"Astaghfirullah al-adzim..." teriak Ummi saat menerima telepon dari pihak rumah sakit dimana Zulfa berada saat ini.
Ummi terduduk di sofa ruang tamu dengan tubuh lunglai. Ponsel di tangannya bahkan sampai terjatuh.
Hingga setelahnya Ummi menangis tersedu-sedu.
"Ada apa Ummi?" tanya Aminah dan Latifah bersamaan. Mereka tampak khawatir dan langsung berhambur ke arah Ummi.
Ummi menceritakan tentang apa yang baru saja di dengarnya dari pihak rumah sakit kepada ke dua anak perempuannya.
Tentang Zulfa.
Kalimat istigfar kembali terdengar dari mulut Aminah dan Latifah.
Aminah ikutan menangis. Dia masih berpelukan dengan Ummi.
Sementara Latifah hanya terdiam sambil menjauh dari Ummi dan Aminah. Remaja itu berdiri dan perlahan melangkah mundur. Tatapannya lurus ke lantai. Lalu dia menggeleng.
Nggak! Ini nggak boleh terjadi... In
Engsel-engsel jendela besi itu berdecit ketika angin menerpa kerapuhannya. Menghadirkan suara pedih yang menyayat hati.Lorong-lorong rumah sakit yang gelap dengan dinding-dindingnya yang dingin menjadi saksi bisu atas hati yang terpuruk.Perempuan itu berusaha untuk bangkit dari keterpurukan tapi kenapa rasanya sulit.Sangat-sangat sulit!Kejadian mengerikan itu terus saja membayangi dirinya. Membuatnya takut bahkan hanya untuk sekedar menutup mata.Mimpi-mimpi buruk itu seolah menjadi teman tidurnya setiap waktu. Seolah mengurung dirinya lebih dalam ke jurang nestapa. Merintih kesakitanpun hanya menjadi hal yang sia-sia.Kini semua terasa hampa bagi Zulfa.Hidupnya suram.Tak berwarna seperti dulu.Tubuhnya kini hanya menyisakan raga tanpa jiwa. Terseok dalam kehidupan yang teramat sangat menyedihkan. Air matanya bahkan
Rania terus saja bersungut-sungut sejak malam tadi.Dia kesal pada Zulfa."Nggak cape ya bulak balik begitu terus daritadi? Udah kayak setrikaan aja," goda Rakha yang muncul dari balik pintu.Rakha sudah rapi dengan seragam dinasnya dia hendak mengajar.Saat itu kebetulan rumah sedang sepi.Aminah sudah berangkat bekerja sejak pagi-pagi sekali, katanya ada acara di kelurahan dan dia terpilih sebagai panitia.Sementara Abi dan Ummi belum pulang dari pasar sejak keberangkatan mereka shubuh tadi.Rakha duduk di teras depan sambil memakai sepatu.Dilihatnya Rania tak bereaksi. Calon istrinya itu terus saja mundar mandir tidak jelas di teras, tepat dihadapannya."Kamu kenapa sih?" tanya Rakha.Rania berhenti mundar-mandir, dia berdiri dihadapan Rakha sambil berkacak pinggang."Gue kesel sama Zu
Assalamualaikum, Rakha.Kalau anta membaca surat ini, itu artinya dunia Abdullah dengan Rakha sudah berbeda. Sebagaimana yang tertulis di lauhul mahfudz, waktu ana sudah habis di dunia.Saya menulis surat ini karena terlalu khawatir akan kondisi Zulfa ke depannya bila saya tidak ada.Saya titip Zulfa. Titip Aisyah.Tolong jaga mereka sebagaimana kamu menjaga keluargamu.Saya percayakan mereka padamu.Afwan, Rakha.Sebenarnya Zulfa itu sudah sejak lama naksir sama kamu. Hanya saja sebagai perempuan dia tidak mungkin mengutarakannya lebih dulu.Itulah kenapa selama ini saya seringkali menjodoh-jodohkan kalian.Harapan terbesar dan terakhir saya, menjadi sebuah doa yang terus saya panjatkan sebelum maut menj
