Tempat ini tampak sepi, tidak ada satu pun anggota Kelompok Macan Ucul yang terlihat. Bahkan Danurwenda tidak mendapatkan sedikit pun hawa sakti seperti sebelumnya.
"Tidak ada siapa-siapa!" kata Prabarini.
"Kita periksa ke dalam!"
Danurwenda melangkah masuk. Tangannya masih menggandeng Prabarini. Walaupun tidak terasa ada hawa sakti, tapi dia tetap waspada.
Orang yang sudah sangat sakti biasanya bisa menyembunyikan hawa saktinya. Mungkinkah Birawayaksa masih bersarang di sini.
Hanya sedikit cahaya yang masuk ke dalam gua, tapi sudah cukup untuk menerangi isinya. Ternyata kosong, bahkan satu benda pun tidak tertinggal di sana.
"Mereka sudah meninggalkan markasnya!" ujar Prabarini.
"Kita cari lagi ke bawah. Selain gua tempat Wakil Ketua Selatan, masih ada tiga lagi sesuai arahnya!" kata Danurwenda.
Mereka keluar lagi, lalu turun ke batas puncak yang merupakan gundukan batu. Kedua orang ini memutari puncak gunung yang cukup luas i
Bekel Udayana menjerit keras sambil memegang wajahnya. Tubuhnya limbung seperti orang yang sedang mabuk. Sang istri langsung masuk ke ruangan ini karena mendengar jeritan suaminya."Apa yang terjadi?" Istri sang bekel terbelalak kaget langsung menubruk suaminya yang kini terkapar di lantai. "Oh, Kakang, tidaaak!"Wanita ini menjerit pula. Prabarini merapat ke tubuh Danurwenda, dia tahu benar apa yang terjadi pada Bekel Udayana. Ciri-ciri terkena Racun Pepengeng."Bagaimana ini?" tanya Prabarini bingung dan ketakutan.Tiba-tiba datang beberapa prajurit ke tempat itu. Hal ini tentu saja aneh, sebab tadi di luar tampak sepi. Tidak ada satu pun prajurit di sekitar rumah Bekel Udayana."Ada apa?" tanya salah satu prajurit."Apa yang terjadi dengan Gusti Bekel?" tanya yang lainnya."Pembunuh! seru istri bekel sambil menatap ke arah Danurwenda. "Dia membunuh suamiku!" lanjutnya dengan menunjuk pemuda tersebut."Hah, Danurwenda. Buronan kerajaan, tangkap
Prabarini dan Danurwenda disambut baik oleh tuan rumah yang hanya tinggal sendirian di sana. Ki Dirah cukup kaget dengan kedatangan gadis itu."Aku menyesal tidak bisa menghadiri penguburan ayahmu," kata Ki Dirah ketika semuanya sudah berkumpul di ruang tengah dan tersaji hidangan alakadarnya."Aku juga tidak sempat, Ki," sahut Prabarini lalu menoleh ke Danurwenda.Ki Dirah juga tentu tahu kabar yang beredar sejak kematian Senapati Mandura. Maka Prabarini segera memberitahu pemuda yang sedang bersamanya ini serta menceritakan kejadian yang sebenarnya."Rupanya begitu," ujar Ki Dirah, "semoga urusan ini bisa cepat selesai dan kau Anak muda, bisa kembali mendapatkan nama baikmu,""Terima kasih, Ki!" ucap Danurwenda.Penampilan Ki Dirah layaknya lelaki tua biasa yang berumur enam puluh tahun. Badannya agak bungkuk kalau sedang berdiri. Sebagian rambutnya sudah berwarna putih, bahkan kumis dan jenggot yang agak tebal sudah memutih se
