Dayu tersenyum dan melambaikan tangannya saat Nala menyambaikan bahwa dokter koas itu akan pergi untuk menemui ketiga adiknya lagi, tentu saja setelah mengantar Dayu mengunjungi Dimas. Nala mengatakan bahwa Dimas sudah dipindahkan ke ruang rawat karena perkembangan kondisinya yang meroket naik satu jam yang lalu, saat Dayu masih berada di tapal batas bersama Nala.Hal yang Dayu belum bisa pahami adalah waktu yang terlewat begitu cepat. Saat dia mengalami kecelakaan bersama Anto dan dibawa ke rumah sakit, hari masih terang. Baru jam tiga sore kalau dia tak salah ingat. Tapi, setelah berada di tapal batas, waktu seperti berlari jauh lebih cepat dari apa yang bisa Dayu sadari. Sekarang, saat dia meneriksa jam tangan di pergelangan kirinya, sudah menunjukkan lewat pukul sepuluh malam. Padahal, Dayu ingat benar dia hanya bercakap sebentar saja dengan Nala di sana.Gadis itu belum mengetuk pintu saat seseorang sudah terlebih dahulu membuka papan sewarna dinding itu dari dalam."Oh, Dayu. Ap
"Dayu!"Panggilan dari Bambang membuat Dayu tersentak. Sulur-sulur hitam yang menjulur dari celah pintu itu akhirnya menghilang, tapi Dayu sudah terlanjur ketakutan dan tak bisa menhembunyikan raut terkejutnya.Dayu tak yakin apakah ketakutannya telah menciptakan ilusi sampai sejauh itu, ataukah efek dari bantuan yang diberikan oleh Naya telah menghilang sehingga dia bisa kembali melihat hal-hal yang tak seharusnya bisa dilihat oleh matanya."Oh, maaf. Saya baru saya terpikirkan kembali mengenai kecelakaan yang saya alami." Dayu beralasan, lantas memperhatikan kembali kertas foto-foto yang disodorkan oleh polisi muda itu."Sapu tangan ini, dan juga ini ... saya mengenali benda ini tapi saya tidak yakin dimana saya pernah melihatnya!" Dayu menunjuk sebuah benda lusuh dan bernoda lumpur.Bambang memperhatikan benda yang Dsyu tunjuk, lantas mengangguk-angguk. Dia lalu menjelaskan bahwa benda yang Dayu tunjuk adalah gantungan kunci. Akan tetapi, gantungan kunci itu dipasang pada semacam k
Dayu mencoba untuk mengatur pernapasannya. Petang akan semakin dekat dan hari ke sebelas akan terlewati begitu hari berganti. Waktunya untuk bisa melepaskan diri dari jerat Danyang akan berkurang sehari lagi, dan Dayu tak bisa memungkiri dia sangat khawatir mengenai hal itu.Oh, siapa yang tak ketakutan saat menghitung hari-hari menuju kematiannya. Dayu seperti dipaksa bersiap untuk menyerah, tapi di saat yang sama, dia tak bisa menenangkan dirinya untuk membayangkan apa yang akan terjadi setelah hari ke seratus. Dayu tak sudi mati dengan cara seburuk itu, menjadi tumbal untuk kontrak antara Danyang dengan manusia laknat yang bersekutu dengan makhluk ghaib itu."Sialan!" Dayu menggerutu tanpa sadar.Gadis itu mengacak rambutnya kasar lalu membasuh wajahnya. Dia tak bisa mencuci bersih kepalanya agar semua bayangan buruk dan pikiran negatif meluncur turun dan terbawa air. Setidaknya, dia masih ingin membuka matanya dan menikmati beberapa hari yang indah sebelum mati.Oh, itu terdengar
"Kamu hanya harus sadar bahwa kamu punya kekuatan untuk melawan. Semakin besar rasa percayamu bahwa dia tidak bisa membunuhmu, maka dia tidak akan bisa membunuhmu. Masalahnya, makhluk ghaib semacam ini tidak akan begitu saja menunjukkan rupa aslinya, maksud dia yang sesungguhnya. Dia akan memanipulasi dirimu, pikiranmu, dia akan membuat kamu menyerah. Begitulah cara kerjanya!" Naya menjelaskan.Gadis itu lalu menjelaskan pada Dayu, bahwa pada dasarnya, dia mempercayai bahwa jalur arwah diciptakan oleh pikiran kita sendiri. Danyang bisa mengintip ke dalam ingatan, dia akan menggunakan hal-hal yang paling korbannya benci untuk membuat sang korban marah tak terkendali. Alasannya sederhana, kemarahan akan membakar kewarasan seseorang dan mendorongnya untuk melakukan sesuatu secara spontan.Membuat seseorang mengambil keputusan yang salah, lalu meniupkan rasa sesal tak terperi sampai dia putus asa adalah bagaimana Danyang merancang sebuah jalur arwah. Karena itulah, sosok yang akan diliha
Dayu merasakan sesuatu bergejolak di dalam dadanya. Seperti angin yang menyusup masuk dan memaksanya untuk merasakan kesedihan yang tak terperi. Dayu bahkan mulai mencekik lehernya sendiri.Dia tahu itu semua salah. Dayu tahu bahwa dia harus melawan semua yang dia rasakan dan dia saksikan di jalur arwah, tapi dia tak bisa melakukannya. Tangannya mencekik makin kuat hingga udara sulit mengalir ke dalam paru-parunya. Lehernya seperti akan dipatahkan oleh tangannya sendiri.Mata Dayu membulat karena tekanan yang terjadi pada tubuhnya, air matanya mengalir sampai mata dan hidungnya memerah.Sosok dengan wujudu ayah, tante Sekara, bahkan Dimas dan makhluk-makhluk aneh berkeliling di sekitarnya. Mereka bergerak terus mendekat dengan cara yang sangat kaku, seolah setiap sendi yang mereka punya tidak lagi bekerja dengan baik. Setiap kali mereka menyeret kaki atau menggerakkan tangan, Dayu akan mendengar suara gemeretak yang mengganggu. Tapi tentu saja semua suara itu tak sebanding dengan keta
Dayu bangun kembali saat hari sudah terang benderang. Dia kira, dia hanya tertidur untuk beberapa jam setelah mengalami serangan yang membuat Leah histeris dan Dimas ketakutan. Tapi ternyata, dia sudah memasuki hari ke lima belas, yang mana artinya dia tak sadarkan diri selama hampir 3 hari setelah kejadian itu.Dimas sudah bisa berjalan berkeliling meski pelan, dan adik tirinya itu adalah orang pertama yang Dayu lihat begitu dia membuka mata. Dimas memberinya senyum tipis, lalu membangunkan Leah yang tidur di sofa. Tak lama, dokter memeriksa keadaan Dayu dan selesai bersamaan dengan Anis yang datang bersama Bambang.Si sulung terlihat sangat bahagia melihat Dayu sudah sadar, begitu juga dengan Bambang. Leah dengan telaten membantu Dayu minum seteguk kecil air dengan cara meneteskan lewat sedotan."Dayuuuu, syukurlah kamu sudah sadar!" Anis menghambur memeluk Dsyu, sementara Dayu hanya menerima dengan tubuh lemas.Dia benar-benar tak tahu apa yang terjadi setelah kejadian dia menggele
"Lalu, akhirnya bagaimana?" tanya Dayu lagi, setelah menyelesaikan -ketidak habis pikir-nya perihal para remaja yang berpikir mendengar suara hantu karena mendengar suara bayi menangis di pagi hari."Wajar sih mereka takut, aku dengar kejadiannya belum sampai jam enam pagi. Tapi mereka semua terpaksa berhenti di sana karena insiden kecil yang mereka alami. Beberapa dari mereka meninggalkan motor dan berlari mencari bantuan. Hal baik dari para warga dusun adalah bahwa mereka selalu memulai pekerjaan begitu matahari mulai terbit, jadi anak-anak itu bisa menemukan beberapa orang yang bekerja di ladang dan meminta bantuan mereka!" Anto menjawab dengan nada kelegaan di akhir kalimat yang diucapkannya.Dayu juga tersenyum, dia lega karena ada kemungkinan semuanya baik-baik saja."Lalu, bagaimana dengan bayi itu?" tanya Dayu kemudian.Anto yang sedang mengupas apel untuk Dayu menghentikan gerakan tangannya. Dia membuang napas lalu melanjutkan cerita yang dia dengar untuk menjawab pertanyaan
Dayu membiarkan Leah membantunya menuang air kelapa muda ke dalam gelas, lalu meminumnya dengan sedotan. Gadis itu lantas duduk di sofa dan minum sambil menerima panggilan telepon. Dayu tak tahu apa yang Leah bicarakan karena dia sama sekali tak terbiasa dengan bahasa Prancis.Senyumnya terkembang tanpa sadar saat rasa ringan dari air kelapa muda menyapa indera pengecap, mengenalo rasa yang pernah singgah sebelumnya. Rasa lembut dan ringan dari air kelapa muda itu sama seperti yang pernah Dayu nikmati di rumah makan, sebelum dia menyambangi rumah dukun perempuan bernama Mak Nik itu.Berbicara soal Mak Nik, Dayu tidak mendengar apa pun mengenai wanita yang sudah menjadi perantara dalam penumbalannya itu dari Anto. Beberapa hal terjadi sementara Dayu sendiri, entah bagaimana baru menyadari betapa dia seolah melupakan mengenai dukun itu.Anis datang bersama dengan Dimas sekitar setengah jam kemudian. Leah menyambut keduanya dengan senyuman, begitu juga dengan Dayu. Dimas mengangkat kanto