"Kinara!" teriak Bayu dengan langkah kakinya yang setengah berlari, mencari keberadaan Kinara di setiap penjuru ruangan."Kinara," lirih Bayu ketika mendapati Kinara yang berada di dapur, hanya melihatnya sekilas dengan tatapan datar. Seketika menghentikan langkahnya. Memberanikan diri untuk perlahan berjalan mendekati istrinya.Bayu memegang lengan sang istri, yang langsung di tepis olehnya, seakan merasa jijik dengan suami yang telah diam-diam menikah di belakangnya. Bahkan hari ini, dengan tidak tahu malunya, membawa madunya untuk tinggal satu atap bersamanya."Sayang! sekarang kamu jawab dengan jujur! siapa yang memberi tahumu tentang pernikahanku dengan Intan," ucap Bayu cemas, memaksa Kinara untuk menghadapnya, untuk menatap matanya, namun Kinara justru membuang muka dengan seringai kecil di bibirnya.'Akhirnya kamu mengaku juga Mas!' ucapnya dalam hati."Kinara! Jawab!" Bayu berkali-kali mengguncang tubuh Kinara yang masih terdiam membisu.Kinara seakan enggan untuk membuang-bua
Arka membenahi kera bajunya dengan kasar, matanya menatap Bayu tanpa berkedip, seakan meremehkan, dengan bibirnya yang terus menyeringai.Sementara itu, Intan yang berdiri lemas dan sesekali terhuyung, bersender di pilar rumah Kinara, menatap Arka tanpa berkedip. Tatapan mata tajam Arka yang dilayangkan pada Bayu, membuatnya semakin terlihat tampan dan berwibawa, dengan tubuh tinggi, tegap, dan kekar, membuatnya semakin mempesona. Namun sangat disayangkan, Arka tidak mudah untuk dirayu, terbukti ketika dirinya mencoba merayu Arka beberapa menit lalu.***Beberapa menit yang lalu.Intan yang masih terduduk di teras rumah, merasa dirinya tidak memiliki tenaga, hanya untuk sekedar berdiri. Tak berselang lama, sebuah mobil mewah berwarna putih, berhenti di halaman rumah Kinara, membuat Intan penasaran dengan sosok yang tengah mengemudikan mobil semewah itu.Intan semakin intens memperhatikan seorang pria tampan berperawakan tinggi, tegap dan kekar, keluar dari pintu mobil yang perlahan ter
"Hentikan tingkah konyolmu itu Mas! pergilah! urusi Istri barumu itu!" ucap Kinara lantang sembari membuang muka, merasa enggan untuk menatap wajah Bayu yang terus menatapnya dengan raut wajah penuh penyesalan.Bayu tertunduk sejenak, setelah itu berbalik, menuntun Intan untuk segera memasuki rumahnya, tanpa mengucapkan sepatah kata. Sesekali melirik Kinara yang sangat enggan untuk menatap ke arahnya."Ra! Apa hatimu terasa sakit melihat Suamimu bersama wanita itu?" tanya Arka lirih, ketika menyadari Kinara yang masih terdiam. Kinara menghela nafas berat, hingga akhirnya memaksakan senyum simpul di bibirnya."Tidak!" dalihnya. Namun Arka sangat mengenal Kinara, Arka bisa membedakan mana senyuman asli dan palsu milik Kinara dengan mudah. Arka menghembuskan nafas panjang."Oke! aku sangat mengerti kondisimu saat ini, semua ini akan cepat berlalu, percayalah padaku!" ucap Arka berusaha meyakinkan Kinara, sembari mengusap lembut puncak kepalanya untuk sekedar meringankan beban pikiran. Ki
