Share

3. Rahasia

Author: Laquisha Bay
last update Last Updated: 2021-09-06 14:27:22

Anna. Nama yang diberikan dad padaku, artinya cantik; baik hati; karunia Tuhan—sesuai dengan diriku, katanya. Gen dari dad mewarisi ciri-ciri fisikku lebih banyak. Tinggiku hanya seratus-enam-puluh-dua senti, kecuali warna mata dan rambut yang gen dari mom sumbangkan untukku. Rambutku selalu cokelat, kadang-kadang memerah diterpa sinar matahari, serupa dengan iris mataku.

Aku suka memasak. Kegiatan itu membuatku tenang, melepaskan penat dan melupakan rindu yang terus-menerus datang. Aku masih berusia tujuh tahun, manja dan suka membuang sayur-sayuran—terutama brokoli, dari piringku, saat dad dan mom tewas dalam kecelakaan kereta api di malam Natal.

Dunia berubah dari tahun ke tahun, tetapi kehidupanku tidak berubah dari hari ke hari. Roda itu berganti dari yang awalnya menggelinding lurus, kemudian berhenti dan berakhir dengan takdir yang mengutuk langkahku. Hak asuh atas diriku jatuh di bawah wewenang Paman Scott—saudara kandung mom, pria itu bejat. Dia mempunyai rumah bordil di Glasglow, sebuah kota pelabuhan dengan multikultur dinamis yang terletak di dataran rendah Skotlandia. Tempat penuh tambo sejarah dan hamparan kemegahan eloknya.

Usiaku genap delapan belas musim gugur tahun depan. Paman Scott berniat melelangku ke rumah bordilnya dengan dalih utang budi untuk semua waktu panjang yang dia habiskan karena telah menjaga dan merawatku sejak kecil. Akhirnya, aku melarikan diri dari tempat yang tidak pernah cocok disebut sebagai rumah itu. Keputusan yang seharusnya kuambil sejak dahulu.

“Anna?” tegur Xaferius dalam wujud manusianya, membuyarkan semua lamunan tentang masa laluku.

Aku tersentak dan salah tingkah, “Maaf. Apa kau mengatakan sesuatu?”

“Aku memanggilmu empat kali, Anna.”

Anna. Anna. Anna. Aku tidak tahu mengapa tubuhku selalu memberikan reaksi refleks yang berlebihan saat Xaferius memanggilku. Bukan berarti itu tidak membuatku nyaman, hanya saja ada sesuatu dalam nada suaranya yang membangkitkan tarikan dalam diriku, begitu kuat dan tiba-tiba.

“Maaf. Aku... aku sedang tidak fokus.”

Xaferius memberi jarak, dia berdiri dan mengambil posisi sedikit lebih jauh dariku. Sikapnya membuatku bertanya-tanya heran. Apa yang sedang pria itu lakukan?

“Aku hanya ingin memberimu ruang, Anna. Aku tahu kau bingung dan takut, setelah semua hal yang terjadi padamu hari ini.”

Aku hanya mengangguk, tidak tahu harus berkata apa. Xaferius benar, aku butuh ruang untuk merasakan diriku. Aku butuh ruang untuk memeriksa kewarasan yang kupunya. Aku butuh ruang untuk mengerti apa yang terjadi. Vampir dan werewolf. Apa yang kumengerti? Tidak ada, kecuali mereka dilahirkan dengan daya pikat dan kekuatan mengagumkan dalam porsi yang tidak wajar. Itu tidak adil, protesku.

“Apa kau baik-baik saja?” lanjutnya.

“Aku... uh, ya, aku baik-baik saja,” sahutku, berusaha menyembunyikan semua perasaan berkecamuk dalam dadaku.

Sudut bibirnya berkedut-kedut menahan tawa, “Kau manusia yang tidak pintar berbohong.”

Manusia. Itu semakin menegaskan perbedaan di antara kami. Makhluk abadi dan makhluk tidak abadi.

“Aku pembohong yang buruk,” bisikku.

“Cih, aku tahu itu.”

“Jadi, bagaimana dengan janjimu?”

“Janji?”

Aku menghela napas sebelum kembali menjawab, “Kau berjanji membantuku keluar dari sini.”

“Tentu saja, Anna. Aku tidak melupakannya.”

Aku menunggu, berharap Xaferius bergerak dan menuntunku ke arah jalan setapak atau menembus dimensi lain. Apa saja, aku tidak peduli. Namun, pria itu masih diam di tempat. Dia memandangku dengan sorot penuh selidik, tatapan yang teliti dan hati-hati. 

