“Honey, sudah, cukup, kita bernostalgia dengan masa lalu kita. Kini saatnya kita menikmati malam pengantin kita,” ujar Albern.Harnum menatap wajah sang suami yang kini terlihat semakin tampan dan gagah. Harnum menyunggingkan senyumnya yang sangat manis. Lalu, dia pun menganggukkan kepalanya.Malam ini merupakan malam pengantin mereka, malam pertama mereka, jadi Harnum ingin memberikan dan mempersembahkan yang terbaik untuk sang suami.Albern mendorong pelan bahu Harnum hingga Harnum kembali terlentang. Lalu, dia menindihnya. Albern terus membelai-belai wajah cantik itu, yang benar-benar sudah mengalihkan dunianya. Harnum memejamkan mata, dia meresapi setiap sentuhan yang diberikan oleh Albern. Hingga tanpa terasa kini tubuh keduanya sudah sama-sama polos tanpa sehelai benang pun.Albern tiada hentinya menatap kagum pada keindahan tubuh sang istri, yang sedari dulu selalu mampu membuatnya tergila-gila itu. Hanya Harnum lah wanita yang mampu menggoyahkan imannya. Begitu banyaknya wanita
"Al, tolong jangan menyiksaku dengan semua ini." Harnum memejamkan matanya. Bola-bola kristal itu terus membanjiri pipinya. Dia menggigit bibirnya dengan kuat. “Kau ini berbicara apa, Al. Kau jangan membuatku semakin bingung dengan semua ini. Mungkin, jika dulu kau mengatakan ini, aku pasti akan melakukannya, karena dulu aku benar-benar sangat membencimu dan menaruh dendam padamu,” sambung Harnum, “Namun, sekarang kau terlambat mengatakannya. Apakah kau tega meninggalkanku jika kau di penjara.” Harnum menundukkan wajahnya.Kemudian Harnum mendongakkan wajahnya, dia menatap nanar pada Albern. “Apakah kau percaya pada Tuhan? Kau percaya pada kekuasaannya dan keadilannya?” tanya Harnum. Albern mengangguk. Harnum menarik napas. “Lihatlah kebesaran Tuhan yang telah mempertemukan kita dan menyatukan kita, dengan berbagai macam tragedi dan kejadian yang kita hadapi dan kita jalani bersama.” Harnum memejamkan matanya. “Mungkin memang ini sudah takdir kita, Al. Dan jodohku dengan Mas Reno, mun
“Monic, katakan! Ada apa?” Albern mengulang pertanyaannya, “Monic, jawab aku! Ada apa?” Monica seketika buyar dari lamunannya. “Al, aku ada perlu denganmu. Tolong berikan aku waktu untuk kali ini saja,” ujar Monica memohon. Harnum yang kala itu tengah berbaring, bergegas melangkahkan kakinya menuju ke pintu. Harnum terkejut melihat kehadiran Monica. “Hai, Monic, ayo, masuk.” Harnum langsung menarik tangan Monica dan Monica pun ikut masuk.Mereka duduk di sofa yang tersedia di dalam kamar tersebut. Sementara Albern, dia langsung mengeluarkan rokoknya kemudian dihisapnya. Albern dan Harnum duduk berdampingan, sedangkan Monica duduk di seberang meja.“Monic, ada apa? Sepertinya kau memiliki perlu yang sangat penting. Katakanlah!” Harnum membuka suara.“Harnum, maaf, aku sebenarnya ada perlu pada Al. Apakah kau mengizinkan jika aku berbicara dengannya,” ujar Monica.“Oh, ya, tentu saja boleh. Berbicaralah di sini, kita bertiga, tidak mengapa bukan jika aku pun ikut mendengarnya?” ucap H
‘Monica … mengapa pakaiannya tidak ada satupun di dalam lemarinya, ke mana dia?’ batin Rully, ‘Apa Monica pergi bersama George? Apakah George yang menyembunyikannya. Kurang ajar kau George.” Tanpa berpikir panjang Rully pun langsung berjalan menuju ke kamar George.Kala itu George sedang beristirahat. Rully yang melihat itu langsung meninju wajah George. Tentu saja George sangat terkejut mendapatkan perlakuan kasar dan brutal dari Rully. “Rully, apa-apaan kau ini, mengapa kau tiba-tiba datang dan memukulku? Ada apa?!” teriak George.Akan tetapi, Rully tidak menghiraukannya, dia terus meninju dan memukul wajah George. George pun tidak tinggal diam, dia pun membalas pukulan Rully. Akhirnya George dan Rully saling memukul. Perkelahian mereka terdengar hingga keluar. Dan kala itu Albern yang sedang berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum, mendengar perkelahian itu. Dia berlari menuju ke kamar George.“Hey! Apa-apaan kalian berdua ini, mengapa kalian berkelahi?!” Albern langsung me