Belum juga sampai di rumah tujuan, masih di jalan perbatasan desa, Danurwenda melihat Senapati Jayana tengah bertarung melawan beberapa orang bertopeng yang tidak lain anggota Kelompok Macan Ucul.Senapati Jayana dibantu empat orang prajurit. Sepertinya sang senapati baru saja dari Kota Raja dan sedang dalam perjalanan pulang, tetapi ketika sebentar lagi menuju rumah, dia sudah dihadang orang-orang ini.Tanpa pikir panjang Danurwenda segera berkelebat membantu Senapati Jayana. Belum sampai ke tempat pertarungan, si pemuda sudah lepaskan Pukulan Awan Seribu.Puluhan benda putih berbentuk awan sebesar kepalan tangan menderu bagai hujan memukul mundur Kelompok Macan Ucul.Senapati Jayana dan prajuritnya yang hampir kewalahan karena kalah jumlah seperti mendapat angin segar dan kembali semangat menghadapi musuhnya.Sang senapati tahu ada orang yang membantunya, tapi dia baru tahu setelah di penolong berdiri di dekatnya. Dia mengenal betul ora
Ketika Danurwenda hendak kembali ke rumah Ki Dirah, mendadak dia berubah pikiran. Dia mengingat kembali jejak yang ditinggalkan Ilmu Napak Tilas."Tidak selamanya markas mereka di gunung, lembah atau hutan. Bisa jadi sekarang berada di tengah-tengah pemukiman penduduk untuk mengelabui musuh!"Akhirnya Danurwenda kembali ke sebuah desa yang sebelumnya terdapat jejak-jejak Kelompok Macan Ucul. Tentu saja dia tidak melewati jalan umum. Dia masuk ke tanah kosong yang banyak pepohonan.Danurwenda melihat keadaan desa dari atas pohon, dia pilih yang paling tinggi."Ini bukan desa, ini seperti dusun yang terpencil. Rumahnya sedikit, tidak sampai tiga puluh rumah."Danurwenda berkelebat ke pohon lainnya agar bisa melihat lebih banyak lagi. Keadaan kampung ini tampak sepi atau mungkin penduduknya sedang bekerja di ladang. Lalu pandangan si pemuda terpentok ke satu tempat di ujung dalam kampung."Bangunan besar apa itu?"Yang terl
"Ilmu mereka lebih tinggi dari pada empat wakil ketua. Rasanya aku belum sanggup melawan mereka bersamaan. Ternyata Birawayaksa masih memiliki orang-orang sakti di sekelilingnya."Danurwenda merenung memikirkan cara menghadapi musuh-musuhnya. Sasaran utamanya memang Birawayaksa, tapi mau tak mau orang di sekelilingnya juga harus dilenyapkan.Tiba-tiba pandangannya menangkap dua orang yang muncul dari tikungan jalan di ujung sana. Dia mengenali dua orang tersebut."Birawayaksa dan salah satu temannya yang ada di ruang bawah tanah tadi," gumam Danurwenda seraya menyembunyikan hawa saktinya.Tidak mustahil kedua orang itu bisa merasakan keberadaannya walaupun jaraknya cukup jauh, mengingat kesaktian mereka cukup jauh.Dua orang itu tampak berbincang-bincang. Jarak yang cukup jauh membuat Danurwenda tak bisa mendengar percakapan mereka. Beberapa saat kemudian Birawayaksa meninggalkan temannya di sana.Danurwenda bersiap mengejar, ini
Serangan tapak dari orang tua ini lebih ganas dari pada sebelumnya. Angin yang menyertai gerakan tangan dan menyelubungi telapak tangannya bagaikan mata pisau tajam yang mampu menyayat kulit.Yang tampak aneh, meskipun serangan Tapak Wulung bertubi-tubi mengincar nyawa lawannya, tapi raut wajahnya tidak menampakkan antusias untuk merobohkan Danurwenda.Wajahnya datar tanpa ekspresi, malah terkesan tatapan menerawang. Pikirannya seperti berada di tempat lain. Hebatnya, dia terus mencecar Danurwenda.Sempat terpikirkan mengenai raut wajah lawan, Danurwenda lebih fokus menggunakan taktiknya. Secara hitungan kekuatan, lawan berada beberapa tingkat di atasnya, tapi bukan berarti tidak bisa ditundukkan.Salah satu cara mengalahkan lawan yang lebih kuat adalah dengan menguras tenaganya. Jadi, entah sudah berapa jurus yang dihadapi, Danurwenda lebih sering menghindar menggunakan Ilmu Raga Angin.Semakin lama serangan Tapak Wulung semakin gencar.