Kinara begitu tersentak mendengar usulan Arka untuk membuat Intan kapok tinggal satu rumah dengannya."Percaya deh! setelah ini wanita itu akan kapok untuk tinggal di sini lagi!" ucap Arka mencoba meyakinkan Kinara, namun Kinara masih merasa ragu. Bagaimana jika aksinya ketahuan oleh Bayu? Kinara tidak bisa membayangkan, akan semarah apa Bayu padanya.Arka menatap wajah Kinara yang menampakkan keraguan di sana. Sebenarnya Arka tahu, Kinara bukanlah orang licik yang akan memainkan trik murahan seperti ini, namun usulannya kali ini hanya semata-mata untuk membantu Kinara yang hatinya merasa gundah."Baiklah! lupakan saja usulanku tadi!" Arka mengambil kembali sebotol cabe bubuk dari tangan Kinara, namun dengan cepat, tangannya di tepis oleh Kinara."Akan ku lakukan!" ucap Kinara penuh keyakinan. Membuat Arka mengembangkan senyum simpul yang menghiasi bibirnya."Oke! semoga berhasil! Aku pamit pulang, akan segera aku serahkan berkas-berkas ini pada pengacara yang akan mengurusi perceraia
Keesokan harinya.Setelah menyelesaikan pengiriman pesanan kuenya, Kinara bersantai ria, menemani sang putra bermain mobil mainannya."Sayang!" teriak Bayu dari dalam rumah. Kinara hanya terdiam, dirinya tidak mengetahui, siapa sebenarnya yang Bayu panggil? dirinya atau istri barunya?"Sayang? kamu nggak masak lagi hari ini?" Bayu menghampiri Kinara yang berada di ruang tamu. Kinara yang terduduk di lantai bersama sang putra, hanya mendongak menatap Bayu yang berdiri di depannya, tanpa mengucapkan sepatah kata."Ini sudah siang Sayang! kalau harus makan di luar tidak akan sempat! aku akan terlambat masuk kantor hari ini!" rengek Bayu. Kinara hanya menghela nafas panjang, melengkungkan bibirnya, seolah-olah tengah memaksakan senyum di sana."Mas .. hari ini kamu libur dulu ya? kita akan makan di restoran mewah hari ini," ucap Kinara lembut, dengan rasa muak yang sebenarnya menyesakkan dada. Membuat Bayu cukup tersentak dengan ucapan Kinara padanya."Sayang! aku belum ada uang! aku belu
Intan melirik sekilas ke arah Bayu, tatapan Bayu seakan menyuruhnya untuk menuruti permintaan Kinara. Membuatnya terpaksa menahan alat vitalnya yang semakin memanas."Oke! aku akan ikut!" ucap Intan lirih. Akhirnya Intan kembali mengikuti langkah Kinara, yang membawanya menuju keramaian.'Kenapa Kinara membawaku ke tempat seramai ini? apa jangan-jangan semua ini perbuatan Kinara?' batin Intan. Dirinya begitu cemas. Bagaimana jika dirinya tidak bisa menahan panas pada alat vitalnya terlalu lama?"Silahkan duduk!" ucap Kinara ramah, menyadari Intan yang tak kunjung menduduki kursi yang dipilihkan nya."Iya!" Intan dengan sangat terpaksa menuruti semua perintah Kinara padanya. Bayu terus mempelototinya dari samping, membuatnya tidak bisa berkutik sedikitpun."Pesanlah apapun yang kalian suka!" ucap Kinara ramah pada Intan dan Bayu yang duduk bersebelahan, sembari menyodorkan sebuah buku menu."Pesanlah! aku akan memakan apapun yang kamu pesan," ucap Bayu pada Kinara, sembari memberikan k
"Apa maksudmu!?" Bayu menatap wajah Intan dengan tajam, dengan aura mengintimidasi yang kental. Seketika mengingatkan Intan akan ancaman Bayu semalam.'Gawat! kalau terus seperti ini Mas Bayu bisa membunuhku!' batin Intan, dirinya merasa cemas. Dengan cepat dirinya meraih dompet kecil miliknya yang tergeletak di atas meja, dengan cepat berlari membelah keramaian, meninggalkan Kinara dan Bayu yang masih menjadi pusat perhatian di sana.Bayu tidak berniat untuk mengejar Intan, justru dengan begini, dirinya bisa terbebas dari gangguan Intan untuk sementara. Bayu yakin, dalam waktu dekat ini, Intan tidak akan berani mencarinya.Namun Bayu masih kebingungan, apa maksud dari tuduhan Intan pada Kinara? apa yang sudah Kinara lakukan padanya?Bayu menatap Kinara yang masih duduk dengan santai sambil sesekali menyeruput minumannya. Seakan tidak mempedulikan sama sekali jika dirinya kini tengah menjadi pusat perhatian."Ra! apa maksud tuduhan Intan yang dilayangkan padamu tadi?" Bayu memberanikan
