"Kamu hanya harus sadar bahwa kamu punya kekuatan untuk melawan. Semakin besar rasa percayamu bahwa dia tidak bisa membunuhmu, maka dia tidak akan bisa membunuhmu. Masalahnya, makhluk ghaib semacam ini tidak akan begitu saja menunjukkan rupa aslinya, maksud dia yang sesungguhnya. Dia akan memanipulasi dirimu, pikiranmu, dia akan membuat kamu menyerah. Begitulah cara kerjanya!" Naya menjelaskan.Gadis itu lalu menjelaskan pada Dayu, bahwa pada dasarnya, dia mempercayai bahwa jalur arwah diciptakan oleh pikiran kita sendiri. Danyang bisa mengintip ke dalam ingatan, dia akan menggunakan hal-hal yang paling korbannya benci untuk membuat sang korban marah tak terkendali. Alasannya sederhana, kemarahan akan membakar kewarasan seseorang dan mendorongnya untuk melakukan sesuatu secara spontan.Membuat seseorang mengambil keputusan yang salah, lalu meniupkan rasa sesal tak terperi sampai dia putus asa adalah bagaimana Danyang merancang sebuah jalur arwah. Karena itulah, sosok yang akan diliha
Dayu merasakan sesuatu bergejolak di dalam dadanya. Seperti angin yang menyusup masuk dan memaksanya untuk merasakan kesedihan yang tak terperi. Dayu bahkan mulai mencekik lehernya sendiri.Dia tahu itu semua salah. Dayu tahu bahwa dia harus melawan semua yang dia rasakan dan dia saksikan di jalur arwah, tapi dia tak bisa melakukannya. Tangannya mencekik makin kuat hingga udara sulit mengalir ke dalam paru-parunya. Lehernya seperti akan dipatahkan oleh tangannya sendiri.Mata Dayu membulat karena tekanan yang terjadi pada tubuhnya, air matanya mengalir sampai mata dan hidungnya memerah.Sosok dengan wujudu ayah, tante Sekara, bahkan Dimas dan makhluk-makhluk aneh berkeliling di sekitarnya. Mereka bergerak terus mendekat dengan cara yang sangat kaku, seolah setiap sendi yang mereka punya tidak lagi bekerja dengan baik. Setiap kali mereka menyeret kaki atau menggerakkan tangan, Dayu akan mendengar suara gemeretak yang mengganggu. Tapi tentu saja semua suara itu tak sebanding dengan keta
Dayu bangun kembali saat hari sudah terang benderang. Dia kira, dia hanya tertidur untuk beberapa jam setelah mengalami serangan yang membuat Leah histeris dan Dimas ketakutan. Tapi ternyata, dia sudah memasuki hari ke lima belas, yang mana artinya dia tak sadarkan diri selama hampir 3 hari setelah kejadian itu.Dimas sudah bisa berjalan berkeliling meski pelan, dan adik tirinya itu adalah orang pertama yang Dayu lihat begitu dia membuka mata. Dimas memberinya senyum tipis, lalu membangunkan Leah yang tidur di sofa. Tak lama, dokter memeriksa keadaan Dayu dan selesai bersamaan dengan Anis yang datang bersama Bambang.Si sulung terlihat sangat bahagia melihat Dayu sudah sadar, begitu juga dengan Bambang. Leah dengan telaten membantu Dayu minum seteguk kecil air dengan cara meneteskan lewat sedotan."Dayuuuu, syukurlah kamu sudah sadar!" Anis menghambur memeluk Dsyu, sementara Dayu hanya menerima dengan tubuh lemas.Dia benar-benar tak tahu apa yang terjadi setelah kejadian dia menggele
"Lalu, akhirnya bagaimana?" tanya Dayu lagi, setelah menyelesaikan -ketidak habis pikir-nya perihal para remaja yang berpikir mendengar suara hantu karena mendengar suara bayi menangis di pagi hari."Wajar sih mereka takut, aku dengar kejadiannya belum sampai jam enam pagi. Tapi mereka semua terpaksa berhenti di sana karena insiden kecil yang mereka alami. Beberapa dari mereka meninggalkan motor dan berlari mencari bantuan. Hal baik dari para warga dusun adalah bahwa mereka selalu memulai pekerjaan begitu matahari mulai terbit, jadi anak-anak itu bisa menemukan beberapa orang yang bekerja di ladang dan meminta bantuan mereka!" Anto menjawab dengan nada kelegaan di akhir kalimat yang diucapkannya.Dayu juga tersenyum, dia lega karena ada kemungkinan semuanya baik-baik saja."Lalu, bagaimana dengan bayi itu?" tanya Dayu kemudian.Anto yang sedang mengupas apel untuk Dayu menghentikan gerakan tangannya. Dia membuang napas lalu melanjutkan cerita yang dia dengar untuk menjawab pertanyaan
