasa aneh.Butuh waktu beberapa menit lamanya hingga giliran Bara pun t
Meski begitu, Bara menarik napas berusaha menenangkan dirinya dan kembali memastikan kembali jawaban dari pria di hadapannya ini.“Seingatku, dia bilang kalau Citra adalah bosnya. Karena dia bekerja di sini, bukankah itu berarti kalau tempat ini adalah milik keluarga Harko?” batin Bara seakan tersetrum hebat ketika menyadari fakta mengejutkan ini.“Terlepas apakah keluarga Citra tidak sepenuhnya dalam kendali keluarga utama, tetap saja keduanya bagian dari keluarga Harko. Apakah semua ini memang jebakan yang dibuat oleh keluarga Harko? Adapun Citra, tidak disangka kalau dia juga dalang dibalik semua ini!” batin Bara semakin meluap amarahnya.Meski Bara menolak cintanya Citra, Bara masih menganggap wanita itu adalah orang baik. Namun, ketika dia memikirkan kemungkinan kalau Citra terlibat dalam skema yang menghancurkan Panti Asuhan Daniar, hatinya langsung sakit sekali.“Tetap tenang! Belum ada bukti yang pasti dengan semua ini. Aku harus mengamati dan menganalisisnya kembali setiap inf
Bara langsung menyipitkan matanya dan tidak akan percaya begitu saja. Dia menatap pria itu dan menunjukkan jarinya ke arah salah satu pintu masuk.“Kamu, cepat buka pintunya untukku!” ujar Bara dengan santai memberikan perintah seakan-akan dia adalah bosnya dan pria itu adalah bawahannya.Pria itu tersentak dan tanpa sadar melotot. “Apa kau pikir aku bawahanmu, hah?!”Bara tersenyum mengejek mendengar pertanyaan pria itu sebelum balas bertanya dengan sindiran. “Bukankah kamu sendiri yang menyebutku “Tuan” sejak tadi? Apa kamu sudah lupa?”Sontak darah di sekujur tubuh pria itu begitu membara dan terbakar dengan api amarah. Dia menatap Bara dengan dingin sebelum akhirnya memaksakan dirinya tersenyum dan kembali tenang.“Baik, Tuan. Saya akan bantu membukakan pintunya,” ungkap pria itu kembali bersikap sopan seperti sedia kala.Bara mau tak mau menahan tawa melihat pria itu benar-benar tak berdaya bahkan ketika dia menginjak harga diri pria itu.“Orang ini lucu sekali. Namun, dari sini a
Jika Bara memposisikan dirinya sebagai keluarga Harko yang benar-benar ingin mencelakai orang-orang Panti Asuhan Daniar, dia tidak akan membiarkan target mereka berakhir dalam dekapannya.Hal yang paling masuk akal adalah membiarkan semua korban Panti Asuhan Daniar dirawat di tempat lain sehingga apabila ada masalah besar nantinya, maka secara otomatis akan di luar tanggung jawab mereka.Dia juga tahu betul kalau keluarga Harko bukanlah kumpulan orang-orang bodoh. Bagaimana bisa orang bodoh menjadikan seluruh keluarganya kaya raya dan begitu terkenal di negeri ini, kan?Itulah yang terbesit dalam pikiran Bara dan membuatnya kembali gelisah untuk mencoba menemukan letak akar masalahnya.“Semua ini tidak akan sesederhana ini. Pasti ada alasan lain bagi keluarga Harko begitu santai membiarkan para korban dirawat di rumah sakit milik mereka sendiri. Masalahnya, aku tidak bisa menemukan apa alasannya itu!” batin Bara begitu geram setiap kali memikirkan kelicikan keluarga Harko.Rasanya, kat
Meski sudah berada dalam situasi rumit dan membingungkan, Bara tak mau terburu-buru karena fokus utamanya adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin.“Ini bukan urusanku entah Alya keturunan dari keluarga Harko atau tidak. Poin penting adalah mengumpulkan informasi dan bukti sebanyak mungkin!” batin Bara memegang kantong sakunya yang berisi ponselnya.Tanpa diketahui oleh siapa pun, Bara sebenarnya sudah merekam seluruh perkataan pria tua lewat ponselnya sehingga tak ada satu pun yang terlewatkan.Tentu saja Bara juga sudah menonaktifkan suara notifikasi sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan olehnya sama sekali.Di sisi lain, pria tua masih tenang menyikapi sikap Alya yang tampak sudah kehilangan kendali karena keterkejutannya.“Anda mengatakan kalau saya kemungkinan besar adalah keturunan pewaris keluarga Harko, begitu?! Bagaimana bisa hal seperti itu baru saya ketahui? Mengapa saya harus hidup di Panti Asuhan Daniar kalau memang saya keturunan keluarga Harko?”Alya terus b
