"Dia itu hanya seorang gembel. Buat apa kamu membela dia!" ucap Any, seraya melirik Adam dengan tatapan sinis. "Ibu Any, tidak pantas ibu berbicara seperti itu. Walaupun seseorang itu gembel sekalipun.""Kita tak boleh merendahkan dan meremehkan siapapun!""Setiap manusia berhak untuk dihargai!""Apa anda tidak tau kalau Bapak Adam ini pemilik Perusahaan AR Hospital?!" Frank tampak meradang.Sontak Any terkejut mendengarnya. Namun ia tak percaya begitu saja dengan ucapan Frank."Tidak mungkin! Dia itu dari desa yang nekat mau menikahi anak saya. Sebenarnya saya tidak suka dengan dia. Kalau bukan karena suamiku sudah saya usir dia dari dulu!" seru Any.Lalu Lusiana menyaut perkataan Any, "Mama apa tidak ingat apa yang Papa katakan? Papa pernah bilang kalau Adam itu bukanlah orang biasa. Tapi Mama selalu saja memandang dia sebelah mata.""Ah! tak percaya! Mana buktinya kalau memang dia seorang konglomerat?!" Any tetap saja menganggap rendah Adam hingga menantangnya.Frank membuka layar
"Ibu Any kenapa diam saja? Sodorkan tangan ibu kepada Bapak Adam!" seru Frank, mendesaknya.Namun kesombongan dalam jiwanya sudah sangat mengakar dan sulit untuk dilepaskan. Tiba-tiba wanita paruh baya itu berbalik badan dan melangkah pergi begitu saja dari hadapan Adam. Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.Sikap Any tersebut seketika memunculkan kemarahan para sanak saudara Lusiana. Mereka dengan menatap sinis terus mencaci maki Any dan Jhony."Sudah salah tetap saja keras kepala. Dasar tidak tau diri!""Pergi sana nenek sihir! Kau pikir kau itu siapa! Sudah bau tanah masih tidak sadar juga!"Seketika Para tamu melemparkan botol bekas dan segala macam sampah yang ada di rumah itu kepada Any dan Jhony.Any dengan paniknya berjalan tergopoh-gopoh menuju ke mobilnya."Ayo cepat Jhony, mereka akan menghajar kita habis-habisan!""Semua ini karena Si Adam! Kita jadi bulan–bulanan keluarga sendiri. Lihat saja nanti. Aku akan cari cara untuk menjatuhkannya!" Jhony menatap kesal ke arah Ada
Duukk…"Ampun!"Seorang pemuda desa berbadan kurus tersungkur tak berdaya setelah tubuhnya dihantam sebuah tendangan dari seorang prajurit kekar."Aku tau kau berbohong! Dimana tamahmu itu! Beri tahu atau ku potong kepalamu dengan pedangku ini!" seru seorang Prajurit pemberontak dengan membentangkan pedangnya yang berkilau.Pemuda itu hanya diam tanpa berkata apapun. Walau tangannya tampak bergetar dan tubuhnya mengeluarkan keringat sebesar jagung."Aku tak akan menyerahkan tanah leluhurku walau aku harus mati sekalipun!" pemuda itu bergumam."Heehhmm! Kau mau mati?! Bodoh!" seru seorang berbadan tegap dan kekar itu dengan matanya yang melotot."Ikat dia! Siksa sampai dia memberitahukannya!" ucap sang Kepala prajurit."Siap komandan!" ucap seorang prajurit yang juga berbadan tegap.Pemuda itu pun ditarik rambutnya yang panjang hingga terseret-seret. Lalu badannya yang sudah lemah dan lebam membiru itu diikat sebuah tali yang sangat tebal."Tanah itu adalah satu-satunya peninggalan ay
"Kami tak bermaksud membakar lahan kalian! kami hanya mencoba melindungi warga desa agar tak terancam oleh keberadaan Para pemberontak itu," ucap Adam yang mengangkat kedua telapak tangannya di hadapan warga untuk menunjukkan permohonan maaf. "Kami tak butuh permintaan maaf! kami tak perduli! ganti semua kerugian kami!," ucap para warga desa, tampak geram terhadap Adam dan pasukannya.Namun di tengah percakapan itu. tiba-tiba terlihat dari kejauhan. Asap tebal menggumpal membumbung tinggi berwarna kelabu.Hal itu mengalihkan perhatian Adam."Ada apa disana!" seru Adam, kepada para warga."Kau merasa tak berdosa? Rumah kami dibakar oleh para pemberontak itu sebelum kalian datang. Itu adalah akibat dari kedatangan kalian" seru seorang warga."Kedatangan kami hanya untuk melindungi kalian dari para prajurit Pemberontak. Tak ada niatan sama sekali untuk menimbulkan kegaduhan," ucap Adam.Namun tampaknya mereka tak perduli dengan segala alasan Adam.Wanita paruh baya yang baru saja ia sel
