"Rey, yang pinter ya. Inget gak boleh bandel sama Oma, atau Opa. Janji?" kata Royan sambil mengacungkan kelingkingnya.
"Janji. Rey gak akan bandel dan ngerepotin Oma, Opa." Rey menautkan kelingking kecilnya pada Royan.
"Tante juga janji dulu sama Reyhan. Tante bakal balik lagi, kan?" kata Rey yang juga mengacungkan kelingking tangan sebelahnya pada Rachel.
"Iya, Tante balik lagi kok." Rachel menautkan kelingkingnya pada Rey, walaupun sebenarnya ia takut bahwa tidak akan pernah kembali lagi, dan menetap di kota asalnya.
Saat akhir pekan, tentu saja bandara dipadati oleh orang-orang yang hendak berlibur. Abimanyu, dan Tiara mengantarkan Rey yang ingin melihat keberangkatan Rachel, dan Royan. Pada akhirnya dengan persetujuan Abimanyu, Royan tetap memilih untuk mengantarkan Rachel ke kota tujuannya. Selain itu, Royan harus mengurus bisnis perpanjangan kontrak dengan Adnan, Papa Rachel, dan beberapa urusan lainnya.
"Kita masuk dulu, ya. Mama sama Papa h
"Jeffry!" teriak Rachel."Hallo. Lama nggak ketemu kita, Chel," ujar Pria yang ada di belakang Rachel."Banget!" jawab Rachel."Siang Tante, Om, eh ...." Jeffry terhenti karena tak pernah mengenali wajah Royan."Ah, ini pacar aku, Royan." Rachel dengan bangga mengenalkan lelakinya yang tampan."Oh Royan ya, salam kenal," kata Jeffry. "Yaudah Chel, lanjut dulu makannya. Aku keburu ada meeting," tutup Jeffry yang langsung berpamitan, dan meninggalkan keluarga tersebut."Siapa Chel?" tanya Royan."Mantan." Rachel dengan cueknya malah melanjutkan perjamuan makannya."Oh masih diakuin ternyata, Pa," kata Eva yang menahan tawa bersama suaminya."Eh, emang kenapa, Ma?" tanya Royan yang penasaran dengan cerita itu."Nggak kok Roy, Jeffry itu pacar pertamanya Rachel, jaman SD," jelas Eva yang juga tak sanggup lagi menahan tawanya."Tahu nggak Roy parahnya apa?" tambah Adnan."Kenapa, Pa?" Royan semakin penasa
Setelah menunggu selama sepuluh menit di loket pembelian tiket, kini Rachel dan Royan sudah memijakan kaki mereka pada salah satu kubik bianglala dengan nomor empat belas. Wajah Royan yang biasanya sangat datar, dan dingin kini entah mengapa bibirnya terangkat dengan indah. Senyum seakan tak lepas dari wajah tampannya sejak mereka mulai terangkat perlahan dalam bianglala. Rachel merasa sedang mengajak anaknya untuk jalan-jalan di pasar malam, dan Royan memerankan diri sebagai anaknya."Kalo aja Rey ikut, pasti dia seneng banget," kata Royan."Seneng lah, orang Papa nya aja seneng banget padahal cuma naik bianglala," goda Rachel."Ini namanya bukan seneng, tapi mengagumi," ujar Royan menutupi rasa malunya."Padahal Mas bisa aja loh beli bianglala nya, kenapa seneng banget." Rachel tidak bisa membaca apa yang dirasakan oleh Royan."Dulu kan aku gapunya duit, Chel," jawab Royan santai.Mendengar hal tersebut membuat Rachel semakin yakin bahwa p
Setelah menetap berhari-hari di rumah Rachel, Royan merasa bahwa ia selama ini kurang baik memperlakukan Rachel. Pagi buta, Eva sudah membuatkan makanan super lengkap untuk putrinya tersebut, saat siang hari yang panas, Adnan memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mencari buah-buahan di kebun agar bisa digunakan oleh Eva membuat es buah. Royan juga semakin bersalah saat Eva dan Adnan memperlakukannya dengan baik, seperti anaknya sendiri. Sedangkan Tiara sering melontarkan kata-kata yang menyinggung Rachel, walaupun Abimanyu sudah sering memperingatkannya.Semakin lama di sini membuat Royan sering merindukan putranya di rumah, bahkan dua hari lalu Abimanyu menelponnya karena Rey tidak mau makan. Royan tahu betul bahwa putranya tersebut jika tidak mau makan, berarti ia pribadi yang harus menyiapkan dan menemaninya makan."Jadi, Mas rencananya mau balik duluan?" tanya Rachel"Mas kepikiran Rey terus, Chel." Royan mengutarakan kegundahannya."Rachel juga