“Anda tidak perlu mengingatkan dan berbicara omong kosong lagi untuk membantah! Semua orang dari keluarga Harko adalah manusia rendahan yang lebih hina daripada binatang!”Perkataan Bara kembali terdengar begitu pedas di telinga. Baik pria tua dan Alya cukup tersinggung mendengar perkataan Bara.“Hah?! Apa maksud perkataanmu, Bara?! Kamu kalau berbicara jangan asal mencaci maki seperti itu!” tegas Alya yang langsung meninggikan nada suaranya sambil menatap ke arah Bara.Bara tampak diam dan masa bodoh mendengar perkataan Alya. Baginya, keberadaan Alya tidak ada artinya sehingga tidak penting baginya untuk repot-repot memperhatikannya.Merasa diabaikan begitu saja, Alya langsung tersulut emosi dan berdiri dari kursinya, lalu menatap tajam ke arah Bara.“Dengar baik-baik! Aku sekarang bagian dari keluarga Harko dan kamu hanyalah pria rendahan yang tidak layak menghina kehormatan status anggota keluarga Harko! Belum lagi, perkataan pria tua itu tidak ada buktinya dan kamu asal saja mengh
Perkataan Alya membuat Bara tertegun dan diam-diam merenung dalam keheningan. Dia melirik ke arah pria tua yang saat ini menatap ke arah Alya.“Apakah ini benar-benar pertemuan pertama keduanya? Jika benar demikian, apa yang sebenarnya coba direncanakan oleh pria tua aneh ini?” batin Bara begitu heran dan sedikit gelisah.Dia memutuskan untuk tetap diam mengamati arah pembicaraan antara Alya dan pria tua itu. Bara terus menekan amarahnya dan berusaha tenang semaksimal mungkin.“Tenang dan duduklah terlebih dahulu. Saya akan memberikan informasi rahasia terkait keluarga Harko yang mungkin saja akan menarik perhatian kalian berdua,” jawab pria tua dengan santainya.Kali ini, pria tua itu tidak lagi fokus membaca bukunya seperti sebelumnya. Dia menatap ke arah Alya dan Bara secara bergantian secara acak dan perlahan-lahan.Alya dan Bara yang mendengar perkataan pria tua itu langsung menatapnya dengan serius. Terutama Alya yang tidak tahu menahu terkait informasi rahasia keluarga Harko y
Hanya saja, Alya tidak tahu alasan Bara mengikuti pria tua itu. Tidak butuh beberapa waktu, keduanya akhirnya berhenti tepat di depan pintu sebuah ruangan.Alya terdiam dan membuka matanya lebar-lebar menatap ruangan yang dituju keduanya. Pria tua itu langsung masuk ke dalam diikuti Bara yang sempat ragu-ragu sebelumnya.“Hmm? Saya mau tanya, itu ruangan siapa?” tanya Alya dengan suara yang jelas kepada pengawas disampingnya.Pengawas tersebut masih terdiam dan tertegun dalam kesunyian yang begitu dalam. Dia masih tak menyangka kalau dua sosok yang diperhatikan oleh Alya akan memasuki ruangan itu.Alya yang tidak mendapatkan jawaban akhirnya menoleh ke arah pengawas itu. Dia menatap pengawas dengan seksama.“Apakah Anda tahu ruangan apa dan milik siapa itu?” tanya Alya sekali lagi.Gelagat pengawas membuat Alya mempunyai beberapa dugaan acak terkait apa yang baru saja dilihatnya.Meski begitu, Alya tetap bersabar dan memastikan kembali kebenarannya. Pengawas tersebut akhirnya segera te
Tak berselang lama, Alya akhirnya berada tepat di depan pintu masuk ruangan pengawas CCTV. Wajahnya tenang, tapi sekilas mengandung keseriusan.“Bara pasti aku temukan di sini!” batin Alya tak ragu lagi hendak membuka pintu masuk tersebut.Petugas medis yang menemaninya hanya bisa terdiam dan akhirnya mengangguk dengan sopan.“Nyonya Alya, saya undur diri dahulu. Pengawas di dalam yang akan memberikan arahan nantinya,” ujar petugas medis tersebut dengan sopan menunggu balasan Alya.Alya terdiam sejenak sebelum menjawab, “Baiklah, terima kasih atas bantuannya!”Petugas medis tak ragu lagi akhirnya memutuskan pergi setelah memastikan Alya membuka pintu dan siap untuk masuk kapan saja.“Hmm…, mengapa juga Nyonya Alya ada di tempat ini? Apakah ada orang yang dikenalnya sedang dirawat di sini?” batin petugas medis sebelumnya masih merasa heran sebelum memutuskan segera mengabaikan pikirannya sendiri.Sosok Alya mulai masuk ke dalam ruangan dengan tenang menunjukkan rupanya yang begitu mena