Dalam terkejutnya, Tapak Wulung segera melompat ke atas setinggi yang dia mampu. Gelombang angin yang tercipta dari ayunan pedang itu begitu dahsyat. Untung gerakan Tapak Wulung sangat cepat sehingga dia bisa menghindarinya.Sedangkan untuk mengatasi sisa gelombang angin yang datang belakangan, Tapak Wulung hantamkan telapak tangan ke bawah dengan kekuatan penuh sebab dia merasakan datang lagi sambaran gelombang angin.Dengan begitu tubuhnya mencelat lagi ke atas guna menghindari serangan susulan Danurwenda yang bertubi-tubi. Tidak disangka pemuda itu malah merepotkan dirinya. Dia menyesal telah memilih cara bertarung jarak jauh.Tapak Wulung melepaskan pukulan jarak jauhnya hanya untuk membuat dirinya tetap di udara, sebab tidak ada kesempatan mendarat. Lalu dia mengambil jarak agar lebih jauh dari lawan.Namun, apa yang dia dapat? Tapak Wulung memang berhasil hinggap pada salah satu pohon besar, tapi pedang yang terbentuk dari angin yang menjadi
Jumlahnya semakin bertambah, mungkin ada seratus lebih sedikit. Semuanya menghunus senjata khas Kelompok Macan Ucul, golok.Mungkin ini kali pertama Danurwenda menghadapi lawan begitu banyaknya, tapi dia tetap percaya diri. Ia menarik napas dalam-dalam.Danurwenda alirkan hawa sakti yang didapat dari Putri Angin dengan cara menyenangkan. Pemuda ini sedikit tersenyum bila mengingat hal itu.Sementara Kelompok Macan Ucul juga merasa yakin dengan mengepung musuh dalam jumlah besar, mungkin seluruh anggota sudah berkumpul di sini kecuali yang sedang bertugas di luar.Mereka mengurung Danurwenda dengan beberapa lapis. Di antara mereka ada beberapa yang ilmunya setingkat dengan wakil ketua.Di saat sudah siap bertempur, tiba-tiba Danurwenda merasakan kehadiran hawa sakti lain di dekatnya. Hawa sakti yang tidak asing baginya sejak dia masih kecil."Eyang?" lirih Danurwenda.Dari kecil sampai sekarang dia tidak pernah tahu sosok
Tubuh senapati terlempar lalu ambruk. Dadanya terasa sangat sesak bagai dihimpit batu raksasa. Tenaga dalamnya seketika buyar, malah ada yang menghantam diri sendiri.Akibatnya tubuh sang Senapati tak bisa digerakkan lagi seperti lumpuh. Selain sesak, di bagian dalamnya terasa remuk dan panas menyengat.Pada saat itulah Sang Prabu keluar, meloncat dan langsung mendarat di depan senapati yang tergeletak tak berdaya."Kau ditangkap karena merencanakan tindakan makar!" seru Sang Raja.Para prajurit langsung terdiam begitu tahu siapa yang muncul."Jika kalian masih membela dia, maka kalian dianggap pembangkang!" teriak Sang Raja.Semua prajurit tidak ada yang berani bergerak. Sementara sang senapati sudah kehilangan harapan. Dia sangat dendam kepada Danurwenda, tetapi apa daya sekarang dia hanya manusia biasa tanpa kekuatan.Kemudian Sang Raja memerintahkan agak senapati ditangkap dan dibawa ke istana.Pagi-pagi buta di istana Nunuk. Danurwenda diundang ke kamarnya Nila Saroya. Kamar yang
Sang Prabu membuat gerakan mendorong dengan satu tangan ke arah mulut gua. Sekelebat angin lembut menderu membelah air sungai sehingga membentuk sebuah jalan."Mari!" ajak Sang Raja.Danurwenda dan Nila Saroya mengikuti Sang Raja melangkah di jalan air yang terbentuk secara ajaib ini sampai berada di sisi sungai sebelah barat. Setelah itu jalan air ini menutup kembali.Ternyata di luar sudah hampir gelap. Sang Raja yang mengenakan pakaian resi terus berjalan ke tengah hutan di dekat hulu sungai itu.Sampai di suatu tempat yang agak lapang, Sang Prabu berhenti lalu kedua tangannya bertepuk pelan. Tiba-tiba dari kegelapan muncul sebuah kereta kuda tanpa kusir dan berhenti di depan Sang Raja."Silakan naik," kata Sang Raja.Danurwenda langsung menjura. "Silakan Gusti Prabu dan Tuan Putri yang naik duluan, biar saya yang menjadi kusir!"Sang Raja tersenyum lalu naik ke kereta diikuti Nila Saroya yang agak ragu-ragu. Kereta kuda pun berangkat setelah Danurwenda duduk di tempat kusir dan me
