Kinara mendadak mendapatkan sebuah ide. Kinara dengan cepat mendekati Bayu, membelai lembut pipi sang suami penuh kasih, membuat Bayu terperanjat kaget dengan perlakuan Kinara padanya."Aku di sini! Ada tamu di rumah kita, sebaiknya kamu mandi dulu, setelah itu kita sarapan sama-sama," ucap Kinara lembut penuh kasih, dengan senyum simpul yang menghiasi bibir, membuat Bayu terpanah dengan tatapan sendunya.Kinara sesekali melirik ke arah Intan yang wajahnya mulai menghitam, sepertinya dirinya sedang menahan kecemburuan yang luar biasa dalam hatinya.Bayu sebenarnya merasa heran dengan sikap Kinara yang tiba-tiba berubah, namun dirinya tidak mempedulikan hal itu sama sekali, yang terpenting saat ini, dirinya merasa sangat bahagia, melihat Kinara yang kembali perhatian terhadapnya, tidak peduli apapun alasan Kinara melakukan hal ini.Bayu mengecup kening Kinara dengan lembut di depan Intan, membuat madu Kinara itu kini mengepalkan tangannya sekuat tenaga, melampiaskan amarahnya untuk ses
Intan mencoba berkali-kali meyakinkan dirinya dalam hati, bahwa sebenarnya mereka hanya berakting untuk mengusirnya secara halus."Apa kamu belanja ke pasar tadi pagi?" Bayu berbasa-basi pada Kinara untuk mencairkan suasana canggung diantara mereka, namun menganggap seolah-olah Intan tidak pernah ada di hadapannya saat ini."Iya, kamu tahu? pagi ini aku bertemu orang yang sangat menyebalkan!" Kinara mengadukan hal-hal yang dialaminya pagi ini, meskipun dirinya hanya mengarangnya saja."Siapa!?" tanya Bayu penasaran, sedangkan Intan hanya mendengar obrolan mereka, tanpa terlibat di dalamnya, merasa enggan menatap mereka yang dengan sengaja mengacuhkannya."Aku tidak tahu namanya. Dengan tidak tahu malunya, orang itu merebut mentimun yang telah ku pilih dari pedagang, karena aku sudah tau kalau mentimun itu busuk, jadi aku berniat membuangnya. Tapi orang itu masih bersikeras untuk membelinya," ucap Kinara panjang lebar menjelaskan hal tidak menyenangkan yang dialaminya pagi ini, meskipu
Tak lama setelah itu."Intan!" Seorang pria dari kejauhan, nampak tengah memanggil Intan dengan lantang, tergopoh-gopoh dengan langkah kakinya, menghampiri Intan yang tengah terduduk di pinggir jembatan panjang, yang bawahnya sudah di sambut oleh sungai yang luas.Plak!Satu tamparan keras, berhasil mendarat di pipi mulus sang istri."Heh!" Intan tersenyum kecut ketika menyadari, Bayu yang tergopoh-gopoh untuk menghampirinya bukan untuk mengkhawatirkannya, melainkan untuk menghardiknya, dengan tamparan keras yang telah mendarat di pipi."Sudah puas cari masalah!?" Mata Bayu menatap nyalang ke arah Intan yang masih tertunduk, menusuk hatinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang diucapkannya dengan lantang. Namun Intan merasa enggan untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh suaminya itu, dirinya tetap diam membisu."Bisa-bisanya kamu datang ke rumahku untuk memberitahu Kinara tentang kebenaran hubungan kita!" bentak Bayu pada Intan yang semakin memejamkan matanya, seakan tengah memen
