"Tidak ada apapun dari diriku yang adalah milik kamu, Danyang. Kita sama sekali tidak saling terikat dalam utang piutang!" Nala berucap.Tawa Danyang berhenti. Sosoknya kembali serupa dengan sosok Nala yang indah, tapi dalam versi yang lebih pucat. Jika mata Nala menggambarkan ketenangan batin, maka mata Danyang sebaliknya, mata itu menyorotkan kemarahan dan juga luapan kengerian.Saat Danyang mengambil satu langkah maju, dari dalam tanah muncul sosok-sosok dengan rupa yang aneh. Sebagian seperti jasad tak berjiwa, sebagian seperti tubuh yang kosong dan tak lengkap."Aku akan mengambil kembali, dirimu. Kamu seharusnya milikku, Nala!" ucap Danyang.***Dayu memandang pohon raksasa itu. Dia bisa melihat kehidupan-kehidupan yang indah dan berwarna-warni di sana, bergerak secara teratur dan berputar di sekitar pohon yang rindah.Seperti yang pernah dia baca entah kapan, selama ada sebuah pohon, maka pasti akan ada kehidupan di sekitarnya."Jadi, tidakkah kamu ingin meminta sesuatu pada po
"Nala, kamu di sini?" tanya Dayu. "Ya, sedikit lagi aku di sana. Bertahanlah!" Suara Nala menjawabnya. Baru Dayu merasa sedikit lega, kumpulan asap yang berputar di sekitar pohon keramat bagai badai itu seolah mewujudkan bentuk yang membuat Dayu ingin meledak. Pertama, dia melihat wujud besar serupa wajah Gendis yang sedang tersenyum mengejeknya, lalu sosok Mak Nik yang tertawa. Setelah dua sosok yang dia kenali itu, wujud lain yang mirip tengkorang manusia namun dengan banyak lubang kecil muncul, membuat Dsyu terkejut dan mundur sampai membenturkan punggungnya sendiri ke pohon keramat. Dayu merasakan nyeri di kepalanya, rasanya sangat parah dan begitu menyiksa. Titik di mana bercak tanda bahwa dia adalah tumbal bagi Danyang dulu serasa ditusuk-tusuk dengan begitu banyak jarum, melubangi kepalanya dan menyusupkan setiap pikiran buruk ke dalamnya. "Dayu, tetaplah tenang, atur napasmu, ingat setiap hal baik." Suara Nala terdengar lagi. Dayu tentu ingin mencoba dan dia sudah mulai
"Ini bukan wilayah kamu, untuk apa kamu datang? Aku tidak ingin ada keributan yang lebih jauh." Nala berucap, menolak tawaran cowok berseragam sekolah menengah atas itu tanpa mengucapkan kata tidak.Tolehan kepalanya seperti slow motion, wajahnya memiliki fitur yang manis namun tajam, dengan mata yang bagus dan perawakan tak begitu tinggi tapi tegap."Apakah aku meminta pendapat kamu, Nala? Dia ingin mengambil energi milikku yang ada pada kamu, dengan kata lain dia sudah mencoba untuk mengundang aku ke sini, ingin mencari masalah dengan aku!" Sahut lawan bicara Nala itu.Nala membuang napas, lalu melangkah mendekati pusaran asap hitam yang masih terus membungmbung, sama sekali tidak berkurang.Sambil menuruni bukit, Nala bisa melihat banyak sekali tengkorak yang ikut berputar di dasar pusaran, sisa dari penumbalan yang sudah diberikan oleh manusia-manusia yang telah meminta sesuatu dari Danyang, melakukan perjanjian dengan makhluk itu dan diharuskan membayar imbalan.Sosok wanita yang
"Apakah kamu benar-benar sudah gila? Lakukanlah sesuatu yang lebih masuk akal dibandingkan menjadi dukun, oi? Apa kamu mau dimanfaatkan oleh makhluk bernama Danyang itu hanya untuk sesuatu yang kamu sendiri tak tau akan berakhir seperti apa?" Dayu bertanya, tapi masih sambil terus berlari.Dia melihat ke depan, sementara ayunan kakinya menjadi lebih pendek, langkahnya terasa berat karena pengaruh putaran asap hitam yang memberinya tekanan kuat, membuat Dayu terus ditekan untuk menempel ke pohon keramat."Kekuatan dan kesaktian adalah apa yang paling dibutuhkan dalam hidup. Kamu kira, kamu akan bisa bahagia hidup dengan dibayangi kematian?" Anto menyahut dari belakang.Dayu masih mencoba berlari, tapi Anto berhasil meraih bagian belakang hoodie yang dia pakai dan menariknya, membuat Dayu terjungkal ke belakang dan terjatuh.Kekuatan pusatan dari asap hitam nyaris menyeret Dayu karena dia jatuh searah dengan arah putarannya, melawan arah gerak jarum jam.Sebelum tubuhnya ditelan oleh as
Langkah Nala berhenti pada hitungan ke tiga belas. Dia yang sudah separuh mengayunkan kaki untuk mencapai langkah berikutnya, memilih untuk menarik kembali kakinya dan berdiri tenang.Tangannya masih dalam pose serupa. Terjulur ke samping hingga ujung jari jemarinya yang panjang berada di dalam pusaran asap hitam itu. Dia bisa mendengar dengan jelas raungan dari dalamnya, jeritan kemarahan, teriakan ketakutan. Segala perasaan buruk, hal-hal negatif dan dendam berkumpul menjadi satu, berputar bersama energi besar Danyang.Nala bisa merasakan aliran energi yang menyertai pusaran itu, aliran energi yang telah dikotori oleh keserakan dan tipu daya.Matanya terpejam setelah terdengar suara yang dia kenal. Nala menurunkan kelopak matanya, mencoba lebih fokus menangkap suara dengan indera pendengarnya.Sekali lagi, dia bisa mendengar suara yang dia kenal dengan jelas. Cowok itu menundukkan wajahnya sejenak, dia memejamkan mata dan mendoakan satu nama yang baru saja dia dengar suaranya."Nala
Seperti apa rasanya nenjadi tumbal untuk sebuah kekayaan, jabatan, dan juga keserakahan dari orang yang dekat dengannya. Oh, haruskan Dayu menjelaskan betapa dia ingin mecakar wajah Gendis, betapa dia ingin menenggelamkan Anto di samudera pasifik. Yah, karena rasanya dikhianati seperti dikirim menuju ke titik Nemo tanpa pernah dijenput kembali. Mengapa dia harus mengalami hal-hal yang sebelumnya tidak dia percayai? Mengapa di saat dia hanyalah seorang gadis sembilan belas tahun yang sedang marah pada situasi hidupnya, dia justru harus menghadapi sebuah malapetaka di mana keluarganya ditumbalkan oleh rekan kerja yang sangat ayahnya percayai? Oh, Dayu benar-benar tau habis pikir. Matanya terus memandang ke arah langit warna ungu yang retak. Garis memanjang bergerak pelan, tapi retakan itu terus bertambang panjang. Suara kaca yang pecah terdengar jelas, tapi Dayu tidak bisa menemukan dari mana arahnya. "Dayu, apakah kamu ada di sana? Apa kamu bisa mendengar suaraku?" Suara Nala ter
"Nala, ini adalah seekor laba-laba!" Dayu berseru dengan cukup nyaring.Nala yang mendengar suara seruan Dayu sedikit mengerutkan keningnya. Suara gadis itu melengking dan sejenak menutup suara lain yang sedang dia dengarkan di saat yang sama."Apakah yang datang mendekati kamu itu adalah seekor laba-laba?" tanya Nala lagi, suaranya masih tenang namun lebih pelan.Nala bukannya tidak antusias dengan apa yang Dayu katakan, dia hanya mulai merasakan efek dari pertarungan dua Danyang itu. Tubuhnya mulai melemah dan asap hitam dari tubuhnya menjadi lebih pekat.Kedua kakinya yang menapak di tanah kosong serasa ingin memaksanya untuk berlutut, tapi Nala tetap bertahan. Matanya berkedip tiap kali dia merasakan nyeri hebat di dadanya, sesuatu yang sebenarnya tidak asing dan sudah acap kali dia hadapi, tapi kali ini, karena tubuhnya yang melemah, dia merasakan sensasi yang jauh lebih parah.Jawaban Dayu terdengar, menjelaskan bahwa gadis itu yakin yang datang mendekatinya adalah seekor laba-l
Dayu kehilangan rasa lega yang sudah ditumbuhkan oleh Nala begitu melihat sepasang mata raksasa yang muncul di langit ungu sana. Mata itu begitu besar, memandang ke arahnya dan pohon keramat dengan tatapan yang menakutkan.Bola mata itu berwarna hitam, dengan bulatan merah di tengahnya. Rasanya sangat menakutkan sampai Dayu tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Dia kehilangan kemampuannya untuk berpikir, dia tak bisa melakukan apapun. Bibirnya terkunci, sementara tubuhnya membantu.Dayu sangat yakin, dia sendiri tak tau dari mana dia bisa merasa seyakin itu, tapi dia merasa bahwa apa yang Nala sampaikan sebelumnya seharusnya adalah sebuah berita baik. Dayu merasa bahwa mata besar itu seperti mata pemangsa, bukan salah satu dari berita baik yang dia harapkan.Mata besar itu menatapnya, lalu dia berkedip. Dayu semakin gemetaran. Mungkin perasaannya sama seperti seekor ikan yang bersembunyi di celah karang, sementara manusia dengan mata bengisnya mencoba mengincar keberadaannya, mengancam ke
"Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N
"Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan
"Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu
"Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte
Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon
Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin
Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka
Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la