"Lepaskan mereka! cepat!" seru Adam, memerintahkan pasukannya.Para pasukan seketika berlarian ke titik lokasi tersebut. Sesampainya di sana, tampak banyaknya anak-anak, wanita dan pria dari segala umur tengah meringkuk dalam sebuah lubang besar. Lantas para Prajurit seketika turun lalu membuka tali yang membelenggu mereka. Salah satu dari mereka yang merupakan pria paruh baya menghampiri Adam lalu berlutut di hadapannya. "Terima kasih kalian sudah menyelamatkan kami. Hampir saja kami mati di sini. Karena para simpatisan itu akan membakar kami hidup-hidup dalam lubang besar ini," ucap salah satu warga itu, seraya menangis tersedu-sedu. Adam mengangkat pundak pria itu. Agar ia tak berlutut kepadanya. "Sudah, tidak perlu seperti itu. Kalian semua tenang saja. Karena semua kerugian kalian akan kami tanggung sepenuhnya!"Sontak warga bersorak sorai mendengar kabar baik itu. "Terima kasih tuan. Kalau tuan-tuan tidak datang ke desa kami. Mungkin kami hanya tinggal abu jenazah. karena
Wanita itu menutup matanya sesaat setelah melepaskan tembakan.Lalu ia membuka kembali matanya. Dan mendapati pria itu telah tergeletak bersimbah darah."Aku benar-benar membunuhnya?" ucapnya seraya menatap kosong seorang pria yang berlumuran darah di depannya."Ya kau telah melakukannya," ucap Adam.Wanita itu masih tak menyangka telah melakukan tindakan yang belum pernah ia lakukan selama hidupnya.Namun kini hatinya merasa puas. Rasa dendamnya kini dapat terbalaskan.Kemudian wanita itu menoleh ke arah tiga pria yang tengah meringkuk penuh ketakukan. Dengan senyuman manisnya ia menatap mereka.Lalu wanita itu melangkah perlahan dengan berlenggak lenggok menghampiri mereka."Kalian mau menikmati tubuhku kan? Sini...," ucap gadis itu, seraya memperlihatkan tubuhnya."Yang benar saja! Kami boleh menikmati tubuhmu?" Dua pria itu masih saja sempat-sempatnya membatu memandangi tubuhnya yang indah. Padahal mereka tengah terluka di kakinya."Ya, ayo silahkan," ucap gadis itu, menantang.Du
"Jika kalian menembak. Maka kami tak segan-segan menghabisi komandan kalian!" ancam Adam kepada para prajurit pemberontak.Mereka pun lantas terdiam. Namun mereka tetap menyusun strategi untuk melepaskan sang komandan dari tangan Pasukan Republik.Para pasukan kemudian kembali melangkah ke arah mobil lapis baja. Yang berjarak beberapa kilometer dari desa Dasfer. Sementara desa Asfer kini telah dijaga ketat oleh beberapa pasukan Republik.Di dalam langkah pasukan. Para pasukan pemberontak itu terus mengikuti langkah mereka.Penjagaan ketat tengah disiagakan dengan mengarahkan pucuk senjata ke arah para gerombolan pemberontak.Sementara, para pasukan Republik tengah menggiring sang komandan menuju ke mobil lapis baja yang masih terparkir di dekat jembatan.Tiba-tiba, salah satu pasukan pemberontak membuat suatu provokasi."Lepaskan komandan kami!""Lepaskan atau kami akan menghabisi kalian di sini!"Teriak salah seorang prajurit pemberontak itu, dengan begitu berapi-api.Tentu saja hal
Letnan Lehman bersama pasukannya menghampiri Adam yang tengah bersembunyi di sebuah bukit di antara lebatnya pepohonan."Jendral Adam berada di bukit sebelah barat! cepat kita ke sana!" seru Letnan Lehman kala melihatnya dari kejauhan menggunakan teropongnya.Lalu para Pasukan mendaki sebuah bukit itu dengan sedikit bersusah payah karena medan yang dilalui begitu licin.Sesampainya di atas bukit, dan berada tepat di belakang Adam. Letnan Lehman menepuk pundak Adam yang tengah memperhatikan musuh dari kejauhan."Bagaimana Jendral?!" seru Lehman.Adam langsung menengok ke belakang."Hey Lehman!, saya sedang memantau pergerakan musuh dari atas sini. Lihatlah mereka," ucap Adam.Lehman mengangkat teropongnya dan menyorot ke kejauhan. Dimana para pasukan musuh tengah berjalan beriringan ke suatu tempat."Mereka berada di sana rupanya," ucap Lehman."Ayo! kita mesti ikuti mereka," ucap Adam. Adam keluar dari persembunyian dan diikuti oleh pasukan lainnya.Selang beberapa jam perjalanan di