"Intan!" teriak Bayu, berlari menghampiri Intan untuk menggagalkan aksi nekatnya, namun belum sempat Bayu menjangkau tubuhnya, Intan telah terjun bebas ke dalam sungai, diiringi dengan teriakan beberapa warga yang berkerumun di sana."Cepat telpon polisi!" ucap salah seorang warga yang merasa panik dengan kejadian itu.Tanpa berpikir panjang, Bayu bergegas menyusul Intan untuk terjun dari atas jembatan, mencari istrinya yang sebenarnya tidak bisa berenang. Bayu tidak pernah menyangka, kalau ancaman Intan akan benar-benar dilakukan.'Semoga tidak terjadi apa-apa pada Intan dan bayiku!' batin Bayu. Dirinya terus menyusuri derasnya arus sungai, hingga akhirnya menemukan tubuh Intan yang berpegangan pada dahan pohon yang menjuntai ke pinggiran sungai.Bayu menarik tubuh Intan, membawanya menyebrangi derasnya arus, hingga sampai ke tepi. Intan nampak tak sadarkan diri, dengan dahi yang terus mengucurkan darah akibat terbentur bebatuan sungai yang tajam di bawah sana, membuat Bayu semakin p
"Sebaiknya anda menanyakan perihal ini pada Istri anda, karena menurut saya, Istri anda tidak mungkin bisa hamil untuk saat ini, kecuali dia menjalani operasi untuk menyembuhkan penyakitnya," lanjut dokter itu.Bayu memijat keningnya yang terasa nyeri untuk sesaat, hanya karena memikirkan masalah yang telah ditimbulkan oleh Intan hari ini. Jika Intan benar-benar membohonginya untuk masalah kehamilannya, Bayu tidak akan pernah memaafkannya dan akan segera menceraikan Intan.Bayu yang telah keluar dari ruangan dokter, bergegas menuju ruang rawat istrinya, bagaimanapun juga, dirinya harus mendengarkan penjelasan dari mulut Intan hari ini juga."Mas .." Intan yang terlihat bersender di tempat tidurnya yang sedikit ditegakkan, mendapati Bayu memasuki ruangannya dengan wajah gusar."Apa kamu benar-benar hamil!?" ucap Bayu dengan nada mengintimidasi yang kental, menatap Intan dengan tatapan nyalang, berkali-kali menghembuskan nafas berat, untuk sekedar meredam amarah yang telah menyesakkan d
"Baiklah! tapi hanya sampai kamu pulih, setelah itu, segera pergi menjauh dariku!" ucap Bayu penuh penekanan di akhir kalimat, membuat Intan tersenyum puas."Oke! tapi setelah keluar dari rumah sakit, aku ingin tinggal di rumahmu," ucap Intan memelas, dengan raut wajah memohon yang begitu menjijikkan.Bayu seketika tersentak, Intan kembali dengan ketidak maluannya membuat masalah baru untuk Bayu.Bayu melemparkan tatapan nyalang pada Intan untuk beberapa saat, membuat Intan tertunduk, kembali merasa ketakutan."Aku belum sepenuhnya pulih, masih terasa pusing saat berdiri. Masa kamu tega meninggalkanku sendirian di rumah?" ucap Intan memelas, membuat Bayu meremas rambut ikalnya frustasi. Ingin sekali rasanya berteriak keras, menghilangkan beban hidupnya untuk sejenak, namun tidak mungkin ia lakukan hal itu di dalam rumah sakit, atau dirinya akan di anggap sebagai orang gila."Pulanglah ke rumahmu sendiri, aku akan lebih sering menjengukmu!" bujuk Bayu, jangan sampai Intan bersih keras
Malam pun telah tiba, Kinara yang sedang menyuapkan makanan pada sang putra di teras rumah, di kejutkan dengan kedatangan Mobil Bayu yang perlahan memasuki halaman.Kinara melirik sekilas, ketika Bayu keluar dari mobil. Namun bukannya memasuki rumah, Bayu justru bergegas membuka pintu penumpang di sebelahnya.Kinara nampak sangat tercengang, melihat seorang perempuan cantik keluar dari sana. Bayu dengan cekatan, menuntun wanita itu dengan sangat hati-hati, membuat Kinara menatapnya penuh amarah."Stop!" ucap lantang Kinara yang sedari tadi duduk di teras rumah bersama putranya, berhasil menghentikan dua langkah sejoli yang hendak memasuki rumahnya, yang saling merangkul dengan mesra.Bayu yang awalnya tidak menyadari keberadaan Kinara, mendadak tersentak mendengar ucapan Kinara. Bayu dengan cepat melepaskan tangannya yang sedari tadi merangkul mesra pinggul Intan. Membuat Intan terhuyung, hingga terjatuh di lantai, namun Bayu lagi-lagi mengacuhkannya. Bayu bergegas menghampiri Kinara
