"Saat cintaku tidak cukup membuatmu bertahan dengan satu wanita, cari dan pergilah, jika itu membuatmu bahagia. Aku iklas asal kamu bahagia ...."Siang ini Amaliya memutuskan ingin menceritakan soal kehamilan Eliza. Ia pun pergi ke kantor Mihran selepas meeting dengan klien."Sayang ...." sapa Amaliya saat masuk ke dalam ruangan Mihran."Hey ...." "Sayang, aku tuh sebenarnya mau cerita sama kamu dari semalam tapi kamunya udah tidur. Tadi pagi kamu juga buru-buru mau berangkat. Makanya aku ke sini deh," ujar Amaliya berapi-api."Ada apa sih?" tanya Mihran."Eliza hamil ...." tutur Amaliya.Seketika wajah Mihran berubah pucat. Semua berkas yang dipegangnya pun berserakan ke lantai."Kamu kenapa,Sayang?" tanya Amaliya saat melihat Mihran yang berubah sikap."E-eh nggak apa-apa. Aku cuma kaget aja." Mihran pun berusaha menutupi kepanikannya."Kamu tahu dari siapa?" selidik Mihran."Aku tuh lihat dari hasil testpack ya Eliza.Dan disitu keterangannya Eliza positif hamil," terang Amaliya.
Di dalam bath up, Mihran merendamkan tubuhnya, menangisi dosa yang telah dilakukannya."Kamu ini istri yang sempurna. Sedangkan aku, aku suami yang penuh dengan dosa.Maafin aku, Amaliya. Aku sangat mencintai kamu.""Tapi, apa yang kamu lakukan kepada aku justru membuktikan kalau aku tidak bisa mencintai kamu sebesar kamu mencintai aku.Aku minta maaf. Aku minta maaf karena udah gagal menjaga komitmen kita."Tangis Mihran pun pecah ....------------Rumah AmaliyaPagi sekali, Oma Siska pun sudah datang ke rumah cucunya. Oma memang tidak pernah bisa sehari tanpa bertemu cicit kesayangannya yang menggemaskan itu.Ani pun datang membawakan segelas kopi hangat pesanan Nyonya besar itu."Oma, mendadak Tarjo mau mengundurkan diri. Tadi Ani udah coba mau ngomong sama Ibu, tetapi kayaknya lagi sibuk deh jadi nggak sempat ngomong Ibunya udah pergi aja," celetuk Ani, asisten rumah tangga Amaliya yang sekaligus mata-mata sang Oma yang sudah menaruh curiga pada Mihran dan Eliza."Ya udah, Ani. Kam
"Malik!"Amaliya datang dan langsung melayangkan sebuah tamparan pada adik lelaki satu-satunya itu. Ia murka ketika Arman menuduh suaminya yang telah menghamili Eliza. Bagi Amaliya tidak mungkin jika suami dan sahabatnya itu mengkhianatinya."Malik, beraninya kamu fitnah suamiku. Kamu keterlaluan," pekik Amaliya geram."Kak, dengarkan aku dulu," sahut Malik."Kak ....""Keluar kamu!" usir Amaliya yang tidak terima jika Mihran dituduh menghamili sang sahabat."Kak, tolong buka mata Kakak. Jangan jadi buta dan tuli, Kak. Semua keluarga kita juga tahu siapa Mihran sebenarnya," seru Malik."Kalian itu tidak tahu apa-apa tentang suamiku. Aku yang paling tahu siapa Mihran!," bentak Amaliya."Aku nyesal udah belain Kakak," sahut Malik. Malik pun akhirnya memilih pergi meninggalkan kediaman sang Kakak.------Mihran pun masuk ke dalam rumah. Amaliya pun menyusulnya dan mencoba menjelaskan pada Mihran."Sayang, Malik itu cinta banget sama Eliza. Jadi dia itu mencari orang yang disalahkan atas
"Amaliya, kamu kenapa?" tanya Oma Siska.Dengan mata sembabnya Amaliya pun memalingkan wajahnya dan mencoba menghindari pertanyaan Oma Siska. Ia pun bergegas masuk ke dalam kamarnya dan mengurung diri. "Bunda kenapa nangis?" tanya Alia."Maaf, Bunda nggak tahu kalau Alia dan Oma yang datang," jawab Amaliya.Amaliya tidak ingin permasalahannya dengan Mihran diketahui keluarganya, terlebih Alia. Dia masih terlalu kecil untuk dilibatkan. Oma pun akhirnya menenangkan Alia yang ketakutan.Di dalam kamarnya Eliza menangis. Ia terpuruk dengan kehancuran persahabatannya. Persahabatan yang sudah dibangunnya belasan tahun bersama Amaliya. Kini hancur karena kejujuran Mihran."Kamu benar, Amaliya. Aku lebih buruk dari binatang. Aku enggak pantas ada di kehidupan kamu. Andai saja aku bisa menebus semua sakit hatimu, aku akan lakukan apapun ...." lirih Eliza dalam tangisnya.------Alia menemui Bundanya di dalam kamar. Ia mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Bunda disakiti sama om j