Keposesifan Royan yang ada malah semakin membuat wanita di sana menggila. Aura pertempuran begitu terasa saat Royan meraih tangan Rachel, dan tidak memberinya kesempatan untuk berbincang kembali dengan Dimas. Roy sudah mengenal pria tersebut sejak pertama kali berada di kebun Adnan dua tahun yang lalu. Ia juga sebenarnya adalah penanggung jawab saat Royan berkeliling di sini dulu."Mas Roy ih, main tarik aja. Rachel belum selesai ngobrolnya sama Dimas," ujar Rachel kesal."Katanya tadi mau keliling kebun, ya ayo ikut Mas aja kalo gitu," sanggah Royan."Ya maksudnya bukan keliling yang bener-bener jalan gitu, Mas. Cuma mau ngobrol sama pekerja di sini," bantah Rachel."Yaudah tuh ngomong sama Pak Ahmad, ada di depan kamu malah," kata Royan sambil menoleh ke arah Pak Ahmad."Eh, Pak Ahmad. Maaf Pak, Rachel nggak ngeliat tadi," sapa Rachel."Iya, Mbak Rachel. Bapak kan juga nggak mau ganggu pertengkaran suami istri," canda Pak Ahmad."Si
Setelah siang tadi Royan seakan memenangkan pertempuran melawan Dimas karena calon ibu mertuanya, kini ia berinisiatif untuk membantu wanita tersebut menyiapkan makan malam, agar Royan semakin mendapat nilai lebih di mata Adnan dan Eva. Selain itu, ia juga merasa tak enak, selama dua minggu ini, dirinya tidak diperbolehkan membantu apapun, dan hanya disuruhnya istirahat, padahal Royan sedang baik-baik saja."Chel, pasar deket sini yang buka malem ada?" tanya Royan memasuki kamar Rachel."Ada, Mas. Tapi biasanya terbatas sih, cuma ada sayur, sama ikan atau ayam gitu," kata Rachel yang masih fokus pada pekerjaannya."Anterin Mas bentar dong," ujar Royan sambil melangkah ke arah ranjang Rachel."Kenapa? Mas mau masak?" tanya Rachel antusias."Kamu udah sering ngerasain masakanku, kenapa masih antusias gitu sih." Royan terkekeh dan mengelus rambut Rachel."Biasanya aku ngerasain setiap hari, tapi selama di sini Mas nggak masak sama sekali." Rach
Mempersiapkan kepulangannya besok, membuat Royan kini disibukan dengan mengemasi barang. Tak terasa dirinya sudah dua minggu di sini, dan banyak barang baru yang dibelinya, masih ada juga oleh-oleh untuk Abimanyu dan Tiara, belum lagi segudang mainan yang dibelikan oleh Adnan dan Eva untuk Reyhan. Royan sangat merasa bersyukur bisa diterima di dalam keluarga ini dengan baik, dan akan memenuhi janjinya pada Eva yang sudah ia ucapkan tadi malam."Udah mulai packing, Roy?" tanya Eva yang sudah berdiri di ambang pintu."Iya, Ma. Barangnya banyak banget ini, jadi harus nyicil packingnya." Royan menunjukkan kopernya yang sudah kelebihan muatan."Kamu ini natanya kurang rapi, sini Mama bantuin," ujar Eva."Mama nggak repot, Ma?" tanya Royan."Nggak, hari ini santai. Papa minta biar makan siang pekerja yang di kebun beli aja, Mama biar fokus di rumah mungkin kamu perlu bantuan," kata Eva."Royan jadi sungkan, Ma. Ngerepotin mulu," ujar Royan tak ena
