Oma Siska dan Alia datang. Kedatangan oma dan Alia membuat Ani sedikit terselamatkan."Ani, kamu mau ke mana?" tanya Oma Siska."Ani dipecat Bu Eliza," sahut Tarjo."Ani tetap harus di sini!" tegas oma."Oma, maaf ya. Di sini aku yang menentukan. Oma nggak ada hak lagi di rumah ini, karena Amaliya sudah nggak ada!" ujar Eliza lantang."Ayah penentu kuasa di rumah ini. Alia telepon ayah dulu," sahut Alia. Eliza pun mulai menggerutu."Anak pungut ini keterlaluan, nggak tahu diri!"Alia pun akhirnya mencoba menghubungi ayahnya. Mihran pun akhirnya mengangkat telepon sang putri.[Ayah, Mbak Ani dipecat. Sekarang Mbak Ani diusir dari rumah sama Tante Eliza.]Eliza yang sudah tahu akan ending pemecatan Ani ini pun langsung masuk ke dalam rumah dengan wajah kesal diikuti Ijah. "Dasar anak pungut tukang pengaduan!" gerutu Eliza.Benar saja dugaannya, ponselnya berdering dan Mihran tertera di layar memanggil."Tuh kan. Mihran nelpon!" gerutu Eliza. Eliza pun terpaksa mengangkat telepon suam
Alia terus membujuk Ayahnya agar tetap mempekerjakan Mbak Ani di rumah mereka. Begitupun Amaliya, yang juga berusaha agar Ani tidak dipecat. Walau tidak bisa frontal, karena ia adalah Ayu."Pak, sebaiknya Ani jangan dipecat. Kasihan Alia," tutur Ayu. Eliza pun langsung berang."Jangan ikut campur kamu!" bentak Eliza.Di dalam kamarnya, Oma akhirnya bangun dari pingsannya. Arumi dan juga Indah yang sempat khawatir kini bisa bernapas lega."Alhamdulillah, Oma akhirnya sadar juga," ucap Indah. Arumi pun nampak bahagia. Tangis keduanya pun pecah."Air mata kalian tidak bisa membuat suami kalian kembali. Sekarang kalian tahu kan, seberapa jahatnya mereka. Kita sekarang harus bersatu untuk merebut suami-suami kalian kembali," tutur Oma Siska tegas. Ia tidak ingin jika menantu dan cucu mantunya itu menangis seperti kisahnya dengan opa dulu.Mihran pun mulai memikirkan keputusan apa yang harus diambilnya. Demi Alia, yang akan bertambah terluka jika harus kehilangan lagi orang yang disayanginy
"Apa, kata dokter, sel kanker aku udah sembuh?" tanya Eliza."Alhamdulillah ya Allah. Akhirnya aku sembuh. Ini pasti karena pengobatan alternatif yang aku jalani, Mihran. Ya Allah, terimakasih ya Allah ...." ucap Eliza mengucap syukur."Stop drama kamu!""Kamu kenapa sih, Mihran? Kamu nggak senang aku sembuh. Kamu itu harusnya senang aku sembuh. Kamu itu suami macam apa, Mihran, yang nggak senang kalau istrinya itu sembuh!" pekik Eliza. Mihran pun tidak bereaksi apapun.Malik di rumahnya berusaha menghubungi Eliza. Namun, hasilnya nihil. Eliza tidak mengangkat teleponnya. Malik yang sudah terjebak dengan permainan Eliza pun kembali tergila-gila pada istri kedua Mihran itu."Eliza kenapa nggak angkat telepon gue ya?" gumam Malik."Gue jadi nggak enak. Apa penyakitnya semakin parah? Oh ya, Ijah kan udah ikut Eliza ke tempat Mihran. Gue telepon Ijah aja," ujar Malik. Malik akhirnya menghubungi asisten kepercayaan Eliza itu.[Halo.][Halo, Ijah. Ini saya Malik. Kamu bisa nggak kasih telep
Alia yang melihat ayahnya bersedih pun mencoba menghibur Mihran yang masih termenung di meja makan."Ayah kenapa?" tanya Alia."Ayah sedih ya. Ya udah, kita main sama Dhika aja ya," seru Alia. Alia pun langsung menarik tangan Mihran ke kamar Dhika."Loh, Dhika ke mana?" tanya Alia. Mihran hanya diam membisu menahan air matanya.Tidak lama, Ayu pun ikut masuk ke dalam kamar Dhika. Alia pun langsung menghampiri baby sitter Dhika itu dan bertanya ke mana sang adik."Tante Ayu, Dhika ke mana?" tanya Alia. Ayu pun hanya diam. Alia pun kembali bertanya pada sang ayah. Dan sebuah jawaban membuat Alia kecewa."Kenapa Dhika dibawa Tante Eliza? Alia sayang sama Dhika, Ayah ...." tutur Alia terisak.Mihran hanya bisa memeluk putri sulungnya itu penuh erat. Ia pun merasakan hal yang sama. Kehilangan Dhika.Tiba-tiba Ayu ditarik paksa keluar dari kamar Dhika. Ternyata Ijah, asisten kepercayaan Eliza yang masih menjadi mata-matanya."Ayu, kamu masih ngapain di sini? Dhika kan sudah nggak ada di sin