Nila Saroya ingat kemarin hampir menikah dengan lelaki yang tak dicintainya. Sekarang setelah bersama Danurwenda dia lupa kalau sudah punya kekasih yang sangat dicintainya. Entah bagaimana kabar sang kekasih saat ini setelah ada kabar tentang ayahnya ini."Kau mau di bawah atau di atas?" Pertanyaan Danurwenda membuyarkan lamunan dan mengejutkannya."Ap- apa?""Kau mau tidur di mana, di atas dipan atau di lantai?" ulang Danurwenda."Kau di mana?" Nila Saroya balik tanya."Terserah kamu yang duluan, atau mau bareng-bareng saja di atas?" Danurwenda lemparkan kerlingan mata yang memikat.Dari awal dia tahu sifat gadis ini pendiam dan pemalu, tapi dia tahu apa yang dirasakan di dalam hati Nila Saroya."Ap-, tid-, eh. Aku di sini saja!" Nila Saroya segera naik ke atas dipan. Dia tak bisa menyembunyikan kegugupannya.Kemudian Nila Saroya berbaring membelakangi Danurwenda. Cukup lama keduanya saling diam. Akhirnya Danurwenda merebahkan diri di sebelah Nila Saroya.Nila Saroya kaget ketika mer
"Ayo lari!"Danurwenda membawa dua orang yang jadi buruan ini masuk ke bukit, menyelinap ke balik bebatuan besar sehingga dalam waktu singkat jejak mereka hilang."Siapa yang melarikan mereka?" tanya si pemimpin di atas kuda setelah sampai di sana."Danurwenda!""Pendekar yang jadi kepercayaan istana Galuh itu?""Benar, Ketua!"Si pemimpin langsung maklum kenapa lima anak buahnya ini tidak menyerang."Cari terus, biar aku yang menghadapi Danurwenda!" perintah si pemimpin.Sementara itu Danurwenda sudah menyelinap ke tempat yang sulit di jangkau. Dengan kepiawaiannya dia bisa membawa dua orang yang sedang dilindunginya.Akhirnya mereka sampai ke sebuah gua kecil tersembunyi di lereng bukit. Lelaki setengah baya itu tergopoh-gopoh sambil mengatur napasnya.Sementara si gadis yang tidak lain Tuan Putri bernama Nila Saroya sudah duduk menyandar ke dinding gua."Terima kasih, Anak muda!" ujar lelaki setengah baya. Danurwenda hanya mengangguk pelan dengan tersenyum."Ki Narya, sebenarnya si
Di sebuah desa di wilayah kekuasaan Kerajaan Nunuk. Di dalam kamar sebuah rumah besar, tampak seorang gadis cantik sedang merenung menyendiri."Ini hari pernikahan Tuan Putri, kenapa masih menyendiri di sini, tukas rias sudah menunggu di kamar Tuan Putri!" kata seorang gadis lain yang merupakan pembantu di rumah ini."Aku tidak mau dijodohkan dengan dia, orangnya jelek, perangainya buruk lagi. Terus kenapa ayah belum juga pulang dari istana. Semakin kesal saja, aku mau kabur saja!""Heh, jangan, Tuan Putri!"Gadis yang dipanggil Tuan Putri ini tiba-tiba berbinar matanya begitu melihat sosok pembantunya. Bentuk tubuh dia dengan pembantunya ini hampir mirip, hanya wajah saja yang berbeda.Lalu si Tuan Putri ini tiba-tiba menarik si pembantu keluar menuju kamarnya yang sudah ada beberapa orang tukang rias. Dia ingat semua tukang rias tidak ada yang mengenali dirinya."Ini Tuan Putri yang akan dirias!" kata Si Tuan Putri sambil mendorong pembantunya. Si pembantu tampak bingung."Sudah, ik