Rachel terus mengecek ponsel, tidak biasanya Royan sampai mengabaikan pesan darinya. Bahkan saat ada pekerjaan di luar kota pun, Royan akan tetap membalas pesan dari Rachel walau butuh waktu lama. Hari sudah mulai gelap, dan tak ada kabar mengenai Royan yang sudah sejak tadi berangkat ke kebun Adnan. Rachel yang awalnya merajuk, sudah merelakan diri mengirim pesan pada Royan untuk meminta maaf, namun yang ada pria tersebut malah mengabaikannya. Suara motor memasuki pekarangan rumah, dan membuat Rachel langsung beranjak dari tempatnya. Secepat kilat ia berlari untuk membuka pintu, dan ternyata yang muncul adalah Adnan dengan penuh keringat. Rachel tak putus asa, jika memang Adnan saja sudah pulang, harusnya Royan juga ada di belakangnya, karena tidak mungkin kekasihnya itu ditinggal sendiri di kebun. "Pa, Mas Roy mana?" tanya Rachel panik. "Hah? Kok nanya Papa, orang Papa baru sampe begini," jawab Adnan. "Kan Mas Roy ke kebun Papa," kata Rachel yang se
Rachel mengira bahwa lamaran romantis dari Royan telah berakhir, namun nyatanya kini pria tersebut yang ada malah mengeluarkan kue red velvet kesukaan Rachel. Royan memindahkan kursinya yang tadi berada di seberang, kini berada di sam[ing Rachel."Pengen red velvet kan?" tanya Royan."Ini bikinan Mas sendiri?" Rachel tak pernah tahu bahwa Royan juga berbakat membuat kue."Kenapa, nggak percaya?" ujar Royan sambil menyendokan sepotong kue pada Rachel."Enak banget, parah!" kata Rachel mengangkat bahunya, merinding."Lebih enak dari buatan toko favoritmu?" goda Royan."Udah, aku nggak usah beli lagi. Mas bikinin buat aku kalo lagi pengen," ujar Rachel yang sudah mengambil alih sendok dari tangan Royan."Belum-belum udah ngomongin ngidam nih?" Royan menatap Rachel yang mukanya sudah memerah."Bukan ngidam juga maksudnya, Mas. Kan kepengen aja, belum tentu ngidam," jawab Rachel panik."Iya, kan Mas cuma bercanda. Pelan
Rachel mengira dengan dirinya datang ke acara tersebut semua akan berjalan seperti biasa. Toh ini juga bukan sekali dua kali ia menghadiri acara serupa. Namun, jauh di depan sana, ada hal yang sangat Rachel sesali setelah memutuskan untuk datang ke rumah Rara hari ini. Kecanggungan juga masih jelas terasa di antara jarak yang memisahkan Mike dan Rachel setelah percakapan sebelumnya."Sebentar lagi kita masuk ke pekarangan rumah Bu Rara. Saya mohon maaf tidak bisa menunggu karena sedang ada pekerjaan lain. Tolong nanti segera kabari saya, Bu Rachel." Mike memecah keheningan dengan menyampaikan informasi yang sebenarnya Rachel juga sudah mengetahuinnya.Rachel hanya mengangguk tanda setuju, ia juga tidak ingin merepotkan Mike dengan membuatnya menunggu di sini. Karena ia pun tahu bahwa saat ibu-ibu sosialita ini berkumpul, tak akan cukup satu dua jam menyelesaikannya. Pekarangan rumah Bu Rara memang tidak semegah rumah ibu-ibu yang lain, namun tak kalah indah dengan milik Rachel. Bunga
Setelah kepindahan mereka ke rumah baru, seperti dugaan semua berjalan lancar. Royan dan Rachel bisa lebih mengendalikan waktu mereka sehari-hari. Sesekali keduanya juga mengunjungi Abimanyu dan Tiara. Semua seakan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran apalagi tangisan Rachel yang biasanya terus mengalir saat masih di apartmen."Babe, aku harus ke luar kota lumayan lama." Royan membuka pembicaraan mereka di meja makan."Ada urusan penting, Mas?" tanya Rachel yang masih sibuk menyiapkan sarapan sambil mendengarkan Royan."Iya, mau ada proyek baru di luar pulau. Semuanya aman sih, cuma emang ada aja yang cari masalah. Jadi Mas harus ke sana sendiri," jawab Royan menjelaskan."Oh, yang mau ada proyek besar itu. Kemarin ibu-ibu juga banyak yang bilang kalo suaminya pada pulang telat karena ada proyek baru. Aku udah pede banget nih karena Mas masih di rumah. Eh ternyata sama aja nasibnya, haha." Rachel bercanda untuk memastikan pada Royan ia akan baik-baik sa