"Kinara!" teriak Bayu dengan langkah kakinya yang setengah berlari, mencari keberadaan Kinara di setiap penjuru ruangan."Kinara," lirih Bayu ketika mendapati Kinara yang berada di dapur, hanya melihatnya sekilas dengan tatapan datar. Seketika menghentikan langkahnya. Memberanikan diri untuk perlahan berjalan mendekati istrinya.Bayu memegang lengan sang istri, yang langsung di tepis olehnya, seakan merasa jijik dengan suami yang telah diam-diam menikah di belakangnya. Bahkan hari ini, dengan tidak tahu malunya, membawa madunya untuk tinggal satu atap bersamanya."Sayang! sekarang kamu jawab dengan jujur! siapa yang memberi tahumu tentang pernikahanku dengan Intan," ucap Bayu cemas, memaksa Kinara untuk menghadapnya, untuk menatap matanya, namun Kinara justru membuang muka dengan seringai kecil di bibirnya.'Akhirnya kamu mengaku juga Mas!' ucapnya dalam hati."Kinara! Jawab!" Bayu berkali-kali mengguncang tubuh Kinara yang masih terdiam membisu.Kinara seakan enggan untuk membuang-bua
Tawa itu seketika menghilang, menyisakan kesunyian yang begitu mencekam. Raut wajah panik menyoroti seorang pria yang tengah terdiam, masih duduk di atas tempat tidur pasiennya. Sorot mata tajam itu terasa begitu mengiris, menatap lekat lantai rumah sakit yang berada di bawah tubuhnya."Sayang, ikutlah denganku besok, aku hanya ingin Nathan melihat wajah Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali. Tidak ada maksud lain," ucap Kinara. Dirinya berusaha meyakinkan sang Suami yang masih meragukan kesetiaannya.Arka seketika mendongak. Menatap Kinara dengan wajah tak percaya. Mulut itu terasa kaku untuk sesaat, sampai akhirnya memutuskan sesuatu yang tidak dipercayai oleh semua orang. "Baiklah, besok kita pergi ke sana."Saking tidak percayanya, kedua Pengawal dan Risa saling bertukar pandang. Dengan tatapan penuh kebingungan.***Keesokan harinya. Setelah keluar dari rumah sakit. Arka dan Kinara segera berangkat menuju rumah sakit jiwa yang sebelumnya merawat Bayu. Mereka meninggalkan buah
Kinara berharap cemas, ketika mendengar suara langkah kaki beriringan yang semakin mendekati ruangannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar berdiri meminta pertolongan. Jahitan di bawah perut masih terasa begitu nyeri hingga menusuk tulang."Mbak Risa, tolong segera panggil Dokter. Arka pingsan," ucapnya dengan suara serak ketika mendapati seorang wanita yang ia kenal baru memasuki ruangan. Nampak seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Dua pria bertubuh besar di belakangnya pun ikut panik. Mereka berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan dari tenaga medis yang bertugas di sana.Selang beberapa menit, ketiga orang itu kembali dengan seorang Dokter pria yang tengah mengekor di belakang mereka."Tolong bantu baringkan Pasien di tempat tidur, untuk memudahkan saya dalam memeriksa," ujar sang Dokter dengan nada panik.Kedua Pengawal Arka segera membaringkan tubuh atasannya di atas tempat tidur rumah sakit di samping Kinara. Setelahnya mereka berd
