Setelah kepindahan mereka ke rumah baru, seperti dugaan semua berjalan lancar. Royan dan Rachel bisa lebih mengendalikan waktu mereka sehari-hari. Sesekali keduanya juga mengunjungi Abimanyu dan Tiara. Semua seakan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran apalagi tangisan Rachel yang biasanya terus mengalir saat masih di apartmen.
"Babe, aku harus ke luar kota lumayan lama." Royan membuka pembicaraan mereka di meja makan.
"Ada urusan penting, Mas?" tanya Rachel yang masih sibuk menyiapkan sarapan sambil mendengarkan Royan.
"Iya, mau ada proyek baru di luar pulau. Semuanya aman sih, cuma emang ada aja yang cari masalah. Jadi Mas harus ke sana sendiri," jawab Royan menjelaskan.
"Oh, yang mau ada proyek besar itu. Kemarin ibu-ibu juga banyak yang bilang kalo suaminya pada pulang telat karena ada proyek baru. Aku udah pede banget nih karena Mas masih di rumah. Eh ternyata sama aja nasibnya, haha." Rachel bercanda untuk memastikan pada Royan ia akan baik-baik sa
Rachel mengira dengan dirinya datang ke acara tersebut semua akan berjalan seperti biasa. Toh ini juga bukan sekali dua kali ia menghadiri acara serupa. Namun, jauh di depan sana, ada hal yang sangat Rachel sesali setelah memutuskan untuk datang ke rumah Rara hari ini. Kecanggungan juga masih jelas terasa di antara jarak yang memisahkan Mike dan Rachel setelah percakapan sebelumnya."Sebentar lagi kita masuk ke pekarangan rumah Bu Rara. Saya mohon maaf tidak bisa menunggu karena sedang ada pekerjaan lain. Tolong nanti segera kabari saya, Bu Rachel." Mike memecah keheningan dengan menyampaikan informasi yang sebenarnya Rachel juga sudah mengetahuinnya.Rachel hanya mengangguk tanda setuju, ia juga tidak ingin merepotkan Mike dengan membuatnya menunggu di sini. Karena ia pun tahu bahwa saat ibu-ibu sosialita ini berkumpul, tak akan cukup satu dua jam menyelesaikannya. Pekarangan rumah Bu Rara memang tidak semegah rumah ibu-ibu yang lain, namun tak kalah indah dengan milik Rachel. Bunga
“Bisa lebih cepet gak sih!” ujar seorang pria dengan nada tinggi.Tanpa sepengetahuan pria itu, kini ia sudah menjadi pusat perhatian banyak pasang mata. Tentu saja badannya yang menonjol dari sebagian banyak orang menjadikannya lebih mudah terekspos walaupun berada di ujung ruangan sekalipun.“Mohon maaf, Bapak. Tapi memang antreannya panjang,” jawab seorang wanita bertubuh kurang dari separuh pria tersebut.“Kan kerjanya bisa lebih cepat sedikit, udah tahu antreannya panjang, lelet banget!” kata pria itu sambil menggebu-gebu.Dua penjaga yang ada di depan pintu masuk pun berlari ke arah sumber keributan, karena sudah sangat mengganggu kenyamanan nasabah lainnya. Namun setelah sampai di titik keributan, yang ada penjaga tersebut malah pergi ke arah wanita kurus di belakang meja.“Mbak, aduh kok bisa ini tadi Bapaknya ada di antrean,” ujar seorang security.“Lah tadi yang kasih n
Pintu di hadapan Rachel terbuka lebar-lebar, jika halaman tadi ia ibaratkan pintu surga ini adalah salah satu “brankas”-nya surga. Bagaimana tidak, bahkan tempat abu rokok yang ada di ruangan ini jika ditimbang dan dijual, sudah bisa mendapatkan satu rumah. Belum lagi lemari buku yang nampak klasik itu, mungkin ini adalah salah satu warisan turun temurun dari nenek moyang, nenek, dari neneknya, entah sudah berapa generasi.Buku-buku berjajar rapi membentuk sebuah garis lurus, sebuah chandelier menggantung pasti di langit-langitnya yang tak kalah mewah. Seorang pria sudah menunggunya di ujung meja, badan lelaki itu membelakangi Rachel, dan seklias cahaya lampu mengungkapkan rahasia di balik rambut yang hitam legam tersebut. Sekretaris pribadinya membisikan beberapa hal sampai akhirnya beliau membalikkan badannya. Ia tersenyum sekilas, dan menimbulkan garis-garis halus di tepian mata, namun itu semua tak mengurangi betapa tegas tulang wajahnya.“Selamat
