Happy Reading . . .
~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~***Dua Puluh Tahun Kemudian . . .~Suara tembakan senjata api yang sedang ditembakkan berkali-kali itu terdengar begitu memekakan telinga. Beberapa peluru yang berjatuhan dan membentur lantai menjadikan suara yang sangat disukai wanita itu. Melihat kertas yang menjadi target tembakannya sudah penuh bekas peluru yang menembus di sana, wanita itu menaruh pistol yang ia pegang lalu membuka penutup telinga yang dikenakannya."Sudah cukup rupanya latihan hari ini?" Tanya seorang pria yang baru saja datang dan langsung mengangkat tubuh wanita itu ke gendongannya.Senyuman pun terbit di wajah wanita itu sambil mengeratkan kedua kakinya yang memeluk erat pinggang sang suami."Aku lelah, tetapi aku masih merasa belum puas dengan kemampuanku." Balasnya sambil membelai lengan pria itu yang keras dan berotot."Jangan memaksakan dirimu.""Aku harus bisa mengalahkanmu yang begitu hebat ini.""Kau ingin mengalahkanku?""Tentu saja. Karena kau tidak pernah terkalahkan, maka dari itu biar aku saja yang akan mengalahkanmu.""Kau yakin bisa mengalahkanku?""Benjamin Preston, aku akan mengalahkanmu. Kau tahu?""Aku menyukaimu yang seperti ini, Sayang." Ucap Sebastian yang membuat sang istri tertawa.Dan sang istri itu adalah Nalla Aideen Hollie, anak perempuan yang dua puluh tahun lalu pernah ditolong dan kini pria itu telah menikahinya juga. Perbedaan usia yang mencapai tujuh belas tahun itu tidak membuat pernikahan yang sudah berjalan sejak lima tahun yang lalu, tidak menjadikannya hambatan.Justru Nalla merasa begitu beruntung bisa memiliki seorang pemimpin The Rotter, kelompok pembunuh bayaran yang memiliki nama besar dan begitu dicari oleh orang-orang yang tidak ingin mengotori tangannya sendiri dengan hal keji. Dan hal tersebut menjadikan Nalla begitu bahagia karena ia bisa menikah dengan pria yang sudah membuat wanita itu terpukau saat pertama kali melihatnya.Selain dengan keterpukauannya, Nalla juga merasa Benjamin benar-benar menjadi pelindung untuknya. Setelah dirinya yang dibawa bersama pria itu, banyak hal yang terjadi. Nalla tumbuh menjadi seorang wanita yang begitu memukau dengan kecantikan alaminya, dan ia juga memiliki pribadi yang berbeda. Karena kini ia sudah menjadi wanita dewasa berusia dua puluh delapan tahun yang tidak mengenal rasa takut apalagi trauma."Bagaimana bisa dengan kau yang sudah berkeringat seperti ini, tetapi tubuhmu masih memberikan wangi kesukaanku?""Kau menyukai wangi tubuhku?""Aku merindukannya," balas Benjamin sambil mendudukkan tubuh Nalla di atas meja dan mulai mencumbu sang istri.Tidak lama saat kedua insan itu sedang saling bercumbu, pintu ruangan latihan tembak itu terbuka namun tetap tidak menghentikan kegiatan mereka."Target anda sudah berada di basement, Queen."Laporan yang diberikan oleh salah satu anak buah Benjamin itu, membuat Nalla dengan cepat sedikit mendorong tubuh sang suami menjauhi dirinya."Ingin aku bantu?" Tawar Benjamin dengan seringaian kecil yang terbit di sudut bibirnya itu."Aku mohon. Hari ini aku sudah merasa cukup lelah setelah latihan.""Tentu, Sayang. Ayo kita habisi nyawa mereka."Sebastian menggenggam tangan Ravena untuk mengajaknya menuju basement, tempat yang selalu dijadikan lokasi eksekusi sekaligus menjadi saksi bisu dimana nyawa seseorang yang selalu berakhir di sana. Dan ya, sudah selama beberapa bulan belakangan ini Ravena membalaskan dendamnya.Ia mencari orang-orang yang dulu terlibat dalam pembunuhan kedua orangtuanya. Sudah sebagian besar ia menghabiskan nyawa orang-orang malang itu. Dan malam ini, ia akan kembali menyaksikan sendiri bagaimana nyawa seseorang akan menghilang tepat di hadapannya langsung.Lampu sorot yang sangat terang langsung menerangi seluruh ruang tersebut setelah Ravena memasukinya. Tidak jauh di depan sana, seseorang sudah diikat dengan kursi yang diduduki dan sebuah kain yang menutupi kepalanya.Dengan menampilkan senyuman arogannya, Nalla membuka kain penutup kepala dan ia langsung menarik lakban di mulut pria itu hingga membuatnya berteriak kesakitan. Tidak sampai disitu saja, Nalla semakin memberikan kesakitan di wajah targetnya yang sudah penuh darah akan luka itu dengan menekannya."Kurang lebih dua puluh tahun yang lalu, di sebuah rumah kau menyaksikan sendiri bagaimana dua orang yang tidak bersalah itu dihabisi nyawanya dengan keji dan tanpa rasa belas kasihan, bukan? Apakah sekiranya kau masih mengingat teriakan memohon yang mereka berikan pada malam hari itu?”