Arka tersenyum puas melihat Kinara yang dengan begitu tegasnya melarang Bayu untuk datang lagi ke kediamannya dari kejauhan.Kinara menghampiri Arka yang terlihat telah menyambut dirinya dengan senyum penuh kemenangan.Kinara dan Arka memperhatikan Bayu dari kejauhan, yang tengah bersusah payah untuk segera berdiri dan meninggalkan toko Kinara. Bayu nampak terdiam mematung untuk sesaat, menatap lekat tempat yang tidak bisa dia datangi lagi sesuka hati. Menghembuskan nafas berat sebelum benar-benar pergi menghilang dari sana."Apa kamu menyesal?" lirih Arka ketika menyadari Kinara yang masih tidak berpaling memandangi punggung Bayu yang semakin menjauh hingga menghilang dari pandangan mata."Tidak, tidak akan pernah," tegas Kinara. Dirinya hanya bermaksud untuk membuat semua luka yang Bayu ciptakan di masa lalu ikut menghilang ketika melihat Bayu semakin menjauh darinya."Baguslah, aku merasa puas dengan ketegasanmu." Arka menepuk pelan lengan Kinara yang masih termenung di sampingnya.
"Iya, memang benar," ucap Kinara yang akhirnya merasa tenang, memperhatikan sang Bodyguard yang sedang bermain dengan buah hatinya."Astaga! Aku hampir lupa untuk memesan makanan delivery untuk sarapan," ucap Arka dengan menepuk jidatnya. Dirinya segera berlari ke dalam toko untuk mengambil ponselnya. Hal itu membuat Kinara memperhatikan tingkahnya dengan mengerinyitkan dahi.***Sementara itu, Intan terlihat termenung di tepi jembatan, matanya menatap sungai yang tengah mengalir, tatapan matanya seakan menembus dalamnya air sungai di bawah sana, memikirkan semua kebenaran yang baru saja diterima oleh telinganya. Hal itu membuatnya memikirkan bagaimana cara Kinara melakukan semua itu padanya. Padahal dari luar, Kinara nampak seperti perempuan bodoh yang bahkan tidak sebanding dengannya, lantas bagaimana cara dia mematangkan rencananya hingga tak menimbulkan rasa curiga darinya sama sekali. Intan mulai mengingat bagaimana hancurnya kehidupan setelah Kinara melancarkan aksinya. Tanganny
Intan diam-diam pergi dari sana, meninggalkan Bayu yang masih sibuk menelepon polisi untuk segera menangkapnya. Padahal belum sempat dirinya bertanya tentang luka yang di alami Bayu pada pelipisnya, belum sempat juga ia meleburkan rasa rindu yang amat menyesakkan dada. Harus setega inikah Bayu padanya? Apa semua itu karena Bayu yang sudah tidak mencintainya lagi? Atau karena wajahnya yang buruk rupa akibat sayatan benda tajam, hingga membuat Bayu merasa jijik untuk melihatnya? Intan berlari tanpa tujuan, dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Dendam itu terasa semakin dalam. Kinara sudah menghancurkan dirinya hingga menjadi seperti sekarang ini."Tunggu pembalasanku, Kinara!" geramnya.Sementara itu, Bayu yang baru selesai menelepon Polisi, begitu terkejut melihat Intan yang telah hilang dari sana."I-intan? Di mana dia?" Bayu mencari Intan ke semua sudut dengan begitu panik."Apa mungkin, dia mendengar aku menelfon Polisi lalu pergi?" gumam Bayu.Tak berselang lama, beberap
"Perut sialan!" Intan berlari ketika melihat sorot lampu senter yang mulai menyorot ke arahnya. Intan tau, jika ia terus meringkuk di sana, cepat atau lambat akan ketahuan juga. Intan berlari menerobos bilik bambu yang telah lapuk hingga jebol, berlari tanpa henti dengan sekuat tenaga. Bahkan tak sempat dirinya untuk memastikan, siapa sebenarnya yang telah menyorotkan lampu senter di sekitar gubuk tua itu, apakah benar seorang Polisi? Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah, lari secepat yang dia bisa.Sementara itu, Bapak-bapak tua pemilik sawah yang ternyata hendak mengusir tikus, hama yang selalu merusak tanaman padinya, di kejutkan dengan Intan yang secara tiba-tiba muncul dari dalam gubuk dengan menerobos bilik bambu miliknya. Bapak itu terlihat begitu terkejut, hingga tergelincir dan masuk ke dalam sawah yang berlumpur."Dasar orang gila sialan! Sudah merusak gubukku, Sekarang membuatku tercebur begini!" teriak Bapak-bapak tua itu dengan mengayun-ayunkan senternya.Sementara
