Intan berlari secepat kilat, menuju toko yang sempat dia tempati untuk bermalam tempo hari lalu. Namun tak disangka, dua orang Bodyguard bertubuh besar masih berjaga di sana meski malam yang dirasa sudah cukup larut."Menurutmu, kenapa Tuan Arka meminta kita untuk berjaga di malam yang menurutku cukup sepi seperti ini?" Terdengar ucapan salah seorang Bodyguard yang tengah berbincang dengan Bodyguard lainnya."Entahlah, mungkin karena takut terjadi sesuatu pada, Nyonya," sahut salah seorang Bodyguard lainnya."Nyonya? Kenapa mereka memanggil Kinara dengan sebutan Nyonya?" gumam Intan setengah berbisik, sembari mengintip dari balik tembok tua tempatnya bersembunyi tempo hari lalu."Menurutmu, kenapa Tuan Arka mau menikahi seorang janda beranak satu? Padahal dia bisa memilih untuk menikahi seorang gadis yang belum pernah menikah sebelumnya.""Kenapa masih ditanya lagi?" ucap salah seorang Bodyguard yang menempeleng kepala temannya dengan pelan."Ya jelas karena Nyonya Kinara itu baik, ku
"Dia adalah wanita yang menguping pembicaraan Anda tempo hari," jelas Pak Toni. Kinara seketika terbelalak, mengingat wanita yang tempo hari menguping pembicaraannya dengan Arka di halaman toko adalah Intan."I-intan? Benarkah itu Intan?" ucapnya lirih, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya."Dia mencoba membakar toko kue dengan menyiramkan beberapa botol bensin pada halaman depan toko, beruntung kami bisa dengan cepat menghentikannya," jelas Pak Toni."Lalu, kenapa jadi dia yang terbakar?""Entahlah, Nyonya. Mungkin terkena korek api yang sebelumnya dilemparkannya ke toko, namun berhasil ditendang oleh Tono kembali padanya, mungkin itu yang akhirnya membuat bajunya terbakar," jelas Pak Toni dengan sebuah tebakan.Beberapa menit berlalu, hingga beberapa warga di sekitar mengerumuni lokasi kejadian. Sementara Intan tidak dapat dipastikan masih hidup atau sudah kehilangan nyawa. Mengingat, sekujur tubuhnya terkena luka bakar hingga sembilan puluh persen. Meski dalam k
Bayu mengawasi sekitarnya, namun tak ada tanda-tanda Kinara di sana. Apakah semua itu hanya ilusi yang dia ciptakan sendiri karena terlalu rindu dengan sang mantan istri?Bayu kembali tertunduk lesu, dia sadar jika semua itu hanya ilusi yang ia ciptakan untuk mengobati sedikit kerinduan yang menggebu dalam hati.Sementara itu, Kinara datang bersama Arka dan kedua Bodyguard ke kantor polisi untuk menjadi saksi dalam kasus pembakaran diri yang menimpa Intan tadi malam."Tck! Kenapa harus pakai saksi? Kan udah jelas penjelasan anak buahmu tadi malam, kalau wanita itu bunuh diri," ketus Arka dengan intonasi yang semakin meninggi, menghempaskan kuat kunci mobil ke atas meja."Astaga, Arka, ini tidak sesederhana itu," sahut Kepala Polisi dengan memijat pelipis.Kinara begitu cemas ketika Arka dengan lantang memaki seorang Kepala Polisi di hadapannya."Stt! Sayang, pelankan suaramu, itu seorang Jenderal Kepolisian, kenapa kamu tidak merasa takut sama sekali?" bisik Kinara pada calon suaminya
Kinara menarik paksa tangannya yang di usap oleh Arka, hingga menghentikan langkah kaki mereka."Kenapa nada bicaramu seperti itu pada Jenderal Kepolisian, jantungku hampir saja lepas karena ucapanmu," ketus Kinara pada Arka yang tidak merasa bersalah sedikit pun atas perlakuannya terhadap Kepala Polisi."Jangan di bawa serius, itu hanya sebuah ungkapan rindu dari teman lama," ucapnya datar."Apa?" Kinara menatap wajah datar Arka dengan penuh tanda tanya."Kamu bilang, ucapan kasar seperti itu hanya sebuah ungkapan kerinduan? Yang benar saja!" lanjutnya."Beneran," ucapnya meyakinkan Kinara."Jadi, kamu dan Jenderal itu benar-benar teman lama?" tanya Kinara begitu antusias, membuat Arka menatapnya penuh curiga."Kenapa? Jangan bilang kamu tertarik dengan ketampanannya yang menjijikkan itu," ketus Arka dengan menaruh curiga pada Kinara yang terus bertanya tentang hubungan mereka.Plak!Kinara memukul lengan Arka dengan keras, membuat Arka memekik kesakitan."Aww!""Curiga aja terus! Ke
"A-apa?" Arka tak kalah terkejutnya dengan Kinara, matanya seketika membulat sempurna mengetahui Intan yang telah berpulang kepada Sang Pencipta untuk selamanya."Apa, ini semua salahku?" gumam Kinara dalam keheningan, suaranya terdengar serak dengan tubuh yang mulai bergetar."Tidak! Kamu tidak bisa menyalahkan dirimu, semua itu akibat dari perbuatan bodohnya sendiri," ucap Arka dengan lantang, berharap dengan mendengar ucapannya, Kinara akan segera menyadari kenyataan yang sesungguhnya.Mulut Kinara mulai mengeluarkan isak tangis, namun kedua tangannya mencoba menghentikan itu dengan membekapkan tangannya ke mulutnya sendiri.Arka mendekap erat tubuh Kinara dalam pelukannya, merasa acuh tak acuh pada sekumpulan Dokter dan perawat yang masih memperhatikan mereka dari belakang.Arka kembali meraih ponsel dari dalam saku celananya, dan mencari kontak bernama Bayu di sana.Arka memandangi nomor itu untuk waktu yang cukup lama, hingga akhirnya memutuskan untuk menyambungkannya ke dalam p
Akhirnya Kinara bersedia untuk pulang atas permintaan Arka.Saat perjalanan pulang, Kinara terus terdiam, dengan matanya yang seakan tengah menerawang jauh menembus jendela mobil."Ra, masih kepikiran?" tanya Arka memastikan, dengan tangan yang masih sibuk mengemudikan mobilnya.Kinara terlihat menghela nafas berat sebelum menjawab pertanyaan Arka."Tidak.""Lalu kenapa diam saja?" tanya Arka dengan sesekali melirik Kinara yang masih menatap ke luar jendela."Aku lapar, dari pagi belum makan apa pun," rengeknya dengan menatap tajam ke arah Arka."Hehehe, aku hampir lupa kalau kita belum makan apa pun dari pagi," jawab Arka dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Kita cari makan di sekitar sini saja ya, kamu mau makan apa?" lanjutnya."Terserah kamu," ucap Kinara dengan santai, tangannya memegangi erat Nathan di atas pangkuannya."Nasi goreng bagaimana?""Tck! Masa siang-siang begini makan nasi goreng, yang lain dong," protes Kinara."Bakso aja gimana?""Nggak, yang lain aja," j
Arka hanya terdiam, menatap Kinara yang secara tiba-tiba berinisiatif untuk menyuapinya."Ayo buka mulut, kenapa diam saja?" ucap Kinara dengan terheran-heran melihat Arka yang hanya terdiam menatapnya.Arka mengembangkan senyum sebelum membuka mulutnya sesuai perintah dari Kinara, mulutnya tak berhenti menerima suapan yang di berikan oleh calon istrinya dengan lahap."Kenapa tiba-tiba menyuapiku seperti ini?""Jadi nggak mau? Ya udah aku makan sendiri saja," ketus Kinara."Tck! Sayang!" rengek Arka dengan wajah kecewa."Tangan kamu kan sibuk sama Nathan, kamu menyuruhku makan tapi kamu sendiri tidak makan," jelas Kinara dengan mengerucutkan bibirnya."Ihhh, perhatiannya Istriku," ejek Arka."Tck! Udah, makan sendiri!" Kinara menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri, tidak peduli dengan Arka yang terus memperhatikannya dari samping dengan tersenyum cerah.Ada sebuah kebahagiaan dalam hatinya yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, hal itu ternyata bisa membuat moodnya membaik untuk
"Astaga! Aku ketiduran," ucap Kinara yang telah terbangun dari tidurnya setelah beberapa jam berlalu.Kinara begitu terkejut ketika melihat matahari yang sudah menyembunyikan sinarnya dari pantulan jendela di samping balkon.Kinara melihat Arka dan Nathan yang masih terlelap dalam tidurnya."Sayang, bangun!" Kinara mengguncang kuat lengan Arka dari samping, hingga membuat Arka akhirnya mengerjap-ngerjapkan matanya."Hmm, kenapa? Aku masih mengantuk," ucap Arka dengan enggan. Tubuhnya berbalik membelakangi Kinara sembari memeluk erat bantal guling di sampingnya."Ihhh, kok malah tidur lagi? Bangun! Ini sudah malam," ucap Kinara kembali mengguncang kuat tubuh Arka yang membelakanginya."Ya terus kenapa? Malam kan memang waktunya untuk tidur," jawabannya dengan enggan."Astaga, kalau begini bagaimana mau melayat ke rumah Mas Bayu, pasti pemakamannya juga sudah selesai," gumam Kinara dengan tertunduk lesu."Udahlah, nggak usah pikirkan itu, lagi pula mereka itu orang jahat, buat apa kamu