Wajah yang tadi penuh harapan kini berubah seketika saat ia melihat hanya ada satu garis pada benda pengukur kehamilan itu. Dunia Rachel seakan runtuh sekali lagi, karena ia tadi sudah sangat berharap untuk melihat dua garis di sana. Dari luar kamar mandi, Royan mendengar sayup-sayup tangisan Rachel, dan sudah bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam sana. Dengan secepat kilat, ia segera masuk ke dalam, dan menemukan Rachel yang sedang terduduk lemas di lantai serta masih memegang erat benda putih tersebut."Mas, kapan aku bisa hamil," isak tangis Rachel membuat kata-katanya terbata."Sabar. Dia bakal datang kalo udah waktunya, Chel. Semua udah ada yang atur, toh kita juga udah usaha." Royan menenangkan istrinya."Tapi aku juga pengen bahagiain Mas Roy," katanya sekali lagi."Siapa bilang kamu belum bahagiain aku? tiap hari aku udah bersyukur kamu ada di sini, Chel. Yang penting kamu sehat, happy, dan nggak terterkan, Mas udah seneng banget," jelas Royan
Setelah mendengar kabar bahwa Papanya akan dioperasi hari ini, Royan segera bergegas menuju rumah sakit yang sudah diberitahukan oleh Tiara melalui telepon. Suara mamanya itu nampak khawatir dan juga sedang terdengar menangis. Royan semakin laju mengemudikan mobilnya, membelah ramainya Ibu Kota berharap bahwa mereka bisa sampai di sana sebelum operasi berlangsung. Kemarin saat mereka mengunjungi rumah utama, Royan sudah menanyakan hal tersebut pada Abimanyu, dan papanya itu mengatakan bahwa sudah ada jadwal operasi minggu depan.Entah apa yang terjadi, kini papanya sudah berada di sana dan bersiap untuk operasi darurat. Rachel yang baru merasakan hal ini iku terkejut, dan tidak tahu harus berbuat apa. Tadi saat di taman, ia bersegera mengemasi barang bawaan mereka dan menggendong Reyhan tanpa membangunkannya. Karena jika anaknya itu mengetahui kondisi Opanya yang sedang serius, bisa saja ia malah menangis tak tertahankan. Dalam hati Rachel terus berdoa pada tuhan agar memberi
Royan memarkirkan mobilnya sembarangan di halaman rumah utama, ia melihat bahwa mobil yang biasanya dikendarai oleh Mike juga berada di sana. Royan masuk dengan terburu-buru membuat para pekerja yang menyapanya tidak ia hiraukan. Langkah kakinya semakin cepat menuju ruang tengah yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul. Benar saja, Rachel, Rey, Tiara, Abimanyu, dan juga Mike ada di sana. Entah apa yang dilakukan pria itu bersama mereka, namun biasanya ia sama sekali tak pernah bergabung saat keluarga besarnya sedang bersama."Malem, Ma, Pa." Royan masuk dan langsung menyapa kedua orang tuanya."Udah sampai, Roy. Duduk dulu, abis ini kita makan bareng," kata Tiara."Oke, Ma. Royan mau ganti baju dulu sama beres-beres gerah banget ini," kata Royan memberikan kode untuk Rachel agar mengikutinya ke kamar atas."Rachel ke atas juga ya, Ma. Mungkin Mas Roy lagi butuh bantuan," pamit Rachel pada kedua mertuanya, dan diberikan persetujuan oleh Tiara.Rach
