Kini Dea dalam keadaan terpuruk, setelah kepergian Kevin ia hanya bisa menangis di dalam kamar. Mbok Lastri dan Bik Asih bergantian membawakan makanan untuknya.
“Mbak Dea makan dulu yuk,” bujuk Bik Asih. Sedari tadi ia menemani Dea, hatinya terenyuh mendengar suara tangis majikannya. Sedangkan Mbok Lastri sudah pulang lebih awal.
“Mbakk...” panggil Bik Asih lembut. Tangannya mengusap punggung wanita itu, berharap ini menjadi obat penenang dari rasa sakit yang di derita Dea.
Dea mengusap air matanya, bantal yang ia tiduri pun terasa lembab akibat tangisannya.
Bik Asih tersenyum melihat Dea yang menyandarkan punggungnya ke dashborad.
Dengan sigap ia memberikan sepiring bubur ayam untuk Dea.
“Makan dulu Mbak,” ucap Bik Asih dengan menyondorkan sendok.
Dengan memakan bubur itu sedikit, lalu memberikannya pada Bik Asih. Kembali merebahkan tubuhnya.
“Bik, jangan bilang Mama Papa sama mertua y
Nina menyetir mobil itu dengan gesit.“Cepat Nin!” pinta Kevin. Dia sangat panik.“Sabar Vin, ini aku juga berusaha cepat!” pekik Nina yang ikutan panik. Namun, ketika mobil Nina berjalan lurus melewati gang rumahnya membuat Kevin semakin bingung.“Nin! Bukannya salah arah ya?!” tanya Kevin panik.“Tidak!” jawab Nina. Mobil melaju semakin cepat. Lelaki itu terlihat ling lung, ia hanya pasrah mengikuti perempuan yang sedang mengemudikan mobil yang dia tumpangi.Beberapa menit kemudian mobil itu sudah terparkir di rumah bercat putih.“Ayo masuk!!! Cepat!” ajak Nina yang tergesa-gesa.“Ini rumah siapa? Apa Dea disandera seseorang?” benak Kevin yang overthinking memikirkan banyak kemungkinan yang sedang terjadi.Pria itu segera turun dari mobil, dan melangkahkan kakinya mengikuti Nina. Ketika sampai di ruang tamu, Nina langsung mengunci pintu dan menyimpan kunc
Keadaan benar-benar kacau sekarang, tangan Icha tengah bersimbah darah. “Pa! Panggil dokter ke rumah Pah!” teriak wanita itu. Kevin terpaku melihat pemandangan di depannya. Icha tengah tersungkur dengan pergelangan tangan yang bersimbah darah. Lelaki itu sangat membenci darah. Detak jantungnya berdetak cepat tak terkontrol. Ia perlahan melangkahkan kakinya mundur. Menjauhi tempat itu, dan memilih duduk di atas sofa. Beberapa menit kemudian, Seno datang dengan seorang wanita lengkap kotak P3K di tangannya. Dari pakaiannya wanita itu hanya memakai daster, tapi dia sangat cekatan menutup luka Icha. Ketika semua telah selesai, dan kondisi Icha sudah membaik karena mendapatkan pengobatan dan infus dari dokter itu. Semua orang berkumpul di kamar. “Kevin!” panggil Nina dari dalam kamar. “Cepat sini.” Dengan malas Kevin menghampiri perempuan itu, orangtua Icha menatapnya dengan garang. Sorot kebencian terlihat jelas dari bola mata mereka.
“Apa kau gila!?” pekik Kevin, ia benar-benar tak habis pikir dengan perkataan Icha barusan.“Aku ingin hidup bersamamu Vin, aku cinta kamu,” tutur Icha. Perempuan itu benar-benar mencintai Kevin dengan tulus, dia ingin menghabiskan seumur hidupnya bersama mantan kekasihnya itu.Kevin semakin kesal mendengar jawaban Icha, wajahnya nampak kesal karena kekerasan kepala perempuan itu. Sifat Icha yang tak bisa mengalah membuat masalah semakin rumit. Ditambah sedari tadi kedua orangtua perempuan itu menatap Kevin dengan kejam.“Aku tidak bisa menikahimu, aku memiliki perjanjian pranikah dengan Dea. Bisa-bisa kekayaanku habis dalam sekejap jika dia tau. Kamu ingin hidup susah denganku? Jangan gila Icha,” jelas Kevin panjang lebar.“Kamu masih memiliki cafe Vin, itu kan harta pribadi milikmu. Dea tidak bisa merampasnya, kita bisa hidup dari itu, aku bahkan rela bekerja untuk mencukupi kehidupan kita,” mohon Icha. Pe
