Di pelataran belakang pusat pesta kebun, Emily masih terus berdansa dengan pemuda bernomor dua yang juga belum ia bisa tebak jati dirinya. Semua mata hadirin memandang penuh antusias. Beberapa tampak kagum, menyetujui, terlarut dalam aura romantis yang mereka berdua pancarkan. Namun ada dua pasang mata yang tentu saja menonton dalam perasaan iri dan cemburu membara dalam dada.
Aina hanya bisa menunggu sambil menahan air mata yang hendak mengalir. Sementara Xander di sebelahnya sudah begitu ingin menginterupsi, walau teringat jika ia harus segera menemukan Lara untuk mengetahui apa yang gadis itu sedang perbuat.
"Aina, kau tunggu di sini saja. Tak ada yang bisa kaulakukan karena ketiga pria di sana sama-sama berdarah Vagano. Yang mana yang kau maksudkan, aku sendiri pun kurang tahu."
"Kau hendak pergi ke mana, Tuan Xander?"
"Ada sesuatu yang harus kulakukan, hal yang sangat penting!"
"Aku ingin ikut, jangan tinggalkan aku di sini, Tuan!" Aina m
Sementara itu di ruang pesta utama puri, Carl berbalik keluar dari ballroom, memastikan pelayan wanita yang mengaku bernama Erato Miles itu melihatnya pergi dan tak lagi merasa 'terganggu'. Ia sadar, cara terbaik untuk mengetahui semuanya bukan dengan konfrontasi, hal itu malah akan membuat Erato menutup diri, bahkan berpotensi menghilangkan barang bukti!Di pertengahan koridor menuju pintu keluar, tetiba Carl berubah pikiran, 'Tidak! Aku tak usah melaporkan semua dulu kepada keluarga Vagano! Sebaiknya aku mengawasi Erato dari kejauhan, apa yang akan ia perbuat dengan botol-botol yang ia isi sesuatu? Jangan-jangan ia ingin meracuni tamu-tamu pesta dengan itu? Apa sebetulnya yang ia inginkan?'Diam-diam Carl kembali, berusaha untuk berbaur di antara tamu-tamu lainnya. Dari kejauhan ditatapnya Erato masih sibuk melayani tamu-tamu yang menginginkan anggur. Seorang lelaki muda tampan mendekatinya, berbicara pelan dengannya, tampak serius. Si lelaki tampaknya gusar.
Beberapa saat sebelumnya, di dalam ballroom...Xander yang mencari-cari Lara akhirnya menemukannya sedang menuangkan minuman anggur ke gelas-gelas para tamu sesuai 'request' mereka masing-masing. Tanpa peduli pada kesibukan 'partner'-nya itu, Xander yang gusar segera menarik Lara ke pinggiran."Lama sekali baru kau mendatangiku. Dari mana saja kau, Xander? Malam yang sibuk bagimu, walau kau masih mendapatkan giliran berpesta dan bercengkrama dengan gadis-gadis lain sesuka hatimu!" Sambut Lara sedikit menyindir pemuda itu."Bukan urusanmu!""Aku juga berhak tahu, karena kita bekerja sama hingga bisa tiba di tempat ini!"Cengkeraman tangan Xander yang agak kasar tadi masih sedikit mengejutkan Lara. Namun ia tak keberatan, malah kedatangan pemuda yang ia suka itu membuatnya gembira. Tentu saja, Lara takkan mengungkapkan perasaannya segamblang itu. Hanya mengagumi ketampanan Xander dalam hati. Sekaligus memendam rasa cemburu terhadap 'wanita asing tadi
"Siapa dia? Sungguh aneh, Sky tak mengundang tamu luar pulau selain Tuan Carl. Apa seorang pegawai perkebunan atau staf baru? Selama berbulan aku dan Earth tiba kembali di sini, tak seorangpun gadis berdarah selain Everopa atau Evermerika dipekerjakan. Mungkinkah ia memang bekerja di kebun saja? Ia juga bukan gadis Everafrika atau Everasia. Mirip sekali dengan suku-suku Everpolinesia di kepulauan perbatasan..."Monolog Emily terputus."Hai, Emily! Akhirnya ada acara bebas juga untuk beberapa saat!" Tegur seorang kembar Vagano, tersenyum mendatanginya."Siapa kau?" Emily menyipitkan mata, masih belum bisa lepas dari bayang-bayang kegalauan setelah tiga kali babak dansa yang membingungkan."Oh, kau tak mengenaliku? Ini aku, Ocean! Sebegitu miripkah aku dengan adik-adikku?" Pemuda itu melepaskan topeng mata hitamnya, "Maaf, tadi sepanjang dansa aku tak berani buka suara menyebutkan siapa aku. Sky menetapkan peraturan itu agar semua giliran dansanya berjalan
Entah tertusuk apa saat ia terjatuh ke dalam lubang, tubuh si nelayan pemilik kapal terus mengeluarkan darah segar, namun ia seperti mati rasa, tak peduli sedikitpun! Terus dirabanya benda-benda berharga yang tadi ditemukannya, harta karun dalam saku bajunya. Walau tak terlihat dalam gelap gulita seperti ini, terbayang indahnya kilau semua perhiasan yang ia temukan. Bagi pria setengah baya serakah dan bejat itu, rasa sakit adalah hal kesekian, apalagi kematian! "Aku harus bisa keluar dari sini! Kembali ke kapal lalu pulang ke kota! Aku pasti bisa, lubang ini tak sedalam lubang di hutan tadi! Gelap? Huh, aku berjalan saja! Tuan Carl saja bisa, mengapa aku tidak?" Benda tajam dan panjang yang menghunjamnya itu cukup dalam menembus dada atau perutnya. Sungguh ajaib, kekerasan hati pria ini masih sanggup membuatnya berdiri, perlahan memanjat keluar dari lubang dangkal di lantai batu retak. "Vini vidi vici, aku datang, aku bertarung, aku menang!" Lelaki itu
Deg, deg, deg. Ocean dan Emily terperanjat, untuk sesaat mereka sempat mengira Sky dan Earth akan marah besar memergoki kedekatan yang tak disangka-sangka ini. Ternyata tidak! Mereka berdua, masih mengenakan topeng mata hitam, hanya berjalan mendekat. Salah satunya berkata sekali lagi, "Maaf, kami mengganggu? Tenang saja, Kak. Silakan lakukan sepuasnya, tapi nanti, jika kau menang secara adil. Sekarang mari kita masuki event pesta selanjutnya, dansa bersama secara bebas di pelataran bersama para tamu! Mereka akan senang jika bisa bertemu dan berbincang santai kembali dengan dirimu, pewaris tahta Vagano!" Ocean mengangkat bahu, tak terlalu menanggapi sindiran adiknya, akhirnya mengiyakan, "Baiklah, Emily, Sky, Earth, mari kita segera kembali, berkumpul dengan yang lain! Jangan biarkan mereka menunggu!" Keempatnya berjalan keluar taman, kali ini Emily sendiri saja, tak berani dekat-dekat dengan ketiga pemuda kembar. Selain masih merasa terkejut dengan ciuman Oc
Ocean bersyukur sudah mengenakan topeng mata hitamnya kembali sehingga penampilannya tak dapat dibedakan dengan kedua saudara kembarnya! Dicobanya untuk tetap tenang, berbalik menghadap wanita muda asing yang semakin dekat.Akhirnya mereka berhadap-hadapan.'Aina!' lirih Ocean dalam hati. Sungguhan, begitu nyata. Momen perjumpaan yang sangat tak terduga!"Anda memanggil saya, Nona?" Ocean berusaha tenang bagai lautan teduh, memelankan, merendahkan suaranya agar terdengar formal.Aina bimbang mendengar warna suara maskulin yang ia rindukan itu, "Kai! Apakah ini betul-betul dirimu?"Dari balik topeng matanya, Ocean terus berusaha menahan diri untuk segera bereaksi. Mata birunya nanar terpaku, menunggu, menyelidiki dalam diam. Ia yakin betul, wanita ini adalah gadis yang 'pernah menjadi kekasihnya'. Yang menyelamatkannya dari kecelakaan kapal kargo, lalu menjalin hubungan asmara singkat di pulau tropis terpencil nun jauh di perbatasan Evermerika.
Emily terdiam. Apa yang baru saja dilakukan kedua gadis kembar Forrester itu jelas-jelas meresahkan dan juga menunjukkan penentangan terang-terangan mereka terhadap dirinya. Ini sebuah perang, dan tampaknya sudah dimulai. Suka tak suka, cepat atau lambat, Emily harus melawan, walau bukan karena ingin mendapatkan Ocean sekalipun!'Astaga. Mereka mempermalukan diriku seperti ini dan masih bersikap seolah-olah tak bersalah?' Emily menatap mereka dengan pandangan tak percaya pada apa yang baru terjadi."Kalian berdua..." ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Emily tak ingin menangis atau pergi dari situ, apalagi di bawah tatapan mata para tamu yang masih berbisik-bisik heran. Tak ada seorangpun datang atau berani membantunya, kecuali..."Ada masalah apa, Emily?" salah satu kembar Vagano yang ternyata tak jauh darinya mendekat."Aku, aku, aku... tak apa-apa," Emily belum tahu itu siapa, yang jelas bukan Ocean."Hei, kalian berdua! Aku melihat dari jauh
Sementara di ballroom, Ocean masih mencari-cari pria sahabat lama ayahnya di antara para tamu. Sosok Carl sebenarnya tak sulit dikenali, karena ia pria setengah baya bergaya elegan yang selalu tampil rapi."Ada yang melihat Tuan Carl Wellington?" tanyanya kepada beberapa penjaga."Tadi Tuan Carl sudah hadir, Tuan Muda Ocean. Beliau sempat berbincang-bincang lama dengan seorang pelayan baru penghidang minuman anggur. Lalu pergi entah kemana dan menghilang.""Anggur?" Ocean segera menuju tempat yang ditunjukkan para penjaga.Tak ada siapa-siapa di sana. Meja itu kosong, hanya ada beberapa botol wine baru dan deretan gelas bersih. Namun Ocean sedikit curiga dengan sesuatu, tampaknya anggota tubuh seseorang, di kolong meja!"Ada siapa di sana?" pemuda itu mendekat dan menyingkapkan taplak meja anggur.Jelas, sepasang sepatu berkilat dan celana panjang bahan hitam! Seseorang berstelan jas yang ia temui di bawahnya membuat dirinya terkejut.
Bulan dini hari perlahan muncul dari balik awan-awan mendung di angkasa, memberi penerangan dalam udara pantai Pulau Vagano yang masih sangat dingin menusuk tulang."Ternyata kau juga hadir di tempat ini, Alexander!""Lara? Huh, sudah kuduga kau akan berhasil tiba di sini. Pastinya kau senang sudah bertemu kembali dengan saudara-saudara tiri yang selama ini kau cari dan rindukan!" Xander tersenyum kecut, "I see. Satu orang Vagano diam-diam sudah jadi tawanan kecilmu! Sungguh hebat!""Huh, kejutan hebat! Mengapa kau bisa ada di sini? Aku benci padamu, Guru Muda Pengecut! sejak di Evertown aku seharusnya sudah menghabisimu, andai aku tahu sedari awal Emily berhasil kau miliki!" geram Sky yang masih ada di bawah todongan dua senjata di tangan Lara."Oh, jadi itu kau, Eagle Eyes Sang Penyanyi? Menarik sekali kau juga ingin gadis yang sama dengan kakak dan adikmu. Kalian bertiga sama-sama jatuh cinta pada kekasihku selama bertahun-tahun lamanya tanpa ada yang mau mengalah! Akan tetapi, tak
"Ada apa sebenarnya di tempat ini?" Xander menemukan dirinya berada di sebuah lokasi yang masih asing baginya.Langit dini hari terselubung awan tebal kelabu hitam diselingi petir sambar-menyambar yang enggan berhenti. Di kejauhan, debur ombak menggempur pantai terjal tiada henti. Gelombang-gelombang air tinggi seolah menggapai-gapai naik turun hendak menenggelamkan Pulau Vagano, menyeret turun semua yang ada di atas permukaan tanah. Samar-samar, Xander hanya bisa melihat hamparan batu-batu nisan dan salib penanda makam, lama dan baru di sekitarnya. Beberapa tampak baru dan rapi, beberapa sudah dalam keadaan rusak menyedihkan."Apa yang dapat kulakukan di sini?" Tiba-tiba petir menyambar, hanya beberapa meter saja dari lokasi Xander berada. Pedang Terkutuk dalam genggaman tangannya bersinar dan teracung ke tempat yang 'ditunjukkan' petir itu."Tunggu mereka di sana!" Terdengar suara misterius yang menuntun Xander hingga tiba di titik ini. "Mereka akan segera datang!"********** Sem
"Aku, aku, sesungguhnya aku bukan..." kembali ke masa kini, Sky yang diarahkan Lara dalam rencananya itu begitu ingin membantah jika ia bukanlah Ocean. Ia merasa kesal, mengapa si gadis gila Katy Forrester tiba-tiba datang dan mengancamnya seperti itu. Merasa terjepit dan diprovokasi oleh dua wanita yang ia tidak sukai, Sky begitu ingin berteriak, kesal pada nasibnya. "Kau mau bilang jika kau bukan Ocean? Huh, jangan membantah! Kau kemari ingin memindahkan jenazah kakakku Kate dan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan? Takkan kubiarkan! Kemarikan kakakku, lalu serahkan nyawamu kepadaku, Ocean Vagano!" Terpancing dan terbakar amarah, Sky tadinya ingin melawan, ingin dihempaskannya saja jenazah Kate ke tanah. Namun dua todongan moncong senjata di punggungnya serta bisikan Lara menghalangi niat pemuda itu, "Jangan berani kau lakukan apa-apa, Saudara tiriku! Awas jika kau berani kacaukan semua yang kita sepakati hingga bertemu keluargamu lagi! Hei, Katy!" Lara beralih mengajak K
Keputusan sudah diambil, mereka harus pergi. Ocean, satu-satunya yang belum sadarkan diri dari 'Kelompok Lounge', menjadi masalah terakhir mereka sebelum bisa keluar dari dalam puri. Aina bersikeras tak ingin meninggalkan pemuda itu bersama penjaga, padahal membawanya dalam keadaan seperti ini tentu sangat menyulitkan. Earth menawarkan diri sebagai pembawa tubuh kakak sulungnya hingga Ocean terjaga. Emily dan Carl akhirnya setuju jika Ocean digendong oleh Earth. Karena tugasnya, pemuda itu tak bisa memimpin dan memegang sepucuk senjata.Mereka bersiap-siap sekadarnya sebelum pergi dari puri. Seorang penjaga senior membagikan masing-masing sepucuk senjata api dari lemari rahasia kepada semua anggota Kelompok Lounge. Semula Carl menolak karena tak ingin ada lagi kekerasan. Namun Aina memberinya saran, "Tuan, aku tahu kita bukan orang jahat, namun kita masih butuh perlindungan dan senjata pembela diri. Meskipun aku yakin Ocean dilindungi sebentuk kekuatan, kita semua tentu tak ingin cela
Sementara itu, ke mana gerangan Alexander pergi? Pemuda itu masih membawa Dangerous Attraction dalam genggamannya. Ia tak begitu mengenal lorong-lorong Puri Vagano ini, namun suatu kekuatan tak kasat mata seolah menuntunnya. Pedang terkutuk bagaikan lentera panjang bercahaya menerangi jalan.Beberapa kali ia bertemu dengan sosok-sosok korban penusukan Katy di lantai, setengah mati maupun sudah tak bernyawa. Mereka yang masih hidup menggapai-gapai dengan segenap sisa tenaga. Beberapa orang muncul dari balik lemari atau tembok kemudian mendekat, walau bergidik ngeri setelah melihat senjata yang pria itu genggam."Tu-tu-tuan! Siapapun Anda, tolonglah kami! Kami tak ingin berada di sini!""Wanita itu membunuh! Tolong, lindungi kami!"Namun Xander mengabaikan semua permohonan mereka itu. Dilangkahinya saja mayat-mayat maupun jejak darah di karpet. Sesekali ia berhenti dan menatap dingin tanpa arti. Barangkali merenung, merasa kasihan, atau berpikir keras berusaha mencari jawaban. Akan teta
"Nama saya Sofia." tanpa diminta, gadis remaja misterius yang dipertanyakan Emily segera memperkenalkan diri, "Nona Emily, maafkan keberadaanku di sini, saya berada di sini untuk meminta perlindungan. Saya..." gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan tangis."Astaga... kau bisa tahu aku, apakah kau juga tinggal di pulau ini? Orang tuamu bekerja di sini?" Emily segera mendekati gadis itu."Ya. Tadinya... Sebelum Nona Katy Forrester mengamuk di pesta dan membunuh mereka semua! Aku sudah yatim piatu saat ini!" Sofia tak bisa lagi berdiam diri. Didekapnya Emily. Air matanya tumpah. "Anda semua ke mana? Mengapa kami kalian tinggalkan? Di mana lagi ada lokasi aman di pulau mengerikan ini? Apakah kita akan bertahan hingga pagi nanti?""Sudah, sudah, tenangkan dirimu, Sofia." Emily berusaha menghiburnya dan balas mendekapnya, "Katy Forrester ada di luar sana, kau aman di sini bersama kami. Aku turut berduka. Aku tahu apa yang sudah kau alami. Kita di sini bersama-sama bertahan sambil berus
"Ya, pembunuh. Tetapi bukan wanita yang kita cari." sahut Earth."Bukan Erato Miles?" heran Aina."Bukan. Katy Forrester. Si gadis kembar bungsu!""Astaga, jadi, wanita yang tadi itu..." Aina teringat sesuatu yang enggan ia buka."Tadi apa?" Emily mulai curiga."Oh, nanti saja. Aku akan kisahkan semuanya di lounge."Tak lama setelah mereka dipertemukan kembali, Emily, Earth bersama Ocean yang masih belum sadarkan diri bersama Aina memutuskan untuk bersama-sama sebagai satu tim. Earth membantu menggendong tubuh sang kakak sulung yang walau sangat ia tidak sukai namun paling tidak 'sekarang sudah tak lagi jadi saingan'. Kehadiran Aina yang belum ia kenal benar setidaknya ia anggap sebagai 'sekutu' pembawa keberuntungan.Emily sempat cemas, ia tak tahu harus memihak siapa saat ini. Ocean memang semakin jauh saja darinya, peluang Earth mendapatkan hatinya semakin besar. Namun hal itu tak serta-merta menjadikan gadis itu lupa pada kebaikan dan perhatian Ocean."Cepat, kita harus selamatkan
Emily dan Earth terus berputar di lorong-lorong lantai dasar, berusaha keras mencari jalan terbaik menuju lounge. Mereka berusaha tetap menjauh dari suara-suara yang masih menggema di seluruh penjuru Puri Vagano. Suara-suara asing yang walau tersamar deru hujan badai petir, tetap mendirikan bulu roma. Jeritan manusia terkejut, minta tolong, serta tentu saja kalimat terakhir mereka, disusul tawa wanita muda yang sedari tadi terdengar paling akhir. Sang pembunuh berantai yang sedang beraksi! "Katy Forrester benar-benar mengerikan!" Emily menggeleng seolah berusaha menepiskan bayangan Katy yang sedang menghabisi penghuni puri satu persatu, "Gadis malang yang tak pernah beruntung semenjak ada di sini! Bayangkan jika Dangerous Attraction kembali ada dalam genggamannya!" "Ia dan kakaknya adalah kebalikan diriku. Aku yang dulu menderita sejak lahir, sedangkan mereka lahir dengan 'sendok perak di mulut' malah harus berakhir di pulau penuh kutukan ini!" Earth turut merenung, "Ayo, kita berusa
Sofia menggeleng, "Aku tak tahu, Tuan, tak ada petunjuk lain. Ia tak bilang apa-apa setelah mencegah Nona Katy membunuhku. Hanya saja katanya, ayahnya pernah jadi penguasa pulau ini..." "Penguasa pulau ini? Astaga... Itu pasti dia!" Carl semakin gusar. Fakta bahwa Katy baru saja membunuh entah berapa membuatnya sadar jika kutukan sahabatnya kembali memakan korban. "Kita harus temukan kedua kembar itu dan juga para Pemuda Vagano. Kurasa wanita yang tadi Sofia sebutkan adalah Erato Miles, wanita misterius yang kita cari-cari sebagai pelaku!" "Miles!" Sofia terkejut, "Bukankah Bu Hannah kepala pelayan yang sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu itu juga bernama keluarga Miles? Keluargaku mengenal beliau. Aku ingat, hanya saja kami tak berani dekat-dekat, beliau kelihatan galak dan sangat tertutup." "Barangkali memang itulah dia, putri sahabatku Zeus dan Hannah! Yatim piatu yang sedang mencari saudara-saudara tirinya demi 'reuni' pertama dan terakhir mereka!" "Astaga, jadi tadi ak