Sementara itu, Arka yang tengah berpakaian serba hitam, layaknya seorang detektif, menghampiri resepsionis di hotel Angkasa, seperti permintaan Kinara padanya."Permisi! apakah barusan ada seorang pria yang cek in di hotel ini? Namanya Damar," ucap Arka sopan pada resepsionis hotel."Maaf sebelumnya Kak! apakah Kakak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan? jika tidak, maafkan saya jika tidak bisa memberi tahu, karena ini adalah privasi pelanggan," ucap resepsionis wanita itu dengan ramah.Arka terdiam sejenak, berpikir dengan keras, mencoba mencari cara agar dirinya bisa mengetahui nomor kamar yang dipesan oleh pria bernama Damar.'Sebenarnya Damar itu siapa sih?' batin Arka merasa penasaran."Begini Mbak, sebenarnya saya adalah tetangga Damar, ayahnya baru saja meninggal, dan keluarganya menyuruh saya untuk mencarinya, karena beberapa hari ini Damar tidak bisa dihubungi oleh keluarga," ucap Arka memelas, dengan tangis yang dibuat-buat. Tangannya sesekali mengusap mata, s
Tawa itu seketika menghilang, menyisakan kesunyian yang begitu mencekam. Raut wajah panik menyoroti seorang pria yang tengah terdiam, masih duduk di atas tempat tidur pasiennya. Sorot mata tajam itu terasa begitu mengiris, menatap lekat lantai rumah sakit yang berada di bawah tubuhnya."Sayang, ikutlah denganku besok, aku hanya ingin Nathan melihat wajah Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali. Tidak ada maksud lain," ucap Kinara. Dirinya berusaha meyakinkan sang Suami yang masih meragukan kesetiaannya.Arka seketika mendongak. Menatap Kinara dengan wajah tak percaya. Mulut itu terasa kaku untuk sesaat, sampai akhirnya memutuskan sesuatu yang tidak dipercayai oleh semua orang. "Baiklah, besok kita pergi ke sana."Saking tidak percayanya, kedua Pengawal dan Risa saling bertukar pandang. Dengan tatapan penuh kebingungan.***Keesokan harinya. Setelah keluar dari rumah sakit. Arka dan Kinara segera berangkat menuju rumah sakit jiwa yang sebelumnya merawat Bayu. Mereka meninggalkan buah
Kinara berharap cemas, ketika mendengar suara langkah kaki beriringan yang semakin mendekati ruangannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar berdiri meminta pertolongan. Jahitan di bawah perut masih terasa begitu nyeri hingga menusuk tulang."Mbak Risa, tolong segera panggil Dokter. Arka pingsan," ucapnya dengan suara serak ketika mendapati seorang wanita yang ia kenal baru memasuki ruangan. Nampak seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Dua pria bertubuh besar di belakangnya pun ikut panik. Mereka berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan dari tenaga medis yang bertugas di sana.Selang beberapa menit, ketiga orang itu kembali dengan seorang Dokter pria yang tengah mengekor di belakang mereka."Tolong bantu baringkan Pasien di tempat tidur, untuk memudahkan saya dalam memeriksa," ujar sang Dokter dengan nada panik.Kedua Pengawal Arka segera membaringkan tubuh atasannya di atas tempat tidur rumah sakit di samping Kinara. Setelahnya mereka berd
