"Siapa dia? Sungguh aneh, Sky tak mengundang tamu luar pulau selain Tuan Carl. Apa seorang pegawai perkebunan atau staf baru? Selama berbulan aku dan Earth tiba kembali di sini, tak seorangpun gadis berdarah selain Everopa atau Evermerika dipekerjakan. Mungkinkah ia memang bekerja di kebun saja? Ia juga bukan gadis Everafrika atau Everasia. Mirip sekali dengan suku-suku Everpolinesia di kepulauan perbatasan..."
Monolog Emily terputus.
"Hai, Emily! Akhirnya ada acara bebas juga untuk beberapa saat!" Tegur seorang kembar Vagano, tersenyum mendatanginya.
"Siapa kau?" Emily menyipitkan mata, masih belum bisa lepas dari bayang-bayang kegalauan setelah tiga kali babak dansa yang membingungkan.
"Oh, kau tak mengenaliku? Ini aku, Ocean! Sebegitu miripkah aku dengan adik-adikku?" Pemuda itu melepaskan topeng mata hitamnya, "Maaf, tadi sepanjang dansa aku tak berani buka suara menyebutkan siapa aku. Sky menetapkan peraturan itu agar semua giliran dansanya berjalan
Entah tertusuk apa saat ia terjatuh ke dalam lubang, tubuh si nelayan pemilik kapal terus mengeluarkan darah segar, namun ia seperti mati rasa, tak peduli sedikitpun! Terus dirabanya benda-benda berharga yang tadi ditemukannya, harta karun dalam saku bajunya. Walau tak terlihat dalam gelap gulita seperti ini, terbayang indahnya kilau semua perhiasan yang ia temukan. Bagi pria setengah baya serakah dan bejat itu, rasa sakit adalah hal kesekian, apalagi kematian! "Aku harus bisa keluar dari sini! Kembali ke kapal lalu pulang ke kota! Aku pasti bisa, lubang ini tak sedalam lubang di hutan tadi! Gelap? Huh, aku berjalan saja! Tuan Carl saja bisa, mengapa aku tidak?" Benda tajam dan panjang yang menghunjamnya itu cukup dalam menembus dada atau perutnya. Sungguh ajaib, kekerasan hati pria ini masih sanggup membuatnya berdiri, perlahan memanjat keluar dari lubang dangkal di lantai batu retak. "Vini vidi vici, aku datang, aku bertarung, aku menang!" Lelaki itu
Deg, deg, deg. Ocean dan Emily terperanjat, untuk sesaat mereka sempat mengira Sky dan Earth akan marah besar memergoki kedekatan yang tak disangka-sangka ini. Ternyata tidak! Mereka berdua, masih mengenakan topeng mata hitam, hanya berjalan mendekat. Salah satunya berkata sekali lagi, "Maaf, kami mengganggu? Tenang saja, Kak. Silakan lakukan sepuasnya, tapi nanti, jika kau menang secara adil. Sekarang mari kita masuki event pesta selanjutnya, dansa bersama secara bebas di pelataran bersama para tamu! Mereka akan senang jika bisa bertemu dan berbincang santai kembali dengan dirimu, pewaris tahta Vagano!" Ocean mengangkat bahu, tak terlalu menanggapi sindiran adiknya, akhirnya mengiyakan, "Baiklah, Emily, Sky, Earth, mari kita segera kembali, berkumpul dengan yang lain! Jangan biarkan mereka menunggu!" Keempatnya berjalan keluar taman, kali ini Emily sendiri saja, tak berani dekat-dekat dengan ketiga pemuda kembar. Selain masih merasa terkejut dengan ciuman Oc
Ocean bersyukur sudah mengenakan topeng mata hitamnya kembali sehingga penampilannya tak dapat dibedakan dengan kedua saudara kembarnya! Dicobanya untuk tetap tenang, berbalik menghadap wanita muda asing yang semakin dekat.Akhirnya mereka berhadap-hadapan.'Aina!' lirih Ocean dalam hati. Sungguhan, begitu nyata. Momen perjumpaan yang sangat tak terduga!"Anda memanggil saya, Nona?" Ocean berusaha tenang bagai lautan teduh, memelankan, merendahkan suaranya agar terdengar formal.Aina bimbang mendengar warna suara maskulin yang ia rindukan itu, "Kai! Apakah ini betul-betul dirimu?"Dari balik topeng matanya, Ocean terus berusaha menahan diri untuk segera bereaksi. Mata birunya nanar terpaku, menunggu, menyelidiki dalam diam. Ia yakin betul, wanita ini adalah gadis yang 'pernah menjadi kekasihnya'. Yang menyelamatkannya dari kecelakaan kapal kargo, lalu menjalin hubungan asmara singkat di pulau tropis terpencil nun jauh di perbatasan Evermerika.
Emily terdiam. Apa yang baru saja dilakukan kedua gadis kembar Forrester itu jelas-jelas meresahkan dan juga menunjukkan penentangan terang-terangan mereka terhadap dirinya. Ini sebuah perang, dan tampaknya sudah dimulai. Suka tak suka, cepat atau lambat, Emily harus melawan, walau bukan karena ingin mendapatkan Ocean sekalipun!'Astaga. Mereka mempermalukan diriku seperti ini dan masih bersikap seolah-olah tak bersalah?' Emily menatap mereka dengan pandangan tak percaya pada apa yang baru terjadi."Kalian berdua..." ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Emily tak ingin menangis atau pergi dari situ, apalagi di bawah tatapan mata para tamu yang masih berbisik-bisik heran. Tak ada seorangpun datang atau berani membantunya, kecuali..."Ada masalah apa, Emily?" salah satu kembar Vagano yang ternyata tak jauh darinya mendekat."Aku, aku, aku... tak apa-apa," Emily belum tahu itu siapa, yang jelas bukan Ocean."Hei, kalian berdua! Aku melihat dari jauh
Sementara di ballroom, Ocean masih mencari-cari pria sahabat lama ayahnya di antara para tamu. Sosok Carl sebenarnya tak sulit dikenali, karena ia pria setengah baya bergaya elegan yang selalu tampil rapi."Ada yang melihat Tuan Carl Wellington?" tanyanya kepada beberapa penjaga."Tadi Tuan Carl sudah hadir, Tuan Muda Ocean. Beliau sempat berbincang-bincang lama dengan seorang pelayan baru penghidang minuman anggur. Lalu pergi entah kemana dan menghilang.""Anggur?" Ocean segera menuju tempat yang ditunjukkan para penjaga.Tak ada siapa-siapa di sana. Meja itu kosong, hanya ada beberapa botol wine baru dan deretan gelas bersih. Namun Ocean sedikit curiga dengan sesuatu, tampaknya anggota tubuh seseorang, di kolong meja!"Ada siapa di sana?" pemuda itu mendekat dan menyingkapkan taplak meja anggur.Jelas, sepasang sepatu berkilat dan celana panjang bahan hitam! Seseorang berstelan jas yang ia temui di bawahnya membuat dirinya terkejut.
"Tunggu dulu, Lara, aku masih penasaran! Mengenai minuman anggur beracun itu, apakah kau benar-benar meninggalkan botol-botol penuh di sana?" Xander segera berusaha mengalihkan tangan Lara yang berusaha 'menariknya' dengan penuh undangan keintiman yang tak ingin ia respon, "Kau tak boleh membunuh orang-orang yang tak bersalah, Lara! Almarhumah ibumu saja, sekejam apapun, takkan melakukan hal itu! Sudah cukup jatuh korban di White Nest saja, bukan? Jangan lakukan lagi! Kita juga bisa tertangkap jika ketahuan!""Hah, kau pikir aku telah berbuat hal sebodoh itu? Ya, aku memang... " Lara menarik tangannya, ingin tertawa, namun segera menutup mulutnya sendiri, "sengaja meninggalkan kejutan kecil, ada sedikit jebakan yang kusiapkan di botol lain yang nyaris kosong. Kuharap takkan jatuh banyak korban. Jika ada yang meminumnya saat ini, itu benar-benar hanya karena ia 'kurang beruntung!' Kurasa ada calon korban di sana, yang sempat menaruh curiga!""Siapa maksudmu? Ocean, Sky,
Apa yang terjadi di bawah ternyata belum disadari oleh Earth dan Emily. Mereka bergumul mesra di ranjang, kemudian kebersamaan berlanjut di bathtub, di dalam rendaman busa sabun putih hangat.Tangan Earth begitu lembut sekaligus begitu kuat. Berada di belakang Emily, lengannya kokoh melingkari gadis itu, terus memberi semua yang diam-diam diimpikan semua wanita dalam mimpi terliar mereka. Menciptakan gelombang-gelombang hasrat nan mengalir deras di setiap pembuluh darah, menciptakan sensasi memalukan yang mengejutkan sekaligus sangat menyenangkan.Begitu ingin Emily lari dari pemuda itu sejauh-jauhnya, namun ia tak kuasa. Earth membungkam setiap erangan Emily dengan bibirnya yang mengecup mesra, begitu terampil. Terasa hangat, basah, lembut dan manis.Kesepuluh jemarinya yang sedari dulu begitu liar dan lepas santai bermain-main di dalam air berbusa putih lembut bagaikan krim susu, menjelajah bebas ke mana saja mereka mau. Memijit perlahan, terkadang keras, sese