Arka membelalak. Risa tidak tahu bagaimana perasaan atasannya saat ini. Dengan kekhawatiran bercampur rasa takut yang amat sangat, bagaimana mungkin dirinya akan pulang meninggalkan sang Istri dan buah hatinya untuk sekedar beristirahat di rumah."Apa ada masalah, Pak?" tanya Risa khawatir saat melihat raut kebingungan dari wajah atasannya."Bisakah kamu menutup mulut? Lebih baik kamu pergi jemput Nathan dan bawa kemari," ucap Arka seraya memegangi kepalanya.Pria tampan dengan kemeja putih yang terlihat lusuh kini melangkah pasti menuju salah satu ruangan rawat di rumah sakit itu.Risa masih membeku di tempat, menatap iba pada punggung lebar sang atasan yang semakin menghilang dari pandangan matanya. Sorot mata penat terlihat begitu jelas dari sana.Wanita yang kini telah mendapatkan kembali kesadarannya, terlentang di atas ranjang rumah sakit dengan membuang muka ketika sang Suami datang menghampiri. Rasa sesak masih terasa memenuhi dada. Setelah pernikahan pertamanya yang kandas ak
Tatapan sendu bercampur dengan kekhawatiran yang terpancar dari wajah lelah itu, membuat Dokter sedikit merasa iba, hingga mengizinkan Arka untuk menemani sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati ketika berusaha melahirkan buah hati mereka di meja operasi.Dengan pakaian serba hijau dan jaring penutup kepala, Arka berdiri di samping meja operasi. Menatap nanar wajah yang kini tengah terpejam erat. Emosi yang baru saja meledak-ledak mengakibatkan tekanan darah meningkat hingga terjadi eklamsia pada Kinara. Kondisi darurat di mana ibu hamil kehilangan kesadaran hingga mengalami kejang.Memori Arka seketika berputar mundur, mengingat penjelasan sang Dokter mengenai kondisi kesehatan sang Istri yang kini terbaring lemah di meja operasi. Eklamsia bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi dalam waktu bersamaan.Arka berlutut menghadap kepala sang Istri, memegangi tangan Kinara yang tengah terlentang dengan erat."Kinara, bangunlah." Satu kalimat itu berulang kali ia ucapkan dengan l
"Tidak! Lepaskan aku! Aku membencimu!" Kinara berteriak kencang seraya memberontak. Ia tidak bisa mengendalikan diri akibat emosi yang membara dalam hati. Rasa nyeri akibat luka lama yang kembali terbuka mengalahkan rasa sakit pada kontraksi pertamanya. Masih terlintas jelas memori otaknya ketika mendapati Arka bermain api di belakang."Aku tidak akan melepaskanmu. Setelah ini aku janji akan menyelesaikan kesalah pahamanmu padaku."Meski kualahan dengan sang Istri yang terus meminta turun dari gendongannya, Arka tidak menyerah, kaki jenjangnya melangkah cepat menuju mobil yang terparkir di halaman perusahaan miliknya. Dengan nafas menderu, ia merasa acuh tak acuh pada beberapa karyawan yang menatapnya terheran-heran.Salah satu sorot mata, nampaknya mampu menerka hal yang begitu membuat sang atasan merasa panik. Hingga ia memutuskan untuk mengekor dengan langkah cepat dari belakang."Pak Arka, apakah Mbak Kinara akan melahirkan?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang dengan c
Drrttt ... Drrttt ....Suara getaran ponsel menghentikan aktivitas mereka. Arka dengan cepat menyambar ponsel yang tengah bergetar di atas meja kerjanya."Pak, Anda harus cepat pergi ke kantor, ada salah satu Klien yang meminta Anda untuk membahas masalah saham perusahaan secepatnya." Terdengar suara panik dari seorang pria dari seberang telepon.Arka dan Kinara terlihat saling bertukar pandang untuk sesaat."Baiklah, saya akan segera pergi ke sana," jawab Arka dengan perasaan gusar sebelum menutup sambungan telepon."Ada apa, Sayang?""Belakangan ini saham perusahaan tiba-tiba turun secara misterius. Banyak Investor yang meminta penjelasan. Aku harus segera pergi," jelas Arka dengan raut wajah panik. Pria itu dengan cepat bangkit dan menyambar kasar jas hitam yang tergantung di senderan meja kerjanya."Tapi kamu bahkan belum beristirahat semenit pun." Kinara menatap khawatir pada tubuh pria yang terlihat panik di depannya.Arka perlahan mendekatkan tubuhnya. Kedua tangannya memegangi