“K-kau.., kau siapa?” Tanya sang korban dengan tergugup karena menahan rasa sakit dan takut disaat yang bersamaan."Kau tidak perlu tahu siapa diriku. Yang perlu kau tahu, kau harus mengingat perbuatan kejimu itu harus dibalas dengan nyawa juga.""Ja-jacob ak... akan membalas... pe-perbuatanmu.""Jacob akan menyusulmu, beserta anak-anak buahnya yang sudah terlebih dahulu pergi menjemput kematiannya. Jadi, kau tidak perlu memikirkan balas dendam untukku, okay?""Be-benjamin?" Ucap pria itu dengan terkejut setelah melihat keberadaan Benjamin yang baru saja melangkah memunculkan dirinya tepat di samping Nalla."Kau bisa melakukannya. Aku sudah muak melihat wajahnya, Sayang."Ucap Nalla yang langsung melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu, dan bersamaan dengan itu suara tembakan pun juga langsung terdengar beberapa kali. Suara yang selalu membuat Nalla tersenyum disetiap mendengarnya, karena bagi wanita itu hal tersebut adalah sebuah kepuasan tersendiri."Kita hampir menyelesaikan misi ini. Dan esok, aku ingin target terakhir dilumpuhkan," ucap Nalla kepada Ivy, sang asisten sekaligus tangan kanan yang selalu mengikuti kemana bosnya itu pergi."Jacob, Queen?""Hampir. Karena pria itu adalah target utama.""Megan?""Esok hari persiapkan semuanya, karena aku sendiri yang akan turun tangan untuk target.""Keinginan anda adalah perintah saya, Queen."Tidak lama setelah wanita itu menyampaikan keinginannya, pintu lift yang akan mengantar menuju lantai kamarnya pun tertutup meninggalkan sang asisten di luar sana. Setelah sampai di kamarnya, Nalla memilih untuk pergi mandi dan berharap bisa mengendurkan syaraf otot-otot tubuhnya yang sedang tegang.Nalla pun memasukkan diri lalu mesandarkan tubuh di kepala bath tub setelah ia mengisinya dengan air hangat dan bubble bath hingga busa sudah memenuhi bath tub tersebut. Wanita itu menutup mata untuk menikmati busa-busa yang seakan memijat sekaligus menutupi seluruh tubuh polosnya itu."Kenapa kau tidak mengajakku, Sayang?"Nalla langsung membuka matanya dan melihat Benjamin yang sedang membuka seluruh pakaiannya. Hal yang selalu membuat wanita itu terpaku dibuatnya. Selain karena bentuk tubuh sang suami yang begitu sempurna dengan otot-otot kerasnya, pesona pria itu benar-benar selalu membuat Nalla meleleh akannya."Kau membuatku terkejut, kau tahu?" Ucap Nalla dengan senyuman yang terbit di bibirnya itu."Benarkah? Maka dari itu biasakanlah untuk dirimu bisa selalu mengunci pintu, Nona." Balas Jacob sambil melangkah memasuki bath tub, lalu sedikit menindih tubuh Nalla hingga tubuh mereka yang saling melekat dan wajah yang juga saling berhadapan."Jika aku kunci, nanti kau akan protes denganku.""Kau sudah sangat begitu mengenalku rupanya.""Tentu saja. Kau adalah idolaku. Kau itu pahlawan sekaligus pelindungku, Benjamin. Dan tahukah kau? Aku ini sangat mencintaimu.""Sangat?""Sangat.""Sayangku ini benar-benar sangat mencintaiku?""Ya, Sayang.""Aku juga mencintaimu, Sayang." Ucap Benjamin sambil membelai lembut wajah Nalla, dimana hal kecil seperti itu saja selalu membuat darah di dalam tubuh wanita itu terasa berdesir dengan begitu hebatnya."Besok pagi, aku ingin melakukan hal yang sudah hampir selesai ini. Apakah kau bisa menemaniku?""Siapa targetmu kali ini, Sayang?""Aku pikir, Megan sudah waktunya."Mendengar nama yang baru saja Nalla ucapkan, membuat tubuh Benjamin seakan langsung menegang dibuatnya. Nama yang tidak asing di telinganya itu merupakan salah satu dari bagian di masa lalunya. Tetapi sebisa mungkin Benjamin menutupi ketegangan yang dirasakannya itu, sebelum Nalla menjadi merasa curiga terhadap dirinya."Aku akan selalu berada di sisimu, Sayang. Dan tentu aku akan menemanimu. Tetapi, setelah aku menyelesaikan misiku nanti malam.""Nanti kau ada misi?""Ya. Mereka ingin aku sendiri yang mengatasinya.""Kenapa harus kau? Mereka tidak ingin memakai anak buahmu?""Bayarannya setimpal, Sayang. Jadi aku ingin kau mengerti, okay?""Tetapi di sini nyawamu lah yang selalu menjadi