Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart :
Musik seperti terhenti , walau piano pengiring masih berdenting. Aku terpaku. Kurasa aliran darah dan waktu berhenti bersamaan dan membeku, sebab tubuhku terasa begitu dingin. Sama sekali diam, terpatri dalam momen yang begitu menentukan. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, sebab tak mungkin aku bisa menolak ajakan berduet itu begitu saja. Semua mata dalam ruangan itu memandangku dan menunggu aksiku.
Kutahan napasku dan menunggu. Haruskah aku kabur dari sini?
Akhirnya aku pasrah saja, dan menuruti permintaan sang penyanyi. Perlahan tanpa keinginan memandang siapa-siapa, ragu-ragu aku berdiri, berjalan menuju ke panggung. Hanya senyum Xander yang nampak bersemangat, diiringi support-nya yang seperti biasa, "Ayo, Em, menyanyilah untukku! Suaramu pasti luar biasa!"
Semua orang yang menonton turut memberi beberapa kali tepuk tangan penyambutan, tentu saja hanya sekedar basa-basi.
Eagle Eyes
Sudut Pandang / 'point-of-view' Earth : Emily ada di depan panggung saat ini! Tentunya bersama kekasihnya, nama serta order makan malam dan minuman mereka tiba di dapur. Aku sempat membuatkan minuman mereka. Segelas kopi dingin bagi Alexander dan segelas fruit punch bagi Emily. Andai bisa, kopi pemuda itu ingin sekali kububuhi racun bagaikan di film-film! Tak begitu sulit untuk melakukannya. Dengan demikian, ia akan segera mati, dan Emily yang sedang berduka dan kesepian bisa kudekati dengan mulus dan kelak menjadi milikku. Tapi, tidak! Selain karena tindakan kriminal tak ingin kujadikan jalan hidupku (lagi), Erato juga masih 'terobsesi' pada pemuda itu! Dan aku harus menyisakannya 'jatah' dengan memberinya kesempatan. Jadi, kutunggu saja sambil bekerja di dapur bersama para chef yang aktif memasak dan penyaji makanan yang hilir mudik mengambil order, menyibukkan diri. Suara sang penyanyi mengalun ke seluruh penjuru M's Brew jadi kami para kru diam-diam bisa
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart:Aku tahu, ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, sesungguhnya aku akan bertemu lagi dengan Earth, dan ternyata semuanya menjadi kenyataan.Entah harus berbuat apa, yang jelas, bila bisa aku sangat ingin pergi dari situ. Memang aku belum tahu siapa yang harus kupilih. Aku begitu ingin setia kepada Xander, namun di sisi lain, kehadiran Ava alias Earth kembali menguasaiku. Aku tak tahu gairah aneh apa yang selalu meluap setiap kali aku bertemu dengannya.Sesuatu yang sudah ada sejak 3 tahun silam di Pulau Vagano."Aku tak mau, Earth, kumohon, biarkan aku pergi, biarkan aku hidup bahagia!" kutolak ajakannya, dengan susah payah berusaha melepaskan diri dari ciumannya, "kita sudah melakukan sekali saja, dan itu sudah sangat cukup bagiku. Kau sudah memilikiku. Sekarang pergilah, sebab aku bukanlah untukmu. Kita tak ditakdirkan untuk bersama-sama, Earth.""Jangan bilang begitu, Emily. M
Sementara itu, jauh di sebuah pulau kecil tropis nan sunyi di laut lepas perbatasan terjauh Evermerika. Seorang gadis cantik berkulit kecoklatan, berambut hitam legam, berbusana tradisional berbahan alami baru saja turun dari perahu kecilnya. Berlabuh, ia tangkas bekerja, turun menambatkan perahunya pada sebatang tonggak di pantai permai berpasir putih. Ia baru saja kembali dari tugas menjala ikan, seorang nelayan kecil-kecilan. Beberapa kilogram ikan kecil dan sedang berhasil ia peroleh, jalanya yang ia gendong cukup berat karena nyaris penuh. Langit pagi tampak biru cerah nyaris tanpa awan, seakan tak ada lagi tanda-tanda beberapa belas jam silam telah terjadi badai dahsyat. Kecuali tentunya... Sesosok tubuh terkapar tak berdaya di atas pasir di kejauhan. 'Manusia! Hidup atau mati?' demikian ia terkesiap. Gadis itu segera mendekat dan duduk memeriksa. Tubuh itu tertelungkup penuh luka, bajunya compang camping, namun ia masih bernapas pelan, ma
