Eliza merasa syok ketika membaca komentar hujatan dan bullyan yang datang padanya di sosial media. Tante Della pun terus membujuk dan menghiburnya agar keponakan kesayangannya itu tenang.Mihran yang sudah mengetahui berita viral itu akhirnya pulang ke rumahnya. Ia khawatir dengan kondisi Eliza yang kini sedang mengandung anaknya."Eliza, Eliza. Eliza mana?" tanya Mihran pada asisten rumah tangganya saat memasuki rumah. Mihran pun langsung masuk ke kamarnya dan terlihat Eliza sedang menangis dihibur Tante Della. "Eliza ...."Tante Della pun akhirnya keluar. Ia meminta Mihran agar menenangkan istrinya itu. Tante Della pun keluar dari kamar sepasang pengantin baru itu."Hei, kamu nggak usah baca dan dengarkan komentar orang. Biar saja mereka mau bilang apa. Kamu itu nggak seperti yang mereka bilang," ujar Mihran."Aku nggak mungkin menikahi kamu, kalau kamu itu perempuan jahat. Aku itu kan lebih kenal kamu dari pada mereka. Kamu itu istri aku. Jadi, apapun yang terjadi aku pasti belai
"Jadi dia bilang sama kamu, dia mau hamil?" tanya Della."Iya, Tante.""Dia pasti cuma mau memanasi kamu saja. Dia pasti iri sama kamu, Eliza," sahut Della memprovokasi keponakannya."Tante jadi curiga. Jangan- jangan dia menolong kamu ya pura-pura saja. Biasalah akal istri pertama. Padahal di belakang jahat," ujar Della memprovokasi agar Eliza membenci Amaliya."Dia pasti ingin merebut suaminya kembali dari kamu," lanjut Della."Tante yakin, dia sebenarnya yang menyebar semua berita kehamilan kamu, pernikahan kamu dan terus ya dia membayar orang untuk menghujat kamu di sosial media. Menyewa mulut orang untuk menjelekkan kamu," hasut Della.Eliza pun kembali teringat dengan telepon misterius malam itu saat ponsel milik Amaliya tertinggal di rumah sakit."Apa benar kalau semuanya ini yang melakukan Amaliya?" pikir Eliza.-----Oma Siska menemani Alia bermain di kamarnya. Sejak berita pernikahan Mihran dan Eliza tersebar ke sosial media, Alia tidak banyak bermain gadget."Aku tidak pern
"Mel, kamu mau ke mana?" tanya Oma Siska saat melihat Amaliya keluar dari kamar Alia dengan tergesa."Aku mau ketemu Mihran, Oma. Aku bisa terima kalau dia menyakiti aku. Tapi, jika dia menyakiti Alia seperti ini, aku enggak terima!" tegas Amaliya."Tapi, Mel, ini sudah malam. Di luar juga sedang hujan," cegah Oma Siska."Aku enggak perduli, Oma. Mihran harus menjelaskan semuanya," tegas Amaliya yang langsung pergi begitu saja."Mel, Amaliya ....."Malam itu hujan begitu deras. Angin pun kencang. Namun, tidak bisa menghalau Amaliya untuk menuntut penjelasan dari Mihran."Mihran, Mihran. Keluar kamu!" teriak Amaliya ketika sampai di depan rumah Eliza."Mihran, keluar kamu!" teriak Amaliya kencang.Ujo, satpam rumah Eliza itu akhirnya keluar membuka pintu. Ia pun meminta Amaliya segera pulang karena hujan sangat deras dan Mihran tidak sedang di rumah."Mihran, keluar kamu. Aku mau bicara!" panggil Amaliya. Ia tidak percaya jika Mihran tidak berada di rumah."Biar saya yang bicara," sahu
