Sementara itu Sky Firmament Vagano sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk melakukan pertunjukan kecil-kecilannya di sebuah kafe baru di Evertown. Mendengar nama M's Brew, tempat manggungnya secara 'live' nanti sore hingga malam, ia tak bisa tak teringat pada Miles Company. Perusahaan yang dimiliki keluarga yang ia sedikit banyak tak sukai karena berhubungan dengan masa lalunya. Perusahaan milik keluarga Hannah!
'Huh, tak ada hubungannya dengan masa lalu dan semua kutukan itu, M's Brew hanyalah tempat persinggahan belaka dalam perjalananku!' demikian pikir Sky, 'M's Brew hanyalah kebetulan belaka! Aku akan manggung di sini malam ini dan besok dengan nama panggung Eagle Eyes. Dua malam saja cukup untuk kota kecil ini, lalu berangkat lagi ke kota berikutnya hingga aku menemukan Emily. Sekecil apapun kemungkinannya!'
**********
Jauh di Puri Vagano, pagi-pagi sekali, Ocean beringsut keluar dari kediaman mewahnya sendiri, hanya berbekal sebuah koper kecil sea
Pagi menjelang siang, sang kakak kembar cantik Kate Forrester perlahan terjaga di atas ranjang besar dan mewah milik Ocean Vagano. Menyadari semalam-malaman ia berhasil mendapatkan pengalaman dewasa memabukkan yang ia impikan selama ini, pada awalnya ia merasa beruntung dan gembira. Akhirnya, ia berhasil menang atas adiknya. Katy yang sedang merana di tengah 'delusi' akhirnya berhasil dilangkahi! Namun segera disadarinya, Ocean ternyata tak main-main soal kepergiannya dari pulau secara diam-diam. Pemuda itu tak ada di sisinya, juga di kamar mandi, dan di beranda. Dengan panik dicarinya suatu petunjuk, apapun yang ditinggalkan Ocean, hingga pandangannya tertumbuk pada sepucuk surat yang ia temukan di atas meja kopi. 'Kate, saat kaubaca surat ini, aku sudah berangkat jauh ke Evermerika. Kutitipkan sementara puri ini kepadamu. Tapi kumohon, jangan pernah coba-coba mendekati museum! Tempat itu tertutup dan sangat berbahaya. Jaga adikmu baik-baik. Jangan tunggu aku kembal
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart' : Aku tak bisa tidur dengan nyenyak hingga Minggu pagi. Tetiba ponselku berdering dan Xander menyapa dari ujung sana, menanyakan kabarku. "Oh, kau. Hai," sahutku tak bergairah, dan mungkin juga terlalu menyolok, sebab aku tak bisa berpura-pura lebih lama lagi 'seperti tak pernah terjadi apa-apa.' "Hai! Ada apa, Em? Kelihatannya ada masalah. Kau sakit?" "Oh, ti, ti, tidak. aku baik-baik saja, hanya kurang tidur semalam karena bermimpi buruk. Ada apa, Sayang?" "Nanti malam ada 'live show' gitar akustik dari penyanyi pendatang baru di M's Brew! Eagle Eyes! Kau pasti akan menyukainya! Kita bisa makan malam romantis di sana! Aku sudah mereservasi untuk kita, 'table for two', syukurlah masih kebagian. Tempatnya terbatas sekali, dan pendaftaran 'online'-nya segera tutup tepat lima menit setelah dibuka! Gila, bukan?" Xander terdengar bersemangat. "Uhh, M's Brew?" sungguh, aku tak ingin kemba
Sementara itu, jauh di kota kecil Evertown, semua persiapan sudah selesai dilakukan dan waktunya konser mini Eagle Eyes segera tiba. Seperti biasa, para kru M's Brew sudah mempersiapkan yang terbaik untuk event pertama mereka. Hidangan terlezat dan kopi serta wine bagi para tamu yang sudah mereservasi tempat. Konser mini ini tertutup bagi tamu biasa, hanya tersedia beberapa puluh kursi saja. Tamu-tamu mulai berdatangan pada senja menjelang malam yang cerah. Rata-rata pasangan muda, entah sudah menikah, bertunangan atau masih menjalin hubungan. Seorang pemuda tampan bermata biru dengan rambut hitam lurus, tampak mesra menggandeng pasangannya, gadis cantik berambut bob pirang bermata cokelat. Keduanya mengenakan jas dan gaun pesta semi formal yang serasi berwarna hitam dan pink. Namun si wanita muda tampak sedikit resah. Saat pasangannya mendorongkan kursi untuk duduk di meja yang berada dekat dengan panggung mini, ia terus melihat kesana-sini seolah mencari atau menunggu sese
