“Aku tidak ingin membuat kecewa kedua orang tuaku dan menyakiti mereka. Kau tenang saja, Monic, aku yang akan berbicara pada Tante dan Om, mereka pasti akan mengerti,” ujar Zidan, “Oh, iya, kau tunggu sebentar, ya, aku ingin membeli minuman dan cemilan dulu untuk kita, kau tunggu di sini sebentar, oke.” Zidan bangkit. Monica hanya mengangguk.Zidan pun meninggalkan Monica. Dia berjalan menuju ke tempat perbelanjaan terdekat untuk membeli minuman dan makanan ringan. Ketika Zidan pergi, tiba-tiba cuaca berubah menjadi mendung dan hujan rintik-rintik pun langsung membasahi bumi.Monica yang kala itu tengah duduk seorang diri di bangku, merasa kebingungan. Jika dia pergi, dia khawatir Zidan akan mencarinya. Akhirnya dia tetap duduk di kursi tersebut walaupun basah. Namun, tiba-tiba dia merasakan ada yang menutupi kepalanya dengan menggunakan kain.“Dasar gadis bodoh! Hujan pun kau tetap duduk di sini karena menunggu laki-laki yang kau cintai itu.”Monica sangat terkejut. Dia sangat mengen
Ketika sampai di rumah sakit, Monica segera ditangani oleh Zidan. Tangannya langsung dipasangkan infus. Rully menatap wajah Monica yang terlihat sangat pucat. Dia sedang bertanya-tanya di dalam hati, Monica sakit apa dan mengapa bisa tiba-tiba pingsan.Rully menatap Zidan. “Zidan, mengapa Monic tiba-tiba pingsan seperti itu, dia sakit apa?” tanya Rully pada Zidan.Zidan menghela napas. “Monica hanya banyak pikiran saja dan tubuhnya mengalami dehidrasi sehingga membuatnya pingsan,” jawab Zidan.Rully mengernyitkan keningnya, dia menatap Zidan, dan kemudian beralih menatap Monica. “Hanya dehidrasi dan banyak pikiran? Maksudmu bagaimana?”Zidan menghembuskan napas dengan berat. “Seharusnya kau bertanya pada dirimu sendiri, dan aku tahu bahwa kau mengetahui jawabannya, jadi kau tidak perlu bertanya padaku mengapa Monic sampai memiliki banyak pikiran seperti itu sehingga membuatnya sakit!”Rully merasa sangat tertampar dengan ucapan Zidan tersebut. Dia menggigit-gigit jarinya sambil berjal
Rully sesekali menyeka air mata Monica menggunakan tangannya. “Mengapa kau masih saja cengeng. Aku tidak menyukaimu yang seperti ini! Aku menyukaimu seperti dulu, Monica yang pemberani, kuat, dan sombong!”Monica membelalakkan matanya. “Apa maksudmu, Rully? Mengapa sekarang kau kembali membahas masa laluku. Bukankah kau sendiri yang dulu membenciku karena sifatku yang buruk di masa lalu?” Dada Monica terlihat naik turun karena tiba-tiba emosinya memuncak. “Mengapa sekarang tiba-tiba kau membandingkan diriku yang sekarang dan diriku yang dulu? Hah?!” Emosi Monica semakin tidak terkontrol. “Dasar laki-laki aneh, pantas saja kau menjadi perjaka tua, jomblo sejati, karena tidak ada perempuan yang mau denganmu!” Monica berkata dengan sengit.Rully tidak marah mendengarnya, dia justru tersenyum karena akhirnya dia berhasil memancing Monica agar kembali ceria dan cerewet seperti biasanya. Sedangkan Monica, emosinya sudah di ubun-ubun, dan terasa seperti akan meledak. Mendengar perkataan Rull
Siang itu, Monica sudah keluar dari rumah sakit. Dia pulang ke rumahnya bersama dengan Rully dan Zidan. Zidan sudah mengetahui dan melihat secara langsung tentang pernyataan cinta Rully dan Monica, jadi Zidan bisa menerimanya dengan lapang dada. Zidan justru mendukung hubungan mereka.Selama dalam perjalanan pulang, mereka bertiga saling bercanda. Kini sudah tidak ada lagi kecanggungan di antara mereka bertiga. Zidan menyetir mobil, sedangkan Rully dan Monica duduk di kursi belakang.Zidan menatap Rully dan Monica melalui kaca. “Rully, nanti jika kau sudah menikahi Monic, apa kau akan membawanya kembali ke Italia?” tanya Zidan.Rully terdiam sejenak. Dia memikirkan pertanyaan Zidan tersebut, karena dia tahu bahwa Monica merupakan anak tunggal, dan tidak mungkin rasanya jika akan kembali dibawa ke Italia. Sedangkan kedua orang tuanya sangat menginginkan sang putri agar segera menikah dan memiliki momongan, agar mereka tidak kesepian.Zidan kembali menatap Rully melalui kaca. “Mengapa k