Malam ini Oma Siska menginap di rumah Amaliya. Mencoba membujuk cicit kesayangannya itu agar mau membuka kadonya dan bisa kembali ceria seperti dulu."Alia nggak butuh semua kado ini, Oma. Alia cuma butuh Ayah bisa sayang sama Alia dan Bunda seperti dulu. Selalu ada buat Alia," ucap Alia terisak.Oma Siska tidak bisa berkata apapun. Ia hanya mendengarkan semua keluh kesah cicitnya itu.Di rumah Eliza, Mihran pun menjalankan salat. Memohon agar Allah mau melembutkan hati anak dan istrinya. Ia pun selalu meminta ampunan Rabb-Nya."Ya Allah, aku tahu, aku sudah terlalu menyakiti hati istri dan anak hamba. Mungkin mereka sudah terlalu sakit atas perbuatan hamba. Tapi sungguh, hamba tidak pernah berniat menyakiti mereka."Alia terus menangis. Meluapkan semua keluh kesahnya."Alia mau Ayah nggak sering keluar," rintihnya. Tangis Alia pun pecah. Oma Siska hanya bisa memeluknya erat. Amaliya yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar, hanya bisa menahan tangisnya."Ya Allah, tolong kembalik
Alia terus berjalan. Di tengah kepadatan jalanan ibukota. Alia tersesat. Ia lupa arah menuju kantor Ayahnya. Hingga akhirnya, Alia menyebrang sebuah jalan dan melihat 2 anak seusianya sedang dimarahi oleh pria berpenampilan preman."Heh! Kerja yang benar dong. Cuma segini?" hardik preman yang memperkerjakan 2 anak kecil itu."Hari ini sepi bang. Banyak yang nggak kasih uang," celetuk seorang bocah perempuan berusia sekitar 6 tahun."Ah, gue nggak mau tahu. Pokoknya lu harus dapat lebih banyak lagi. Pasang muka sedih dong, jangan lemah banget!" pekiknya.Alia yang ketakutan pun hendak lari. Saat bersamaan, preman itu melihat keberadaan Alia dan berusaha mengejarnya. Alia pun berlari sekuat mungkin agar terbebas dari kejaran preman bertampang menakutkan itu."Hei, tunggu!" -------Amaliya akhirnya mendatangi rumah Eliza untuk mempertanyakan mengapa pigura foto pernikahannya bersama Mihran sampai ke rumahnya."Alia kabur?" tanya Eliza panik."Ini tuh gara-gara Alia melihat paket yang b
Suara sirine mobil ambulance memasuki pelataran rumah sakit Mayapada. Dengan sigap para perawat membawa dua wanita muda memasuki ruang UGD.Tubuh Amaliya dan Eliza yang sama-sama sedang mengandung buah cinta Mihran itu dibawa ke ruangan tertutup. "Sebaiknya kalian tunggu di sini," pinta dokter Pram.Mihran bersama orang tua serta adik Amaliya pun dengan wajah cemas dan ketakutan menunggu Amaliya. Oma Siska pun turut menemani, bersama Tante Della."Mel, Eliza ...." ucap lirih Mihran.Suasana nampak tegang di saat Taher dan Della harus berada di tempat yang bersama. Taher menunggu Amaliya dan Della menemani Eliza, keponakan kesayangannya.Pak Taher menarik Mihran menjauh. Nyaris saja memukuli menantunya itu dan menganggap jika Mihran-lah penyebab kecelakaan yang terjadi."Ini semua gara-gara kamu. Anakku sedang sekarat, kamu justru memperhatikan istri muda kamu," hardik Taher."Sudah, Pa, cukup. Kendalikan emosi kamu," cegah Ibu Arumi.Di depan ruang UGD Oma Siska pun memaki Della yang
"Bunda, Bunda ....""Bunda di mana?""Bunda ...."Alia terbangun dari mimpi buruknya dengan menangis histeris. Oma Siska yang sejak tadi menemani Alia di samping ranjang pun langsung terkejut dan mencoba menenangkan Alia."Alia, Alia, kamu kenapa?" tanya Oma Siska panik. Alia terus saja menangis sesegukan."Alia mimpi Bunda mau pergi. Bunda bilang mau pergi ke langit," jawab Alia menangis. Oma Siska pun langsung memeluk Alia lebih erat."Ya Allah, apakah ini firasat? Walau Alia bukan anak kandung Amaliya, tapi mereka begitu dekat," batin Oma. Tangisnya pun tidak bisa terelakkan. Airmata membasahi wajah Oma yang mulai keriput."Itu sebabnya Alia bisa merasakan Alia yang sedang sekarat," ucap Oma dalam hati.Alia pun berbalik dan memeluk Oma buyutnya itu begitu erat. Tangisnya pun belum juga berhenti."Oma, ayo kita susulin Bunda. Alia nggak mau Bunda pergi,," rintih Alia."Alia, mimpi itu hanya bunga tidur. Alia tidur lagi ya. Oma temani Alia di sini," bujuk Oma Siska. Alia pun kembali
Setelah menjalankan aksinya, Della pun keluar dari kamar Amaliya dengan wajah penuh kemenangan. Eliza yang penasaran pun mendatangi kamar Amaliya dan melihat Amaliya sudah kesulitan bernapas akibat alat fentilator yang terlepas. Tidak berselang lama, Oma Siska pun kembali ke kamar cucu kesayangannya itu."Eliza, apa yang kamu lakukan?!" bentak Oma Siska yang terkejut melihat keadaan Amaliya."A-aku ... tadi aku masuk sudah terlepas, Oma," seru Eliza. Namun, Oma Siska tentu saja tidak mempercayainya.Oma Siska pun panik. Setelah memencet bel berulangkali,akhirnya dokter pun datang ke kamar Amaliya."Kenapa bisa lepas?" tanya sang dokter."Saya tidak tahu, Dok. Pas saya masuk sudah terlepas, hanya ada Eliza di sini," terang Oma Siska."Mel, bertahan kamu, Mel ...." ucap Oma terisak."Sialan! Nenek tua itu kenapa harus datang sih?! Semoga saja dokter terlambat menyelamatkannya," gerutu Della.Dokter akhirnya berhasil memasang kembali alat bantu pernapasan untuk Amaliya dan kondisinya pu
Permintaan Eliza untuk pindah ke Amerika membuat Mihran dilema. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Eliza.Mihran tidak ingin gagal. Terlebih harus kehilangan Dhika jika ia tidak bisa menuruti semua keinginan istrinya itu. Hanya berserah pada Allah dan berdoa, tempatnya mencurahkan semua kegelisahannya."Ya Allah, Engkaulah yang lebih tahu apa yang terbaik buat kami. Jika kepindahan kami ke Amerika itu yang terbaik menurutmu, mudahkanlah ya Allah. Tapi jika itu bukan yang terbaik untuk kami, berikanlah jalan lain agar kami bisa hidup dengan tenang, aamin ...."Mihran menyelesaikan doanya, walau ia belum juga bergerak dari sajadah. Hatinya cemas. Perasaannya tidak menentu. Membayangkan harus tinggal jauh dari Jakarta. "Selama ini aku tinggal di Jakarta, aku selalu teringat Amaliya. Aku nggak bisa move on darinya. Apalagi sekarang ada Ayu yang sangat mirip dengan Amaliya.""Aku nggak boleh tergoda sama Ayu. Aku kapok. Aku nggak mau mengkhianati istriku lagi.
Arumi mencoba membujuk suaminya. Ia berharap jika sang suami mengubah keputusannya untuk mengajukan gugatan perceraian me pengadilan agama."Mas, tolong pikirkan lagi keputusan kamu, Mas," pinta Arumi memelas. Namun, sepertinya keputusan Taher sudah tak bisa diubah."Maafkan aku, Arumi. Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengurus arsip perceraian kita agar aku juga bisa mengesahkan pernikahan aku dan Della," tutur Taher tegas.Jawaban suami yang telah didampingi puluhan tahun itu membuat Arumi syok. Ia tidak menyangka, jika suaminya itu lebih memilih cinta masa lalunya."Tega kamu, Mas. Tega kamu melakukan ini sama aku. Bunuh aja aku, Mas. Kamu bunuh aja aku sekalian. Bunuh, Mas!" teriak Arumi histeris.Teriakan Arumi yang terdengar nyaring akhirnya membuat Oma Siska bersama Malik dan Indah masuk ke dalam kamar Arumi. Terlihat pertengkaran itu membuat Arumi telah banjir air mata."Ada apa ini?"Oma Siska pun akhirnya menarik paksa anak lelakinya keluar dari kamar. Sedangkan Indah berus
