Sementara itu, Lara yang masih dalam misi pencariannya, tak terlalu sukar dalam menemukan The Miles Company, perusahaan milik keluarga ibunya.
Setelah menyelidiki lewat situs online dan media-media cetak, Lara mengetahui bila di kota kecil terdekat, Evertown, akan dibuka cabang sebuah kafe baru milik keluarga Miles, bermerek M's Brew.
Segera dikuncinya pintu rumah lamanya dan diangkutnya beberapa koper berisi barang pribadi seadanya ke dalam mobil tua yang ia beli dari dana 'pemberian' Hannah selama ini. Dikendarainya seorang diri menuju Evertown.
Melewati jalan sepi berdebu dan tandus, akhirnya menjelang senja ia tiba di Evertown yang sepi dan damai.
'Kurasa aku harus segera melamar kerja di tempat itu sebagai apapun. Nanti baru akan kupikirkan langkah selanjutnya. Akankah kumasuki jenjang perusahaan keluarga ibuku itu secara diam-diam, atau sambil mencari jejak keluarga ayahku yang entah dimana. Yang jelas, aku harus memperoleh hak-hakku dan mencari kej
Lelaki petugas setengah baya itu menengadah, menyapa selamat siang."Siapa nama Anda, Nona?" tanyanya kepada wanita muda di hadapannya setelah mempersilahkannya duduk."La... oh, bukan. Nama saya Erato. Erato Calamity Vagano."Deg. Hampir saja ia keceplosan! 'Tenang, Lara, tenang saja,' ujar Lara kepada dirinya sendiri dalam hati, 'segalanya akan baik-baik saja!'"Hmm, baiklah, Ms. Erato. Anda pernah bekerja di sebuah kafe, rumah makan, atau toko sebelumnya?"""Belum. Tapi saya akan mencoba pekerjaan apapun yang saya bisa, sebaik mungkin," ia berusaha tampil memelas, "saya seorang yatim piatu pengembara, saya butuh sekali pekerjaan ini."Bapak yang bertugas di bagian HRD The Miles Company yang sedang meng-'interview' si gadis 27 tahunan berpakaian serba hitam itu mendesah, "Kau memang kelihatannya belum berpengalaman sama sekali, Ms. Erato. Tapi baiklah, karena jumlah pencari kerja dan pelamar di kota kecil ini sangat sedikit, tak ada salahn
Ocean masih belum habis pikir, 'Kedatangan tamu-tamu dadakan? Bagaimana mungkin? Aku merasa tak pernah mengundang siapa-siapa sebelumnya, apalagi untuk berkomunikasi dengan dunia luar dari pulau terpencil ini membutuhkan waktu lama, itupun dengan perantaraan. Sinyal telepon tak sampai kemari. Jadi, siapa yang melakukan ini semua?' Namun rasanya tak mungkin menyelidiki itu semua saat ini dan tak mungkin juga mengusir semua tamu dari Keluarga Forrester itu pulang ke Everopa yang jauh, bukan? Jadi.. "Baiklah, sambut mereka baik-baik, dan aku akan segera menemui mereka di ruang tamu." titah Ocean kepada petugas puri, yang segera menunduk hormat, mengucap siap dan berlalu untuk melaksanakan. Lilian, si dokter setengah baya yang juga selalu berada di sisi Ocean, turut mendengarkan semua dalam diam, 'Ternyata surat undangan yang kubuat dan kucap dengan stempel keluarga Vagano berhasil tiba dan mereka betul-betul percaya. Semoga Ocean akan jatuh cinta pada salah satu
"Selamat siang dan selamat bertemu, salam sejahtera, Yang Mulia Duke Ocean Stallion Vagano, kami berharap Anda selalu dalam keadaan sehat dan sejahtera." rombongan bangsawan dan bangsawati dari daratan Everopa itu berjumlah sekitar 10 orang, tapi hanya ada dua orang gadis yang memakai semacam topi kain lebar bertutup 'veil' pink lengkap dengan gaun pink panjang bergaya klasik elegan yang mungkin di masa kini hanya ada dalam film-film animasi fantasi. Sepintas lalu, mereka seperti sepasang Barbie yang wajahnya tersembunyi. Belahan dada mereka sedikit rendah, memamerkan belahan tipis pada bukit dada yang membuncah. Paras mereka sedikit banyak masih terselubung, jadi tak ada yang tahu bagaimana rupa yang sebenarnya. Cantik menarik atau malah sebaliknya? 'Kucing-kucing kecil yang manis dalam karung... pink...' Ocean dalam hati sedikit banyak agak geli tergelitik. Mereka membungkuk dalam-dalam dengan penuh rasa hormat di hadapan Ocean seperti serombongan rakyat je
Sementara itu di dalam sebuah kamar sewaan kecil di Evertown, tak jauh dari M's Brew yang besok pagi akan dibuka untuk pertama kalinya, seorang pemuda sedang bersiap-siap untuk mandi. Diambilnya selembar handuk besar. Dimasukinya kamar mandi pribadinya yang kecil saja, namun cukup bersih. Earth, atau kini lebih suka dipanggil dengan nama tengahnya di 'kehidupan baru'-nya ini, Avalanche, bertekad akan hidup sebersih mungkin. Melupakan segalanya. Membuat dirinya sendiri 'terlahir kembali' seperti bayi yang suci tanpa dosa. Dibukanya semua busana yang ia kenakan. Kemejanya, celana panjangnya, hingga celana dalamnya. Tubuh tingginya yang dahulu pernah sangat kurus kekurangan gizi ternyata sekarang atletis, nyaris sempurna. Dipandanginya sekilas tubuhnya yang dahulu penuh bekas luka. Dibasuhkannya sabun cair beraroma maskulin itu ke seluruh bagian tubuhnya. Cambukan Hannah. Pukulan dan tendangan. Yang kadang masih hadir dan terasa, walau sudah lama berlalu
Keesokan paginya, M's Brew yang sudah mempersiapkan 'soft opening' mulai dipadati oleh calon-calon pelanggan: para pegawai kantor, mahasiswa, dan pengunjung umum yang kebetulan lalu-lalang di jalan utama Evertown. Kota itu hanya berpenduduk di bawah 2000 jiwa, jadi kehadiran sebuah kafe atau restoran baru sudah dianggap sangat luar biasa. Beberapa barista dengan tangkas melayani para pengunjung-pengunjung penasaran di ruangan bergaya interior minimalis 'rustic' modern yang 'cozy' serta nyaman. Mendampingi mereka, beberapa 'waitress' dengan cekatan mencatat pesanan pengunjung yang rata-rata pria berumur dua puluh hingga tiga puluhan. M's Brew juga menyajikan aneka kudapan lezat dan sarapan hangat. Para pengunjung tampak cukup puas dan betah berlama-lama duduk di meja panjang kayu ala bar yang masih mengkilat. Dekorasi kafe itu didominasi furnitur kayu berpelitur hitam dan cokelat mengkilat, namun juga berhias tanaman hijau menyegarkan di setiap sudutnya. Para karyawan
Sementara itu, Ocean Vagano dan para 'tamu agung'-nya di puri sedang menikmati jamuan makan malam yang mewah elegan dalam nuansa formal di ruang makan utama. Di sudut ruangan, sekelompok pemain musik kwartet gesek memainkan musik klasik Everopa yang riang dan indah. Semua keluarga Forrester yang hadir menikmati santapan lezat di meja panjang bertaplak kain halus dan mewah berhias lilin-lilin panjang di atas chandelier dan vas-vas bunga mawar segar. Beberapa sajian pembuka begitu menggugah selera; sup krim ayam 'creamy' dan salad segar, dilanjutkan hidangan utama beberapa piring besar ayam, kalkun panggang, puluhan potongan iga sapi bakar yang lezat tersaji hangat, lengkap dengan hidangan pencuci mulut berupa puding buah dan eskrim aneka rasa. Walau Hannah sudah lama tak ada, Ocean sudah lama mendatangkan koki-koki andal dari daratan utama Everopa yang selalu siap menyajikan apapun yang ia kehendaki. Walaupun sepeninggal Emily, selera makannya jadi jauh menuru