Setelah Rully dan Monica mengakhiri perbincangannya dengan Albern dan Harnum, maka sepasang pengantin baru itu pun segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang pengantin milik mereka yang sudah dihiasi dengan kelopak bunga mawar merah.Monica yang baru keluar dari rumah sakit itu merasa tubuhnya sangat lelah sekali. Dia memejamkan matanya. Rully yang melihat sang istri sudah merebahkan tubuhnya terlebih dahulu itu, kini merangkak mendekati sang istri.“Sayang, apakah kakimu terasa pegal?” tanya Rully dengan penuh perhatian.“Iya, Sayang, kakiku terasa pegal sekali, dan seluruh tubuhku juga rasanya sakit. Aku merasa sangat lemas, mungkin ini efek karena aku baru keluar dari rumah sakit.” Monica berkata sembari memijat keningnya.Rully menatap iba pada sang istri. Sebenarnya dia sangat menginginkan malam pertama mereka dilakukan pada malam ini, namun, ketika dia melihat sang istri yang sangat kelelahan, dia pun tidak tega melihatnya.Lalu, Rully meraih kaki Monica dan diletakkan di atas p
Monica berkata dengan bola-bola kristal yang sudah memenuhi pelupuk matanya. Rully merasa sangat tidak enak hati melihat sang istri yang terlihat sedih.“Sayang, mengapa kau menangis? Tolong maafkan aku, aku benar-benar tidak bermaksud menyakiti hatimu. Aku … aku memang salah, Sayang, tolong maafkan aku.” Rully meraih tubuh sang istri dan membawanya ke dalam pelukannya.Monica mengusap pipinya yang sudah basah. “Tidak mengapa, aku rasa bukan hanya kau yang akan berpikiran buruk tentangku, mungkin laki-laki lain pun jika mengetahui tentang sifatku yang dulu akan berpikiran seperti itu.” Monica menghela napas. “Kau tidak usah merasa bersalah. Aku menangis karena aku merasa terharu, dan aku bersyukur karena aku akhirnya bisa menjadi wanita yang lebih baik lagi.”Rully mempererat pelukannya. Ia tiada henti menciumi kepala sang istri. Perasaan bersalah dan berdosa kian membuncah di dalam hatinya. Rully memejamkan matanya.“Mungkin jika dulu kau dan Al tidak memberikan hukuman padaku di pe
Rully tidak akan semudah itu untuk menuruti permintaan Monica, karena dia merasa ada yang berbeda dengannya. Rasanya Rully tidak akan bisa berangkat bekerja dengan tenang jika keadaan sang istri seperti itu.Lalu, Rully berinisiatif untuk membuatkan sarapan. Dia turun ke bawah dan menuju dapur. Di dapur ternyata ada Mama Marsha. Mama Marsha merasa heran ketika melihat sang menantu yang tengah menggulung lengan bajunya, dan sibuk menyiapkan alat dan bahan-bahan untuk memasak.Mama Marsha mengernyitkan keningnya sembari menatap tajam Rully. “Rully, ada apa ‘Nak? Kau membutuhkan apa?” tanya Mama Marsha pada Rully.“Aku akan membuat sarapan untuk istriku, Ma,” jawab Rully.“Membuat sarapan? apa kau tidak salah? Memang mengapa Monic tidak memasak untuk sarapan? Tidak seperti biasanya juga dia belum turun ke bawah seperti ini.”“Monic sedang tidak enak badan, Ma, jadi dia sedang bermalas-malasan, maka dari itu aku berinisiatif sebelum berangkat bekerja aku akan membuatkan sarapan untuknya.”
Sementara itu di Negara Italia, Klan AB sudah semakin maju kembali, dan klan tersebut kembali menguasai dunia kegelapan. Kini, Albern sebagai Raja Mafia kembali berkuasa. Tetapi, dia merasa tidak tenang karena kini dia sudah memiliki istri, dia merasa khawatir jika sewaktu-waktu Harnum akan kembali diculik dan menjadi target utama oleh para musuh-musuhnya.Maka dari itu, Albern sudah merencanakan untuk membawa Harnum kembali pulang ke Indonesia, untuk menyembunyikan identitasnya. Karena dia tidak ingin keselamatan dan nyawa sang istri menjadi taruhannya.Malam itu, Albern sedang beristirahat di peraduannya bersama dengan sang istri. Dan terlihat Harnum sedang bermanja-manja dengannya. Sudah menjadi hal kesukaan Harnum yaitu memainkan bulu-bulu halus di dada Albern.“Hubby, Monic sudah mengandung sedangkan aku belum. Aku merasa iri dengannya, dia yang baru menikah tetapi dia sudah hamil, sedangkan kita yang sudah lama menikah tetapi aku belum hamil.” Harnum membuka pembicaraan.Harnum
Tanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai