Serentak semua anggota yang berkumpul di sana langsung mengepung pendekar muda itu.
Danurwenda sudah menghitung jumlah lawannya, menyiapkan jurus yang akan dia gunakan dan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Tatkala beberapa orang sudah melancarkan serangan dengan golok masing-masing, mereka dibuat terkejut karena sosok Danurwenda tiba-tiba lenyap begitu saja.
Tahu-tahu satu orang paling belakang sudah terjatuh dengan leher hampir putus.
Brukk!
Danurwenda menggunakan Jurus Raga Angin. Pada saat sosoknya lenyap, dia menerjang ke orang paling belakang, merebut goloknya lalu ditebaskan ke leher orang tersebut.
Semua itu dilakukan dalam sekejap saja. Kejap selanjutnya Danurwenda sudah berdiri lagi di tempat semua dengan mengulas senyum.
"Kurang ajar!"
Sett! Crasss! Crasss!
Baru juga melepaskan serangan lagi, kini dua orang telah tumbang lagi. Kejadian ini membuat mereka bergidik ngeri. Kapan saja salah s
Meski demikian Danurwenda tetap tenang lalu berbalik dengan santai. Dia melihat ke arah mulut gua.Ada tiga orang berdiri yang pakaiannya serupa dengan Wakil Ketua Selatan. Mereka juga memakai topeng dengan warna berbeda, merah, hitam dan kuning. Danurwenda ingat warna topeng Wakil Ketua Selatan yaitu hijau.Ini artinya tiga orang ini masih Wakil Ketua juga. Satu wakil saja ilmunya sudah tinggi, apalagi tiga. Lantas seberapa tinggi ilmunya Birawayaksa?"Kalian pasti Wakil Ketua Barat, Timur dan Utara!" tunjuk Danurwenda tanpa rasa takut apa pun walaupun batinnya meraba-raba seberapa besar kesaktian mereka."Hari ini nyawamu tidak akan tertolong lagi!" teriak Wakil Ketua bertopeng merah. "Bahkan sukmamu pun tak akan bisa menemui ketua kami!""Jangan cuma sesumbar, buktikan!" tantang Danurwenda. "Kalian yang sudah tua-tua, sudah saatnya menjadi penghuni liang lahat!"Danurwenda merasa nyaman dengan ilmu baru yang dia dapat dari Pustaka Putri A
Tempat ini tampak sepi, tidak ada satu pun anggota Kelompok Macan Ucul yang terlihat. Bahkan Danurwenda tidak mendapatkan sedikit pun hawa sakti seperti sebelumnya."Tidak ada siapa-siapa!" kata Prabarini."Kita periksa ke dalam!"Danurwenda melangkah masuk. Tangannya masih menggandeng Prabarini. Walaupun tidak terasa ada hawa sakti, tapi dia tetap waspada.Orang yang sudah sangat sakti biasanya bisa menyembunyikan hawa saktinya. Mungkinkah Birawayaksa masih bersarang di sini.Hanya sedikit cahaya yang masuk ke dalam gua, tapi sudah cukup untuk menerangi isinya. Ternyata kosong, bahkan satu benda pun tidak tertinggal di sana."Mereka sudah meninggalkan markasnya!" ujar Prabarini."Kita cari lagi ke bawah. Selain gua tempat Wakil Ketua Selatan, masih ada tiga lagi sesuai arahnya!" kata Danurwenda.Mereka keluar lagi, lalu turun ke batas puncak yang merupakan gundukan batu. Kedua orang ini memutari puncak gunung yang cukup luas i
Bekel Udayana menjerit keras sambil memegang wajahnya. Tubuhnya limbung seperti orang yang sedang mabuk. Sang istri langsung masuk ke ruangan ini karena mendengar jeritan suaminya."Apa yang terjadi?" Istri sang bekel terbelalak kaget langsung menubruk suaminya yang kini terkapar di lantai. "Oh, Kakang, tidaaak!"Wanita ini menjerit pula. Prabarini merapat ke tubuh Danurwenda, dia tahu benar apa yang terjadi pada Bekel Udayana. Ciri-ciri terkena Racun Pepengeng."Bagaimana ini?" tanya Prabarini bingung dan ketakutan.Tiba-tiba datang beberapa prajurit ke tempat itu. Hal ini tentu saja aneh, sebab tadi di luar tampak sepi. Tidak ada satu pun prajurit di sekitar rumah Bekel Udayana."Ada apa?" tanya salah satu prajurit."Apa yang terjadi dengan Gusti Bekel?" tanya yang lainnya."Pembunuh! seru istri bekel sambil menatap ke arah Danurwenda. "Dia membunuh suamiku!" lanjutnya dengan menunjuk pemuda tersebut."Hah, Danurwenda. Buronan kerajaan, tangkap
Prabarini dan Danurwenda disambut baik oleh tuan rumah yang hanya tinggal sendirian di sana. Ki Dirah cukup kaget dengan kedatangan gadis itu."Aku menyesal tidak bisa menghadiri penguburan ayahmu," kata Ki Dirah ketika semuanya sudah berkumpul di ruang tengah dan tersaji hidangan alakadarnya."Aku juga tidak sempat, Ki," sahut Prabarini lalu menoleh ke Danurwenda.Ki Dirah juga tentu tahu kabar yang beredar sejak kematian Senapati Mandura. Maka Prabarini segera memberitahu pemuda yang sedang bersamanya ini serta menceritakan kejadian yang sebenarnya."Rupanya begitu," ujar Ki Dirah, "semoga urusan ini bisa cepat selesai dan kau Anak muda, bisa kembali mendapatkan nama baikmu,""Terima kasih, Ki!" ucap Danurwenda.Penampilan Ki Dirah layaknya lelaki tua biasa yang berumur enam puluh tahun. Badannya agak bungkuk kalau sedang berdiri. Sebagian rambutnya sudah berwarna putih, bahkan kumis dan jenggot yang agak tebal sudah memutih se
Belum juga sampai di rumah tujuan, masih di jalan perbatasan desa, Danurwenda melihat Senapati Jayana tengah bertarung melawan beberapa orang bertopeng yang tidak lain anggota Kelompok Macan Ucul.Senapati Jayana dibantu empat orang prajurit. Sepertinya sang senapati baru saja dari Kota Raja dan sedang dalam perjalanan pulang, tetapi ketika sebentar lagi menuju rumah, dia sudah dihadang orang-orang ini.Tanpa pikir panjang Danurwenda segera berkelebat membantu Senapati Jayana. Belum sampai ke tempat pertarungan, si pemuda sudah lepaskan Pukulan Awan Seribu.Puluhan benda putih berbentuk awan sebesar kepalan tangan menderu bagai hujan memukul mundur Kelompok Macan Ucul.Senapati Jayana dan prajuritnya yang hampir kewalahan karena kalah jumlah seperti mendapat angin segar dan kembali semangat menghadapi musuhnya.Sang senapati tahu ada orang yang membantunya, tapi dia baru tahu setelah di penolong berdiri di dekatnya. Dia mengenal betul ora
Ketika Danurwenda hendak kembali ke rumah Ki Dirah, mendadak dia berubah pikiran. Dia mengingat kembali jejak yang ditinggalkan Ilmu Napak Tilas."Tidak selamanya markas mereka di gunung, lembah atau hutan. Bisa jadi sekarang berada di tengah-tengah pemukiman penduduk untuk mengelabui musuh!"Akhirnya Danurwenda kembali ke sebuah desa yang sebelumnya terdapat jejak-jejak Kelompok Macan Ucul. Tentu saja dia tidak melewati jalan umum. Dia masuk ke tanah kosong yang banyak pepohonan.Danurwenda melihat keadaan desa dari atas pohon, dia pilih yang paling tinggi."Ini bukan desa, ini seperti dusun yang terpencil. Rumahnya sedikit, tidak sampai tiga puluh rumah."Danurwenda berkelebat ke pohon lainnya agar bisa melihat lebih banyak lagi. Keadaan kampung ini tampak sepi atau mungkin penduduknya sedang bekerja di ladang. Lalu pandangan si pemuda terpentok ke satu tempat di ujung dalam kampung."Bangunan besar apa itu?"Yang terl
"Ilmu mereka lebih tinggi dari pada empat wakil ketua. Rasanya aku belum sanggup melawan mereka bersamaan. Ternyata Birawayaksa masih memiliki orang-orang sakti di sekelilingnya."Danurwenda merenung memikirkan cara menghadapi musuh-musuhnya. Sasaran utamanya memang Birawayaksa, tapi mau tak mau orang di sekelilingnya juga harus dilenyapkan.Tiba-tiba pandangannya menangkap dua orang yang muncul dari tikungan jalan di ujung sana. Dia mengenali dua orang tersebut."Birawayaksa dan salah satu temannya yang ada di ruang bawah tanah tadi," gumam Danurwenda seraya menyembunyikan hawa saktinya.Tidak mustahil kedua orang itu bisa merasakan keberadaannya walaupun jaraknya cukup jauh, mengingat kesaktian mereka cukup jauh.Dua orang itu tampak berbincang-bincang. Jarak yang cukup jauh membuat Danurwenda tak bisa mendengar percakapan mereka. Beberapa saat kemudian Birawayaksa meninggalkan temannya di sana.Danurwenda bersiap mengejar, ini
Serangan tapak dari orang tua ini lebih ganas dari pada sebelumnya. Angin yang menyertai gerakan tangan dan menyelubungi telapak tangannya bagaikan mata pisau tajam yang mampu menyayat kulit.Yang tampak aneh, meskipun serangan Tapak Wulung bertubi-tubi mengincar nyawa lawannya, tapi raut wajahnya tidak menampakkan antusias untuk merobohkan Danurwenda.Wajahnya datar tanpa ekspresi, malah terkesan tatapan menerawang. Pikirannya seperti berada di tempat lain. Hebatnya, dia terus mencecar Danurwenda.Sempat terpikirkan mengenai raut wajah lawan, Danurwenda lebih fokus menggunakan taktiknya. Secara hitungan kekuatan, lawan berada beberapa tingkat di atasnya, tapi bukan berarti tidak bisa ditundukkan.Salah satu cara mengalahkan lawan yang lebih kuat adalah dengan menguras tenaganya. Jadi, entah sudah berapa jurus yang dihadapi, Danurwenda lebih sering menghindar menggunakan Ilmu Raga Angin.Semakin lama serangan Tapak Wulung semakin gencar.