Kalimat itu seketika membuat Kinara menghela nafas lega dengan tangan mengelus dada."Syukurlah, akhirnya kamu mengerti kekhawatiranku," ucap Kinara.Arka seketika menghentikan aktivitasnya mengeringkan rambut Kinara, ternyata apa yang dikatakan dua Bodyguardnya benar-benar terjadi.Beberapa menit berlalu, hingga dua koper besar telah tertata dengan rapi. Kinara dan Arka bergegas keluar dari dalam kamar dan menemui rombongannya yang telah menunggu di depan pintu.Mereka semua keluar dari hotel di jam yang telah mereka tentukan sebelumnya.Mereka menaiki dua taksi yang akan membawa mereka menuju bandara Internasional Incheon.Beberapa menit perjalanan, hingga taksi itu akhirnya sampai di depan bandara. Kinara dengan rombongannya bergegas keluar dari taksi untuk memasuki bandara.Mereka mulai melakukan pemeriksaan keamanan dan prosedur lain yang dilakukan oleh Petugas bandara, hingga satu jam setelah menunggu di ruang tunggu penerbangan, mereka akhirnya menaiki pesawat yang hendak lepas
"Hey! Apa maksud ucapanmu itu?" Dokter itu merasa kesal dengan ucapan Arka."Kenapa? Apa aku salah jika menyebutmu sebagai Dokter cabul?" tanya Arka tanpa perasaan bersalah, dengan gestur menantang."Tck! Sudahlah, Sayang, lebih baik sekarang kamu pergi pakai baju dulu," sahut Kinara saat melihat sang Suami yang tak kunjung melepaskan handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya."Sudah-sudah, pergi sana, aku mau memeriksa pasienku," ucap Dokter itu dengan mengibaskan tangannya, seolah tengah meminta Arka untuk segera pergi dari sana."Cih! Awas kalau berani mencari kesempatan pada Istriku," geram Arka sebelum turun dari atas ranjang."Bwlek!" Dokter itu mengejek dengan menjulurkan lidahnya ketika Arka berbalik menghadap pintu.Arka seketika menoleh dan hendak melayangkan bogem mentah pada Dokter yang merupakan sahabatnya itu."Sayang!" Namun, teriakkan Kinara berhasil menghentikan niatnya. Sang Dokter yang menutupi kepalanya dengan kedua tangan untuk dijadikan sebuah temeng, kini menurun
Dua pria itu menatap Kinara dengan canggung."Ehem! Aku akan berikan resep obat," ucap Dokter tampan dengan berdehem pelan untuk mencairkan suasana canggung di antara mereka.Dokter itu nampak menuliskan sesuatu di selembar kertas berwarna putih."Minum obatnya secara teratur." Dokter itu memberikan sebuah catatan yang dengan cepat di rebut paksa oleh Arka.Arka nampak serius membaca catatan Dokter di tangannya."Ini semua nama vitamin dan obat penambah darah, kamu bilang Istriku demam?" protes Arka dengan melemparkan kasar catatan itu ke wajah sang Dokter."Itu karena Istrimu ini sedang ha ....""Sa-sayang, sebenarnya aku sudah meminum obat penurun panas dari Dokter ini, dan vitamin ini hanya untuk selingan agar tubuhku cepat pulih." Kinara dengan cepat menyela ucapan sang Dokter yang hendak membocorkan rahasianya."I-iya," sahut Dokter itu tergagap-gagap, dirinya hampir lupa dengan kesepakatan yang mereka buat untuk merahasiakan kehamilan itu pada Arka.Arka terdiam sejenak seraya m
"Aku tidak akan pergi ke mana-mana, aku akan tetap di sini untuk menjagamu." Kinara memeluk sang Suami yang kini terduduk di atas tempat tidur."Aku punya sesuatu untukmu," ucap Kinara dengan begitu antusias.Arka mengerinyitkan alis, menatap sang Istri dengan penuh tanda tanya.Kinara merogoh saku celananya untuk mengambil sesuatu dari dalam sana.Sebuah kotak berwarna biru dengan pita merah yang dihias sedemikian rupa layaknya sebuah kado ulang tahun."Ini untukmu, bukalah!" Kinara memberikan sebuah kotak kecil persegi panjang dengan begitu antusias.Arka melirik ekspresi wajah sang Istri yang terlihat tengah menahan seulas senyum, sebelum akhirnya menerima kotak pemberian darinya."Apa ini?" Arka mengguncang kotak itu seolah tengah menebak isinya."Hey, jangan dikocok seperti itu." Kinara berusaha merebut kembali kotak yang ia berikan, namun Arka dengan cepat mengangkat kotak itu tinggi-tinggi agar sang Istri tidak bisa meraihnya."Kenapa enteng sekali? Apa isinya?" Arka terlihat b