taruhannya. Perasaanku langsung mengatakan tidak. Kau tidak boleh menerima misi itu, atau biarkan saja anak buahmu yang melakukannya.""Kau sudah berjanji untuk tidak ikut campur dalam pekerjaanku, bukan?"Mendengar ucapan yang cukup menusuk ke hatinya itu hanya bisa membuat Nalla langsung tersenyum getir di dalam hati saja. Wanita itu memang mengetahui pekerjaan sang suami yang berada di kelompok pembunuh bayaran, namun hanya sebatas mengetahui saja.Dan Benjamin pun sudah selalu memperingati Nalla untuk tidak perlu ikut mencampuri urusan pekerjaannya dengan alasan yang tidak pernah wanita itu ketahui. Dengan nada bicara yang cukup tajam dan juga kalimat yang sudah sering Nalla dengar hanya bisa membuatnya terdiam dan menerima hal seperti itu terus menerus."Maafkan aku.""Pelajari kedudukanmu di sini.""Aku mengerti," balas Nalla dengan tersenyum kecut."Senang bisa melihat kau yang selalu mengerti di setiap perintahku. Dan hei, berhenti menggigit bibirmu seperti itu. Okay?""Memangnya kenapa, kau ingin menggantikannya?" Tantang Nalla yang langsung mengerti jika ia harus mengganti topik pembicaraan di antara mereka.Benjamin memang pria yang sangat sulit untuk ditebak keinginannya. Namun selama dua puluh tahun ia hidup bersama, membuat Nalla lama kelamaan menjadi semakin tahu akan setiap keinginan sang suami yang pasti akan selalu berubah-ubah setiap detiknya."Kau sedang memberikan penawaran atau pertanyaan?""Apapun itu, jawabannya akan tetap sama saja, bukan?""Berbaliklah. Aku membutuhkan suasana hati yang baik sebelum pergi menjalankan misi nanti," perintah Benjamin sambil membantu Nalla yang sedang membalikkan tubuhnya dengan sedikit kasar, hingga wanita itu kini bertumpu pada kedua lutut dan tangannya."Berikan aku sedikit cumbuan," pinta Nalla sambil menengokkan kepalanya dan memberikan tatapan memohon kepada pria itu."Tidak perlu, itu hanya membuang-buang waktu saja."Tanpa menunggu lama, Benjamin pun langsung melakukan penetrasi tanpa memberikan kesempatan kepada Nalla untuk sekedar mempersiapkan diri ataupun menarik nafasnya walau sesaat. Sayangnya hal yang pasti akan memberikan kesakitan kepada wanita itu tidak pernah Benjamin hiraukan. Karena pria itu hanya mementingkan kepuasannya seorang diri saja tanpa memikirkan perasaan sang istri.Sedangkan Nalla yang sudah biasa menerima rasa sakit seperti itu hanya bisa menahan teriakan sekaligus mencengkram tangannya sendiri dengan kuat-kuat. Rasa sakit yang selalu diberikan setiap percintaannya bersama sang suami seperti itu hanya bisa Nalla simpan di lubuk hati terdalamnya saja.Bagaimana pun juga, pria itu yang dulu telah menolong dan memberikan dirinya kehidupan sampai saat ini, ditambah lagi ia begitu mencintai Benjamin. Jika hanya rasa sakit seperti itu saja, Nalla merasa hal tersebut cukup setimpal setelah banyak hal yang sudah suaminya itu lakukan untuknya.***"Berikan aku berita yang menyenangkan di pagi hari yang cerah ini, Ivy." Ucap Nalla sambil memperhatikan dirinya di depan cermin yang kini sudah bersiap untuk melaksanakan misinya."Sesuai rencana anda yang pagi ini ingin mulai misi, semalam beberapa anak buah sudah memulai rencana awal.""Dengan apa?""Meledakkan gudang pembuatan dan penyimpanan yang berada di satu tempat.""Berhasil?"Ivy pun langsung melangkah menuju televisi yang berada tidak jauh darinya. Setelah menyalakan, layar televisi langsung menayangkan sebuah berita mengenai kebakaran besar di gudang yang dimaksudkannya tadi."Lebih dari delapan jam api besar itu sulit dipadamkan dan berita terbaru yang saya dapatkan semua bangunan di tempat itu sudah hangus dan rata dengan tanah, Queen.""Aku senang mendengar berita itu, Ivy."Setelah mematikan televisi, Ivy kembali menghampiri bosnya itu dan membantu Nalla yang sedang memakai sepatu hak tingginya."Tetapi...""Tetapi apa, Ivy?" Sela Nalla dengan penasaran setelah mendengar anak buahnya itu yang menghentikan ucapannya."Setelah pulang dari misi tadi pagi-pagi sekali, King mengalami luka di wajah yang cukup parah dan ia terkena tembakan di bagian perutnya."Mendengar hal tersebut, dengan cepat Nalla langsung bergegas dengan sedikit berlari menuju ruang perawatan di lantai bawah. Rasa marah, sedih dan kesal mendera perasaan wanita itu di setiap langkahnya. Hingga