Arka membelalak. Risa tidak tahu bagaimana perasaan atasannya saat ini. Dengan kekhawatiran bercampur rasa takut yang amat sangat, bagaimana mungkin dirinya akan pulang meninggalkan sang Istri dan buah hatinya untuk sekedar beristirahat di rumah."Apa ada masalah, Pak?" tanya Risa khawatir saat melihat raut kebingungan dari wajah atasannya."Bisakah kamu menutup mulut? Lebih baik kamu pergi jemput Nathan dan bawa kemari," ucap Arka seraya memegangi kepalanya.Pria tampan dengan kemeja putih yang terlihat lusuh kini melangkah pasti menuju salah satu ruangan rawat di rumah sakit itu.Risa masih membeku di tempat, menatap iba pada punggung lebar sang atasan yang semakin menghilang dari pandangan matanya. Sorot mata penat terlihat begitu jelas dari sana.Wanita yang kini telah mendapatkan kembali kesadarannya, terlentang di atas ranjang rumah sakit dengan membuang muka ketika sang Suami datang menghampiri. Rasa sesak masih terasa memenuhi dada. Setelah pernikahan pertamanya yang kandas ak
Tatapan sendu bercampur dengan kekhawatiran yang terpancar dari wajah lelah itu, membuat Dokter sedikit merasa iba, hingga mengizinkan Arka untuk menemani sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati ketika berusaha melahirkan buah hati mereka di meja operasi.Dengan pakaian serba hijau dan jaring penutup kepala, Arka berdiri di samping meja operasi. Menatap nanar wajah yang kini tengah terpejam erat. Emosi yang baru saja meledak-ledak mengakibatkan tekanan darah meningkat hingga terjadi eklamsia pada Kinara. Kondisi darurat di mana ibu hamil kehilangan kesadaran hingga mengalami kejang.Memori Arka seketika berputar mundur, mengingat penjelasan sang Dokter mengenai kondisi kesehatan sang Istri yang kini terbaring lemah di meja operasi. Eklamsia bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi dalam waktu bersamaan.Arka berlutut menghadap kepala sang Istri, memegangi tangan Kinara yang tengah terlentang dengan erat."Kinara, bangunlah." Satu kalimat itu berulang kali ia ucapkan dengan l
"Tidak! Lepaskan aku! Aku membencimu!" Kinara berteriak kencang seraya memberontak. Ia tidak bisa mengendalikan diri akibat emosi yang membara dalam hati. Rasa nyeri akibat luka lama yang kembali terbuka mengalahkan rasa sakit pada kontraksi pertamanya. Masih terlintas jelas memori otaknya ketika mendapati Arka bermain api di belakang."Aku tidak akan melepaskanmu. Setelah ini aku janji akan menyelesaikan kesalah pahamanmu padaku."Meski kualahan dengan sang Istri yang terus meminta turun dari gendongannya, Arka tidak menyerah, kaki jenjangnya melangkah cepat menuju mobil yang terparkir di halaman perusahaan miliknya. Dengan nafas menderu, ia merasa acuh tak acuh pada beberapa karyawan yang menatapnya terheran-heran.Salah satu sorot mata, nampaknya mampu menerka hal yang begitu membuat sang atasan merasa panik. Hingga ia memutuskan untuk mengekor dengan langkah cepat dari belakang."Pak Arka, apakah Mbak Kinara akan melahirkan?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang dengan c
Drrttt ... Drrttt ....Suara getaran ponsel menghentikan aktivitas mereka. Arka dengan cepat menyambar ponsel yang tengah bergetar di atas meja kerjanya."Pak, Anda harus cepat pergi ke kantor, ada salah satu Klien yang meminta Anda untuk membahas masalah saham perusahaan secepatnya." Terdengar suara panik dari seorang pria dari seberang telepon.Arka dan Kinara terlihat saling bertukar pandang untuk sesaat."Baiklah, saya akan segera pergi ke sana," jawab Arka dengan perasaan gusar sebelum menutup sambungan telepon."Ada apa, Sayang?""Belakangan ini saham perusahaan tiba-tiba turun secara misterius. Banyak Investor yang meminta penjelasan. Aku harus segera pergi," jelas Arka dengan raut wajah panik. Pria itu dengan cepat bangkit dan menyambar kasar jas hitam yang tergantung di senderan meja kerjanya."Tapi kamu bahkan belum beristirahat semenit pun." Kinara menatap khawatir pada tubuh pria yang terlihat panik di depannya.Arka perlahan mendekatkan tubuhnya. Kedua tangannya memegangi