"Tapi jika hanya diam saja di rumah juga membuatku bosan," ucap Kinara memelas.Arka hanya terdiam seraya memegangi kepalanya yang terasa nyeri."Sudahlah, aku tidak bisa berbuat apa-apa padamu. Kamu boleh beraktivitas seperti biasa, tapi jangan terlalu sering, oke?""Siap, Bos." Kinara begitu bersemangat dengan memberikan sebuah hormat layaknya seorang pengibar bendera di upacara anak SD.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu dari luar kamar seketika mengejutkan mereka berdua."Tuan, Nyonya, makan malamnya sudah siap," ujar seorang Pelayan wanita dari balik pintu kamar."Baik, kami segera ke sana," sahut Kinara dengan lantang.Terdengar suara langkah kaki yang semakin menjauh dari balik pintu, sepertinya Pelayan wanita itu pergi begitu saja meninggalkan mereka.Arka dengan cepat menggendong Nathan dan hendak membawanya keluar dari kamar, namun dengan cepat Kinara menghalangi jalannya dengan merentangkan kedua tangannya di ambang pintu kamar."Ada apa?" Arka kebingungan dengan mengerinyi
"Nathan, omelin tuh adek kamu yang suka nyakitin Mama." Arka menggoda putra angkat yang berada di atas pangkuannya.Nathan terlihat mendongak untuk sesaat, seolah mengerti apa yang tengah sang ayah sampaikan padanya.Ocehan bayi yang baru belajar bicara memenuhi seluruh penjuru ruang makan. Nathan seolah tengah mengomeli sang adik yang masih berada dalam kandungan ibunya.Tawa dari seluruh Pelayan yang berdiri di belakang mereka membuat Nathan tertawa bahagia. Tawa kecil itu memperlihatkan empat gigi susu yang baru tumbuh di dalam mulut sang bayi berusia satu setengah tahun itu.Setelah menghabiskan makanan mereka, Arka dan Kinara mempersiapkan diri untuk pergi ke rumah sakit melakukan pengecekan terhadap kandungan Kinara.Namun Nathan merengek seolah tidak ingin ikut dengan mereka, ia terus menempel pada sang Baby sister."Mbak, titip Nathan ya." Kinara berpamitan pada baby sisternya."Baik, Nyonya, saya akan menjaga Nathan dengan baik."Kinara dan Arka berjalan perlahan menuju mobil
Setelah Dokter selesai menuliskan sebuah resep obat, Kinara dan Arka segera pergi untuk mengambil obat di sisi lain rumah sakit itu.Sorot kebahagiaan terpancar dari wajah pria yang sekarang resmi menjadi calon ayah."Tunggu di sini sebentar! Aku akan pergi mengambil obat untukmu."Kinara duduk di sebuah bangku yang terletak tak jauh dari tempat Suaminya mengambil obat. Netranya menatap lurus pada punggung lebar yang berjalan semakin menjauh.Syukurlah, setelah mengalami cobaan di pernikahan pertamanya, kini Kinara memiliki seorang Suami yang begitu perhatian terhadapnya. Hal itu seakan menjadi obat yang perlahan menyembuhkan goresan luka masa lalu dalam hati kecilnya."Ayo pulang!" Arka menenteng sebuah tas kresek putih kecil pada genggaman tangannya. Tersenyum tipis pada sang Istri yang telah lama menunggunya di bangku rumah sakit."Sayang, aku sedang ingin makan es krim," ujarnya lirih seakan merasa sungkan untuk mengutarakan keinginannya pada sang suami.Arka tersenyum geli untuk
"Kenapa dibuang? Ini sudah dibeli, sayang kalau tidak dihabiskan." Kinara menatap nanar pada es krim yang mulai mencair di tangannya."Astaga ...." Arka tidak sanggup melihat wajah sedih sang Istri, yang akhirnya membuat ia terpaksa menghabiskan es krim itu meski dengan sedikit ekspersi muntah di wajahnya.Kinara tersenyum puas. Sorot mata itu tak sedikit pun ingin berpaling dari sang Suami yang bersusah payah menghabiskan es krimnya."Aku tiba-tiba merasa pusing, aku akan masuk mobil dulu." Kinara tiba-tiba memegangi kepalanya yang terasa nyeri, berjalan terhuyung ke dalam mobil, meninggalkan Arka yang masih berdiri dengan es krim yang masih berada di tangannya.Arka melirik Istrinya sekilas, setelah dirasa Kinara telah memasuki mobil, ia dengan cepat membuang es krim itu ke luar pembatas jalan. Rasa mual mulai menyeruak di dalam perut, perutnya terasa seolah tengah diaduk-aduk oleh sesuatu, membuat Arka terpaksa memuntahkan semua isi perutnya di luar pembatas jalan."Astaga Tuhan, k