Cuplikan Karya Inggrisku... Moistra was a young mermaid, pretty, cheerful and also very outgoing. She was one of the most beautiful daughters of Father Merman, The Legendary Great King of the Ocean. They secretly lived in peace and harmony deeply under the sea, far away from the surface of the Earth. For ages, The Mermaids had lived among the fishes and other sea creatures, just like in the movies, and might be far much better and beautiful. Surrounded by fresh ocean crystal clear blue water, colorful coral reefs and any magical creatures more than anyone could ever imagine, things were even better than anyone had depicted or saw in any stunning animation or movies! Not as often told by fairy tales nor children bedtime stories, mermaids were not always lived underwater. Every night, after drinking a very special secret potion, they grew a temporary legs and feet and came to the surface, silently walked on empty beaches or shores. And very different from a fan
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart : Musik seperti terhenti , walau piano pengiring masih berdenting. Aku terpaku. Kurasa aliran darah dan waktu berhenti bersamaan dan membeku, sebab tubuhku terasa begitu dingin. Sama sekali diam, terpatri dalam momen yang begitu menentukan. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, sebab tak mungkin aku bisa menolak ajakan berduet itu begitu saja. Semua mata dalam ruangan itu memandangku dan menunggu aksiku. Kutahan napasku dan menunggu. Haruskah aku kabur dari sini? Akhirnya aku pasrah saja, dan menuruti permintaan sang penyanyi. Perlahan tanpa keinginan memandang siapa-siapa, ragu-ragu aku berdiri, berjalan menuju ke panggung. Hanya senyum Xander yang nampak bersemangat, diiringi support-nya yang seperti biasa, "Ayo, Em, menyanyilah untukku! Suaramu pasti luar biasa!" Semua orang yang menonton turut memberi beberapa kali tepuk tangan penyambutan, tentu saja hanya sekedar basa-basi. Eagle Eyes
Sudut Pandang / 'point-of-view' Earth : Emily ada di depan panggung saat ini! Tentunya bersama kekasihnya, nama serta order makan malam dan minuman mereka tiba di dapur. Aku sempat membuatkan minuman mereka. Segelas kopi dingin bagi Alexander dan segelas fruit punch bagi Emily. Andai bisa, kopi pemuda itu ingin sekali kububuhi racun bagaikan di film-film! Tak begitu sulit untuk melakukannya. Dengan demikian, ia akan segera mati, dan Emily yang sedang berduka dan kesepian bisa kudekati dengan mulus dan kelak menjadi milikku. Tapi, tidak! Selain karena tindakan kriminal tak ingin kujadikan jalan hidupku (lagi), Erato juga masih 'terobsesi' pada pemuda itu! Dan aku harus menyisakannya 'jatah' dengan memberinya kesempatan. Jadi, kutunggu saja sambil bekerja di dapur bersama para chef yang aktif memasak dan penyaji makanan yang hilir mudik mengambil order, menyibukkan diri. Suara sang penyanyi mengalun ke seluruh penjuru M's Brew jadi kami para kru diam-diam bisa
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart:Aku tahu, ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, sesungguhnya aku akan bertemu lagi dengan Earth, dan ternyata semuanya menjadi kenyataan.Entah harus berbuat apa, yang jelas, bila bisa aku sangat ingin pergi dari situ. Memang aku belum tahu siapa yang harus kupilih. Aku begitu ingin setia kepada Xander, namun di sisi lain, kehadiran Ava alias Earth kembali menguasaiku. Aku tak tahu gairah aneh apa yang selalu meluap setiap kali aku bertemu dengannya.Sesuatu yang sudah ada sejak 3 tahun silam di Pulau Vagano."Aku tak mau, Earth, kumohon, biarkan aku pergi, biarkan aku hidup bahagia!" kutolak ajakannya, dengan susah payah berusaha melepaskan diri dari ciumannya, "kita sudah melakukan sekali saja, dan itu sudah sangat cukup bagiku. Kau sudah memilikiku. Sekarang pergilah, sebab aku bukanlah untukmu. Kita tak ditakdirkan untuk bersama-sama, Earth.""Jangan bilang begitu, Emily. M
Sementara itu, jauh di sebuah pulau kecil tropis nan sunyi di laut lepas perbatasan terjauh Evermerika. Seorang gadis cantik berkulit kecoklatan, berambut hitam legam, berbusana tradisional berbahan alami baru saja turun dari perahu kecilnya. Berlabuh, ia tangkas bekerja, turun menambatkan perahunya pada sebatang tonggak di pantai permai berpasir putih. Ia baru saja kembali dari tugas menjala ikan, seorang nelayan kecil-kecilan. Beberapa kilogram ikan kecil dan sedang berhasil ia peroleh, jalanya yang ia gendong cukup berat karena nyaris penuh. Langit pagi tampak biru cerah nyaris tanpa awan, seakan tak ada lagi tanda-tanda beberapa belas jam silam telah terjadi badai dahsyat. Kecuali tentunya... Sesosok tubuh terkapar tak berdaya di atas pasir di kejauhan. 'Manusia! Hidup atau mati?' demikian ia terkesiap. Gadis itu segera mendekat dan duduk memeriksa. Tubuh itu tertelungkup penuh luka, bajunya compang camping, namun ia masih bernapas pelan, ma