Aneh, tangannya yang besar dan dingin, mengapa terasa sangat hangat. Rachel masih merenungkan apa yang baru saja terjadi, semua seakan berjalan dengan cepat padahal baru saja mereka bertemu di depan pintu, kini pria tinggi tersebut sudah duduk bersama papanya di sofa. Tepat saat mamanya ‘memergoki’ mereka berdua di depan pintu dengan kondisi yang sulit dijelaskan, hal mengejutkan juga kembali terjadi, ternyata papa Rachel mengenali Royan.
“Saya tidak menyangka betermu Bapak di sini,” ucap Royan dengan nada sopan membuat Rachel merinding. Apa benar ia orang yang sama dengan pria angkuh tukang bentak-bentak, batin Rachel.
“Saya juga loh Pak Royan, jujur saya kaget kok bisa Pak Royan bareng istri dan anak saya,” jawab papa Rachel dengan nada santai, seperti mereka sudah sering bertemu. Mereka pun melanjutakan obrolan santai di sofa sambil sesekali tertawa renyah, membuat Rachel semakin bingung dengan kondisi saat ini, sampai ia tak sadar sudah memasukkan garam alih-alih gula ke teh Royan.
“Rachel ini anak tunggal yang dulu pernah saya ceritakan, Pak,” kata papa Rachel sambil mengelus rambut putrinya yang sedang sibuk mengatur teh di meja.
“Oh benar, Pak Adnan dulu pernah bilang putri Bapak merantau,” jawab Royan sambil menyesap teh yang disuguhkan Rachel, namun matanya terbuka lebar seakan mendapatkan kejutan tak terduga.
“Dia ini jago masak loh, Pak. Sering-sering kirimin Pak Royan masakkanmu, biar dikoreksi jadi lebih enak,” kata papa Rachel pada putrinya yang jiwanya sudah entah hilang ke mana. Otak kecilnya tak bisa mencerna semua kejadian yang ada di apartementnya hari ini.
“Saya punya feeling dia jagooooo banget masak ini, Pak. Hanya butuh sedikit latihan,” jawab Royan sambil memandang Rachel dengan tatapan mencela.
Kalau saja papanya tidak ada di sini, ia pasti sudah mencabik-cabik Royan sejak tadi. Rachel heran sebenarnya berapa banyak muka yang dimiliki Royan, dan nampaknya ia harus memberi tahu papanya sesegera mungkin agar tidak tertipu dengan wajah malaikat menyebalkan itu.
“Oh iya, sudah ngobrol jauh tapi saya tidak tahu hubungan Pak Royan dengan anak saya,” kata Pak Adnan kembali membuka obrolan.
“Saya temennya Rachel pak, kebetulan kami sering bertemu setelah beberapa urusan di bank,” ujar Royan yang masih sambil memainkan jarinya.
Rachel tak ingin berkata apapun lagi, ia hanya diam berubah menjadi Putri Solo yang anggun. Teman dari dunia lain mungkin yang ia maksud, Rachel memutar bola matanya sambil meghembuskan nafas berat, baru saja minggu lalu Royan sialan itu membuatnya menjalani tugas yang berat, dan berani-beraninya ia menyebut dirinya teman Rachel.
Mama Rachel juga tidak berkata apapun karena bagi Eva semua yang terjadi di depan pintu tadi sudah cukup untuk menjelaskan semuanya. Ia juga tadi sebenarnya merasa tidak asing dengan wajah Royan, benar saja pria itu adalah salah satu langganan besar suaminya. Sebagai pemilik bistro yang memiliki cabang di berbagai kota, tentu saja Royan sering berkunjung ke perkebunan milik suaminya untuk bernegosiasi mengenai pembelian sayur segar.
Adnan, adalah satu pemilik perkebunan yang sangat mengutamakan kualitas barang dagangannya, mulai dari kentang, cabai, dan sayuran segar lainnya. Para pekerja juga sangat menghormatinya karena sifat beliau yang tidak ingin menyusahkan hidup orang lain, beliau juga suka memberi tambahan penghasilan saat hasil panennya melimpah melebihi target. Itulah mengapa banyak orang yang merasa bahwa kesuksesan Adnan merupakan bentuk perwujudan dari doa para pekerjanya.
“Pak Roy, ngomong-ngomong Dek Rey kemana, Pak? Biasanya bareng terus sama Dek Rey,” kata papa Rachel.
“Masih sekolah, Pak.Ini saya mau jemput, sudah waktunya pulang,” jawab Royan sambil memandang jam yang melekat di tangannya.
“Wah harus buru-buru ini, nanti ngamuk, hehe,” ujar papa Rachel dan dibalas tawa oleh Royan.
Rachel diam-diam juga mendengarkan perbincangan kedua pria tersebut, ia menangkap bahwa Rey adalah nama cucu yang diceritakan oleh Pak Abimanyu, dan itu berarti ia juga keponakan Royan. Hubungan mereka pun nampak dekat, karena papanya tadi sempat menyinggung bahwa mereka selalu bersama, mungkin papa dan mama Rey sangat sibuk hingga sering menitipkannya pada Royan.
“Tolong jaga Rachel juga ya pak,” ujar papa Rachel yang sudah mengantarkan pria berwajah seribu itu ke depan pintu.
“Kami bertetangga, saya akan sering menjenguknya atau sekedar mengajarkannya memasak,” jawab Royan sambil mengangkat ujung bibirnya sebagai isyarat ejekan bagi Rachel.
Panas hati yang tadi sudah mereda, kini kembali bergejolak dan membuat Rachel ingin segera mengusir semua orang dari apartment nya. Ia kira hanya ada hewan kaki seribu, ternyata ada juga manusia dengan muka seribu. Rachel masih tak habis pikir, bagaimana pria angkuh yang nampak egois itu bisa bicara dengan tenang selama kurang lebih satu jam dengan papanya.
Rachel memilih untuk membersihkan meja sesegera mungkin agar semua tanda-tanda kehadiran pria itu hilang dari ingatannya. Ia mengangkat kedua cangkir sekaligus dengan niat agar lebih cepat selesai, yang ada teh malah tumpah ke bagian depan badannya, Rachel yang ceroboh mengira kedua cangkir tersebut sudah kosong. Namun ternyata satu cangkir yang harusnya diminum oleh Royan masih berkurang separuhnya, dan membuatnya teringat kembali dengan ucapan Royan tadi, yang terus mengatakan bahwa akan mengajari Rachel memasak.
Tanpa pikir panjang, Rachel menyeruput sebagian teh yang ada di gelas yang tadi ia sajikan untuk Royan. Ia juga sambil mengingat kembali apa sebenarnya yang dimasukkannya ke cangkir tersebut, karena memang papa nya pun menghabiskan tehnya dan baik-baik saja, tidak kejang maupun menjadi gila.
Cuih. Segera setelah teh tersebut menyentuh lidahnya, Rachel sudah bisa memastikan apa sebenarnya yang membuat Royan tak ingin minum teh tersebut.
“Bagaimana rasanya bisa berubah menjadi asin,” celoteh Rachel sambil berlari menuju dapur untuk menyuci mulutnya dengan air putih.
***
“Hmmm … enak!” ucap Adel sambil terus menyendok es krim di depannya.
Rachel hanya bisa memandang teman dekatnya itu dengan tatapan bangga, kalau saja ia yang berteriak seperti itu di bistro ini, mungkin Rachel sudah sangat malu hingga tak sanggup mengangkat wajahnya. Namun, lain halnya dengan Adel yang pemicu rasa malunya sudah habis dari dalam dirinya. Awalnya Rachel tidak biasa dengan perilaku Adel tersebut, namun sekarang ia sudah sangat terbiasa dengan semuanya karena mereka sering keluar dan makan bersama di tempat-tempat baru.
Seperti hari ini Adel menemukan sebuah tempat rekomendasi dari salah satu temannya yang juga merupakan seorang selebgram. Saat pertama kali sampai pun mereka berdua langsung sepakat bahwa bisto yang mereka datangi ini sangat elegan, namun juga unik. Bagaimana tidak, saat mereka hendak memesan, para pegawai mengatakan bahwa tidak ada menu tetap di sini, mereka memiliki tema yang berbeda setiap harinya, dan beberapa event di saat-saat tertentu.
“Silakan dinikmati, Kak,” ucap seorang pelayan yang mengantarkan es krim ke-dua milik Adel.
“Makasih ya, Mbak,” jawab mereka berdua serentak.
“Del, gak kenyang? Ini makanannya aja belum nyampe,” kata Rachel.
“Tenang aja, perut aku keliatannya emang kecil, tapi isinya banyak, santai.” Adel menjawabnya sambil menepuk pundak temannya yang sudah tercengang dengan kecepatannya menghabiskan satu mangkuk es krim.
“Tadi es krimnya dibilang aneh, mirip sop buah katamu, eh sekarang malah doyan,” ujar Rachel yang juga ikut menyendok es dari mangkuk Adel.
“Lah gimana orang gak negative thinking kalo bentukannya cuma es serut, madu, sama buah-buahan aja. Mana tahu juga aku kalo ini es krim,” jawab Adel.
Tak selang beberapa lama, para pelayan mulai menaruh satu persatu bahan yang dapat dimasukan untuk Huo Guo – semacam hotpot yang berasal dari China, identik sebagai salah satu hidangan saat musim dingin. Melihat semua bahan yang sudah berjajar saja membuat mereka berdua keroncongan. Terlebih lagi saat pelayan mulai merebus satu per satu dari bahan tersebut ke dalam bumbu yang sudah mendidih. Pelayan tersebut segera mempersilakan kedua wanita yang sudah tidak bisa mengendalikan nafsu makannya tersebut.
“Enak banget parah!” Tanpa sadar Rachel yang malu-malu malah mengucapkan kata tersebut dengan lantang, membuat orang yang ada di samping kanan kirinya menoleh pada Sang pembuat kekacauan.
“Oh, begini ternyata rasanya malu punya temen alay,” ucap Adel sambil menutupi sisi samping wajahnya dengan telapak tangan.
“Gantian lah, masa iya tiap makan aku terus yang nanggung malu,” jawab Rachel santai, sambil memakan daging-daging sapi yang warnanya sudah mulai pudar terkena air panas.
Mereka berdua pun hanya fokus pada makanan yang disajikan, dan tidak menyentuh ponsel masing-masing, padahal ini masih jam makan siang, dan itu berarti tugas bisa datang kapan saja. Hari Jum’at memberi mereka berkah dengan waktu makan siang yang lebih lama daripada hari-hari lainnya, sehingga mereka bisa mencari makan siang yang lokasinya lebih jauh.
“Eh tapi aneh ya, Chel. Masa iya tadi di depan kan temanya winter in China, kenapa malah ada es krim ya?” tanya Adel yang entah sejak kapan otaknya kembali normal.
“Bener juga, kalau es krim harusnya musim panas dong. Tapi kalo musim panas, rada gak cocok sama Huo Gao nya, kan ini anget cenderung panas,” jawab Rachel juga penasaran dengan pertanyaan Adel.
Mereka pun pada akhirnya malah membahas drama China yang baru saja tamat. Entah sampai kapan mereka terus berbincang tanpa memperhatikan jam, hingga pada saatnya ponsel milik Rachel terus bergetar dan membuat percakapan mereka terganggu. Pada layar tersebut tampil nama pak Abimanyu, sehingga mau tidak mau Rachel harus mengangkatnya, dan merelakan jam makan siangnya yang berharga. Mereka mendiskusikan beberapa hal yang cukup penting sehingga Rachel harus bergegas kembali ke kantor dan memeriksa data yang dibutuhkan.
“Del, balik yuk, butuh cepet nih,” kata Rachel sambil merapikan barangnya dan bersiap pergi.
“Dadakan banget? Ini belum abis, sayang kalo gak diabisin, Chel,” jawab Adel yang malah semakin menikmati makannya, karena memang sebenarnya waktu mereka masih cukup banyak.
“Yaudah lanjutin aja, aku pake ojek online aja balik ke kantor, jangan ampe telat,” kata Rachel yang hanya dijawab ayunan tangan dari Adel.
Sejujurnya Rachel masih sangat ingin merasakan makanan yang tadi dipesannya, begitu juga es krim yang tadi dipesan oleh Adel. Sayang sekali bistro yang dikunjunginya tidak setiap hari menjual hal tersebut, dan entah kapan barang tersebut akan dijual kembali. Rachel berpikir lain kali ia ingin sekali menemui pemiliknya dan mengajukan dua menu tersebut sebagai menu tetap sehingga ia tak menyesali apa yang terjadi saat ini.
Brakkk …
“Aduh,” ujar seorang anak laki-laki di depan Rachel.
“Maafin Tante ya, Sayang. Mana yang sakit,” tanya Rachel sambil menyentuh puncak kepala anak kecil di depannya.
“Sini, Tante,” jawab pria lugu itu sambil menunjuk pada keningnya.
Rachel pun mengusap-usap kening pria mungil tampan tersebut, bagaima bisa ia menggores aset negara yang akan terbuka beberapa tahun lagi. Tentu saja Rachel sangat yakin bahwa pria mungil ini akan menjadi terkenal di kalangan wanita saat ia besar nanti. Tak lupa Rachel juga masih terus meminta maaf karena sudah abai, dan tergesa-gesa saat membuka pintu keluar.
“Tanggung jawab!” Muncul seorang pria berbadan tinggi di samping pria kecil yang tadi ia tabrak.
“Pak … Royan,” jawab Rachel yang masih tidak yakin bagaimana ini semua bisa terjadi.
“Dia luka, and you … harus tanggung jawab,” ujar Royan sambil terus menatap khawatir pada pria kecil di hadapannya. Benar saja, bagaimana Rachel bisa lupa bahwa ini adalah pria mungil yang ada di foto keluarga pak Abimanyu. Rey, Rachel ingat betul siapa namanya. Ia pun teringat bahwa ia memiliki sebuah plaster luka yang selalu ia simpan di dalam tas sebagai jaga-jaga saat kecerobohannya menjadi petaka. Setelah menyeka luka yang ada di kening Rey, ia memilih untuk segera menempelkan plaster luka bergambar bintang-bintang tersebut.
“Terima kasih, Tante,” ujar pria mungil tersebut.
“No, Tante yang minta maaf ya, sudah nabrak Rey,” jawab Rachel.
“Tante kok tau nama aku Reyhan?” tanya Rey sambil menatap dalam ke mata Rachel.
“Eh tahu dong, kenalin Tante Rachel,” kata Rachel sambil mengulurkan tangannya, yang tetu saja langsung disambut oleh tangan mungil tersbut.
“Tante namanya bagus ya,” kata Rey.
Memang ini hanya sebuah pujian dari anak kecil yang bahkan tak bisa membedakan mana yang berwarna merah dan mana yang berwarna pink, tapi Rachel merasa banyak sekali kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya. Bahagia? Tersanjung? Entahlah, tapi Rachel tak bisa lagi menahan senyumnya.
Diam-diam pria tinggi besar yang tadi terus memandang Rey dengan khawatir, kini mengalihkan pandangannya pada Rachel yang tersenyum manis karena ucapan Rey. Royan tak bisa melepaskan pandangannya dari senyum manis itu, karena ia baru pertama kali melihatnya. Namun ia harus segera menyadarkan pikirannya.
“Lain kali liat jalan kalo lari,” ujar Royan langsung pada Rachel.
“Ok, maaf. Aku buru-buru nanti aku tanggung jawab,” jawab Rachel yang kembali mengambil tasnya dan menautkannya ke pundak. Tak lupa ia kembali mengelus puncak kepala Rey, dan mengucapkan maaf sekali lagi.
“Jalannya macet, percuma kalo naik ojek online,” kata Royan memotong.
“Mampus ….” Jawab Rachel dengan nada yang cenderung rendah.
“Yok, aku ant ….” Belum sempat Royan melanjutkan kata-katanya, seorang wanita sudah memotong ucapannya terlebih dahulu.
“Siapa Roy?” kata wanita berambut curly dan berwarna merah menyala. Rachel memandangnya lekat-lekat, dan otaknya secara otomatis menghitung estimasi dari outfit yang dikenakan wanita di hadapannya ini, wow lima ratus juta, ujar Rachel dalam hati.
Sejak awal pertemuan saja nyali Rachel sudah menciut, apalagi sekarang dengan santainya pria yang ada di depan Rachel malah menawarkan tumpangan. Kini wanita berambut curly tersebut semakin memandang Rachel dengan tajam. Entah apa yang dipikirkan Royan tadi saat memilih untuk memberikan tumpangan pada Rachel padahal di sampingnya ada wanita yang ia anggap adalah pacar Royan."Yuk!" ajak Royan."Nggak usah Pak, saya naik ojek online aja, pasti ada kok," tolak Rachel."Tetep aja bakalan lama, ini daerah macet kan, dan liat di sekitar sini nggak ada ojek online yang mangkal," jawab Royan.
Brigita melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan yang tepat berada di ujung lorong, emosinya masih meluap-luap sejak ia menjumpai wanita asing naik ke mobil mantan tunangannya, Royan. Ia masih belum dapat menerima kenyataan bahwa Royan tidak memilihnya, bahkan kini perlahan pria itu malah mencampakannya. Seandainya waktu itu Gita tidak melakukan kesalahan fatal yang dibenci oleh Roy, mungkin saat ini ia masih lancar mempersiapkan pernikahan mereka sambil memandangi tempat-tempat indah untuk pergi honeymoon.Kursi empuknya tidak bisa lagi ia gunakan untuk menenangkan diri, bayangan Roy dengan wanita itu masih saja menghantui Gita setiap detiknya. Ingin sekali rasanya Gita menelpon Roy dan menanyakan siapa sebenarnya wanita itu, dan apakan dia alasan Roy meninggalkan Gita dengan dalih membenci kebiasaan yang dimilikinya. Sebagai orang yang ambisius, Gita tidak akan pernah bisa membiarkan apa yang menjadi miliknya malah direbut oleh orang lain tepat di depan mat
Suasana makan malam di keluarga Abimanyu semakin terasa dingin setelah Royan dengan santainya mendeklarasikan bahwa ia memang sudah memiliki wanita lain di hatinya. Walaupun hati Eva serasa bergemuruh, namun ia tidak bisa melakukan apapun karena suaminya nampak menyetujui hubungan tersebut. Tanpa disangka malaikat kecil yang menyayangi Oma nya juga ikut berpendapat tentang kisah cinta papanya.“Tante Rachel baik banget loh, Opa. Kemarin Rey ditolongin naik lift,” kata pria mungil tersebut.“Kok bisa ditolongin sama Tante Rachel, emang Rey mau ke mana?” tanya Abimanyu penasaran.“Mau pulang. Tante Rachel rumahnya pas ada di depan rumah kita. Iya kan, Pa?” jawab Rey dengan polos.“Ya!” sahut Royan singkat.Bagai jatuh tertimpa tangga, saat ini Eva tidak lagi memiliki kekuatan untuk berdebat, ataupun hanya sekedar menanggapi obrolan dari suami, anak, dan cucunya tersebut. Ia masih belum bisa men
Reyhan masih terus mengusap pipi Rachel yang sudah basah karena air matanya. Ia bahkan tak mengenal mamanya Rey, tapi entah mengapa membayangkan pria kecil, dan tampan ini harus hidup tanpa seorang ibu, membuat hati Rachel sakit.“Tenang aja, Tante. Rey masih punya Papa kok,” kata pria kecil itu menenangkan Rachel.“Papanya Rey sekarang di mana?” jawab Rachel yang sudah mulai merasa baik.“Lah, kan Tante yang tahu duluan kalo Papa lagi ke luar kota,” ujar Rey yang kembali sibuk mengunyah camilan cokelat nya.Rachel dengan susah payah memahami apa yang sedang terjadi saat ini, bahkan jiwanya yang baru saja kembali kini entah pergi kemana lagi. Secara spontan berbagai potongan kejadian memaksa masuk ke kepala kecil Rachel. Hari dimana Rey memanggil Royan dengan sebutan ‘Pa’ kembali teringat olehnya. Rachel sebenarnya bukan tipikal orang yang bodoh, namun entah mengapa akhir-akhir ini otaknya tidak bisa mencern
Beberapa hari setelah Royan menitipkan anaknya, Rachel belum lagi bertemu dengan kedua pria tampan tersebut. Entah kenapa hatinya sekarang mudah resah sejak bertemu Royan dan Rey, ibarat medapatkan promo buy 1 get 1. Rachel merasa bahwa kini ia memiliki alasan untuk pulang ke rumah, yang dulu hanya seperti tempat singgah untuknya.Dalam hatinya masih ada rasa khawatir jika Royan enggan menitipkan Rey lagi padanya karena insiden cokelat kemarin. Di sisi lain, Rachel juga merasa bersalah karena tidak menanyakan terlebih dahulu pada Roy tentang makanan yang bisa dikonsumsi anaknya. Benar juga anaknya …. Kadang Rachel masih lupa kalau Royan bukan paman Rey, tapi papanya.Saat weekend seperti ini, biasanya ia akan berbaring di kamar Adel sambil memainkan ponselnya, atau sekedar berbincang ringan dengan temannya tersebut. Benar juga, setelah dipindahkan posisi, Rachel lebih sering bekerja ke luar kantor untuk menemui pada nasabah prioritas. Ia jarang
Setelah pertemuan tak terduga dengan keluarga Abimanyu minggu kemarin, hidup Rachel kini semakin tak bisa ditebak arahnya. Akhir minggu biasanya ia habiskan dengan berbaring di atas kasur, entah sejak kapan menjadi sangat produktif. Ia sudah bersiap sejak tadi pagi, dengan dress hitam yang nampak rapi, dan di tambah tas jinjing warna rose gold membuatnya semakin nampak elegan.Di sampingnya kini ada Tuan Muda berhati dingin, yang lengan panjangnya digulung sembarang hingga menampilkan urat-urat nadi di lengannya, membuat dirinya semakin terlihat 'menggugah selera'. Atas saran papanya, atau Pak Abimanyu, kini Royan sudah mengajak Rachel ke kota sebelah untuk menemaninya menyelesaikan beberapa urusan bisnis.Pak Abimanyu merasa bahwa Royan terlalu sering menyetir sendiri, dan sangat mengkhawatirkan apabila ia mengantuk saat di jalan, dan tidak ada yang memperingatkannya. Royan membenarkan hal tersebut karena memang Rey selalu membuatnya begadang setiap malam kar
Setelah insiden berpelukan yang baru saja terjadi, Royan dan Rachel kini terdiam dan merasa canggung untuk memulai percakapan satu dengan lainnya. Beberapa kali Royan ingin membuka mulutnya untuk mencari topik bahasan yang bisa mereka gunakan berbincang saat ini."Silakan dinikmati!" ucap pelayan yang mengantarkan pesanan mereka."Terima kasih," kata Rachel.Rachel memandang makanan di hadapannya dengan bingung, karena memang ini kali pertama ia makan di tempat ini. Rachel mencari sendok dan garpu yang harusnya sudah ada lengkap bersama makanannya. Entah sejak kapan Royan juga sudah menghilang dari hadapannya, membuat Rachel semakin bingung.Dari kejauhan sosok Royan yang memang sangat menonjol dapat terjangkau dalam radar pengelihatannya. Saat seperti ini Rachel baru menyadari bahwa tampilan Royan sangat tidak sesuai dengan kedai ini. Kedai ini didominasi oleh pelajar yang masih menggunakan seragam lengkap mereka. Sedangan Royan menggunakan setelan jas h
Jiwa Rachel seakan pergi dari raganya setelah melihat notifikasi email dari bank tempatnya bekerja. Ia juga sering melamun, dan saat perjalanan pulang Royan berulang kali menegurnya karena tidak memperhatikan apa yang diucapkan pria itu. Sepanjang perjalanan Rachel juga terus merenungi kesalahan yang sebenarnya tak pernah ia perbuat. Walaupun masih baru pada posisi tersebut, Rachel merasa bahwa dirinya cukup cakap dalam melaksanakan pekerjaannya."Permisi, Bu," ucap Rachel setelah mengetuk pintu atasannya tersebut."Masuk!" jawab wanita itu dengan singkat."Saya ingin mendiskusikan tentang surat peringatan yang kemarin dikirim pada email saya, Bu," kata Rachel membuka percakapan."Jadi, sudah tahu masalahnya?" Bu Santi memperhatikan Rachel lamat-lamat."Saya tidak pernah berhubungan dengan nasabah bernama Ibu Melati, dan saya juga tidak pernah memiliki niat sedikitpun untuk memalsukan transaksi, Bu," jelas Rachel."Apa kamu ada bukti kuat un
Rachel mengira dengan dirinya datang ke acara tersebut semua akan berjalan seperti biasa. Toh ini juga bukan sekali dua kali ia menghadiri acara serupa. Namun, jauh di depan sana, ada hal yang sangat Rachel sesali setelah memutuskan untuk datang ke rumah Rara hari ini. Kecanggungan juga masih jelas terasa di antara jarak yang memisahkan Mike dan Rachel setelah percakapan sebelumnya."Sebentar lagi kita masuk ke pekarangan rumah Bu Rara. Saya mohon maaf tidak bisa menunggu karena sedang ada pekerjaan lain. Tolong nanti segera kabari saya, Bu Rachel." Mike memecah keheningan dengan menyampaikan informasi yang sebenarnya Rachel juga sudah mengetahuinnya.Rachel hanya mengangguk tanda setuju, ia juga tidak ingin merepotkan Mike dengan membuatnya menunggu di sini. Karena ia pun tahu bahwa saat ibu-ibu sosialita ini berkumpul, tak akan cukup satu dua jam menyelesaikannya. Pekarangan rumah Bu Rara memang tidak semegah rumah ibu-ibu yang lain, namun tak kalah indah dengan milik Rachel. Bunga
Setelah kepindahan mereka ke rumah baru, seperti dugaan semua berjalan lancar. Royan dan Rachel bisa lebih mengendalikan waktu mereka sehari-hari. Sesekali keduanya juga mengunjungi Abimanyu dan Tiara. Semua seakan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran apalagi tangisan Rachel yang biasanya terus mengalir saat masih di apartmen."Babe, aku harus ke luar kota lumayan lama." Royan membuka pembicaraan mereka di meja makan."Ada urusan penting, Mas?" tanya Rachel yang masih sibuk menyiapkan sarapan sambil mendengarkan Royan."Iya, mau ada proyek baru di luar pulau. Semuanya aman sih, cuma emang ada aja yang cari masalah. Jadi Mas harus ke sana sendiri," jawab Royan menjelaskan."Oh, yang mau ada proyek besar itu. Kemarin ibu-ibu juga banyak yang bilang kalo suaminya pada pulang telat karena ada proyek baru. Aku udah pede banget nih karena Mas masih di rumah. Eh ternyata sama aja nasibnya, haha." Rachel bercanda untuk memastikan pada Royan ia akan baik-baik sa
Wajah yang tadi penuh harapan kini berubah seketika saat ia melihat hanya ada satu garis pada benda pengukur kehamilan itu. Dunia Rachel seakan runtuh sekali lagi, karena ia tadi sudah sangat berharap untuk melihat dua garis di sana. Dari luar kamar mandi, Royan mendengar sayup-sayup tangisan Rachel, dan sudah bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam sana. Dengan secepat kilat, ia segera masuk ke dalam, dan menemukan Rachel yang sedang terduduk lemas di lantai serta masih memegang erat benda putih tersebut."Mas, kapan aku bisa hamil," isak tangis Rachel membuat kata-katanya terbata."Sabar. Dia bakal datang kalo udah waktunya, Chel. Semua udah ada yang atur, toh kita juga udah usaha." Royan menenangkan istrinya."Tapi aku juga pengen bahagiain Mas Roy," katanya sekali lagi."Siapa bilang kamu belum bahagiain aku? tiap hari aku udah bersyukur kamu ada di sini, Chel. Yang penting kamu sehat, happy, dan nggak terterkan, Mas udah seneng banget," jelas Royan
Setelah mendengar kabar bahwa Papanya akan dioperasi hari ini, Royan segera bergegas menuju rumah sakit yang sudah diberitahukan oleh Tiara melalui telepon. Suara mamanya itu nampak khawatir dan juga sedang terdengar menangis. Royan semakin laju mengemudikan mobilnya, membelah ramainya Ibu Kota berharap bahwa mereka bisa sampai di sana sebelum operasi berlangsung. Kemarin saat mereka mengunjungi rumah utama, Royan sudah menanyakan hal tersebut pada Abimanyu, dan papanya itu mengatakan bahwa sudah ada jadwal operasi minggu depan.Entah apa yang terjadi, kini papanya sudah berada di sana dan bersiap untuk operasi darurat. Rachel yang baru merasakan hal ini iku terkejut, dan tidak tahu harus berbuat apa. Tadi saat di taman, ia bersegera mengemasi barang bawaan mereka dan menggendong Reyhan tanpa membangunkannya. Karena jika anaknya itu mengetahui kondisi Opanya yang sedang serius, bisa saja ia malah menangis tak tertahankan. Dalam hati Rachel terus berdoa pada tuhan agar memberi
Royan memarkirkan mobilnya sembarangan di halaman rumah utama, ia melihat bahwa mobil yang biasanya dikendarai oleh Mike juga berada di sana. Royan masuk dengan terburu-buru membuat para pekerja yang menyapanya tidak ia hiraukan. Langkah kakinya semakin cepat menuju ruang tengah yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul. Benar saja, Rachel, Rey, Tiara, Abimanyu, dan juga Mike ada di sana. Entah apa yang dilakukan pria itu bersama mereka, namun biasanya ia sama sekali tak pernah bergabung saat keluarga besarnya sedang bersama."Malem, Ma, Pa." Royan masuk dan langsung menyapa kedua orang tuanya."Udah sampai, Roy. Duduk dulu, abis ini kita makan bareng," kata Tiara."Oke, Ma. Royan mau ganti baju dulu sama beres-beres gerah banget ini," kata Royan memberikan kode untuk Rachel agar mengikutinya ke kamar atas."Rachel ke atas juga ya, Ma. Mungkin Mas Roy lagi butuh bantuan," pamit Rachel pada kedua mertuanya, dan diberikan persetujuan oleh Tiara.Rach
"Pa, hari ini kita jalan-jalan yuk," kata Reyhan yang sudah berlarian menuju Royan."Gimana kalo akhir minggu? Papa hari ini pengen istirahat banget," rayu Royan."Oh, Papa lagi capek ya? Yaudah kalo gitu, nanti aja kalo Papa udah nggak capek," jawab Rey pengertian.Rey segera berlari kembali menuju kamarnya, kini ia sudah tidak mau tidur bersama Rachel dan Royan, dan bahkan dengan suka rela langsung menuju kamarnya sendiri. Rachel sadar bahwa keinginan anaknya kembali ditolak oleh Royan, melihat bagaimana reaksinya tadi sepertinya Royan kembali menjanjikan hari lain karena sedang sibuk. Sebenarnya Rachel juga ingin membujuk suaminya itu demi Rey, tapi apa daya jika sudah masuk dalam kesibukan, Royan tidak akan bisa lepas.Kehidupan mereka masih berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial selain Rachel yang kini sudah seperti boneka berjalan. Mengantarkan Rey di pagi hari, kembali dan membersihkan rumah, lalu setelahnya ia akan menghadiri bebe
"Pagi, Pa. Rachel boleh ikut ngobrol bareng," tanya istri Royan begitu memasuki ruang pribadi Abimanyu."Duduk, Chel. Kebetulan kita lagi ngomongin kamu," jawab papa mertuanya."Pa, Royan bisa ngobrolin ini sendiri sama Rachel," sela Royan."Kenapa, Mas? Rachel siap dengerin apa aja kok," kata Rachel sambil menyandarkan dirinya di salah satu bagian sofa sebelah Royan."Kamu habis ngobrol juga sama Mama ya, Chel?" tanya Abimanyu mengawali."Iya, Pa. Mama cerita sedikit soal kejadian dulu, dan kondisi kesehatan Papa sekarang." Rachel menjawab dengan tenang. "Sekarang gimana keadaan Papa, maaf Rachel jarang nanya soal kesehatan Papa," lanjutnya."Tenang aja, Papa baik-baik aja kok, Chel. Cuma ada sedikit masalah, tapi kemungkinan besar masih bisa diatasi," jelas Abimanyu."Syukurlah kalau begitu, Pa." Rachel memberikan senyum terbaiknya."Masalah kesehatan bisa diatasi sama dokter pribadi Papa, tapi masalah perusahaan masih jadi P
"Gimana Mas persiapannya buat besok?" tanya Rachel.Suaminya yang sejak tadi terduduk di depan laptop, kini menoleh ke arahnya yang sudah mengenakan pakaian tidur. Royan hanya menjawab pertanyaan istrinya dengan anggukan, seakan mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja. Namun dibalik seyuman yang diberikan oleh suaminya itu, Rachel tahu bahwa Royan sebenarnya sangat gugup sekaligus memikirkan banyak beban di pikirannya."Rey udah tidur?" kata Royan."Udah, barusan dia udah aku pindahin ke kamar sebelah." Rachel datang, dan menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Royan."Kamu yakin bisa ngurus semuany sendiri?" tanya Royan khawatir."Bisa, Mas. Tenang aja, aku bakal ngurus rumah sekaligus Rey dengan baik. Mas Roy fokus aja sama kerjaan," jawab Rachel menenangkan.Walaupun Royan masih merasa khawatir dengan Rachel, tapi mau tidak mau ia harus mengambil jalan ini. Sesuai dengan kesepakatan yang sudah mereka perbincangkan bersama dengan Abi
"Kamu tau kan Chel, betapa kesalnya Royan sama Mama atau Papa." Tiara melanjutkan perbincangan mereka."Rachel cuma ngerasa aja sih, Ma. Tapi Mas Roy nggak pernah kasih alasannya sama Rachel," jawab istri Royan tersebut."Nanti kamu tanya aja lengkapnya ke dia, yang jelas ini semua juga salah Mama sama Papa juga." Tiara memperbaiki posisi agar bisa menghadap ke arah menantunya itu secara langsung.Mungkin ini pertama kali, ia menatap mata Rachel secara mendalam, setelah dipikir-pikir ini juga bisa jadi menjadi perbincangan mereka setelah Tiara dengan paksa masuk ke rumah mereka sebulan yang lalu. Ia sadar bahwa tindakannya begitu kelewatan, dengan menyinggung masalah keturunan dengan Rachel, karena ia tahu betul bagaimana rasanya saat terus disinggung masalah hal tersebut."Menurut kamu, Mama orangnya kayak apa?" tanya Tiara langsung."Mama? Menurut Rachel sih, Mama orangnya tegas, bisa dipercaya, dan Rachel juga percaya kalau mama istri yang baik,