Setelah ada pesta menyambut kemenangan atas bebasnya desa Cipeundeuy dari penindasan Raksana dan Gumara.Delapan orang pemanah diangkat menjadi kelompok keamanan desa. Beberapa orang sesepuh juga diminta untuk menjadi pejabat pengurus desa.Suasana di rumah itu sudah sepi. Tinggal Danurwenda bersama gadis berkulit hitam manis itu. Setelah diperhatikan, Kinasih cantik juga.Tubuh gadisnya sudah matang sehingga membentuk lekuk yang membuat para lelaki menelan ludah."Setelah tahu siapa kamu, aku tidak bisa menahanmu pergi!" ujar Kinasih sambil menatap tajam penuh arti. Bola mata gadis ini seakan ingin meloncat menembus kedua mata si pemuda."Padahal aku ingin kau lebih lama di sini, bahkan tetap tinggal di sini!" Lanjut si gadis mengharap."Mungkin lain kali, aku akan tinggal lebih lama. Apalagi bersama gadis secantik kamu!""Jangan mudah berjanji!" Kinasih tersipu. "Mungkin kau akan lupa, apalagi di kota raja banyak gadis-gadis cantik!"Danurwenda menatap gadis itu lekat. Tidak dapat d
Gumara kaget, segera menghampiri anak buahnya yang jatuh itu. Sebuah anak panah menancap tepat di dada menusuk jantung."Pembokong sialan!""Ada apa, Anakku?""Lihatlah, Pak!"Gumara menyapukan pandangan, tak ada yang mencurigakan. Bahkan seolah-olah angin pun diam tak bergerak."Apa rencana mereka?" gumam Raksana sambil memandang anak panah yang sudah dicabutnya."Aaah!"Brukk!Satu lagi di tempat lainnya tampak terpental lalu ambruk tak berkutik. Setelah diperiksa juga sama terpanah tepat di jantungnya. Semakin marah Gumara dan ayahnya melihat kejadian ini."Setan alas!""Bedebah!"Apa yang terjadi sebenarnya?Selama tiga hari menghilang, Danurwenda dan Kinasih secara sembunyi-sembunyi menemui warga-warga desa. Mereka mengajak warga untuk melawan Raksana.Namun, kebanyakan menolak karena takut dan tak punya kemampuan. Hingga akhirnya Danurwenda punya gagasan mencari dan menemui orang-orang yang suka berburu.Kebanyakan mereka ahli dalam memanah buruan di hutan. Setelah diajak dan di
"Tunggu pembalasan kami, bocah!" seru salah satunya."Siapa mereka?" tanya Danurwenda setelah kelima orang itu lenyap."Mereka anak buahnya Raksana," jawab si gadis berkulit aga gelap, tapi manis."Raksana?"Kemudian si gadis menceritakan keadaan desanya yang dilanda kekacauan atas ulah seorang warga berilmu tinggi yang menggunakannya untuk menindas warga yang lain."Bahkan Raksana dan Gumara, anaknya, telah membunuh Ki Kuwu. Desa Cipeundeuy dikuasai mereka dan anak buahnya, berbuat sewenang-wenang. Memungut upeti panen seenaknya kepada warga,""Tidak ada yang memberitahukan ke kerajaan?""Setiap ada yang mau ke kerajaan selalu ketahuan, ditangkap, disiksa bahkan dibunuh!""Wah, kejam sekali mereka!""Lebih biadab lagi, Gumara selalu melecehkan gadis-gadis desa. Jika ada yang disukainya, akan ditangkap dan dijadikan budak nafsunya."Naluri Danurwenda yang baik ingin berbuat sesuatu untuk menolong desa ini dari kesewenang-wenangan. Tidak mengapa perjalanan pulangnya terhambat kalau unt
Rupanya Danurwenda tidak tahan melihat tubuh indah Dewi Kalajenget sejak tidak sengaja menyentuh buah montoknya. Sintal, sepasang gunung yang besar. Lebih besar dari wanita yang pernah dia temui sebelumnya.Padahal usia Dewi Kalajenget jauh lebih tua, tapi lekuk tubuhnya masih menggoda. Kulit mulus dan kencang. Dia ingat Putri Angin yang memiliki kecantikan sempurna, tapi tidak sesekal wanita ini.Entah kenapa akhir-akhir ini Danurwenda seperti gampang haus asmara. Kerinduan kepada Setyawati membuatnya mencari pelampiasan kepada wanita lain.Wanita itu menggelinjang kegelian. Bahkan kedua tangannya bergerak menarik punggung Danurwenda sehingga pemuda ini menindih tubuhnya.Kembennya telah terlepas begitu saja sehingga bagian atas tubuhnya terpampang bebas tanpa penghalang. Danurwenda mengatur perasaannya. Kulit tubuh Dewi Kalajenget memberikan sensasi nikmat yang beda. Apalagi dua bulatan yang mengganjal di dada."Aku akan mengabulkan keinginanmu," bisik Danurwenda di telinga Dewi Kal