pada akhirnya Nalla memasuki ruangan yang selalu digunakan untuk menangani dan memulihkan kondisi seseorang yang membutuhkan perawatan, dan ia langsung bisa melihat keadaan Benjamin yang kini terlihat sedang mencabut sendiri peluru yang bersarang di perutnya itu.Melihat kondisi Benjamin yang sudah seperti itu namun sang suami masih terlihat baik-baik saja, membuat Nalla langsung merasa kesal sendiri. Hingga pada akhirnya wanita itu bergegas meninggalkan ruang tersebut disaat matanya sudah bertatapan dengan mata Benjamin. Nalla melangkah menuju kamarnya kembali untuk melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti tadi, ketika ia mendengar berita tentang Benjamin yang membuatnya terkejut."Cepat bantu aku agar kita bisa segera bergegas, Ivy." Ucap Ravena sambil mendudukkan diri di depan meja rias."Anda baik-baik saja, Queen?""Ya. Ivy, bisakah kau ambilkan segelas air mineral untukku?" Pinta Nalla setelah melihat keberadaan Benjamin di belakang sana memalui kaca di hadapannya."Baik, Queen."Setelah kepergian asistennya, Nalla kembali menyibukkan diri akan penampilannya itu dan mencoba mengacuhkan keberadaan Sebastian di sana."Semalam aku dijebak oleh The Rogue's. Yang aku kira itu adalah misi, tetapi nyatanya itu adalah sebuah jebakan."Tidak hanya keberadaannya saja, Nalla pun memilih untuk diam dan tidak menanggapi ucapan pria itu."Dan aku sedikit menyesal karena tidak mendengar permintaanmu.""Setidaknya kau sudah mendengarnya dariku," balas Nalla dengan ketus."Kau marah karena aku tidak mendengarkanmu?""Aku tidak ingin ikut campur dengan pekerjaanmu. Dan aku harus belajar akan kedudukanku di sini.""Lalu kau ingin ke mana?""Megan, aku ingin melakukan eksekusi hari ini. Kau tidak mengingatnya?""Biar aku temani.""Terserah kau saja," balas Nalla dengan singkat sambil beranjak dari duduknya dan melangkahkan kaki keluar dari kamar.Langkah kaki Nalla menuju pintu keluar mansion itu langsung diikuti oleh Benjamin. Setelah mereka di dalam mobil dan perjalanan menuju keberadaan dimana Megan pasti berada, Nalla tetap memilih untuk mengacuhkan sang suami yang berada di sampingnya."Kau bisa marah denganku, tetapi jangan pernah mengacuhkanku seperti ini!" Seru Benjamin sambil merebut ponsel yang sedang menjadi pusat perhatian Nalla dari tangan wanita itu dan membuangnya ke sembarang arah."Aku tidak mengacuhkanmu. Aku hanya ingin membiarkanmu beristirahat sejenak setelah kau mengalami kejadian yang tidak kau inginkan itu, okay?"Mendengar jawaban wanita itu, Benjamin pun langsung menurunkan tingkat emosi yang sudah sempat mulai naik tadi dengan mencoba menenangkan dirinya."Aku tidak bermaksud untuk seperti tadi. Maafkan aku, Sayang." Ucap pria itu sambil menggenggam tangan Nalla.Melihat Nalla yang masih tetap membuang pandangan darinya, Benjamin pun menarik pinggang sang istri hingga menempel dengan tubuhnya. Lalu ia menciumi pipi wanita itu, hingga pada akhirnya Nalla menengokkan kepala dan menatap wajah Benjamin."Mohon sekali saja dengarkan aku. Aku hanya tidak ingin kau terluka. Aku mencintaimu, dan jika kau sampai kenapa-kenapa aku yang akan mati.""Okay. Maafkan aku.""Luka di perutmu sudah kau obati?""Aku sudah menutupnya dengan perban," balas Sebastian sambil mengangkat t-shirt bagian depannya dan memperlihatkan luka yang memang sudah terdapat perban di sana."Tetapi wajahmu belum diobati.""Aku terburu-buru ingin berbicara denganmu.""Dan dengan seperti ini kau menjadi terlihat seperti bajingan," ucap Ravena sambil mengambil selembar tisu untuk menghapus bercak darah yang masih berada di wajah sang suami."Dan kau pun sangat mencintai bajingan ini, bukan?"Nalla yang baru saja mendengar ucapan Benjamin itu pun langsung tertawa kecil sambil memukul dada bidang pria itu. Sepanjang perjalanan tersebut, Nalla mengobati luka di wajah Benjamin dengan memberikan alkohol yang berasal dari minuman yang selalu berada di dalam mobil. Hingga mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah bangunan yang wanita itu tuju, Nalla langsung bersiap-siap diri untuk melaksanakan misinya."Kita sampai. Kau siap?" Tanya Benjamin."Aku dilahirkan untuk siap membalaskan dendamku kepada jalang itu.""Aku menyukai semangatmu ini, Sayang.""Kita beraksi!" Seru Nalla sambil membuka pintu mobil dan keluar dari dalam sana.***To be continued . . .Happy Reading . . . ~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~*** Dengan segala trik yang dilakukan Nalla pada saat ia memasuki bangunan kantor perusahaan Hollie's Shiner yang memang begitu ketat penjagaannya sehingga yang tidak memiliki kepentingan pada perusahaan tersebut tidak diperbolehkan untuk masuk, hingga pada akhirnya wanita itu bisa berada di sebuah ruangan dimana sang target berada. Untung saja Nalla sudah bukan lagi seseorang yang lemah dan tidak memiliki siapa-siapa. Karena berkat Benjamin, ia bisa memiliki banyak anak buah yang memang dilatih dan begitu berani untuk bertarung di dalam kondisi apapun. Sehingga sedikit halangan pun yang berada di hadapan Nalla, dengan mudahnya disingkirkan. Dan kini, setelah berada di sebuah ruangan yang sangat luas di lantai tiga puluh lima. Dengan wajah yang memandang rendah sosok di hadapannya itu, tatapan tajam serta seringaian pun Nalla perlihatkan kepada sosok bernama Megan. Sosok yang sudah sejak lama Nalla n
Happy Reading . . . ~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~*** Suapan terakhir Nalla masukkan ke dalam mulut dan makan malamnya pun telah selesai. Bersamaan dengan ia yang sedang meminum Wine-nya, Benjamin pun datang dan mendudukkan dirinya di kursi yang berada tepat di hadapan sang istri, dengan meja makan besar yang menjadi batas di antara keduanya. "Kau tidak mengajakku makan malam bersama, Sayang?" Bukannya menjawab pertanyaan Benjamin, wanita itu justru dengan cepat langsung beranjak dari kursi meja makan dan meninggalkan sang suami yang saat ini hanya bisa menatap punggungnya saja. Sedangkan Nalla yang tidak peduli dengan hal tersebut, ia pun melenggang menuju lift yang akan membawanya menuju basement mansion, dimana biasanya para anak buah berkumpul di sana. Dan suara riuh dari senda gurau yang berasal dari para anak buahnya itu langsung terhenti disaat suara pintu lift yang terbuka dan langkah kaki mendekat, memenuhi ruang tersebut. "Kenapa berhent
Happy Reading . . . ~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~*** Ringisan dan rintihan yang sejak tadi sudah sebisa mungkin Nalla tahan akan rasa sakit pada luka lebam dan goresan dari kuku yang berada di punggungnya, pada akhirnya terdengar juga mengisi keheningan kamar tidur wanita itu. Saat ini dirinya itu sedang diberikan obat krim luka dan krim nyeri oleh Ivy sang asisten, karena Nalla merasa bahwa punggungnya itu tidak hanya memiliki sedikit luka goresan atapun lebam saja. Setelah ia yang semalam telah menerima hal yang sudah membuatnya harus kembali mendapati hal yang seperti siksaan, akibatnya keesokan hari tubuh wanita itu langsung memperlihatkan bukti betapa bajingannya sosok pria yang berstatus sebagai suaminya, pada saat menikmati tubuh Nalla tanpa sedikit pun rasa belas kasihan di setiap detiknya. "Apakah terlihat buruk?" Tanya Nalla yang menatap sang asisten dari kaca meja rias tepat di hadapannya. "Lebam di punggung anda sudah mulai sedikit mem
Happy Reading . . . ~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~*** Selain timah panas yang terus menerus meluncur di udara dan membuat kebisingan di gelapnya malam serta gang kecil yang menjadi medan pertempuran kedua kelompok itu, sang pemimpin yang kini sedang beradu kekuatan dengan saling menindih dan disusul dengan memberikan pukulan sekuat tenaga itu demi untuk mencapai tujuannya, yaitu ingin saling melumpuhkan satu sama lain. Dengan kedua wajah pria tersebut yang juga sudah terlihat begitu babak belur menandakan jika pertempuran keduanya memang begitu sengit. "Kau tidak pernah belajar, Bedebah! Kau harus membayar setiap nyawa anak buahku, yang sudah kau hilangkan!" Seru Jacob yang kini sedang menekan leher Benjamin dengan lututnya. Kondisi Benjamin yang kini sedang tergeletak dan juga tertindih oleh tubuh Jacob yang memiliki postur tidak kalah besar darinya, cukup membuat pria itu sedikit kewalahan hingga tidak bisa berkutik. Nafasnya pun tentu juga menja
Happy Reading . . . *** Dengan terus menatap sang suami yang sudah beberapa hari ini belum juga tersadar dari luka tembakan yang terakhir ia dapatkan dari pertempuran malam itu, membuat Nalla menjadi merasa tidak tahu harus berbuat apalagi. Rasa khawatir dan cemas setiap harinya sudah begitu ia rasakan. Peluru kecil yang mengenai bagian dada dan hampir saja mengenai jantung yang merupakan organ vital, membuat Benjamin menjadi tidak sadarkan diri selama satu Minggu lamanya. Bahkan pria itu sudah dinyatakan koma sejak pertama kali dibawa ke bagian ruangan pemulihan di Mansion-nya dan diperiksa oleh dokter pribadi yang sudah biasa menangani Benjamin yang selalu memiliki kondisi seperti itu di setiap pulang setelah berkelahi dengan rivalnya. "Sampai kapan kau akan seperti ini? Apa kau tidak lelah? Dimana sosok Benjamin yang kuat dan tidak pernah takut yang aku kenal ini? Aku akan marah kepadamu jika hari ini kau tidak memiliki niatan untuk tersadar juga!" Seru Ravena dengan sangat kesa
Happy Reading . . . *** Senyuman Nalla mengembang bersamaan setelah pintu lift yang ia naiki terbuka di saat wanita itu yang juga langsung mendengar suara sang suami di depan sana sedang meluapkan rasa amarah, dan yang pasti para anak buahnya itulah yang menjadi sasaran. Ia sudah tidak menggelengkan kepala dengan heran lagi, setelah melihat kondisi ruangan basement yang saat ini sudah seperti sehabis terkena bencana alam. Kursi dan meja yang berantakan, dan belum lagi pecahan-pecahan beling yang berasal dari bekas botol minuman beralkohol berserakan di lantai. "Seberapa besar kekuatan gempa yang baru saja terjadi di sini?" Ucap Nalla yang membuat semua orang yang berada di sana mengalihkan pandangan kepada asal suara. "Semua keluar!" Perintah Benjamin dengan berteriak hingga mengejutkan semua orang yang mendengarnya. Setelah semua anak buah Benjamin meninggalkan ruangan basement, Nalla pun menghampiri keberadaan sang suami dan langsung memeluk pinggang pria itu dari sampingnya.
Happy Reading . . . *** Wanita itu melangkahkan kakinya menuju ruang kerja sang suami sambil membawa selembar gulungan kertas yang berukuran cukup besar di tangannya. Setelah memasuki ruangan tersebut, Nalla langsung menaruh gulungan kertas tersebut di atas meja dan membuat Benjamin yang sedang duduk di kursi kebesaran ruang kerjanya itu mulai mengalihkan pandangan dari layar ponsel di tangannya, menuju tangan yang tepat berada di depannya dan terdapat luka memar yang begitu membekas di pergelangannya. "Semua rencananya sudah berada di sini," ucap Nalla sambil membuka gulungan kertas tersebut hingga terlihatlah setiap langkah akan rencana yang hendak dilakukan oleh wanita itu di atas meja besar di hadapan keduanya. "Bagaimana jika masih tidak bisa?" Tanya pria itu sambil menaikkan pandangannya menuju wajah Nalla. "Aku baru melihat sikap pesimismu ini." "Aku hanya tidak ingin rencana ini akan semakin lama mencapai tujuannya, Sayang." "Tenang saja. Karena aku akan menyerang orang
Happy Reading . . . *** Tubuh pria itu terlihat menegang ketika merasakan sentuhan kecil di bahunya. Sambil mengerjapkan kedua mata, Jacob menengokkan kepala ke pemilik tangan yang kini sudah menggenggam tangannya kanannya. "Ada apa?" Tanya Norah yang kini sudah duduk di samping pria itu. "Apanya?" "Saat aku sedang mencuci piring tadi, katanya kau ingin mengajakku berbicara. Memangnya ada apa? Aku merasa ada sesuatu hal yang terdengar penting." "Hmm..." "Apa kau sudah menemukan yang sempurna di luar sana?" Balas wanita itu dengan asal yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang suami. "Lalu ada apa? Tidak biasanya kau seperti ini. Belakangan ini kau juga menjadi sosok yang lebih banyak diam. Apakah kau sadar akan hal itu?" "Aku sedang memikirkan klien baru yang memiliki banyak permintaan." "Keith mengatakan kau menghentikan menerima misi baru beberapa hari yang lalu. Jadi jangan berbohong, okay?" Jacob pun langsung terdiam seketika karena ia yang tidak tahu bagaimana c
Happy Reading . . . *** Roma, Italia ~ Setelah kedua insan tersebut yang memutuskan untuk bisa kembali bersama-sama, Jacob pun mengajak Nalla untuk bisa kembali ke tempat dimana keduanya berasal. Dengan kembalinya mereka, keduanya ingin memulai kehidupan baru secara bersama-sama dari awal. Dan di rumah Jacob yang dulu menjadi tempat tinggal bersama keluarganya dulu lah, mereka memutuskan untuk memulainya kembali dari awal. Karena hanya tinggal rumah sederhana tersebut sajalah yang benar-benar pria itu miliki. Satu-satunya properti yang Jacob miliki, tanpa campur tangan dari hasil pekerjaan membahayakan yang sudah ditinggalkannya itu. Dan saat ini, senyuman Nalla tidak bisa berhenti disaat melihat berapa manisnya sikap sang pria yang dicintainya. Dengan duduk di kursi meja makan, Nalla sedang memperhatikan Jacob di depan sana yang sedang membuatkan kukis atas keinginan wanita itu. Jacob yang mendengar hal tersebut tentu dengan senang hati melakukan keinginan yang entah sedang dira
Happy Reading . . . *** Satu bulan, tidak terasa waktu sudah berlalu namun Jacob masih belum juga kembali dan bahkan lebih buruknya lagi pria itu juga sama sekali tidak pernah memberikan kabar apalagi menghubungi Nalla. Jangankan menghubungi, dihubungi juga pun entah kenapa ponsel Jacob selalu tidak aktif. Tentu hal tersebut membuat wanita itu menjadi sangat marah. Jacob seakan lari dari tanggung jawabnya, tidak hanya kepada Nalla, tetapi juga kepada anak yang sedang dikandung wanita itu. Sudah cukup rasanya bagi Nalla untuk bersikap sabar dan menunggu kedatangan pria yang tidak pantas untuk diharapkan. Jika seperti ini, Nalla merasa Jacob seperti tidak menginginkannya. Begitu juga dengan calon anak mereka yang masih tidak mengetahui apa-apa. Wanita itu tidak mempersalahkan pria itu yang mungkin memang tidak menginginkan dirinya lagi, tetapi saat ini keadaannya sudah berbeda. Ada buah hati mereka yang telah hadir dan bisa memberikan harapan akan cinta keduanya yang semakin terikat.
Happy Reading . . . *** Jacob melangkah turun dari mobil, lalu bergegas menghampiri sang anak buah yang sudah menunggunya dan bersiap untuk melakukan misi baru di depan markas kelompoknya. Tidak ada waktu istirahat bagi pria itu setelah menempuh perjalanan darat dari Paris menuju Italy menggunakan mobil selama lebih dari dua belas jam lamanya. Baginya, kepuasan client akan hasil kerja yang bisa tuntas dengan maksimal adalah sebuah kebanggaan baginya sendiri. "Dimana lokasinya?" Tanya Jacob sambil memakai kacamata hitamnya. "Via Calandrelli. Salah satu real estate ekslusif di Roma, dan klien kita menginginkan Mansion tersebut beserta isi dan kekayaan sang adik." "Mereka berkeluarga?" "Ya, Boss." "Sang kakak menginginkan kekayaan sang adik?" "Dari informasi yang saya dapat seperti itu." "Bisakah kau menyaring misi yang lebih menegangkan bagi saya? Dan tidak dengan ikut campur ke dalam permasalahan keluarga orang lain seperti ini? Kau pikir tidak lelah berkendara selama lebih da
Happy Reading . . . *** Tubuh Nalla langsung menegang disaat bahunya itu terasa disentuh dengan tiba-tiba hingga membuatnya cukup terkejut. "Madam Lesley? Hai, Madam." Sapa Nalla setelah melihat keberadaan Madam Lesley yang ternyata sudah mengejutkannya. "Hei, senang bisa bertemu denganmu lagi, Nalla. Bagaimana kabarmu? Apakah setelah mengambil cuti kau sudah merasa lebih baik?" "Ya, Madam. Semuanya sudah terasa lebih baik. Dan sekarang kabar saya pun juga sudah baik-baik saja." "Tetapi saya bisa melihat dari raut wajahmu, seperti masih ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu. Ada apa?" Tanya Nadam Lesley sambil mendudukkan diri di samping Nalla. Di kursi panjang taman belakang itu, wanita paruh baya tersebut siap mendengarkan keluh kesah yang sangat terlihat pada diri Nalla. Namun memang benar, wanita itu sedang memikirkan bagaimana nasib anak yang dikandungnya itu. Setelah melalui malam penuh ketegangan kemarin, Nalla memang langsung memutuskan untuk kembali ke panti wreda dima
Happy Reading . . . *** Wanita itu menatap dirinya di depan cermin besar di dalam kamar mandi, sambil mengusap lembut perutnya yang dilapisi t-shirt yang dikenakannya itu. Sudah hampir tiga puluh menit dirinya berada di sana untuk memikirkan sebuah hal yang baru saja diketahuinya itu, dan bisa memutar seluruh kehidupan kedepannya nanti. Diangkatnya kembali dan ditatap benda kecil yang sudah menjadi pusat perhatian wanita itu semenjak hasilnya telah keluar. Sebuah tanda positif tertera pada bagian hasil alat tes kehamilan itu, telah menjelaskan semua hal yang saat ini sedang dihadapi oleh Nalla. Ya, Nalla sedang hamil dan wanita itu baru saja mengetahuinya setelah melakukan tes pemeriksaan mandiri. Dengan segala analisanya akan beberapa hal aneh yang dirasakan dan dialami oleh Nalla, membuat wanita itu menjadikannya harus melakukan tes sederhana yang memang sudah jelas mengarah kepada dirinya yang sedang hamil. Dari wanita itu yang merasakan hal aneh pada tubuhnya, rasa sensitif yan
Happy Reading . . . *** Nalla membuka mata setelah dirasa istirahatnya itu sudah cukup. Perasaan yang sudah menjadi lebih baik setelah tubuhnya itu sedang diserang oleh rasa mual, pusing dan lemas, yang alasannya pun masih juga belum diketahui. Namun yang wanita itu ketahui, rasa aneh yang sedang ia rasakan pada tubuhnya itu menjadi semakin tidak jelas. "Jacob..." Panggil Nalla dengan suara yang lemah. Tidak melihat pria yang dipanggilnya itu tidak juga datang, dengan perlahan Nalla beranjak dari ranjang untuk mencari keberadaan Jacob di luar kamar. "J, kau berada dimana?" "Hei, kau sudah terbangun?" Suara yang berasal dari dapur itu membuat Nalla menolehkan kepala, lalu melangkah menghampiri Jacob yang berada di sana. "Duduklah. Makanannya akan segera siap," perintah pria itu setelah melihat Nalla yang sudah berada di dapur. "Aku tidak ingin makan," rengek wanita itu sambil mendudukkan diri di kursi meja makan. "Hei, kau harus makan, Nalla. Kau sedang tidak baik-baik saja,"
Happy Reading . . . *** "Selamat pagi, Madam Lesley. Bagaimana tidur anda semalam? Apakah terasa nyenyak seperti biasanya?" Sapa Nalla dengan ceria setelah ia membuka pintu kamar dan melihat sang pemilik kamar yang seperti biasa sudah membaca sebuah buku di pagi hari seperti ini. "Selamat pagi, Nalla. Tidur saya semalam cukup nyenyak. Oh ya, kemarilah. Duduk di sini sebentar," balas Madam Lesley sambil menepuk sisi kursi sofa tepat di samping wanita paruh baya itu mendudukkan dirinya. "Ada apa, Madam?" Tanya Nalla sedikit penasaran setelah ia mendudukkan diri di sofa tersebut. "Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Harry?" "Hhmm..., Harry? Tidak ada perkembangan apapun yang terjadi di antara kami, Madam." Balas wanita itu dengan sedikit canggung. "Sama sekali?" "Ya. Seperti yang sudah saya katakan sejak awal, dengan Harry yang memang tidak tertarik dengan saya." "Tetapi bagi saya kau itu yang terbaik, Nalla. Bagi saya tidak ada wanita lain yang pantas mendampingi Harry sel
Happy Reading . . . *** Suara kecupan dari lembabnya kedua bibir yang saling melumat itu terdengar cukup nyaring di dalam ruang mobil yang tidak terlalu luas itu. Hawa panas pun masih mengisi situasi di kursi mobil bagian belakang, setelah percintaan kedua insan itu baru saja selesai dilakukan. Setelah melakukan makan malam bersama tadi, pria itu pun mengajak Nalla untuk pergi ke tempat tujuan selanjutnya. Dan bukit yang jauh dari kata keramaian, dengan pemandangan langsung menuju kota adalah pilihan Jacob. Selain ingin menghabiskan waktu bersama dengan hal menyenangkan, pria itu juga membutuhkan waktu berduaan saja bersama Nalla di tempat yang sunyi nan sepi, dan jauhnya kegiatan orang lain. "Aku menyukai bercinta di ruang yang cukup terbatas seperti ini," ucap Nalla setelah ia mengakhiri ciumannya. "Benarkah?" "Ya. Dan sepertinya di mobil ini sudah menjadi tempat favorit kita untuk menghabiskan malam bersama." "Terasa seperti sepasang remaja yang sedang menjalin hubungan diam-
Happy Reading . . . *** Wanita itu tersenyum kecil setelah melihat penampilannya yang sudah cukup sempurna untuk kencan sederhana yang akan ia lakukan bersama Jacob. Dress sederhana yang serupa dengan sederhananya riasan di wajah wanita itu, semakin membuat ia merasa sedikit tidak sabar untuk menghabiskan waktu pada malam ini bersama pria itu. Setelah sekian lama tidak bertemu dan keduanya pun juga langsung melewati percintaan panas yang tidak direncanakan dan sangat tiba-tiba untuk yang pertama kalinya kemarin, hubungan di antara kedua insan itu pun menjadi kembali menghangat. Tidak seperti pertemuan pertama mereka yang saat itu masih terasa canggung dan terdapat rasa amarah pada salah satu pihak yang masih tidak terima akan kepergian wanita itu. Namun saat ini, sepertinya hal-hal semacam itu sudah tidak ada lagi setelah rasa rindu yang telah keduanya saling ungkapkan melalui percintaan yang membuat pasangan itu seakan menjadi semakin terikat. Seperti malam ini, setelah jam kerjan