Arumi yang mulai membaik akhirnya diijinkan pulang. Ditemani anak dsn menantunya, Arumi pulang ke rumah Oma Siska. Sesampainya di rumah, Oma pun menyambut hangat kedatangan anak perempuannya.Walau sudah ditalak oleh Taher, Arumi tetap tinggal di kediaman Oma Siska. Itu demi memenuhi keinginan mama mertuanya itu, setelah puluhan tahun menikah dengan Taher, Arumi telah dianggap anak oleh Oma Siska."Ma, mama istirahat di kamar dulu ya," ujar Indah. Indah pun memapah mama mertuanya untuk masuk ke kamarnya."Mama istirahat di sini dulu ya, Indah mau ambilkan makanan buat mama dulu," ujar Indah. Namun, belum saja melangkah Arumi langsung menarik tangan menantu perempuannya itu."Enggak usah, Indah. Mama enggak mau makan," sahut Arumi."Tapi mama harus makan, biar keadaan mama cepat pulih," bujuk Indah."Untuk apa, Indah? Toh mama sakit, papa kamu tidak perduli sama sekali. Sekalipun tidak mau menjenguk mama di rumah sakit," jawab Arumi dengan tatapan mata yang kosong.Indah pun terdiam. I
"Mel, kamu kok ke sini nggak bilang-bilang dulu?" ucap Ridho yang kaget melihat kedatangan Amaliya ke kantornya.Amaliya yang emosi mengetahui mamanya di celakai oleh Eliza pun mendatangi kantor Ridho dan ingin mengakhiri semuanya."Penyamaran ini harus segera di akhiri. Ini sudah terlalu lama, Ridho!" ucap Amaliya emosi."Kamu kenapa, Mel?""Eliza berusaha mencelakai mamaku. Kalau dia nekat, bisa aja dia membunuh mama sama seperti yang dia lakukan padaku. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik kita akhiri semua penyamaran ini," tutur Amaliya."Enggak, Mel. Kamu harus bersabar. Sekarang ini aku sedang menyelidiki siapa Dhika sebenarnya. Karena aku yakin, Dhika bukan anak kandung Eliza," sahut Ridho.Ridho berusaha meyakinkan Amaliya. Menyusun kembali rencana agar mamanya bisa selamat tanpa harus membongkar penyamaran ini."Kamu harus sabar. Semua yang kita lakukan akan sia-sia kalau kita bongkar sekarang, Mel!" tegas Ridho.Della akhirnya sampai di rumah yang ditinggalinya. Rumah milik
Bayangan itu kembali datang dalam ingatannya. Bagaimana menderitanya Oma Alia dan Mama Ainun saat harus terusir dari kehidupan Opa. Oma Siska sudah membuat keluarganya hancur berantakan. Bahkan. harus merasakan pedihnya terusir ke sana dan ke sini."Tidak. Dendam ini harus tetap ku lanjutkan. Aku enggak boleh menghentikan semua ini demi cintaku pada Amaliya. Aku harus tetap menjalankan semua rencana yang sudah ku susun," gumam Ridho.Indah akhirnya mencoba menghubungi suaminya untuk memberitahu soal kondisi mama mertuanya.[Halo, Mas. Mas, kamu di mana? Papa sudah menjatuhkan talak sama mama.][Papa talak mama, Indah?][Iya, Mas. Sekarang mama syok banget. Kamu cepat pulang ya, Mas. Kasih kekuatan sama mama. Aku nggak tega lihat kondisi mama sekarang.]Malik langsung mematikan teleponnya. Ia bergegas mendatangi ruangan papanya.Di ruangannya Taher sedang memandangi bingkai foto. Foto dirinya dan Arumi di saat masih bahagia."Sebenarnya aku berat harus berpisah dari Arumi. Sudah belasa
Della akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan hasilnya baik. Taher pun bersama Eliza terpaksa membawa Della ke rumah Taher yang lainnya. Itu karena Della masih meyakini jika ia istri Taher."Sementara ini biar tante kamu tinggal di sini. Tapi sebisa mungkin kamu nggak tinggal serumah. Setelah dua tertidur, saya akan pulang ke rumah yang lain. Pokoknya kamu tenang saja, tante kamu akan aman di sini," seru papa Amaliya itu."Baik, Om. Saya percayakan semuanya sama om ya," jawab Eliza tersenyum."Saya harus balik ke kantor dulu. Saya titip Della ya," pamit Taher yang bergegas pergi ke kantornya.Setelah Taher pergi, Della pun keluar dari kamarnya. Eliza tentu saja mengambil kesempatan yang ada. Hilangnya ingatan sang tante selain membuatnya aman, Eliza juga menyusun sebuah rencana baru."Aku ngerti perasaan tante. Tante yang sabar ya. Aku juga menjadi istri kedua, sama seperti tante," ujar Eliza. Della pun terkejut mendengar pengakuan sang keponaka