"Kenapa dulu lo mengikhlaskan Rakha buat nikahin gue padahal lo jelas-jelas suka sama Rakha?""Tadi, kamu sempat bertanyakan kenapa saya tidak pernah mengatakan kalau saya ini adalah Fatimah?" ucap Zulfa sebelum menjawab pertanyaan Rania."Iya," jawab Rania.Zulfa tersenyum getir."Baiklah, saya akan menjawabnya sekarang," kata Zulfa.Perempuan berhijab putih itu tampak menarik napas panjang sebelum memulai kalimatnya."Kenapa dulu saya mengikhlaskan Mas Rakha untuk menikahi kamu, pertama, karena saya tahu Mas Rakha mencintai kamu, bukan saya. Ke dua, karena saya tahu pada dasarnya, kalian memang sudah ditakdirkan bersama karena sudah dipertemukan sejak kecil oleh Allah sampai kecelakaan itu akhirnya terjadi menimpa kamu dan yang ke tiga, karena saya tahu perempuan yang hendak di nikahi Mas Rakha adalah sahabat saya sendiri. Mengenai alasan kenapa saya memilih untuk
Pagi ini seluruh keluarga dikejutkan dengan kepulangan Zulfa.Zulfa disambut dengan derai haru air mata Ummi yang langsung memeluknya.Begitu juga dengan Aminah dan Latifah.Bahkan Rheyna langsung berlari ke rumah Ummi dari yayasan begitu mendengar kabar bahwa Zulfa sudah pulang.Rheyna menangis tersedu-sedu dalam pelukan Zulfa."Rheyna kangen sama Mba, Rheyna mau ikut sama Mba lagi. Rheyna nggak mau pisah sama Mba, Rheyna nggak mau di adopsi," tutur Rheyna dalam tangisnya. Dia terus saja memeluk Zulfa dengan erat."Rheyna sayang, sekarangkan sudah tidak ada Aisyah, jadi Rheyna tidak perlu repot repot lagi menemani Mba. Mba bisa jaga diri Mba sendiri. Sekarang sudah waktunya Rheyna memikirkan masa depan Rheyna. Hidup Rheyna akan lebih baik jika Rheyna memiliki ke dua orang tua yang menyayangi Rheyna, bukannya dulu Rheyna pernah bilang kalau Rheyna ingin sekali punya keluar
Satu bulan kemudian...Janur kuning sudah melengkung. Hari pernikahan telah di tentukan.Seluruh keluarga sibuk mengurus segala keperluan pernikahan anak lelaki mereka.Para tetangga datang berbondong-bondong ikut membantu dan meramaikan.Wisnu dan Siti baru saja tiba dari Jakarta.Siti langsung menghampiri Ummi yang sedang mengobrol dengan pengantin wanita di kamar. Sementara Wisnu mencari keberadaan si pengantin pria.Saat itu Rakha sedang berada di tepi pantai.Termenung sendirian."Assalamualaikum, calon manten, kenapa ngumpet di sini?" sapa Wisnu. Dia memeluk sang adik ipar.Rakha membalas pelukan Wisnu. "Waalaikum salam. Apa kabar Mas? Baru sampai nih? Runi mana?" tanya Rakha."Alhamdulillah baik. Iya, baru sampai tadi. Biasalah Runi, yang di cari lan
Dear Rania...Ini hari paling bersejarah dalam hidup saya.Hari dimana saya berhasil mengucapkan kalimat kabul tanpa cacat meski saya sangat gugup saat itu.Saya baru saja mengguncang Arsy Allah dengan menjadikan dirimu halal bagi saya.Kamu dan saya kini sudah menjadi kita.Saya mencintaimu dan saya akan selalu berusaha menjaga, melindungi dan membahagiakanmu...Saya mencintaimu dan berharap suatu hari nanti kamupun bisa mencintai saya...Kamu tahu Rania, ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidup saya...Terima kasih ya Allah telah menjadikan Rania sebagai pendamping hidup hamba.Terima kasih ya Allah telah menjawab seluruh doa-doa hamba selama ini dengan cara yang begitu indah Terima kas
Lima tahun kemudian...Seorang wanita berhijab merah menuntun seorang balita mungil berusia empat tahun.Mereka berjalan di trotoar jalan setapak sebuah lahan pemakaman umum di Bantul. Pemakaman itu tampak ramai karena banyak pelayat yang datang untuk mengunjungi tempat peristirahatan terakhir orang-orang terkasih.Sudah menjadi tradisi masyarakat Bantul, mendekati Hari Raya Idul Fitri, pasti pemakaman selalu ramai pengunjung."Abi mana Umma?" tanya balita tampan itu."Abi lagi cari tempat parkir dulu. Kata Abi, nanti dia menyusul," jawab wanita yang di panggil Umma itu.Mereka terus berjalan hingga akhirnya sampai di sebuah makam yang memang menjadi tujuan utama mereka datang ke tempat ini."Assalamualaikum, Mas. Ayo Zidan, beri salam sama Pak De," perintah wanita itu pada sang anak."Assa