"Pa, hari ini kita jalan-jalan yuk," kata Reyhan yang sudah berlarian menuju Royan."Gimana kalo akhir minggu? Papa hari ini pengen istirahat banget," rayu Royan."Oh, Papa lagi capek ya? Yaudah kalo gitu, nanti aja kalo Papa udah nggak capek," jawab Rey pengertian.Rey segera berlari kembali menuju kamarnya, kini ia sudah tidak mau tidur bersama Rachel dan Royan, dan bahkan dengan suka rela langsung menuju kamarnya sendiri. Rachel sadar bahwa keinginan anaknya kembali ditolak oleh Royan, melihat bagaimana reaksinya tadi sepertinya Royan kembali menjanjikan hari lain karena sedang sibuk. Sebenarnya Rachel juga ingin membujuk suaminya itu demi Rey, tapi apa daya jika sudah masuk dalam kesibukan, Royan tidak akan bisa lepas.Kehidupan mereka masih berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial selain Rachel yang kini sudah seperti boneka berjalan. Mengantarkan Rey di pagi hari, kembali dan membersihkan rumah, lalu setelahnya ia akan menghadiri bebe
"Pagi, Pa. Rachel boleh ikut ngobrol bareng," tanya istri Royan begitu memasuki ruang pribadi Abimanyu."Duduk, Chel. Kebetulan kita lagi ngomongin kamu," jawab papa mertuanya."Pa, Royan bisa ngobrolin ini sendiri sama Rachel," sela Royan."Kenapa, Mas? Rachel siap dengerin apa aja kok," kata Rachel sambil menyandarkan dirinya di salah satu bagian sofa sebelah Royan."Kamu habis ngobrol juga sama Mama ya, Chel?" tanya Abimanyu mengawali."Iya, Pa. Mama cerita sedikit soal kejadian dulu, dan kondisi kesehatan Papa sekarang." Rachel menjawab dengan tenang. "Sekarang gimana keadaan Papa, maaf Rachel jarang nanya soal kesehatan Papa," lanjutnya."Tenang aja, Papa baik-baik aja kok, Chel. Cuma ada sedikit masalah, tapi kemungkinan besar masih bisa diatasi," jelas Abimanyu."Syukurlah kalau begitu, Pa." Rachel memberikan senyum terbaiknya."Masalah kesehatan bisa diatasi sama dokter pribadi Papa, tapi masalah perusahaan masih jadi P
"Gimana Mas persiapannya buat besok?" tanya Rachel.Suaminya yang sejak tadi terduduk di depan laptop, kini menoleh ke arahnya yang sudah mengenakan pakaian tidur. Royan hanya menjawab pertanyaan istrinya dengan anggukan, seakan mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja. Namun dibalik seyuman yang diberikan oleh suaminya itu, Rachel tahu bahwa Royan sebenarnya sangat gugup sekaligus memikirkan banyak beban di pikirannya."Rey udah tidur?" kata Royan."Udah, barusan dia udah aku pindahin ke kamar sebelah." Rachel datang, dan menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Royan."Kamu yakin bisa ngurus semuany sendiri?" tanya Royan khawatir."Bisa, Mas. Tenang aja, aku bakal ngurus rumah sekaligus Rey dengan baik. Mas Roy fokus aja sama kerjaan," jawab Rachel menenangkan.Walaupun Royan masih merasa khawatir dengan Rachel, tapi mau tidak mau ia harus mengambil jalan ini. Sesuai dengan kesepakatan yang sudah mereka perbincangkan bersama dengan Abi
"Kamu tau kan Chel, betapa kesalnya Royan sama Mama atau Papa." Tiara melanjutkan perbincangan mereka."Rachel cuma ngerasa aja sih, Ma. Tapi Mas Roy nggak pernah kasih alasannya sama Rachel," jawab istri Royan tersebut."Nanti kamu tanya aja lengkapnya ke dia, yang jelas ini semua juga salah Mama sama Papa juga." Tiara memperbaiki posisi agar bisa menghadap ke arah menantunya itu secara langsung.Mungkin ini pertama kali, ia menatap mata Rachel secara mendalam, setelah dipikir-pikir ini juga bisa jadi menjadi perbincangan mereka setelah Tiara dengan paksa masuk ke rumah mereka sebulan yang lalu. Ia sadar bahwa tindakannya begitu kelewatan, dengan menyinggung masalah keturunan dengan Rachel, karena ia tahu betul bagaimana rasanya saat terus disinggung masalah hal tersebut."Menurut kamu, Mama orangnya kayak apa?" tanya Tiara langsung."Mama? Menurut Rachel sih, Mama orangnya tegas, bisa dipercaya, dan Rachel juga percaya kalau mama istri yang baik,