Ridho berada di ruang cempaka 3 rumah sakit Permata. Amaliya sedang terbaring tidak sadarkan diri. Sudah 3 jam lebih, setelah kecelakaan mobil bersama Tante Della.Mata Amaliya pun mulai terbuka perlahan. Wanita yang dicintai Ridho itu akhirnya sadar, walau masih lemah."Ah, syukurlah, Mel. Akhirnya kamu sadar juga. Aku khawatir banget sama kamu," ucap Ridho. Ia bersyukur jika Amaliya mulai pulih."Mel, kamu kenapa nggak kasih tahu aku sih, kalau kamu mau ketemuan sama Eliza? Lihat kayak gini kan akibatnya. Kamu harus kasih tahu aku, apapun yang mau kamu lakukan," tutur Ridho."Kamu nggak bisa bertindak sendiri. Mel, musuh kamu itu sangat berbahaya. Eliza itu sangat berbahaya kalau kamu lawan sendiri. Untung kamu nggak terluka. Untung kamu selamat. Untung kamu ....""Kok kamu tahu aku ada di sini?" tanya Amaliya dengan suara yang masih lemah."Orang rumah sakit yang kasih tahu aku. Dia kasih tahu setelah mengecek ponsel kamu," ungkap Ridho.Amaliya masih merasakan sakit kepala yang ku
Kehadiran Della kembali dalam kehidupan keluarga Oma Siska membuat semuanya berantakan. Terlebih sejak Eliza menikah dengan Mihran. Akhirnya, anak dan cucunya merasakan pahitnya dulu ketika Opa diam-diam menikahi sahabatnya -- Oma Ridho."Sejak kehadiran Della, keluarga kita jadi berantakan. Semuanya menjadi kacau. Mas Taher tergila-gila dengan perempuan licik itu, ibu jadi sakit seperti ini," gerutu Arumi saat mengobrol dengan Oma Siska dan Indah di ruang tamu.Tidak lama, terdengar suara getar dari ponsel milik Arumi. Setelah membacanya ternyata pesan dari Ani."Bu, ini ada pesan dari Ani. Katanya Della koma di rumah sakit Permata," ujar Arumi."Della koma?" ucap Taher dalam hati.Taher yang sejak tadi mendengarkan percakapan keluarganya di ruang tamu pun terkejut ketika mendengar kabar Della --wanita yang sangat dicintainya itu."Della koma?" ucap Oma Siska tersenyum bahagia."Ini jalan keluar dari permasalahan keluarga kamu. Dengan meninggalnya Della, artinya kamu tenang. Taher ng
Ridho akhirnya berhasil memancing kemarahan Eliza. Ayu hanya terdiam. Mihran pun tidak dapat berkata apapun ketika Ridho terus menekan istrinya."Lancang kamu!"Ridho pun berhasil menepis tangan Eliza yang hendak menamparnya. Eliza benar-benar terpancing."Ayu hanya ingin bekerja dengan tulus. Dia rela menjadi baby sitter karena menutupi kesedihan kehilangan bayinya. Tapi kalau kamu bilang Ayu ingin merebut suami kamu, saya nggak terima. Sangat tidak terima!" hardik Ridho."Dan kalau suami kamu benar-benar mencintai kamu, dia tidak akan pernah berpaling ke wanita lain. Kecuali dijebak!" sindir Ridho."Ayo, kita pergi dari sini. Mending nggak usah!" pekik Eliza yang langsung menarik tangan suaminya keluar dari rumah kontrakan Ayu.Ayu pun panik. Ia khawatir jika cara Ridho justru mengorbankan Dhika. Ayu alias tidak ingin bayi tidak berdosa itu yang menjadi korbannya."Ridho, kamu kenapa sih harus pakai syarat seperti itu?" tanya Ayu."Udah, kamu tenang aja. Gimana kalau Dhika ...." jaw
Mihran tetap tidak perduli. Ia tetap dengan keputusannya untuk membawa Dhika ke rumah Ayu."Mihran, tunggu. Aku yakin Dhika akan terbiasa kok dan Dhika akan baik-baik aja," dalih Eliza yang enggan jika Ayu kembali ke rumahnya menjadi baby sitter Dhika."Kamu suruh aku sabar melihat anak kita kayak begini? Lihat El, lihat! Kamu ini kan ibunya Dhika. Kenapa kamu seperti nggak punya perasaan sayang sama sekali ke Dhika?" cecar Mihran. Ia mulai curiga, apa yang terjadi dengan istrinya itu."Meskipun kamu melarang aku, aku tetap akan membawa Dhika ke Ayu, ibu ASI-nya. Maaf. Kalau aku sudah melanggar perjanjian kita. Ini semua demi Dhika!" tegas Mihran."Aku nggak mau!" balas Eliza tidak kalah lantangnya."Eliza, Ayu itu hanya akan menjadi ibu ASI-nya Dhika. Bukan baby sitter," ujar Mihran mempertegas keputusannya."Aku tetap nggak setuju. Kamu nggak dengar hinaan Ridho ke aku?" sahut Eliza kesal."Hinaan apa? Memang benar kan. Kamu yang pertama kali menggoda aku. Padahal kamu tahu, aku ini