“Dewi Harnum, istriku.”Tubuh Harnum terpaku mendengarnya. Awalnya dia berpikir jika Albern akan meencacinya karena sedang marah. Sebab dia kembali memanggil nama lengkapnya.Akan tetapi, ketika dia mendengar Albern yang menyebutnya sebagai istri, hatinya yang tadi gundah gulana, kini kembali merasa tenang kembali.Albern bangkit berdiri. Dia berjalan mendekati sang istri dan memeluk tubuh Harnum dari belakang. Dia melingkarkan tangannya di perut sang istri.Albern menyusupkan wajahnya ditengkuk leher Harnum yang putih mulus itu, dia menghirup aroma tubuh sang istri yang selalu membuatnya tenang, lalu dia menjilati tengkuk tersebut kemudian beralih menjelati telinga Harnum.Harnum memejamkan matanya. Tubuhnya merinding menerima perlakuan sang suami. Albern selalu mampu membangkitkan gairahnya dalam keadaan apapun juga.“Apakah kau berpikir aku ini suami yang sangat jahat sehingga kau sampai berpikiran seperti itu padaku, hmm?” Albern meletakkan dagunya di pundak Harnum.Harnum masih t
Sementara itu, Neil dan George kini tengah berada di Klan AB. Dan kedelapan laki-laki yang kini sudah menjadi anak buahnya itu ikut bersama mereka.Sementara kedua gadis yang mereka selamatkan itu ikut dengan mereka dan berada di Klan AB, tetapi George sengaja memisahkan tempat khusus untuk anak buahnya yang ditempatkan di bagian belakang markas agar tidak bersatu dengan mereka, sedangkan yang berada di dalam markas inti hanya mereka berempat saja.Di dalam markas itu terdapat banyak kamar. Kedua gadis itu pun dipersilakan untuk menempati kamar masing-masing.“Nona, kalian berdua silakan menempati kamar masing-mading,” ujar Neil.“Terima kasih, Tuan, atas pertolongan kalian,” jawab kedua gadis itu.“Hei, nama kalian siapa?” tanya Neil.Sementara George hanya diam saja, tetapi dia tetap memperhatikan mereka.“Oh, iya, maaf, kami sampai lupa memperkenalkan diri. Namaku, Nora,” ucap gadis yang kala itu meludahi penjahat.“Namaku, Nancy,” ujar gadis yang satunya lagi. Dia terlihat lebih p
Karena keadaan Nora dan Nancy sama-sama demam maka George dan Neil sama-sama merawat mereka hingga mereka sembuh.Akan tetapi, berbeda halnya dengan Nora. Sejak kejadian itu, di mana dirinya dicumbu oleh George dan George menembak 8 penjahat itu, gadis tersebut semakin banyak diam.Dia yang biasanya banyak berbicara, kini berbanding terbalik. Sehari-harinya di dalam markas itu dia hanya melamun saja, sedangkan Nancy, gadis pendiam yang satu itu, dialah yang berperan di dalam markas tersebut.Dia yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti memasak dan lain sebagainya. Karena dia merasa tahu diri dan sadar diri bahwa di sana dia hanya menumpang.Sementara Nora, dia sudah kehilangan keceriaannya dan tidak mau beraktivitas seperti biasanya. George yang melihat perubahan sikap Nora merasa sangat bersalah.Malam itu, George dan Neil sedang duduk bersama di mini bar markas. Mereka sedang menikmati vodka. George menghisap nikotin, dia menghisapnya dalam-dalam sembari memejamkan mata. Nam
Albern menatap Harnum. Dia merasa terkejut mendengarnya. “Sayangku, apa maksudmu berbicara seperti itu?”Harnum terhenyak. “Ah, iya, By, maafkan aku, aku sampai melupakannya, lupa mengatakannya padamu. Pada waktu itu, aku sudah berjanji pada Jennifer akan menyampaikan pesan ini padamu, tapi aku lupa.”“Memangnya Jenni mengatakan apa?”Lalu, Harnum pun menjelaskan keinginan Jennifer yang akan pindah rumah tersebut. Keterkejutan Albern bertambah ketika mendengar penjelasan Harnum. Namun, dia mengerti keinginan Jennifer.“Aku mengerti. Aku rasa apa yang dikatakan Jennifer itu memang benar juga. Karena mereka sekarang sudah memiliki anak, mereka ingin mandiri. Itu rencana yang bagus dan aku mendukungnya,” ujar Albern.Harnum, Jennifer, dan Willy yang mendengar ucapan Albern tersebut merasa sangat terkejut. Karena mereka tidak menyangka jika respon sang King Mafia akan begitu baik.“King, apa kau tidak salah mengatakan itu?” tanya Willy meyakinkan.“Tidak masalah. Aku tidak akan marah jika
“Ayah, Ibu, mengapa kalian tega membuangku sewaktu aku bayi? Sehingga aku menjadi seperti ini. Aku sudah tidak ada lagi harapan untuk hidup.”“Bahkan orang tua angkatku pun yang sudah aku anggap sebagai orang tua kandung, mereka membenciku dan tidak menginginkan kehadiranku.”Nora terus berjalan tanpa arah. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti ketika dia melihat sebuah jembatan yang sangat sunyi dan sepi. Di bawah jembatan itu terdapat sungai yang sangat besar dan sangat deras.Perlahan, Nora melangkahkan kakinya mendekati jembatan itu. Dia melihat ke kiri dan ke kanan dan tidak ada siapa-siapa. Jadi, jika dia terjun ke bawah sana pun tidak akan ada yang mengetahui tindakannya tersebut.Perlahan, kakinya mulai menaiki pembatas jembatan. Petir menggelegar, kilat saling berlomba-lomba menampakkan diri. Hujan pun semakin turun dengan derasnya. Tubuh Nora pun sudah menggigil kedinginan dan juga karena kelaparan. “Mungkin ini adalah cara terakhirku. Tuhan, ampuni dosaku, maafkan aku karena
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja