Dayu mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Dia yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi sehingga dia tiba-tiba berada di dalam sebuah lorong yang asing, tanpa Nala dan mata teduh cowok itu di sampingnya. Dalam detik yang sama, sangat tak masuk akan rasanya jika dia bisa berpindah tempat bahkan tanpa mengedipkan mata.Sosok dirinya sendiri yang terlihat tergantung di ujung lorong itu sedang memejamkan mata, tak terlihat seperti mayat sama sekali. Dayu benar-benar mengenali sosok itu sebawai wujudnya sendiri. Sama seperti saat dia bercermin.Lorong itu menjadi pengap dengan cara yang aneh. Lantai putih lorong rumah sakit berubah menjadi gelap, sampai saat menunduk Dayu tak bisa melihat kakinya sendiri."Nala!" Dayu yang hanya bisa bersuara akhirnya memanggil nama dokter koas yang seharusnya sedang bersama dengannya itu.Tak ada jawaban. Dayu hanya mendengar suaranya sendiri sebagai jawaban, mengulang apa yang dia katakan."Nala!!" Dayu kembali memanggil nama Nala, kali ini dia berteriak.Kak
"Danyang?!" Dayu bereaksi sedikit berlebihan, tapi sangat wajar mengingat nama dari raja makhluk ghaib yang nenguasai wilayah keramat tempat kecelakaannya disebut."Ya, ayo cepatlah pergi. Hati-hati dengan tapal batas, jangan sembarang memasuki gerbang antara!" Sosok itu nenjawab, lalu menarik tangan Dayu dan membawa Dayu berjari.Sosok yang terlihat buram dalam pandangan Dayu itu, menggenggam tangan Dayu erat-erat. Dayu bisa merasakan permukaan telapak tangannya, jari-jarinya, tapi Dayu tak bisa merasakan adanya kesan hidup pada sosok itu.Setelah berlari beberapa meter ke depan, dia melepaskan tangan Dayu. Kehilangan genggaman tangan membuat Dayu menoleh ke belakang, dan dia melihat bagaimana kegelapan seolah mengejarnya dari sana. Sosok itu menghilang dilindas gelap yang semakin dekat. Sampai pada titik dimana Dayu nyaris ditangkap oleh kegelapan itu, sesuatu seperti menariknya ke depan.Dayu pikir dia akan jatuh tersungkur ke atas aspal, tapi nyatanya dia tak merasakan apa pun. Da
Dayu tersenyum dan melambaikan tangannya saat Nala menyambaikan bahwa dokter koas itu akan pergi untuk menemui ketiga adiknya lagi, tentu saja setelah mengantar Dayu mengunjungi Dimas. Nala mengatakan bahwa Dimas sudah dipindahkan ke ruang rawat karena perkembangan kondisinya yang meroket naik satu jam yang lalu, saat Dayu masih berada di tapal batas bersama Nala.Hal yang Dayu belum bisa pahami adalah waktu yang terlewat begitu cepat. Saat dia mengalami kecelakaan bersama Anto dan dibawa ke rumah sakit, hari masih terang. Baru jam tiga sore kalau dia tak salah ingat. Tapi, setelah berada di tapal batas, waktu seperti berlari jauh lebih cepat dari apa yang bisa Dayu sadari. Sekarang, saat dia meneriksa jam tangan di pergelangan kirinya, sudah menunjukkan lewat pukul sepuluh malam. Padahal, Dayu ingat benar dia hanya bercakap sebentar saja dengan Nala di sana.Gadis itu belum mengetuk pintu saat seseorang sudah terlebih dahulu membuka papan sewarna dinding itu dari dalam."Oh, Dayu. Ap
"Dayu!"Panggilan dari Bambang membuat Dayu tersentak. Sulur-sulur hitam yang menjulur dari celah pintu itu akhirnya menghilang, tapi Dayu sudah terlanjur ketakutan dan tak bisa menhembunyikan raut terkejutnya.Dayu tak yakin apakah ketakutannya telah menciptakan ilusi sampai sejauh itu, ataukah efek dari bantuan yang diberikan oleh Naya telah menghilang sehingga dia bisa kembali melihat hal-hal yang tak seharusnya bisa dilihat oleh matanya."Oh, maaf. Saya baru saya terpikirkan kembali mengenai kecelakaan yang saya alami." Dayu beralasan, lantas memperhatikan kembali kertas foto-foto yang disodorkan oleh polisi muda itu."Sapu tangan ini, dan juga ini ... saya mengenali benda ini tapi saya tidak yakin dimana saya pernah melihatnya!" Dayu menunjuk sebuah benda lusuh dan bernoda lumpur.Bambang memperhatikan benda yang Dsyu tunjuk, lantas mengangguk-angguk. Dia lalu menjelaskan bahwa benda yang Dayu tunjuk adalah gantungan kunci. Akan tetapi, gantungan kunci itu dipasang pada semacam k
Dayu mencoba untuk mengatur pernapasannya. Petang akan semakin dekat dan hari ke sebelas akan terlewati begitu hari berganti. Waktunya untuk bisa melepaskan diri dari jerat Danyang akan berkurang sehari lagi, dan Dayu tak bisa memungkiri dia sangat khawatir mengenai hal itu.Oh, siapa yang tak ketakutan saat menghitung hari-hari menuju kematiannya. Dayu seperti dipaksa bersiap untuk menyerah, tapi di saat yang sama, dia tak bisa menenangkan dirinya untuk membayangkan apa yang akan terjadi setelah hari ke seratus. Dayu tak sudi mati dengan cara seburuk itu, menjadi tumbal untuk kontrak antara Danyang dengan manusia laknat yang bersekutu dengan makhluk ghaib itu."Sialan!" Dayu menggerutu tanpa sadar.Gadis itu mengacak rambutnya kasar lalu membasuh wajahnya. Dia tak bisa mencuci bersih kepalanya agar semua bayangan buruk dan pikiran negatif meluncur turun dan terbawa air. Setidaknya, dia masih ingin membuka matanya dan menikmati beberapa hari yang indah sebelum mati.Oh, itu terdengar
"Kamu hanya harus sadar bahwa kamu punya kekuatan untuk melawan. Semakin besar rasa percayamu bahwa dia tidak bisa membunuhmu, maka dia tidak akan bisa membunuhmu. Masalahnya, makhluk ghaib semacam ini tidak akan begitu saja menunjukkan rupa aslinya, maksud dia yang sesungguhnya. Dia akan memanipulasi dirimu, pikiranmu, dia akan membuat kamu menyerah. Begitulah cara kerjanya!" Naya menjelaskan.Gadis itu lalu menjelaskan pada Dayu, bahwa pada dasarnya, dia mempercayai bahwa jalur arwah diciptakan oleh pikiran kita sendiri. Danyang bisa mengintip ke dalam ingatan, dia akan menggunakan hal-hal yang paling korbannya benci untuk membuat sang korban marah tak terkendali. Alasannya sederhana, kemarahan akan membakar kewarasan seseorang dan mendorongnya untuk melakukan sesuatu secara spontan.Membuat seseorang mengambil keputusan yang salah, lalu meniupkan rasa sesal tak terperi sampai dia putus asa adalah bagaimana Danyang merancang sebuah jalur arwah. Karena itulah, sosok yang akan diliha
Dayu merasakan sesuatu bergejolak di dalam dadanya. Seperti angin yang menyusup masuk dan memaksanya untuk merasakan kesedihan yang tak terperi. Dayu bahkan mulai mencekik lehernya sendiri.Dia tahu itu semua salah. Dayu tahu bahwa dia harus melawan semua yang dia rasakan dan dia saksikan di jalur arwah, tapi dia tak bisa melakukannya. Tangannya mencekik makin kuat hingga udara sulit mengalir ke dalam paru-parunya. Lehernya seperti akan dipatahkan oleh tangannya sendiri.Mata Dayu membulat karena tekanan yang terjadi pada tubuhnya, air matanya mengalir sampai mata dan hidungnya memerah.Sosok dengan wujudu ayah, tante Sekara, bahkan Dimas dan makhluk-makhluk aneh berkeliling di sekitarnya. Mereka bergerak terus mendekat dengan cara yang sangat kaku, seolah setiap sendi yang mereka punya tidak lagi bekerja dengan baik. Setiap kali mereka menyeret kaki atau menggerakkan tangan, Dayu akan mendengar suara gemeretak yang mengganggu. Tapi tentu saja semua suara itu tak sebanding dengan keta
Dayu bangun kembali saat hari sudah terang benderang. Dia kira, dia hanya tertidur untuk beberapa jam setelah mengalami serangan yang membuat Leah histeris dan Dimas ketakutan. Tapi ternyata, dia sudah memasuki hari ke lima belas, yang mana artinya dia tak sadarkan diri selama hampir 3 hari setelah kejadian itu.Dimas sudah bisa berjalan berkeliling meski pelan, dan adik tirinya itu adalah orang pertama yang Dayu lihat begitu dia membuka mata. Dimas memberinya senyum tipis, lalu membangunkan Leah yang tidur di sofa. Tak lama, dokter memeriksa keadaan Dayu dan selesai bersamaan dengan Anis yang datang bersama Bambang.Si sulung terlihat sangat bahagia melihat Dayu sudah sadar, begitu juga dengan Bambang. Leah dengan telaten membantu Dayu minum seteguk kecil air dengan cara meneteskan lewat sedotan."Dayuuuu, syukurlah kamu sudah sadar!" Anis menghambur memeluk Dsyu, sementara Dayu hanya menerima dengan tubuh lemas.Dia benar-benar tak tahu apa yang terjadi setelah kejadian dia menggele
"Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N
"Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan
"Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu
"Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte
Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon
Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin
Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka
Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la