“Hubby ….” Harnum berkata dengan suara bergetar. Dia melihat dengan jelas keperkasaan sang suami yang sudah menjulang tinggi dan terlihat sangat besar dan panjang. Harnum menggigit bibir bawahnya, dan itu terlihat semakin seksi di mata Albern, dan dia semakin bergairah melihatnya.“Yes, my loved wife, ada apa, hmmm,” goda Albern.Dengan susah payah Harnum meneguk ludahnya. “Aku … aku … ta … takut melihatnya,” ujar Harnum dengan suara terbata.“Mengapa kau takut, Honey, hmmm …?” Albern bertanya dengan nada menggoda.“Ka … karena itu terlihat sangat besar dan panjang. Se … seperti pedang samurai. Aku … aku benar-benar takut melihatnya, By.” Harnum bergidik melihatnya.Albern tersenyum melihat ekspresi dan suara sang istri. “Jangan dilihat, Sayang, kau cukup merasakannya saja. Lagi pula … selama ini kau sudah sering melihatnya dan merasakannya.”“Ta … tapi … selama ini aku tidak seperti saat ini yang begitu jelas melihatnya.”Albern mengulum senyum. “Sayang, malam ini aku ingin kau yang
“Jangan menggodaku lagi, Honey, kau kembali membangkitkan gairah bercintaku.” Albern menarik tubuh Harnum.Harnum terkejut mendapat serangan mendadak dari Albern. Perasaannya sudah mulai was-was. “By, stop. Aku masih lelah jadi tolong hentikan,” protes Harnum.Albern terus memeluk dan mencumbui tubuh polos sang istri. “Tidak bisa, Sayang, kau sudah kembali membangkitkan gairahku.” Albern menggigit bibirnya dengan gaya sensual.Harnum membelalakkan mata melihat tingkah sang suami. “By, aku sedang berbicara serius tentang Monic dan Rully, jadi tolong kau cerna dulu kata-kataku itu,” ujar Harnum dengan mimik wajah serius. Albern terdiam. Dia mencerna ucapan sang istri.“By, aku mohon, ini permintaanku sebagai seorang wanita, bukan sebagai seorang istri, karena sebagai wanita aku pun merasakan kesedihan melihat hubungan Monic dan Rully,” papar Harnum, “Aku tahu jika dulu Monic sangat buruk dan bahkan dia memperlakukanku dengan kejam, tapi, semenjak kau menghukumnya, dia benar-benar beruba
Sementara itu di Negara Indonesia. Monica yang sudah berkumpul bersama keluarganya terlihat sangat bahagia. Dia begitu menikmati kebersamaannya bersama kedua orang tuanya.Selama ini, keluarga Monica tidak mengetahui tentang permasalahan putri tunggalnya itu terhadap Albern, yang menjadi tawanan hingga dibawa ke Italia. Albern yang sudah merencanakan semuanya hingga dia memerintahkan pada Rully agar dia memberitahukan kepada keluarga Monica bahwa Monica bekerja bersama Albern dan dikontrak dalam beberapa tahun, sehingga tidak akan pulang dan membuat keluarga Monica mempercayainya, karena mereka tahu bahwa selama ini Monica dan Albern memang sudah sangat dekat.Lalu, ketika Monica kembali, mereka tentu saja merasa sangat bahagia. Dan alasan Monica pun yang mengatakan bahwa kontrak kerjanya bersama Albern sudah berakhir, sehingga dia diperbolehkan pulang.Saat itu Monica tengah berkumpul bersama kedua orang tuanya. Mereka sedang berbincang-bincang santai. “Monic, usiamu sekarang sudah d
“Aku tidak ingin membuat kecewa kedua orang tuaku dan menyakiti mereka. Kau tenang saja, Monic, aku yang akan berbicara pada Tante dan Om, mereka pasti akan mengerti,” ujar Zidan, “Oh, iya, kau tunggu sebentar, ya, aku ingin membeli minuman dan cemilan dulu untuk kita, kau tunggu di sini sebentar, oke.” Zidan bangkit. Monica hanya mengangguk.Zidan pun meninggalkan Monica. Dia berjalan menuju ke tempat perbelanjaan terdekat untuk membeli minuman dan makanan ringan. Ketika Zidan pergi, tiba-tiba cuaca berubah menjadi mendung dan hujan rintik-rintik pun langsung membasahi bumi.Monica yang kala itu tengah duduk seorang diri di bangku, merasa kebingungan. Jika dia pergi, dia khawatir Zidan akan mencarinya. Akhirnya dia tetap duduk di kursi tersebut walaupun basah. Namun, tiba-tiba dia merasakan ada yang menutupi kepalanya dengan menggunakan kain.“Dasar gadis bodoh! Hujan pun kau tetap duduk di sini karena menunggu laki-laki yang kau cintai itu.”Monica sangat terkejut. Dia sangat mengen
Tanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai