Dalam hati Earth tiba-tiba bergejolak sebuah rasa yang sudah ia pendam selama berpuluh-puluh tahun. Rasa yang sudah ditanamkan ke dalam hati dan pikirannya sedari batita atau balita, entah kapan. Yang jelas, selama masa kecilnya hingga remaja dan dewasa, ia hanya diberitahu Hannah bahwa Ocean dan Sky itu 'orang jahat', Ocean dan Sky itu 'penyebab dirinya berada di bawah sini', Ocean dan Sky itu 'istimewa' sedangkan dia bukan siapa-siapa. Dan siapa lagi kalau bukan Si Tua, alias Hannah Miles, orang yang belakangan juga mulai dibenci olehnya karena kerap menyiksanya akibat membangkang dan tak mau menuruti semua perintahnya untuk 'tak menampakkan diri dahulu'. Tapi belakangan karena yakin ajal Earth semakin dekat, malah memberinya 'kebebasan' dengan harapan Earth akan menjadi 'kuat' sebelum hari pembebasan sejatinya tiba. Dan terlebih lagi sejak ketertarikannya kepada Emily. Earth tahu betul, Ocean adalah sosok saudara kandungnya yang tertua dan juga paling dekat dengan
Sampai sore itu Emily belum bisa menemukan cara untuk pergi dengan aman meninggalkan Earth, yang hingga saat ini masih 'menempel erat' pada dirinya. Sudah seperti pacar, bahkan mungkin seperti ibunya! Earth begitu gembira saat Emily tersenyum padanya, mungkin baru beberapa jam terakhir ini sepanjang perjalanan hidupnya, ada seseorang yang begitu intim. Emily merasakan kegembiraan serupa, walau masih bercampur kekhawatiran yang amat sangat. Ia bukannya tak ingin menemani pemuda itu, malah semakin dalam mengenalnya, semakin ia merasakan ketertarikan yang tak biasa. Kadang ia merasa takut sendiri apabila Ocean sampai tahu bahwa perlahan-lahan hatinya mulai lebih memilih Earth. Simpatikah? Rasa kasihan atau sekedar penasarankah? Yang jelas, ketertarikan ini membuat Emily jatuh dalam rasa bersalah dan dilema berkepanjangan. Yang jelas, pemuda itu memiliki hati yang tulus, walau masih menyimpan kepahitan dan juga sama berbahayanya dengan pedang yang
Hingga malam tiba, Ocean maupun Sky belum tahu dimana keberadaan Emily. Mereka begitu ingin berkeliling pulau mencari dimana gadis itu berada, karena dirasa percuma mendesak Hannah yang walaupun semakin mempertunjukkan aura jahatnya, juga menunjukkan ketidaktahuan pada hilangnya Emily. Si Tua Jahat memang tak pernah suka kepada gadis itu, karena kehadirannya dianggap menghalang-halangi atau menunda segala rencananya! Namun dengan menghilangnya gadis itu, ia merasa sedikit di atas angin. Ocean dan Sky dalam kebingungan yang amat sangat, antara ingin menyisir pulau lagi atau diam saja melindungi keberadaan mereka berdua. Walaupun banyak petugas jaga dan pegawai perkebunan yang berjaga-jaga 24 jam, namun tanpa tahu apa dan siapa yang mengancam nyawa, bagaimana mungkin bisa tetap tenang? Hanya sedikit kata-kata Lilian si Dokter yang mampu melegakan hati kedua kembar itu, "Emily gadis yang cerdas. Ia pasti bertahan, mungkin ia belum pulang karena sedang menyelidik
Sementara itu di Puri, Ocean tergeletak di atas ranjang besar mewahnya, telentang menatap lurus langit-langit berbantal lengan, belum bisa tidur, memikirkan Emily yang belum juga kembali dan tak ada kabar apa-apa selama hampir 24 jam. Ia tak tahu harus berbuat apa. Haruskah aku mencarinya keluar sana atau turun ke Lorong Bawah Tanah? Tidak mungkin ia berani turun ke sana sendirian tanpa siapa-siapa, dan bagaimana mungkin ia bisa bertahan hingga 24 jam? Satu jam saja di bawah sana kurasa manusia biasa takkan bisa bertahan. Belum lagi bila sekarang semakin jelas dan nyata ada sesuatu di bawah sana. Bisa berdarah. Bukan monster apalagi hantu. Tapi sesuatu tak dikenal. Mungkinkah sesuatu itu menawan Emily? Memikirkan itu, tetiba Ocean tersentak bangun dan bergegas mengganti pakaian tidurnya. Dihampirinya kamar Sky, berharap agar adiknya belum terlelap. "Sky !!! Kau sudah tidur? Ayo kita turun ke Lorong Bawah Tanah sekarang juga !!! E