Dengan berat hati akhirnya Kevin menjawab, “baiklah. Namun saya meminta beberapa syarat.”“Katakan saja Nak, yang penting kamu mau menikahi Icha.” Seno dengan terbuka menyetujui semua syarat yang akan diajukan calon menantunya itu.“Saya tidak bisa membelikan Icha rumah, kebutuhan sehari-hari juga tidak bisa,” sebut Kevin dengan tegas. Ia tak ingin menjanjikan apapun pada istri barunya ini. Karena Kevin melakukan pernikahan dengan terpaksa.“Tidak masalah, biar semua Bapak tanggung. Nak Kevin cukup nikahin Icha saja,” setuju Seno tanpa komplain.“Bukankah kamu punya cafe!?” teriak Icha tiba-tiba. Perempuan itu menatap mata Kevin dengan tajam, setajam pisau yang ia pegang.“Itu termasuk harta Dea, Cha. Aku tidak bisa memberikannya padamu.” Kevin berusaha menjelaskan, karena memanglah itu kenyataannya. Ketika Dea mengetahui pernikahaan ini, perempuan itu bisa merampas semua kekay
“Tadi ban mobilnya Kevin bocor Ma, jadi Nina tebengin dia,” ngeles Nina. Kevin lagi-lagi dibuat tercengang oleh perempuan yang berdiri di sampingnya. Bagaimana bisa dia berbohong dengan mulus tanpa hambatan. “Ohh gitu.” Nala mengangguk-anggukkan kepalanya. “Masuk dulu yuk, Mama tadi bawa rica-rica bebek kesukaan Kevin. Ayo Nina,” ajak Nala. “Ehh... Nina harus pulang Ma, Mas Levi sekarang pasti nunggu kepulanganku,” tolak Nina secara halus. “Oh iya, hati-hati ya Nin,” jawab Nala. Nina langsung mencium tangan Nala dan masuk ke dalam mobilnya. Kevin dan Nala pun masuk ke dalam rumah. Dada Kevin berdetak kencang melihat David, ayah mertuanya. Lelaki itu menatapnya dengan tajam. Ia sudah berkali-kali mendapatkan tatapan tajam dari ayah mertuanya. Namun, hari ini lebih gahar dibanding sebelumnya. “Darimana kamu?” suara bariton David memenuhi seluruh ruangan. “E... dari cafe teman Pa,” jawab Kevin dengan gugup. Ada beberapa pe
“Emm...” Dea bergumam.“Iya, gimana Sayang?” tanya Rita sekali lagi.Dengan hati yang gundah Dea akhirnya menjawab, “boleh kok Ma.”Jawaban yang sangat terpaksa, karena ia tak bisa menolak mertuanya.“Oke kalau begitu, tunggu Mama sama Papa ya Sayang. Obatnya jangan lupa diminum ya,” nasihat Rita.“Hehe iya Ma.”Ia sangat terpaksa menyetujui permintaan Rita.“Yaudah, kalau gitu teleponnya Mama matiin dulu ya. Assalamualaikum Sayang.”“Waalaikumsalam Ma.”Tutt... Sambungan telepon terputus.“Hahh...” helaan napas terasa begitu berat. Mau tidak mau dia harus menghubungi Kevin untuk segera pulang.“Mbak ini sarapannya,” kata Mbok Lastri memecahkan lamunan Dea.“Makasih Mbok.”Dea memakan sarapan itu hingga tandas, meninggalkan mentimun dan sambal.Setelah itu ia meminum o
Debaran ini terasa sangat sakit, Dea meringis kesakitan memegang dadanya.Kevin yang melihat kondisi Dea yang kesakitan lantas menghampirinya dengan panik.“Dea!” panggil Kevin. Lelaki itu memegang tangan istrinya. Dengan cepat Dea menyibakkan tanganya, ia merasa jijik jika disentuh lelaki baj*ngan seperti Kevin.“Kenapa? Kamu kenapa Sayang?” tanya Rita histeris.“Bawa ke dokter! Cepat!” Gito pun ikut histeris melihat menantunya yang kesakitan.“Ahaha-ha tidak apa-apa Ma Pa,” jawab Dea. “Ada semut nakal di bajuku,” lanjutnya dengan bibir bawah yang tergigit malu.“Astaga Sayang! Sekarang bagaimana? Semutnya masih ada?” tanya Rita.“Sudah mati kok Ma, aku cubit barusan. Hehe...” kekeh Dea mencairkan suasana yang tegang.“Hahaha... Kamu ini ada-ada saja Dea. Bikin Papa panik aja,” tawa Gito pecah memenuhi seluruh ruangan.Kevin
Dea merasa kesakitan saat kakinya tanpa sengaja tertindih badan Kevin.Mendengar teriakan Dea, Kevin langsung jingkat melepaskan istrinya.“Apa kau mau membunuhku!!!” teriak Dea. Kakinya benar-benar terasa sakit.“Tidak-tidak, bukan seperti itu De. Aku tidak sengaja,” sanggah Kevin. Dia benar-benar tak sengaja menyenggol kaki istrinya.“Tutup mulutmu itu! Aku sangat muak padamu Mas!” Dea sangat marah.“Maafkan aku.” Kevin menatap istrinya dengan sendu, ia benar-benar merasa bersalah telah membuat Dea kesakitan seperti ini. Sedangkan istrinya langsung membelakanginya tak menggubris ucapan Kevin.Lelaki itu mengacak-acak rambutnya. Ia sangat frustrasi menghadapi istrinya.Perlahan Dea terlelap dalam tidurnya.“Sayang,” panggil Kevin lembut. Yang didapatkan bukan sahutan manja, justru suara dengkuran Dea.“Hah,” Kevin menghela nafasnya. Memilih merebahk