Sementara itu, Emily Rose Stewart dan Sang Pak Guru Muda Xander Chan-Meyer semakin lama semakin akrab saja. Mereka sudah bergaul akrab, melakukan pendekatan gencar seperti sepasang remaja kasmaran.Emily bahkan sepertinya sudah lupa pada niatnya semula untuk menelepon kontak Keluarga Vagano yang diberikan Ocean. Ia telah meletakkan nomornya kembali saat itu ke dalam koper bawaannya, dan hingga pagi dan beberapa hari setelahnya pun tak pernah atau lupa untuk meliriknya lagi.Justru dengan Xander, Emily bisa kembali tertawa, bercanda dan bercerita dengan bebas. Seperti kembali ke masa-masa saat hidupnya masih 'normal, tepatnya sebelum peristiwa kecelakaan kapal laut dan semua drama dan tragedi berdarah yang terjadi di Pulau Vagano.Bahkan tak dipedulikannya tatapan iri dan cemburu para siswi-siswi belasan tahun yang menyaksikan keakraban dua guru baru yang kerap mengobrol saat istirahat siang di kantin. Pada siang hari menjelang sore, keduanya juga sering janjian
Hingga kopinya habis, Emily belum juga menyadari bila seseorang yang baru saja menghidangkan kopinya adalah pria dari masa lalunya yang ia pernah kenal sedemikian dekat. Gadis itu malah asyik membalas pesan chat dari teman dekatnya yang ternyata sudah menunggu di sekitar sana. Jari-jemari lentiknya asyik membalas chat lalu menelepon juga lawan dialognya. "Xander? Aku ada di M's Brew. Kau mau menyusulku kemari?" Suara itu. Avalanche sangat mengenalnya. Ia tak pernah bisa melupakannya. Genggamannya pada serbet yang ia pegang semakin erat dan bergetar hebat. Rasanya sesuatu di dalam nuraninya bergejolak. Hampir saja ia ingin lemparkan serbet itu dan meninju tembok sekuat-kuatnya, seperti hal yang sering ia lakukan di kamar mandi bila amarahnya menjadi-jadi. 'Itu pasti dia. Itu pasti Emily. Tak salah lagi. Aku tak boleh kehilangan dia! Ternyata dia begitu dekat! Dia ada di kota kecil yang sama denganku! Sepertinya begitu kebetulan. Tapi, m
"Tidak, jangan lakukan itu, Nona Kate! Kami akan segera mencari dan menemukan Ocean Vagano!" di luar dugaan semua orang yang hadir di pagi menjelang siang benderang namun mencekam itu, tetiba Lilian maju, menempatkan dirinya di antara Kate yang nyaris terjun ke jurang dan Katy yang semakin bernafsu untuk mengakhiri hidup kakaknya! "Minggir, Wanita Tua! Kau bukan sasaran Pedang Terkutuk ini! Minggir sekarang juga, aku tidak main-main!" geram Katy kesal. "Tidak! aku memang bersalah! Kuakui semua sekarang juga! Aku yang mengundang kalian kemari karena ingin menjodohkan Ocean dengan harapan semua kutukan akan segera berlalu dan kalian semua bisa berkeluarga dan akhirnya hidup bahagia, melupakan Emily dan segala yang terjadi!" aku Lilian, membuat kedua gadis kembar itu terhenyak, "Namun ternyata semua ini terjadi! Ocean sudah hilang dan kemungkinan besar tewas di laut dan takkan pernah kembali! Jadi aku merasa gagal, aku merasa benar bila ini semua salahku! Sama seperti p
Semua yang hadir terpaku di tempat, tak berani bergerak sedikitpun setelah mereka berjarak sedemikian dekat dengan Katy yang mungkin akan melukai Kate sewaktu-waktu tanpa sempat mereka cegah."Berhenti di sana sekarang juga, Nona Siapapun Namamu! Sebab gara-gara dirimu, semua yang aku dan Emily ingin lakukan hingga pergi sejauh ini terpaksa tertunda!" Earth dengan suara keras menitahkan Katy yang belum ia kenal."Darimana kau mendapatkan pedang itu dan siapa sebenarnya kalian, mengapa bisa ada di puri ini?" tanya Sky yang juga belum tahu apa-apa."Mereka berdua gadis-gadis bangsawan Everopa, keluarga Forrester yang datang kemari dari jauh dengan tujuan ingin bertunangan dengan kakak kalian, Ocean Vagano," jelas Lilian yang merasa bersalah karena diam-diam mengundang mereka, namun tampaknya tak berjalan baik seperti yang direncanakan."Betul sekali! Dan aku sebagai adik, kali ini tak ingin mengalah untuk kakakku, sekalipun ia telah tidur dengan Ocean Vagan
"Tidak, jangan ikuti aku lagi! Kumohon! Lihat, tadi ada seorang Vagano datang entah darimana, Ocean atau bukan, dia bisa kaujadikan milikmu!" Kate Forrester berlari terus di jalan yang semakin menanjak di tepi pantai itu, tanpa sadar bahwa sebenarnya ia menuju 'dead end'. Jurang yang menghadap ke pantai, namun bukan yang berpasir putih, melainkan pantai curam berbatu karang besar tajam dimana almarhum Zeus Vagano pernah terjatuh ke atasnya dan tewas seketika. "Kau tak bisa mengaturku! Nyawamu berada dalam tanganku, Kak!" Katy masih tersenyum dengan anehnya. Kini Kate berada dekat sekali dengan tepi jurang. Ia terhenti, bingung. Tak ada jalan kemanapun untuk kabur lagi. Hanya ada dua pilihan, dan dua-duanya jalan menuju maut! ********** Sementara itu di puri, Emily dan Earth telah memasuki ruang utama. Emily yang masih enggan sekaligus cemas pada nasib gadis kembar misterius yang dikejar saudarinya sendiri dengan pedang Dangerous Attraction, di
"Tidak mungkin, ini semua tak mungkin terjadi, sebab lukisan ini tak mungkin nyata!" Kate Forrester perlahan mundur menjauh, merasa tak ingin terburu-buru dari tempat persembunyian itu karena khawatir Katy akan menemukannya. Namun ia juga merasa tak nyaman dengan apa yang ia lihat. Terlalu mengerikan dan tak dapat dipercaya! Hanya saja, untuk bertahan di bawah tatapan empat pasang mata sedemikian mengerikan, siapa sanggup bertahan? Akhirnya Kate keluar dan kembali berlari menelusuri labirin Lorong Bawah Tanah. Tentu saja, tak jauh darinya masih ada Katy yang sedari tadi menunggunya dengan sabar. Dan suaranya yang berisik melengking saat bermonolog di hadapan Lukisan Terkutuk tentu saja terdengar oleh Sang Adik yang masih belum ingin melepaskan Sang Kakak. "Kate, sejauh apapun dan dimanapun kau berada, aku selalu ada di belakangmu, mengawasimu hingga aku mendapatkan nyawamu!" Kate berusaha keras mencari jalan keluar, kemana saja tembusnya lorong-lorong
Sementara jauh di lantai dasar, kedua Kembar Cantik Forrester masih saling kejar. Katy yang masih dibawah pengaruh misterius tentu saja takkan menyerah sebelum mencapai tujuannya."Bersiaplah untuk mati, Kate! Kau takkan pernah bisa menghindar dariku ataupun takdir yang menunggumu!""Tidak! Tinggalkan aku saat ini juga! Kau bukan dirimu sendiri, Katy! Sadarlah! Kumohon, ingatlah bahwa kau adikku! Adik takkan membunuh kakak sendiri walau demi cinta!"Sepanjang perjalanannya mencari pintu menuju Lorong Bawah Tanah, Kate Forrester berusaha keras menghalang-halangi adiknya sambil mencoba semua pintu di lorong yang ia duga pernah dilaluinya beberapa saat silam bersama Ocean dan Lilian. Dijatuhkannya semua vas bunga besar-besar dan pajangan berharga yang ia temui, tak peduli bahwa tuan rumah puri bisa saja marah besar bila mengetahui perbuatannya itu.Demi keselamatannya, ia tak peduli. Sayangnya, perbuatan Kate itu percuma saja. Katy tetap mengejarnya dan mela