“Berhenti dan silahkan duduk kembali apabila kamu masih ingin tahu rahasia keluarga Harko!” ucap pria tua itu dengan tenang bahkan tak menatap ke arah Bara sama sekali.Bara akhirnya terhenti sejenak sebelum berbalik dan menatap dengan serius ke arah pria tua yang saat ini masih saja mengabaikan sosok Bara dengan cara membaca buku medis miliknya.“Pria tua aneh ini benar-benar ingin memberitahu rahasia keluarga Harko atau tidak sebenarnya, hah?!” batin Bara masih tak begitu yakin.Dia memperhatikan dengan seksama sosok pria tua yang tidak ada perubahan fokus bahkan setelah mengatakan perkataan sebelumnya yang menghentikan Bara untuk pergi.Pria tua aneh itu masih saja fokus dengan kesibukan membaca bukunya. Bara masih tak habis pikir dengan sikap pria tua yang tenang dan sekaligus abai terhadap dirinya itu.“Hmph! Anda kalau berjanji harus mampu menepatinya! Jangan coba-coba mempermainkan saya lagi!” tegas Bara menatap tajam ke arah pria tua itu.Pria tua itu lagi-lagi tak merespon dan
Glek!Bara tanpa sadar menelan air ludahnya sendiri beberapa kali karena terlalu gugup menghadapi situasi yang tidak terprediksi ini. Dia duduk dengan canggung di kursi yang terlihat lumayan mewah dengan tubuh yang perlahan menggigil seperti orang kedinginan.Sorot matanya tidak fokus melihat sekelilingnya seakan-akan berusaha meminta lingkungan sekitarnya itu membantu dirinya untuk tetap tenang.“A–aku seharusnya tidak ke tempat ini! Andaikan saja aku tidak terlalu terburu-buru, situasi aneh ini tidak akan menimpaku!”Bara mengutuk keras dirinya sendiri dalam hatinya karena masuk ke dalam jurang tanpa dasar yang disiapkan oleh orang lain yang mana dalam hal ini berasal dari pria tua itu selaku kepala rumah sakit elit.“Aku tidak bisa terus gugup seperti ini! Semua sudah terlanjur begini, aku hanya perlu tetap tenang dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi terkait keluarga Harko!” batin Bara sudah memutuskan sesuatu.Dia yang merasa tidak ada jalan kembali hanya bisa berusaha untu
Menyadari kesalahannya sendiri adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia tidak peduli siapa pun itu. Banyak di antara manusia yang masih merasa benar meskipun sudah terbukti salah.Ini adalah fakta dan sekaligus sebuah realita kehidupan yang tak akan pernah memudar tak peduli zaman apa yang akan berlalu.Kondisi serupa inilah yang sedang terjadi kepada Alya. Dia masih tidak merasa bersalah meski jelas sekali dia telah menipu dan mengkhianati cinta seorang suami yang begitu tulus.Belum lagi berbagai cacian penuh kebencian dan hinaan yang merendahkan kehormatan seseorang sudah tak terhitung jumlahnya ia lontarkan kepada Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun.Sikap arogansi yang tidak berujung inilah yang membuat Alya tak mengerti alasan perubahan sikap Bara yang saat ini begitu membencinya hingga sulit untuk dihilangkan lagi.Bara juga tak akan pernah membutuhkan rasa simpati atau rasa bersalah sedikit pun dari Alya. Dia sudah memutuskan untuk membalas dendam tidak peduli seber
Pimpinan masih tak menemukan kemungkinan lainnya dan hanya bisa kembali terdiam seolah-olah tidak ada yang terjadi di dekatnya selama ini.Di sisi lainnya, Alya sendiri sudah pergi jauh dan mulai dekat dengan pintu keluar rumah sakit elit ini. Tanpa menunggu lama, Alya langsung keluar dengan cepat dan tidak ragu sama sekali.“Huuh…, akhirnya keluar juga dari rumah sakit ini!” gumam Alya begitu lega dan langsung bergegas menuju ke tempat mobilnya terparkir.Langkah kakinya tak terhentikan meski sejenak saja dan dengan lincah mempercepat langkahnya hingga sampai tepat di dekat mobilnya terparkir dengan rapi di sana.“Sudah waktunya pulang!” gumam Alya sambil membuka mobilnya dan masuk ke dalamnya.Dia duduk dengan tenang di kursi sopir sambil memegang erat setir mobilnya. Alya tetap saja terdiam di sana seperti orang aneh dan tidak bergegas pergi sedikit pun.“Mengapa aku terus memikirkannya, hah?!” Alya tak begitu senang dengan pikirannya sendiri yang saat ini kembali teringat percakapa