Oma Siska akhirnya mendatangi rumah Eliza. Eliza yang baru saja pulang dari rumah sakit pun dikejutkan kehadiran Oma yang sudah dianggapnya seperti Omanya sendiri."Eliza!" panggil Oma Siska dengan wajah ketus."Oma," sahut Eliza menyambut kedatangan Oma Amaliya itu. "Eliza! Kamu sudah merusak hati Amaliya. Jangan kamu rusak lagi hati Malik. Oma tidak setuju dengan pernikahan kamu dan Malik hanya untuk menutupi aib kamu dan Mihran," pekik Oma Siska tegas."Malik terlalu baik buat kamu," bentak Oma Siska. Eliza hanya tertunduk malu."Oma ingat persahabatan kalian bertiga. Kamu itu anak yang baik. Lantas, kenapa jadi begini? Mungkin akibat pergaulan kamu di luar negeri yang salah," sindir Oma Siska. Oma Siska pun akhirnya memilih pergi setelah meluapkan rasa kecewanya pada Eliza. Anak yang sudah ia anggap cucunya sendiri."Dosa yang sudah kubuat telah menghancurkan nama dan reputasi aku di depan keluarga Amaliya," lirih Eliza.-------"Alia, kita mau ke mana ini sebenarnya?" tanya Am
"Mihran bermesraan di rumah sakit?" batin Amaliya.Amaliya yang marah mendengar dari Papanya jika Mihran sedang bersama Eliza pun langsung bangkit dan hendak melihatnya sendiri di rumah sakit."Amaliya, Amaliya ...." panggil Ibu Arumi dan Oma Siska. Keduanya khawatir jika Amaliya semakin terpuruk."Amaliya, dengarkan Mama. Tolong, jangan pergi. Itu hanya akan menambah kamu sakit hati, Amaliya ...." ucap Ibu Arumi memohon agar anaknya mau mendengar."Biarkan aku pergi, Ma. Aku harus menyelesaikan masalah rumah tanggaku dengan Mihran!" tegas Amaliya.Amaliya pun bergegas masuk ke dalam mobilnya. Ia membawa dengan cepat kendaraannya itu menuju rumah sakit langganan Papanya."Amaliya, Oma tahu bagaimana perasaan kamu. Sakit sekali hati ini melihat hubungan Amaliya dan Mihran ...."------Mobil yang dikendarai Amaliya akhirnya terparkir di pelataran rumah sakit. Ia bergegas mencari keberadaan Mihran dan Eliza. Eliza pun terbangun. Dari atas ranjangnya ia melihat Mihran tertidur di sofa."
Mihran benar-benar berjuang untuk cintanya. Dia tidak akan menyerah dan akan terus berusaha mempertahankan rumah tangganya."Bu, Bu Amaliya."Ani terus mengetuk pintu kamar Amaliya berulangkali. Malam itu, Mihran datang dan memaksa masuk. Ani dan Tarjo yang sudah mendapatkan perintah agar tidak mengijinkan Mihran masuk ke rumahnya, tidak berani mengijinkan tuannya itu masuk ke rumahnya sendiri."Bu, ada Bapak di depan. Daritadi meminta masuk. Tapi, Ani nggak berani soalnya kan ...." terang Ani. Amaliya pun langsung emosi mendengar teriakan Mihran malam itu.Mihran tidak perduli ketika hujan deras malam itu membuat seluruh tubuhnya basah. Rasa dingin tidak di perdulikannya lagi. Ia hanya ingin memperjuangkan cinta Amaliya dan Alia."Amaliya, buka pintunya. Amaliya ...." teriak Mihran dari luar pintu gerbang rumahnya. Berulangkali, Amaliya tetap bergeming."Amaliya!""Amaliya, buka pintunya," pekik Mihran yang terus menggedor pintu gerbang agar Amaliya membukanya."Kamu jaga Alia ya di
Amaliya kembali ke rumahnya. Ia menangis. Mengingat semua kenangan indah persahabatannya dengan Eliza dan Mihran. Juga mimpi Mihran untuk memiliki seorang anak kandung. Seketika Amaliya menyeka airmatanya."Kalau Eliza sampai ke luar negeri itu artinya Mihran tidak akan mempunyai kesempatan lagi ketemu anaknya. Kasihan dia ...." lirih Amaliya.Amaliya bergegas menemui Mihran di kantornya. Sesampainya di sana, dengan berapi-api, Amaliya meminta Mihran untuk menyusul Eliza."Kenapa kamu masih diam saja, Mihran. Kamu harus kejar dia. Jangan sampai kamu kehilangan anak kamu. Aku benci sama kalian berdua. Semua pengkhianatan kalian itu sungguh menyakitkan. Tapi, anak itu nggak salah!" pekik Amaliya dengan mata mendelik."Kenapa seorang anak harus menanggung dosa kedua orang tuanya?" tekan Amaliya."Amaliya ....""Aku tidak akan pernah memisahkan seorang anak dari Ayahnya!" tegas Amaliya."Kamu mau tunggu apalagi? Cepat pergi!" gertak Amaliya.Sesaat Mihran terdiam. Entah terbuat dari apa