Ritual cinta panas dingin yang semula tak mereka kehendaki itu akhirnya harus berakhir juga. Emily sadar, cepat atau lambat, akan ada salah satu kakak kembar Earth yang akan mendatangi kamarnya. Ia bergegas bangkit dari peraduan, mendatangi lemari, mencoba mencari gaun pesta lain dari koleksi lama almarhumah ibu kembar Vagano. Gaun-gaun mewah ala putri raja atau bangsawati Everopa yang masih sangat terawat."Earth, aku.. aku tak bisa terus-menerus melakukan hal ini bersamamu. Bila memang aku ditakdirkan menjadi milikmu, pada waktunya kita pasti akan bersama.""Sampai kapan, Emily? Kedua kakakku hanya akan memisahkan kita berdua. Terutama Ocean. Aku sangat tidak suka melihatmu dekat dengannya." Earth masih berbaring santai tanpa sehelai benangpun di atas ranjang Emily, tampak tak peduli dan tak kedinginan sedikitpun. Disilangkannya kedua tangannya pada divan, memamerkan otot-otot lengannya yang atletis. Dadanya bidang tak terlalu berambut. Perutnya rata nyaris sempurna,
Bulan dini hari perlahan muncul dari balik awan-awan mendung di angkasa, memberi penerangan dalam udara pantai Pulau Vagano yang masih sangat dingin menusuk tulang."Ternyata kau juga hadir di tempat ini, Alexander!""Lara? Huh, sudah kuduga kau akan berhasil tiba di sini. Pastinya kau senang sudah bertemu kembali dengan saudara-saudara tiri yang selama ini kau cari dan rindukan!" Xander tersenyum kecut, "I see. Satu orang Vagano diam-diam sudah jadi tawanan kecilmu! Sungguh hebat!""Huh, kejutan hebat! Mengapa kau bisa ada di sini? Aku benci padamu, Guru Muda Pengecut! sejak di Evertown aku seharusnya sudah menghabisimu, andai aku tahu sedari awal Emily berhasil kau miliki!" geram Sky yang masih ada di bawah todongan dua senjata di tangan Lara."Oh, jadi itu kau, Eagle Eyes Sang Penyanyi? Menarik sekali kau juga ingin gadis yang sama dengan kakak dan adikmu. Kalian bertiga sama-sama jatuh cinta pada kekasihku selama bertahun-tahun lamanya tanpa ada yang mau mengalah! Akan tetapi, tak
"Ada apa sebenarnya di tempat ini?" Xander menemukan dirinya berada di sebuah lokasi yang masih asing baginya.Langit dini hari terselubung awan tebal kelabu hitam diselingi petir sambar-menyambar yang enggan berhenti. Di kejauhan, debur ombak menggempur pantai terjal tiada henti. Gelombang-gelombang air tinggi seolah menggapai-gapai naik turun hendak menenggelamkan Pulau Vagano, menyeret turun semua yang ada di atas permukaan tanah. Samar-samar, Xander hanya bisa melihat hamparan batu-batu nisan dan salib penanda makam, lama dan baru di sekitarnya. Beberapa tampak baru dan rapi, beberapa sudah dalam keadaan rusak menyedihkan."Apa yang dapat kulakukan di sini?" Tiba-tiba petir menyambar, hanya beberapa meter saja dari lokasi Xander berada. Pedang Terkutuk dalam genggaman tangannya bersinar dan teracung ke tempat yang 'ditunjukkan' petir itu."Tunggu mereka di sana!" Terdengar suara misterius yang menuntun Xander hingga tiba di titik ini. "Mereka akan segera datang!"********** Sem
"Aku, aku, sesungguhnya aku bukan..." kembali ke masa kini, Sky yang diarahkan Lara dalam rencananya itu begitu ingin membantah jika ia bukanlah Ocean. Ia merasa kesal, mengapa si gadis gila Katy Forrester tiba-tiba datang dan mengancamnya seperti itu. Merasa terjepit dan diprovokasi oleh dua wanita yang ia tidak sukai, Sky begitu ingin berteriak, kesal pada nasibnya. "Kau mau bilang jika kau bukan Ocean? Huh, jangan membantah! Kau kemari ingin memindahkan jenazah kakakku Kate dan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan? Takkan kubiarkan! Kemarikan kakakku, lalu serahkan nyawamu kepadaku, Ocean Vagano!" Terpancing dan terbakar amarah, Sky tadinya ingin melawan, ingin dihempaskannya saja jenazah Kate ke tanah. Namun dua todongan moncong senjata di punggungnya serta bisikan Lara menghalangi niat pemuda itu, "Jangan berani kau lakukan apa-apa, Saudara tiriku! Awas jika kau berani kacaukan semua yang kita sepakati hingga bertemu keluargamu lagi! Hei, Katy!" Lara beralih mengajak K
Keputusan sudah diambil, mereka harus pergi. Ocean, satu-satunya yang belum sadarkan diri dari 'Kelompok Lounge', menjadi masalah terakhir mereka sebelum bisa keluar dari dalam puri. Aina bersikeras tak ingin meninggalkan pemuda itu bersama penjaga, padahal membawanya dalam keadaan seperti ini tentu sangat menyulitkan. Earth menawarkan diri sebagai pembawa tubuh kakak sulungnya hingga Ocean terjaga. Emily dan Carl akhirnya setuju jika Ocean digendong oleh Earth. Karena tugasnya, pemuda itu tak bisa memimpin dan memegang sepucuk senjata.Mereka bersiap-siap sekadarnya sebelum pergi dari puri. Seorang penjaga senior membagikan masing-masing sepucuk senjata api dari lemari rahasia kepada semua anggota Kelompok Lounge. Semula Carl menolak karena tak ingin ada lagi kekerasan. Namun Aina memberinya saran, "Tuan, aku tahu kita bukan orang jahat, namun kita masih butuh perlindungan dan senjata pembela diri. Meskipun aku yakin Ocean dilindungi sebentuk kekuatan, kita semua tentu tak ingin cela
Sementara itu, ke mana gerangan Alexander pergi? Pemuda itu masih membawa Dangerous Attraction dalam genggamannya. Ia tak begitu mengenal lorong-lorong Puri Vagano ini, namun suatu kekuatan tak kasat mata seolah menuntunnya. Pedang terkutuk bagaikan lentera panjang bercahaya menerangi jalan.Beberapa kali ia bertemu dengan sosok-sosok korban penusukan Katy di lantai, setengah mati maupun sudah tak bernyawa. Mereka yang masih hidup menggapai-gapai dengan segenap sisa tenaga. Beberapa orang muncul dari balik lemari atau tembok kemudian mendekat, walau bergidik ngeri setelah melihat senjata yang pria itu genggam."Tu-tu-tuan! Siapapun Anda, tolonglah kami! Kami tak ingin berada di sini!""Wanita itu membunuh! Tolong, lindungi kami!"Namun Xander mengabaikan semua permohonan mereka itu. Dilangkahinya saja mayat-mayat maupun jejak darah di karpet. Sesekali ia berhenti dan menatap dingin tanpa arti. Barangkali merenung, merasa kasihan, atau berpikir keras berusaha mencari jawaban. Akan teta
"Nama saya Sofia." tanpa diminta, gadis remaja misterius yang dipertanyakan Emily segera memperkenalkan diri, "Nona Emily, maafkan keberadaanku di sini, saya berada di sini untuk meminta perlindungan. Saya..." gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan tangis."Astaga... kau bisa tahu aku, apakah kau juga tinggal di pulau ini? Orang tuamu bekerja di sini?" Emily segera mendekati gadis itu."Ya. Tadinya... Sebelum Nona Katy Forrester mengamuk di pesta dan membunuh mereka semua! Aku sudah yatim piatu saat ini!" Sofia tak bisa lagi berdiam diri. Didekapnya Emily. Air matanya tumpah. "Anda semua ke mana? Mengapa kami kalian tinggalkan? Di mana lagi ada lokasi aman di pulau mengerikan ini? Apakah kita akan bertahan hingga pagi nanti?""Sudah, sudah, tenangkan dirimu, Sofia." Emily berusaha menghiburnya dan balas mendekapnya, "Katy Forrester ada di luar sana, kau aman di sini bersama kami. Aku turut berduka. Aku tahu apa yang sudah kau alami. Kita di sini bersama-sama bertahan sambil berus