Sementara itu, kembali ke malam di M's Brew. Xander yang masih duduk di kursi meja malam kencan menunggu kembalinya kekasihnya Emily Stewart yang pergi entah kemana, mulai merasa gelisah. Begitu pula dengan sang penyanyi yang malam itu melakukan 'live show'-nya, Eagle Eyes, alias Sky Vagano.Kedua orang yang saling tak mengenal itu sama-sama memikirkan gadis yang sama tanpa mereka sadari.Dimana Emily Stewart berada? Hanya seorang gadis lain yang tahu. Seorang pelayan berambut pirang yang berdiri di pojokan, yang sesekali mondar-mandir ke dapur dan ke ruang utama melayani tamu-tamu. Siapa lagi, bila bukan 'partner' kerjasama Ava, Erato.Erato yang diam-diam memendam perasaan aneh dalam hati saat sedang dalam misi 'membantu' adik tirinya itu. Erato alias Lara, tersenyum puas menatap lancarnya permainan mereka.'Earth pasti sudah berhasil melakukan dan memiliki Emily saat ini, dan kini giliranku untuk melakukan apa yang kuinginkan. Mencoba memasukkan Xander
Sementara itu, jauh di pulau terpencil tak dikenal bersuasana tropis, sang pemuda tampan berambut cokelat panjang dan bermata biru yang ditemukan seorang gadis lokal perlahan mulai pulih. Berkat perawatan telaten yang gadis itu lakukan, pemuda itu berangsur-angsur menemukan kekuatannya kembali setelah hampir beberapa hari kehilangan tenaga. "Siapa namamu?" tanya pemuda itu kepada dewi penyelamatnya, yang berkulit kuning kecokelatan dan berambut dan bermata hitam bagaikan malam. "Namaku Ainanani, atau panggil saja Aina. Senang bisa berkenalan dengan Anda. Maafkan bahasaku yang asing, karena aku kurang mengerti bahasa internasional," gadis itu menyahut malu. Ia masih sedikit segan, pemuda itu sangat menarik, dan diam-diam parasnya mulai menawan hati perawannya. Pemuda asing itu telah ia berikan baju dari kulit yang ia buatkan dari hasil perburuan hewan. Pakaian yang pertama kali dikenakannya telah nyaris hancur serta robek-robek. Semuanya telah Aina singkirkan,
Kembali ke malam kencan dan konser mini Eagle Eyes di M's Brew. 'Dimana Emily? Mengapa ia pergi lama sekali?' Xander sudah hendak berangkat menyusul kekasihnya ke belakang, mulai merasakan ada hal yang tidak beres sedang terjadi.Namun sebelum ia sempat melaksanakan hal itu, tetiba seseorang mendatanginya. Gadis pelayan alias 'waitress' yang sudah beberapa kali ia lihat di M's Brew, namun belum benar-benar ia kenal. Gadis berpapan nama 'Erato'."Maafkan saya, Tuan. Saya yakin, Anda sedang mencari Nona Muda cantik yang datang bersama Anda, kekasih Anda? Gadis manis yang bergaun pink?""Ya! Apakah Anda melihatnya, Nona... Erato?" Xander tadinya tak antusias dan mengira pelayan itu hanya datang untuk menawarkan tambahan menu, namun mendengar apa yang ditanyakan pelayan itu, ia begitu terkejut, "Dimana ia berada sekarang? Apakah ia memerlukan bantuanku?""Kulihat ia bersama seseorang keluar meninggalkan kafe ini ke tempat lain di seberang jalan. Bukan saya in
Sementara itu jauh di Puri Vagano, kembali ke tengah malam senyap itu, ke ruangan museum-perpustakaan dimana Katy Forrester sedang berjalan menuju kaca tebal dimana Dangerous Attraction selama ini terpajang. Entah didorong oleh kekuatan supranatural apa, gadis itu melangkah masuk dengan mantap. Mungkinkah kekuatan yang tak bisa terpuaskan walau sudah tertidur selama tiga tahun? Menyeringai senang, seakan tahu bahwa benda tajam di balik kaca tebal yang tersiram cahaya lampu display itu menunggu kehadirannya. Disentuhkannya kedua telapak tangannya ke kaca, dan perlahan sekali mendorongnya. Seharusnya kaca tebal itu tak bisa tergeser, benda itu dirancang khusus untuk tahan terhadap pukulan, benturan dan bahkan senjata api sekalipun. Namun dorongan Katy yang begitu ringan berhasil menggesernya hingga terjatuh dari meja display, hancur berkeping-keping di atas lantai marmer yang tak berkarpet. Meskipun suaranya menggema di seluruh penjuru Puri
Sementara itu, Kai dan Aina masih menjalani kehidupan yang santai dan jauh dari konflik. Waktu berlalu dengan cepatnya. Kai merasa jauh lebih tenang hanya dalam waktu beberapa hari setelah diselamatkan oleh Aina.Tanpa kesulitan ia segera beradaptasi dengan jadwal dan kebiasaan barunya di pulau tak bernama yang sangat sunyi ini. Bangun pagi-pagi menyambut fajar yang selalu indah merekah di horison diiringi pekik camar di kejauhan, mengisi hari dengan mencari bahan makanan di laut maupun di hutan, serta senja indah dan malam syahdu bersama Aina mengolah makanan dan bersantai.Nyaris tak diingatnya lagi usaha awalnya untuk mengingat-ingat masa lalu yang mengantarkannya ke tempat terpencil ini. Aina membuatnya lupa bahwa ia mungkin sedang dalam misi rahasia.Sebab Aina tak teringat, atau bahkan mungkin tak ingin menunjukkan satu-satunya 'petunjuk' bahwa Kai adalah seorang pria asing yang sedang ada dalam perjalanan penting menuju lokasi penting, atau seseoran