Eliza terus mengalihkan agar Mihran membatalkan rencananya pergi ke rumah sakit. Namun, Mihran tetap bersikeras pergi menjenguk Tante Della."Mihran, kayaknya kita besok aja ya. Badanku lagi nggak enak dari tadi," dalih Eliza."Enggak usah. Sekarang aja ya. Kamu siap-siap!" pungkas Mihran. Eliza pun tidak dapat berkata apapun. Ia hanya bisa menggerutu dalam hati dsn berpikir bagaimana caranya agar rahasia itu tetap aman."Gimana ini, kalau Mihran ketemu Tante Della, bisa gawat. Kacau semuanya!" gumam Eliza dalam hati.Ani pun mencoba diam-diam mendatangi kamar Ayu. Ia harus menyelinap memberitahu sebuah informasi tentang sadarnya Tante Della."Yu, aku ada berita penting," ungkap Ani."Info apa?" tanya Ayu penasaran."Tante Della udah sadar. Sekarang Pak Mihran dan Bu Eliza sedang menuju rumah sakit. Yu, udah dulu ya. Ani mau kerja lagi, takut Ijah tahu bisa ngadu dia nanti," ujar Ani yang langsung meninggalkan kamar Ayu.Setelah memastikan Ani keluar dari kamarnya, Amaliya pun mengam
Seperti dugaan Eliza, Mihran memang mencurigainya dan mulai menginterogasinya. Bahkan tekanan Mihran membuatnya sulit menutupi kepanikannya."Kamu curiga kalau Dhika itu bukan anak aku, sama seperti kakaknya Ayu?" pekik Eliza."Siapapun yang melihat kamu, pasti akan berkata yang sama. Kamu itu nggak bisa dekat dengan anak kandung kamu sendiri," cecar Mihran."Jadi mulai sekarang, kamu dekati Dhika. Ambil hatinya," suruh Mihran. Mihran pun bergegas masuk ke dalam kamarnya.Eliza pun mulai geram. Karena kata-kata Mihran, ia jadi dicurigai suaminya sendiri."Enggak adiknya, enggak kakaknya, sama saja bikin kesal!" gerutu Eliza."Semua rencana aku jadi berantakan!"-------Setelah berada di dalam kamarnya, Amaliya pun mencoba menghubungi Ridho untuk mempertanyakan soal kata-katanya yang justru semakin membuat Eliza akan membencinya.[Halo, Ridho. Maksud kamu apa sih tadi ngomong gitu sama Eliza?][Oh, aku sengaja ngomong gitu biar Mihran curiga. Aku juga ingin memancing emosi Eliza. Biar
Amaliya terus berpikir caranya keluar dari kamar sempit dan pengap ini. Memperhatikan sekeliling hingga akhirnya ia melihat sebuah jendela kecil. Amaliya akhirnya menggunakan sebuah meja kecil yang ada di dalam kamar untuk naik dan berusaha keluar melalui jendela kecil itu.Karena suara berisik dari dalam kamar, membuat kedua anak buah Eliza curiga dan akhirnya membuka pintu kamar yang terkunci."Heh, jangan kabur, luh!" teriak seorang pria bertubuh tinggi besar itu.Amaliya pun berhasil loncat keluar dan kabur meninggalkan rumah sempit tempat penyekapan. Namun, kedua anak buah Eliza tidak begitu saja menyerah. Keduanya pun mengejar Amaliya yang berlari sekuat tenaga. Sayangnya mereka pun berhasil menarik paksa Amaliya kembali."Lepaskan saya!"Amaliya terus berontak ketika kedua preman itu membawa paksa untuk kembali ke rumah penyekapan. Tiba-tiba ada 2 pria bertubuh tinggi besar datang menyelamatkannya. Kedua anak buah Eliza pun dibuat kocar-kacir setelah kalah baki hantam."Kalian