Dayu membiarkan Leah membantunya menuang air kelapa muda ke dalam gelas, lalu meminumnya dengan sedotan. Gadis itu lantas duduk di sofa dan minum sambil menerima panggilan telepon. Dayu tak tahu apa yang Leah bicarakan karena dia sama sekali tak terbiasa dengan bahasa Prancis.Senyumnya terkembang tanpa sadar saat rasa ringan dari air kelapa muda menyapa indera pengecap, mengenalo rasa yang pernah singgah sebelumnya. Rasa lembut dan ringan dari air kelapa muda itu sama seperti yang pernah Dayu nikmati di rumah makan, sebelum dia menyambangi rumah dukun perempuan bernama Mak Nik itu.Berbicara soal Mak Nik, Dayu tidak mendengar apa pun mengenai wanita yang sudah menjadi perantara dalam penumbalannya itu dari Anto. Beberapa hal terjadi sementara Dayu sendiri, entah bagaimana baru menyadari betapa dia seolah melupakan mengenai dukun itu.Anis datang bersama dengan Dimas sekitar setengah jam kemudian. Leah menyambut keduanya dengan senyuman, begitu juga dengan Dayu. Dimas mengangkat kanto
Dayu tersenyum melihat dokter koas yang sudah beberapa hari ini tidak benar-benar bisa ia temui itu masuk ke ruang rawatnya. Dengan senyuman tenangnya yang mengirimkan kesan lembut, Nala menyapa satu persatu tiga cewek bersaudari di dalam ruangan yang kini menebarkan aroma bakso itu."Kamu sudah jauh lebih baik sepertinya." Nala berucap sambil memnadang Dayu, masih saja dengan senyumnya itu.Dayu mengangguk.Anis segera menawari Nala untui turut makan bersama dan bersiap mengambil mangkok tambahan, tapi Dayu justru yang bereaksi cepat. Dia nyaris saja mencetuskan ide untuk memesan makanan lain karena ingat bahwa Nala hanya memakan sesuatu yang sangat sederhana, dan cenderung berwarna pucat. Dayu masih ingat dengan sangat jelas sewaktu makan bersama Nala dan tiga adiknya, cowok itu hanya makan putih telur rebus dan nasi putih saat di meja terhidang berbagai menu yang bisa dia pilih.Akan tetapi, Dayu membatalkan niatnya karena melihat Nala mengangguk dan duduk posisi yang berlawanan d
Nala tak bergeming sama sekali. Sepertinya, suara berdenging yang memekakkan telinga itu sama sekali tak mengusik Nala. Sosok makhluk ghaib dengan wujud empat puluh persen mirip manusia itu merangkak cepat ke arah Nala. Dayu masih bisa melihat bagaimana makhluk itu bergerak dalam ketakutannya.Dimas terus menunduk, makin dalam, sementara Leah memeluknya, sementara Dayu berada di antara ketakutan, kecemasan, dan khawatir pada Nala tapi juga merasa lebih aman karena Nala tidak terlihat ketakutan sama sekali. Sebaliknya, sekarang justry makhlui itu yang terlihat kebigungan. Dia bergerak cepat di seluruh dinding hingga memenuhi seluruh permukaan bidang bercat putih gading itu dengan noda kecoklatan seperti darah yang sudah mulai membusuk."Nala!" Dayu hanya bisa memanggil nama dokter koas yang punya kemampuan untuk berinteraksi dengan makhluk halus itu saat sosok aneh berambut tipis panjang itu bergerak ke arahnya.Nala juga cukup cepat. Meski biasanya dia terkesan tak banyak bergerak dan
Dimas membaca satu demi satu nama yang bisa dia temukan dalam buku tamu. Sengaja, cowok enam belas tahun ini meminta salah seorang asisten rumah tangga di rumah lama mereka yang kini hanya ditempati oleh Anis untuk mengirinkan foto yang mencangkup setiap lembar buku tamu. Tak banyak nama, tak sampai lima puluh orang tamu undangan.Sambil mendengar Dimas membaca nama-nama yang tercatat di buku tamu, Dayu memperhatikan setiap wajah yang tertangkap lensa kamera, setiap jejak yang ditinggalkan, setiap gerakan yang mungkin akan membuatnya merasa curiga."Apakah menurut kamu ada nama yang mencurigakan?" Dimas menanyakan pendapat Dayu setelah selesai membaca tepat lima puluh nama, termasuk namanya sendiri dan nama Dayu. "Entahlah. Semua nama itu sebenarnya tidak asing. Selama ini mereja juga tidak menunjukkan gejala sebagai seorang kriminal. Hubungan mereka dengan ayah juga tidak bisa dikatakan buruk. Mereka diundang karena ayah mempercayai mereka dan menganggap mereka sebagai orang-orang t
"Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N
"Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan
"Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu
"Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte
Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon
Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin
Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka
Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la