"Ya, pembunuh. Tetapi bukan wanita yang kita cari." sahut Earth."Bukan Erato Miles?" heran Aina."Bukan. Katy Forrester. Si gadis kembar bungsu!""Astaga, jadi, wanita yang tadi itu..." Aina teringat sesuatu yang enggan ia buka."Tadi apa?" Emily mulai curiga."Oh, nanti saja. Aku akan kisahkan semuanya di lounge."Tak lama setelah mereka dipertemukan kembali, Emily, Earth bersama Ocean yang masih belum sadarkan diri bersama Aina memutuskan untuk bersama-sama sebagai satu tim. Earth membantu menggendong tubuh sang kakak sulung yang walau sangat ia tidak sukai namun paling tidak 'sekarang sudah tak lagi jadi saingan'. Kehadiran Aina yang belum ia kenal benar setidaknya ia anggap sebagai 'sekutu' pembawa keberuntungan.Emily sempat cemas, ia tak tahu harus memihak siapa saat ini. Ocean memang semakin jauh saja darinya, peluang Earth mendapatkan hatinya semakin besar. Namun hal itu tak serta-merta menjadikan gadis itu lupa pada kebaikan dan perhatian Ocean."Cepat, kita harus selamatkan
Emily dan Earth terus berputar di lorong-lorong lantai dasar, berusaha keras mencari jalan terbaik menuju lounge. Mereka berusaha tetap menjauh dari suara-suara yang masih menggema di seluruh penjuru Puri Vagano. Suara-suara asing yang walau tersamar deru hujan badai petir, tetap mendirikan bulu roma. Jeritan manusia terkejut, minta tolong, serta tentu saja kalimat terakhir mereka, disusul tawa wanita muda yang sedari tadi terdengar paling akhir. Sang pembunuh berantai yang sedang beraksi! "Katy Forrester benar-benar mengerikan!" Emily menggeleng seolah berusaha menepiskan bayangan Katy yang sedang menghabisi penghuni puri satu persatu, "Gadis malang yang tak pernah beruntung semenjak ada di sini! Bayangkan jika Dangerous Attraction kembali ada dalam genggamannya!" "Ia dan kakaknya adalah kebalikan diriku. Aku yang dulu menderita sejak lahir, sedangkan mereka lahir dengan 'sendok perak di mulut' malah harus berakhir di pulau penuh kutukan ini!" Earth turut merenung, "Ayo, kita berusa
Sofia menggeleng, "Aku tak tahu, Tuan, tak ada petunjuk lain. Ia tak bilang apa-apa setelah mencegah Nona Katy membunuhku. Hanya saja katanya, ayahnya pernah jadi penguasa pulau ini..." "Penguasa pulau ini? Astaga... Itu pasti dia!" Carl semakin gusar. Fakta bahwa Katy baru saja membunuh entah berapa membuatnya sadar jika kutukan sahabatnya kembali memakan korban. "Kita harus temukan kedua kembar itu dan juga para Pemuda Vagano. Kurasa wanita yang tadi Sofia sebutkan adalah Erato Miles, wanita misterius yang kita cari-cari sebagai pelaku!" "Miles!" Sofia terkejut, "Bukankah Bu Hannah kepala pelayan yang sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu itu juga bernama keluarga Miles? Keluargaku mengenal beliau. Aku ingat, hanya saja kami tak berani dekat-dekat, beliau kelihatan galak dan sangat tertutup." "Barangkali memang itulah dia, putri sahabatku Zeus dan Hannah! Yatim piatu yang sedang mencari saudara-saudara tirinya demi 'reuni' pertama dan terakhir mereka!" "Astaga, jadi tadi ak