Kinara hanya tertawa kecil. Meski sang suami bersikap seperti itu, dirinya tetap merasa bersalah karena menambah beban pekerjaan untuk suaminya. "Apa kamu lelah? Setelah membersihkan kekacauan ini aku akan memijat punggungmu sebentar.""Tidak! Lebih baik sekarang kamu istirahat. Biarkan Pelayan saja yang melakukan pekerjaan ini."Wajah wanita itu seketika berubah setelah persekian detik. Sorot mata tajam ia layangkan pada suaminya, karena salah menangkap maksud ucapan dari Arka. "Jadi maksudmu, lebih baik Pelayan saja yang memijat punggungmu? Lalu untuk apa menikahiku jika semua bisa dikerjakan oleh Pelayan?"Arka terdiam sejenak sembari mencerna ucapan ketus dari sang istri yang tidak bisa ia tangkap dengan baik. Sikap Kinara terlalu sensitif semenjak kehamilannya. Menjadikannya sering kali berseteru dengan sang suami hanya karena salah menangkap maksud ucapan lawan bicaranya. "Memangnya aku ada salah bicara?""Huh! Sudahlah, aku tidak ingin berbicara denganmu hari ini," ketus Kinara
"Kenapa diam? Ayo tertawa lagi!" ucap Arka lantang dengan gestur menantang.Dua pria berbadan kekar itu seketika terdiam membisu. Tak ada sedikit pun keberanian untuk menampik ucapan sang atasan."Se-sebenarnya, Tuan, kami tidak memiliki saran apa pun untuk hal ini." ucap Tono dengan tubuh yang sedikit bergetar."Apa maksudmu?" Sorot mata tajam nan mengintimidasi mulai dilayangkan pada kedua pria di depannya."Begini, Tuan. Seorang Ibu hamil yang menginginkan sesuatu cenderung tidak bisa dibantah. Jika itu nekat dilakukan, hal itu akan menjadi bumerang bagi diri Anda sendiri."Sorot mata tajam itu kini berfokus menatap arah lain. Otaknya mencoba berpikir keras. Menerjemahkan bahasa yang sedikit tidak ia mengerti."Singkatnya begin, Tuan. Jika Anda menentang keinginan Nyonya, bisa saja Nyonya pergi dari rumah meninggalkan Anda. Karena perasaan hati Ibu hamil cenderung lebih sensitif," jelas Toni ketika berhasil mengumpulkan keberanian beberapa detik yang lalu.Arka membelalak, "Hah? Se
Setelah melakukan ritualnya hingga dua kali di dalam kamar mandi, akhirnya sepasang kaki itu berjalan keluar mendekati sang Istri yang terlihat meringkuk di balik selimut.Air hangat masih terlihat mengucur melalui kaki jenjangnya. Handuk putih masih melilit tubuh bagian bawahnya. Namun lagi-lagi sang Istri merasa enggan untuk didekati."Sayang, bisakah kamu tidur di kamar lain untuk malam ini? Aku benar-benar tidak tahan dengan aroma tubuhmu."Belum juga kedua kaki itu menaiki ranjang. Aktivitas itu sudah dihentikan oleh penolakan sang Istri yang meminta Arka untuk tidur di tempat lain."Astaga, Sayang. Aku sudah mandi, bahkan ini sudah yang ke dua kali loh! Kamu mau aku bagaimana lagi?" pekik Arka frustasi. Kedua tangannya mengacak rambutnya kasar."Sayang, maafkan aku. Tapi sepertinya Anak kamu tidak menyukai aroma tubuh Papanya."Duar!Kalimat itu seolah membuat Arka bagaikan disambar petir di siang bolong. Matanya membelalak, ada perasaan tak percaya dengan apa yang baru saja mem