Semalam-malaman, beberapa jam lamanya Lilian bersama beberapa petugas jaga terkurung di museum perpustakaan hampir merasa putus asa karena 'dikungkung' oleh suatu kekuatan tak kasat mata yang seakan-akan 'menguasai' Puri Vagano. Mereka telah mencari celah di dinding, jendela, serta mencoba semua kemungkinan lain untuk keluar. Tak berhasil. Semua seakan-akan rapat tertutup, bahkan kaca jendela menolak untuk dibuka dari dalam.Sementara di bawah sana, tanpa mereka ketahui, seorang penghuni lama sekaligus tuan rumah, Sky Vagano sang kembar tengah, telah tiba kembali di kediamannya sendiri. Merasa heran karena tak ada seorang penjagapun di puri, sementara pintu-pintu utama tak terjaga dan dengan mudah dibuka dari luar."Pagi yang senyap di Pulau Vagano, dan tak ada penyambutan kepulangan sama sekali. Baiklah, ini memang sangat mendadak! Huh, semoga Lilian tak mengabaikan 'tugasnya'. Berarti benar dugaanku, ada hal yang tak beres di sini! Syukurlah aku kembali! Lilian! Penj
Kate masih belum terlalu percaya bila Katy betul-betul serius ingin menyakitinya, walau sebenarnya ia betul-betul mulai dilanda sebuah perasaan yang sangat tak enak."Ayolah, Adikku! Letakkan saja pedang-pedangan yang kau dapatkan entah darimana itu dan berdamai sajalah denganku! Kau nanti juga akan mendapatkan jodohmu sendiri. Kembar Vagano tidak hanya Tuan Muda Ocean! Masih ada 2 adiknya yang sama-sama tampan dan bisa kaupilih sendiri nanti!" ia tertawa gelisah sementara Katy masih mendesaknya hingga jauh mundur ke dalam kamar, bahkan hingga ia terjatuh ke atas ranjangnya sendiri."Tidak, Kak! Aku ingin hanya diriku saja yang menjadi kekasih, tunangan dan kelak istri Ocean Vagano! Karena kau adalah sainganku! Dalam cinta, tak pernah ada yang namanya teman, sahabat bahkan saudara sekalipun!" Katy tersenyum sinis sambil tetap menggenggam hulu pedang terkutuk Dangerous Attraction yang belum pernah Kate lihat sebelumnya."Lalu, apa yang kau inginkan? Membunuhku? C
Lama Earth terdiam, sementara dalam hatinya, Emily sangat yakin bahwa pemuda itu takkan pernah berkata ya. 'Ia sangat membenci keluarganya, tanah kelahirannya, jadi ia takkan pernah mau! Maka aku akan bebas pergi, karena ia tentu akan menolak mentah-mentah semua permintaanku yang sukar ini!' demikian Emily berusaha untuk membuat Earth mundur perlahan dengan syarat yang sedemikian berat. Berada kembali di tanah kelahirannya tentu saja bukan pilihan terbaik bagi Earth yang tak ingin mengenang masa lalunya yang begitu kelam dan menyedihkan. Pergi sejauh-jauhnya, bila perlu! "Baiklah, Emily! Demi kau, hari ini juga kita akan segera kembali ke Pulau Vagano!" di luar dugaan, Earth menyanggupi permintaan Emily yang paling sukar itu. "A, a, a, apaaaa?" Emily terperangah tak percaya, "Earth, bagaimana mungkin kau mau? Ocean dan Sky bisa membunuhmu, apalagi bila kau membawaku kesana! Pedang Terkutuk itu tentunya masih ada dan kali ini hidupmu bisa berakhir di ujungnya!
Sementara, Emily masih berada dalam 'penguasaan' Earth di sebuah hutan yang sunyi. Masih terombang-ambing antara ingin kembali kepada Xander yang 'ditinggalkannya' begitu saja tanpa kabar di M's Brew di Evertown, atau tetap bersama Earth yang tak mungkin akan mengizinkannya pergi lagi. "Emily, sudah dua kali kita melakukan itu. Kau bisa berterusterang kepadaku, apakah kau mulai bisa menyukaiku walau sedikit?" Earth masih memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya untuk selama-lamanya. Emily gemetaran, walau pelukan Earth terasa hangat. Di bawah siraman cahaya mentari, pemuda itu sama sekali tak seperti saat mereka masih di Pulau Vagano tiga tahun silam. Tubuhnya bersih, mulus, wajahnya bercahaya. Emily sungguh merasakan perbedaan yang signifikan antara Earth Si Bungsu Terkutuk di masa lalu dengan Avalanche Si Barista di masa kini. "Aku belum tahu. Tiba-tiba saja kau muncul kembali. Terlalu mendadak bagiku. Dan aku sudah punya kekasih yang mencintaiku. Xa