Emily membeku seketika, ia bukannya mencoba kabur atau lari, namun terdiam dan menunggu. Akankah kemarahan Earth meledak lagi seperti yang sudah-sudah? Ia siap dengan segala konsekwensi, sebab memang ia kabur dari sisi pemuda itu. Namun tidak. Ajaibnya, Earth malah mengambil pedang terkutuk itu dengan begitu ringan dan santainya. "Kuantarkan kau pulang ke puri, tapi aku tak ingin sampai tertangkap. Aku hanya menolongmu sekali lagi ini saja." "Ah, aku, te, terima kasih.. Kurasa." Emily sedikit heran juga, baru kali ini Earth menawarkan bantuan tak terduga yang begitu sederhana sekaligus berbahaya bagi keselamatannya. Dan sepanjang perjalanan mereka, kali ini menyusuri jalan tanah yang membelah perkebunan agar lebih cepat tiba, Emily keheranan. Mengapa para petugas jaga tak curiga atau bergegas menangkap Earth? Padahal beberapa kali mereka berpapasan. Ia mulai menduga sesuatu. 'Jangan-jangan... mereka mengira Earth itu Ocean?' Karena sel
(Point-of-view Zeus Vagano:) 'Aku tahu itu kalian, putra-putraku. Aku tahu waktu itu yang melukaiku secara tak sengaja adalah salah satu dari kalian. Aku tak menyalahkan kalian, kalian hanya melindungi diri. Aku juga tak pernah minta diakui atau dilihat sebagai ayah, karena kalian tentu mengira aku sudah lama mati. Dan kini, aku hanya hidup untuk satu tujuan. Melihat kutukanku terbukti sebelum aku mati. Aku ingin kalian berdua selamat demi meneruskan garis keturunan keluarga kita. Namun mereka yang menghancurkan kita semua harus mati. Pembunuh ibu kandungnya dan juga wanita yang menjebloskanku kemari itu harus mati! Hannah, kau boleh mencintaiku setengah mati hingga kau begitu marah kepadaku dan ingin aku mati! Kau berharap aku akan mati tersiksa perlahan-lahan membusuk di bawah sini. Sedangkan Earth kau pelihara walau tak sepenuh hati, itupun bukan karena mengasihaninya. Untuk pekerjaan yang satu itu aku memang memberi jempol.
Earth dalam perjalanannya bersama ke Emily menuju museum-perpustakaan keluarga Vagano sama sekali tak menemui rintangan. Sepanjang koridor dan tangga-tangga menuju ke sana, pemuda itu berulangkali mengagumi sekaligus merasa rendah diri melihat segala kemewahan dan indahnya dunia atas. Selama ini ia memang beberapa kali mengendap-endap menelusuri puri, tapi baru kali ini ia tak lagi bersembunyi. Tak usah takut-takut lagi. Tapi Emily dan Earth terkesiap saat seseorang di ujung menjelang tangga ke perpustakaan, yang datang berlari-lari, hampir saja menabrak mereka. "Kakak! Emily! Kalian selamat!" "Sky?" Emily begitu terkejut sekaligus keheranan melihat betapa gemetar ketakutan serta kotornya penampilan Sky. Untuk sesaat ia gentar, bagaimana bila Sky sampai sadar dan tahu ini bukan Ocean? Tapi Earth dengan sigap menjawab, "Emily baru pulang. Ia selamat. Dan pedang ini ia temukan." Sky sedikit heran mengapa Ocean lebih dahulu tiba di atas setelah b
(Point-of-view Ocean Vagano:) 'Aku terus menjelajahi Lorong Bawah Tanah sambil berusaha mencari jalan keluar. Senter kunyalakan seminim mungkin agar bisa bertahan lebih lama, serta kamera video yang sedari awal dipersiapkan pun masih terus merekam. Aku belum berhasil menemukan tali pemandu yang bisa menuntun kembali ke jalan masuk. Hanya berputar-putar tak tentu arah dalam kegelapan sambil berusaha tetap tenang dan tidak panik, sebab tempat ini bagaikan labirin mimpi buruk dalam game-game survival horror yang sering kumainkan bersama Sky di malam-malam liburan kuliah kami di kota. Tapi pada praktiknya semua terasa berbeda. Belum lagi suara-suara aneh yang terkadang terdengar, apakah makhluk tadi masih ada di sini mengintaiku? Tapi entah mengapa, aku merasa ia tak mengancamku. Sebuah ruangan yang kuduga sebuah gudang kujumpai, seakan mengundangku masuk. Di bawah sorotan suram lampu senter, kulihat beberapa benda rongsokan yang kurasa tergusur dari museum puri karena sudah rusak, ata