Intan berlari secepat kilat, menuju toko yang sempat dia tempati untuk bermalam tempo hari lalu. Namun tak disangka, dua orang Bodyguard bertubuh besar masih berjaga di sana meski malam yang dirasa sudah cukup larut."Menurutmu, kenapa Tuan Arka meminta kita untuk berjaga di malam yang menurutku cukup sepi seperti ini?" Terdengar ucapan salah seorang Bodyguard yang tengah berbincang dengan Bodyguard lainnya."Entahlah, mungkin karena takut terjadi sesuatu pada, Nyonya," sahut salah seorang Bodyguard lainnya."Nyonya? Kenapa mereka memanggil Kinara dengan sebutan Nyonya?" gumam Intan setengah berbisik, sembari mengintip dari balik tembok tua tempatnya bersembunyi tempo hari lalu."Menurutmu, kenapa Tuan Arka mau menikahi seorang janda beranak satu? Padahal dia bisa memilih untuk menikahi seorang gadis yang belum pernah menikah sebelumnya.""Kenapa masih ditanya lagi?" ucap salah seorang Bodyguard yang menempeleng kepala temannya dengan pelan."Ya jelas karena Nyonya Kinara itu baik, ku
"Dia adalah wanita yang menguping pembicaraan Anda tempo hari," jelas Pak Toni. Kinara seketika terbelalak, mengingat wanita yang tempo hari menguping pembicaraannya dengan Arka di halaman toko adalah Intan."I-intan? Benarkah itu Intan?" ucapnya lirih, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya."Dia mencoba membakar toko kue dengan menyiramkan beberapa botol bensin pada halaman depan toko, beruntung kami bisa dengan cepat menghentikannya," jelas Pak Toni."Lalu, kenapa jadi dia yang terbakar?""Entahlah, Nyonya. Mungkin terkena korek api yang sebelumnya dilemparkannya ke toko, namun berhasil ditendang oleh Tono kembali padanya, mungkin itu yang akhirnya membuat bajunya terbakar," jelas Pak Toni dengan sebuah tebakan.Beberapa menit berlalu, hingga beberapa warga di sekitar mengerumuni lokasi kejadian. Sementara Intan tidak dapat dipastikan masih hidup atau sudah kehilangan nyawa. Mengingat, sekujur tubuhnya terkena luka bakar hingga sembilan puluh persen. Meski dalam k
Bayu mengawasi sekitarnya, namun tak ada tanda-tanda Kinara di sana. Apakah semua itu hanya ilusi yang dia ciptakan sendiri karena terlalu rindu dengan sang mantan istri?Bayu kembali tertunduk lesu, dia sadar jika semua itu hanya ilusi yang ia ciptakan untuk mengobati sedikit kerinduan yang menggebu dalam hati.Sementara itu, Kinara datang bersama Arka dan kedua Bodyguard ke kantor polisi untuk menjadi saksi dalam kasus pembakaran diri yang menimpa Intan tadi malam."Tck! Kenapa harus pakai saksi? Kan udah jelas penjelasan anak buahmu tadi malam, kalau wanita itu bunuh diri," ketus Arka dengan intonasi yang semakin meninggi, menghempaskan kuat kunci mobil ke atas meja."Astaga, Arka, ini tidak sesederhana itu," sahut Kepala Polisi dengan memijat pelipis.Kinara begitu cemas ketika Arka dengan lantang memaki seorang Kepala Polisi di hadapannya."Stt! Sayang, pelankan suaramu, itu seorang Jenderal Kepolisian, kenapa kamu tidak merasa takut sama sekali?" bisik Kinara pada calon suaminya
Kinara menarik paksa tangannya yang di usap oleh Arka, hingga menghentikan langkah kaki mereka."Kenapa nada bicaramu seperti itu pada Jenderal Kepolisian, jantungku hampir saja lepas karena ucapanmu," ketus Kinara pada Arka yang tidak merasa bersalah sedikit pun atas perlakuannya terhadap Kepala Polisi."Jangan di bawa serius, itu hanya sebuah ungkapan rindu dari teman lama," ucapnya datar."Apa?" Kinara menatap wajah datar Arka dengan penuh tanda tanya."Kamu bilang, ucapan kasar seperti itu hanya sebuah ungkapan kerinduan? Yang benar saja!" lanjutnya."Beneran," ucapnya meyakinkan Kinara."Jadi, kamu dan Jenderal itu benar-benar teman lama?" tanya Kinara begitu antusias, membuat Arka menatapnya penuh curiga."Kenapa? Jangan bilang kamu tertarik dengan ketampanannya yang menjijikkan itu," ketus Arka dengan menaruh curiga pada Kinara yang terus bertanya tentang hubungan mereka.Plak!Kinara memukul lengan Arka dengan keras, membuat Arka memekik kesakitan."Aww!""Curiga aja terus! Ke