Aneh, tangannya yang besar dan dingin, mengapa terasa sangat hangat. Rachel masih merenungkan apa yang baru saja terjadi, semua seakan berjalan dengan cepat padahal baru saja mereka bertemu di depan pintu, kini pria tinggi tersebut sudah duduk bersama papanya di sofa. Tepat saat mamanya ‘memergoki’ mereka berdua di depan pintu dengan kondisi yang sulit dijelaskan, hal mengejutkan juga kembali terjadi, ternyata papa Rachel mengenali Royan.“Saya tidak menyangka betermu Bapak di sini,” ucap Royan dengan nada sopan membuat Rachel merinding. Apa benar ia orang yang sama dengan pria angkuh tukang bentak-bentak, batin Rachel.“Saya juga loh Pak Royan, jujur saya kaget kok bisa Pak Royan bareng istri dan anak saya,” jawab papa Rachel dengan nada santai, seperti mereka sudah sering bertemu. Mereka pun melanjutakan obrolan santai di sofa sambil sesekali tertawa renyah, membuat Rachel semakin bingung dengan kondisi saat ini, sampai ia
Sejak awal pertemuan saja nyali Rachel sudah menciut, apalagi sekarang dengan santainya pria yang ada di depan Rachel malah menawarkan tumpangan. Kini wanita berambut curly tersebut semakin memandang Rachel dengan tajam. Entah apa yang dipikirkan Royan tadi saat memilih untuk memberikan tumpangan pada Rachel padahal di sampingnya ada wanita yang ia anggap adalah pacar Royan."Yuk!" ajak Royan."Nggak usah Pak, saya naik ojek online aja, pasti ada kok," tolak Rachel."Tetep aja bakalan lama, ini daerah macet kan, dan liat di sekitar sini nggak ada ojek online yang mangkal," jawab Royan.
Brigita melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan yang tepat berada di ujung lorong, emosinya masih meluap-luap sejak ia menjumpai wanita asing naik ke mobil mantan tunangannya, Royan. Ia masih belum dapat menerima kenyataan bahwa Royan tidak memilihnya, bahkan kini perlahan pria itu malah mencampakannya. Seandainya waktu itu Gita tidak melakukan kesalahan fatal yang dibenci oleh Roy, mungkin saat ini ia masih lancar mempersiapkan pernikahan mereka sambil memandangi tempat-tempat indah untuk pergi honeymoon.Kursi empuknya tidak bisa lagi ia gunakan untuk menenangkan diri, bayangan Roy dengan wanita itu masih saja menghantui Gita setiap detiknya. Ingin sekali rasanya Gita menelpon Roy dan menanyakan siapa sebenarnya wanita itu, dan apakan dia alasan Roy meninggalkan Gita dengan dalih membenci kebiasaan yang dimilikinya. Sebagai orang yang ambisius, Gita tidak akan pernah bisa membiarkan apa yang menjadi miliknya malah direbut oleh orang lain tepat di depan mat
Suasana makan malam di keluarga Abimanyu semakin terasa dingin setelah Royan dengan santainya mendeklarasikan bahwa ia memang sudah memiliki wanita lain di hatinya. Walaupun hati Eva serasa bergemuruh, namun ia tidak bisa melakukan apapun karena suaminya nampak menyetujui hubungan tersebut. Tanpa disangka malaikat kecil yang menyayangi Oma nya juga ikut berpendapat tentang kisah cinta papanya.“Tante Rachel baik banget loh, Opa. Kemarin Rey ditolongin naik lift,” kata pria mungil tersebut.“Kok bisa ditolongin sama Tante Rachel, emang Rey mau ke mana?” tanya Abimanyu penasaran.“Mau pulang. Tante Rachel rumahnya pas ada di depan rumah kita. Iya kan, Pa?” jawab Rey dengan polos.“Ya!” sahut Royan singkat.Bagai jatuh tertimpa tangga, saat ini Eva tidak lagi memiliki kekuatan untuk berdebat, ataupun hanya sekedar menanggapi obrolan dari suami, anak, dan cucunya tersebut. Ia masih belum bisa men
Reyhan masih terus mengusap pipi Rachel yang sudah basah karena air matanya. Ia bahkan tak mengenal mamanya Rey, tapi entah mengapa membayangkan pria kecil, dan tampan ini harus hidup tanpa seorang ibu, membuat hati Rachel sakit.“Tenang aja, Tante. Rey masih punya Papa kok,” kata pria kecil itu menenangkan Rachel.“Papanya Rey sekarang di mana?” jawab Rachel yang sudah mulai merasa baik.“Lah, kan Tante yang tahu duluan kalo Papa lagi ke luar kota,” ujar Rey yang kembali sibuk mengunyah camilan cokelat nya.Rachel dengan susah payah memahami apa yang sedang terjadi saat ini, bahkan jiwanya yang baru saja kembali kini entah pergi kemana lagi. Secara spontan berbagai potongan kejadian memaksa masuk ke kepala kecil Rachel. Hari dimana Rey memanggil Royan dengan sebutan ‘Pa’ kembali teringat olehnya. Rachel sebenarnya bukan tipikal orang yang bodoh, namun entah mengapa akhir-akhir ini otaknya tidak bisa mencern
Rachel mengira dengan dirinya datang ke acara tersebut semua akan berjalan seperti biasa. Toh ini juga bukan sekali dua kali ia menghadiri acara serupa. Namun, jauh di depan sana, ada hal yang sangat Rachel sesali setelah memutuskan untuk datang ke rumah Rara hari ini. Kecanggungan juga masih jelas terasa di antara jarak yang memisahkan Mike dan Rachel setelah percakapan sebelumnya."Sebentar lagi kita masuk ke pekarangan rumah Bu Rara. Saya mohon maaf tidak bisa menunggu karena sedang ada pekerjaan lain. Tolong nanti segera kabari saya, Bu Rachel." Mike memecah keheningan dengan menyampaikan informasi yang sebenarnya Rachel juga sudah mengetahuinnya.Rachel hanya mengangguk tanda setuju, ia juga tidak ingin merepotkan Mike dengan membuatnya menunggu di sini. Karena ia pun tahu bahwa saat ibu-ibu sosialita ini berkumpul, tak akan cukup satu dua jam menyelesaikannya. Pekarangan rumah Bu Rara memang tidak semegah rumah ibu-ibu yang lain, namun tak kalah indah dengan milik Rachel. Bunga
Setelah kepindahan mereka ke rumah baru, seperti dugaan semua berjalan lancar. Royan dan Rachel bisa lebih mengendalikan waktu mereka sehari-hari. Sesekali keduanya juga mengunjungi Abimanyu dan Tiara. Semua seakan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran apalagi tangisan Rachel yang biasanya terus mengalir saat masih di apartmen."Babe, aku harus ke luar kota lumayan lama." Royan membuka pembicaraan mereka di meja makan."Ada urusan penting, Mas?" tanya Rachel yang masih sibuk menyiapkan sarapan sambil mendengarkan Royan."Iya, mau ada proyek baru di luar pulau. Semuanya aman sih, cuma emang ada aja yang cari masalah. Jadi Mas harus ke sana sendiri," jawab Royan menjelaskan."Oh, yang mau ada proyek besar itu. Kemarin ibu-ibu juga banyak yang bilang kalo suaminya pada pulang telat karena ada proyek baru. Aku udah pede banget nih karena Mas masih di rumah. Eh ternyata sama aja nasibnya, haha." Rachel bercanda untuk memastikan pada Royan ia akan baik-baik sa
Wajah yang tadi penuh harapan kini berubah seketika saat ia melihat hanya ada satu garis pada benda pengukur kehamilan itu. Dunia Rachel seakan runtuh sekali lagi, karena ia tadi sudah sangat berharap untuk melihat dua garis di sana. Dari luar kamar mandi, Royan mendengar sayup-sayup tangisan Rachel, dan sudah bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam sana. Dengan secepat kilat, ia segera masuk ke dalam, dan menemukan Rachel yang sedang terduduk lemas di lantai serta masih memegang erat benda putih tersebut."Mas, kapan aku bisa hamil," isak tangis Rachel membuat kata-katanya terbata."Sabar. Dia bakal datang kalo udah waktunya, Chel. Semua udah ada yang atur, toh kita juga udah usaha." Royan menenangkan istrinya."Tapi aku juga pengen bahagiain Mas Roy," katanya sekali lagi."Siapa bilang kamu belum bahagiain aku? tiap hari aku udah bersyukur kamu ada di sini, Chel. Yang penting kamu sehat, happy, dan nggak terterkan, Mas udah seneng banget," jelas Royan
Setelah mendengar kabar bahwa Papanya akan dioperasi hari ini, Royan segera bergegas menuju rumah sakit yang sudah diberitahukan oleh Tiara melalui telepon. Suara mamanya itu nampak khawatir dan juga sedang terdengar menangis. Royan semakin laju mengemudikan mobilnya, membelah ramainya Ibu Kota berharap bahwa mereka bisa sampai di sana sebelum operasi berlangsung. Kemarin saat mereka mengunjungi rumah utama, Royan sudah menanyakan hal tersebut pada Abimanyu, dan papanya itu mengatakan bahwa sudah ada jadwal operasi minggu depan.Entah apa yang terjadi, kini papanya sudah berada di sana dan bersiap untuk operasi darurat. Rachel yang baru merasakan hal ini iku terkejut, dan tidak tahu harus berbuat apa. Tadi saat di taman, ia bersegera mengemasi barang bawaan mereka dan menggendong Reyhan tanpa membangunkannya. Karena jika anaknya itu mengetahui kondisi Opanya yang sedang serius, bisa saja ia malah menangis tak tertahankan. Dalam hati Rachel terus berdoa pada tuhan agar memberi
Royan memarkirkan mobilnya sembarangan di halaman rumah utama, ia melihat bahwa mobil yang biasanya dikendarai oleh Mike juga berada di sana. Royan masuk dengan terburu-buru membuat para pekerja yang menyapanya tidak ia hiraukan. Langkah kakinya semakin cepat menuju ruang tengah yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul. Benar saja, Rachel, Rey, Tiara, Abimanyu, dan juga Mike ada di sana. Entah apa yang dilakukan pria itu bersama mereka, namun biasanya ia sama sekali tak pernah bergabung saat keluarga besarnya sedang bersama."Malem, Ma, Pa." Royan masuk dan langsung menyapa kedua orang tuanya."Udah sampai, Roy. Duduk dulu, abis ini kita makan bareng," kata Tiara."Oke, Ma. Royan mau ganti baju dulu sama beres-beres gerah banget ini," kata Royan memberikan kode untuk Rachel agar mengikutinya ke kamar atas."Rachel ke atas juga ya, Ma. Mungkin Mas Roy lagi butuh bantuan," pamit Rachel pada kedua mertuanya, dan diberikan persetujuan oleh Tiara.Rach
"Pa, hari ini kita jalan-jalan yuk," kata Reyhan yang sudah berlarian menuju Royan."Gimana kalo akhir minggu? Papa hari ini pengen istirahat banget," rayu Royan."Oh, Papa lagi capek ya? Yaudah kalo gitu, nanti aja kalo Papa udah nggak capek," jawab Rey pengertian.Rey segera berlari kembali menuju kamarnya, kini ia sudah tidak mau tidur bersama Rachel dan Royan, dan bahkan dengan suka rela langsung menuju kamarnya sendiri. Rachel sadar bahwa keinginan anaknya kembali ditolak oleh Royan, melihat bagaimana reaksinya tadi sepertinya Royan kembali menjanjikan hari lain karena sedang sibuk. Sebenarnya Rachel juga ingin membujuk suaminya itu demi Rey, tapi apa daya jika sudah masuk dalam kesibukan, Royan tidak akan bisa lepas.Kehidupan mereka masih berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial selain Rachel yang kini sudah seperti boneka berjalan. Mengantarkan Rey di pagi hari, kembali dan membersihkan rumah, lalu setelahnya ia akan menghadiri bebe
"Pagi, Pa. Rachel boleh ikut ngobrol bareng," tanya istri Royan begitu memasuki ruang pribadi Abimanyu."Duduk, Chel. Kebetulan kita lagi ngomongin kamu," jawab papa mertuanya."Pa, Royan bisa ngobrolin ini sendiri sama Rachel," sela Royan."Kenapa, Mas? Rachel siap dengerin apa aja kok," kata Rachel sambil menyandarkan dirinya di salah satu bagian sofa sebelah Royan."Kamu habis ngobrol juga sama Mama ya, Chel?" tanya Abimanyu mengawali."Iya, Pa. Mama cerita sedikit soal kejadian dulu, dan kondisi kesehatan Papa sekarang." Rachel menjawab dengan tenang. "Sekarang gimana keadaan Papa, maaf Rachel jarang nanya soal kesehatan Papa," lanjutnya."Tenang aja, Papa baik-baik aja kok, Chel. Cuma ada sedikit masalah, tapi kemungkinan besar masih bisa diatasi," jelas Abimanyu."Syukurlah kalau begitu, Pa." Rachel memberikan senyum terbaiknya."Masalah kesehatan bisa diatasi sama dokter pribadi Papa, tapi masalah perusahaan masih jadi P
"Gimana Mas persiapannya buat besok?" tanya Rachel.Suaminya yang sejak tadi terduduk di depan laptop, kini menoleh ke arahnya yang sudah mengenakan pakaian tidur. Royan hanya menjawab pertanyaan istrinya dengan anggukan, seakan mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja. Namun dibalik seyuman yang diberikan oleh suaminya itu, Rachel tahu bahwa Royan sebenarnya sangat gugup sekaligus memikirkan banyak beban di pikirannya."Rey udah tidur?" kata Royan."Udah, barusan dia udah aku pindahin ke kamar sebelah." Rachel datang, dan menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Royan."Kamu yakin bisa ngurus semuany sendiri?" tanya Royan khawatir."Bisa, Mas. Tenang aja, aku bakal ngurus rumah sekaligus Rey dengan baik. Mas Roy fokus aja sama kerjaan," jawab Rachel menenangkan.Walaupun Royan masih merasa khawatir dengan Rachel, tapi mau tidak mau ia harus mengambil jalan ini. Sesuai dengan kesepakatan yang sudah mereka perbincangkan bersama dengan Abi
"Kamu tau kan Chel, betapa kesalnya Royan sama Mama atau Papa." Tiara melanjutkan perbincangan mereka."Rachel cuma ngerasa aja sih, Ma. Tapi Mas Roy nggak pernah kasih alasannya sama Rachel," jawab istri Royan tersebut."Nanti kamu tanya aja lengkapnya ke dia, yang jelas ini semua juga salah Mama sama Papa juga." Tiara memperbaiki posisi agar bisa menghadap ke arah menantunya itu secara langsung.Mungkin ini pertama kali, ia menatap mata Rachel secara mendalam, setelah dipikir-pikir ini juga bisa jadi menjadi perbincangan mereka setelah Tiara dengan paksa masuk ke rumah mereka sebulan yang lalu. Ia sadar bahwa tindakannya begitu kelewatan, dengan menyinggung masalah keturunan dengan Rachel, karena ia tahu betul bagaimana rasanya saat terus disinggung masalah hal tersebut."Menurut kamu, Mama orangnya kayak apa?" tanya Tiara langsung."Mama? Menurut Rachel sih, Mama orangnya tegas, bisa dipercaya, dan Rachel juga percaya kalau mama istri yang baik,