Kinara hanya tertawa kecil. Meski sang suami bersikap seperti itu, dirinya tetap merasa bersalah karena menambah beban pekerjaan untuk suaminya. "Apa kamu lelah? Setelah membersihkan kekacauan ini aku akan memijat punggungmu sebentar.""Tidak! Lebih baik sekarang kamu istirahat. Biarkan Pelayan saja yang melakukan pekerjaan ini."Wajah wanita itu seketika berubah setelah persekian detik. Sorot mata tajam ia layangkan pada suaminya, karena salah menangkap maksud ucapan dari Arka. "Jadi maksudmu, lebih baik Pelayan saja yang memijat punggungmu? Lalu untuk apa menikahiku jika semua bisa dikerjakan oleh Pelayan?"Arka terdiam sejenak sembari mencerna ucapan ketus dari sang istri yang tidak bisa ia tangkap dengan baik. Sikap Kinara terlalu sensitif semenjak kehamilannya. Menjadikannya sering kali berseteru dengan sang suami hanya karena salah menangkap maksud ucapan lawan bicaranya. "Memangnya aku ada salah bicara?""Huh! Sudahlah, aku tidak ingin berbicara denganmu hari ini," ketus Kinara
"Kenapa diam? Ayo tertawa lagi!" ucap Arka lantang dengan gestur menantang.Dua pria berbadan kekar itu seketika terdiam membisu. Tak ada sedikit pun keberanian untuk menampik ucapan sang atasan."Se-sebenarnya, Tuan, kami tidak memiliki saran apa pun untuk hal ini." ucap Tono dengan tubuh yang sedikit bergetar."Apa maksudmu?" Sorot mata tajam nan mengintimidasi mulai dilayangkan pada kedua pria di depannya."Begini, Tuan. Seorang Ibu hamil yang menginginkan sesuatu cenderung tidak bisa dibantah. Jika itu nekat dilakukan, hal itu akan menjadi bumerang bagi diri Anda sendiri."Sorot mata tajam itu kini berfokus menatap arah lain. Otaknya mencoba berpikir keras. Menerjemahkan bahasa yang sedikit tidak ia mengerti."Singkatnya begin, Tuan. Jika Anda menentang keinginan Nyonya, bisa saja Nyonya pergi dari rumah meninggalkan Anda. Karena perasaan hati Ibu hamil cenderung lebih sensitif," jelas Toni ketika berhasil mengumpulkan keberanian beberapa detik yang lalu.Arka membelalak, "Hah? Se
Setelah melakukan ritualnya hingga dua kali di dalam kamar mandi, akhirnya sepasang kaki itu berjalan keluar mendekati sang Istri yang terlihat meringkuk di balik selimut.Air hangat masih terlihat mengucur melalui kaki jenjangnya. Handuk putih masih melilit tubuh bagian bawahnya. Namun lagi-lagi sang Istri merasa enggan untuk didekati."Sayang, bisakah kamu tidur di kamar lain untuk malam ini? Aku benar-benar tidak tahan dengan aroma tubuhmu."Belum juga kedua kaki itu menaiki ranjang. Aktivitas itu sudah dihentikan oleh penolakan sang Istri yang meminta Arka untuk tidur di tempat lain."Astaga, Sayang. Aku sudah mandi, bahkan ini sudah yang ke dua kali loh! Kamu mau aku bagaimana lagi?" pekik Arka frustasi. Kedua tangannya mengacak rambutnya kasar."Sayang, maafkan aku. Tapi sepertinya Anak kamu tidak menyukai aroma tubuh Papanya."Duar!Kalimat itu seolah membuat Arka bagaikan disambar petir di siang bolong. Matanya membelalak, ada perasaan tak percaya dengan apa yang baru saja mem