“A-apa ada sesuatu di wajahku?”

“Tidak, kau cantik.”

Pria dan mulut besarnya, keluhku, “Bisakah kita pergi sekarang, kumohon?”

“Tidak, tidak sekarang. Belum,” balas Xaferius dengan seringai menggoda itu lagi. “Kau terlibat dengan dunia immortal, kau tahu terlalu banyak tentang kami.”

Xaferius benar, aku tidak seharusnya berada di dunia mereka yang mustahil. Namun, takdir kembali memainkan perannya. Aku terjebak di antara para makhluk yang bahkan keberadaannya tidak pernah benar-benar kuyakini ada.

“Aku... aku tidak bermaksud untuk—”

“Kau harus melupakan semuanya, Anna.”

Aku mengerjap-ngerjap, bingung. Bagaimana caranya? Semua taring itu dengan kecepatannya yang luar biasa, para monster... Katakan padaku, bagaimana caranya?

“Kau meminta sesuatu yang tidak bisa kukendalikan,” balasku, setengah mengerang putus asa.

Ada jeda yang cukup lama, Xaferius terdiam tanpa sepatah kata pun. Pandangannya masih enggan beralih dari wajahku, tetapi aku bisa menangkap sinyal janggal lewat sepasang irisnya yang pelan-pelan berubah menjadi gelap. Tidak ada lagi warna biru seperti laut Tindalls Bay di malam hari di dalam sana. Warnanya berganti menjadi hitam, pekat yang berkabut dan penuh rahasia. Aku tidak mengerti apa yang terjadi padanya. Aku sudah terlalu lelah untuk mengoleksi pertanyaan-pertanyaan lain, apa dan mengapa.

“Katakan siapa kau sebenarnya,” tuntut Xaferius dengan nada satu oktaf lebih tinggi dariku.

“Apa yang ingin kau tahu? Aku hanya manusia, yatim piatu. Tidak ada yang menarik dari diriku.”

Tubuh Xaferius bergetar sebelum warna pada kedua bola matanya secara tiba-tiba kembali menjadi seperti sebelumnya. Biru. Terang. Menyeret dan menghanyutkan, membuatku tenggelam di dalamnya.

“Aneh,” komentar Xaferius sambil bergerak maju mendekat padaku.

“Apa maksudmu?” sahutku, tersinggung.

“Kemampuan hipnotisku tidak bekerja padamu,” akunya, ekspresi wajahnya terlihat heran dan takjub.

“Hip... apa?”

“Beberapa werewolf mempunyai kemampuan-kemampuan khusus, aku salah satunya. Aku bisa membuat siapa saja yang kumau untuk melupakan atau melakukan sesuatu.”

Apa aku belum cukup dengan semua guncangan yang terjadi sepanjang hari ini? Aku juga harus mendengar satu lagi fakta baru yang terkupas dari kaum werewolf. Kemampuan-kemampuan khusus.

“Jadi, aku bermasalah?”

Ternyata memang ada sesuatu yang salah dari diriku. 

“Kau berbeda, itu saja. Aku tidak suka pemilihan katamu. Aku tidak menganggapmu begitu, kau tahu.”

“Tetap saja—”

Xaferius menyentuh dan mengelus daguku, gerakan itu membuat tubuhku kembali memberikan reaksi yang ingin dia lihat. Aku menjengit ke belakang, berusaha mengontrol perasaanku agar tidak larut dalam permainannya. Dengan napas terengah-engah, aku menepis sentuhan darinya yang mengirim setiap gerak elektron ke permukaan kulit wajahku. Arus listrik itu menyengat dengan tajam, membuatku hampir kehilangan kendali.

“Kau sangat sensitif. Aku menyukai itu.”

“A-aku... aku hanya ingin pulang, kumohon,” balasku dengan terbata-bata.

Xaferius tidak langsung menyetujui, dia berbalik meninggalkanku dan mendekat pada para kawanannya yang masih menunggu dengan teratur di belakang. Berpasang-pasang mata itu memandangi sejak tadi, seolah-olah kami adalah tontonan yang menarik. Aku beralih memperhatikan pemandangan sekitar yang terabaikan, hanya ada deretan pohon pinus di sepanjang jangkauan indra penglihatanku. Lengkap bersama jaring laba-laba yang dipintal rapi oleh embun. Puluhan cahaya dari tubuh kunang-kunang yang menyerupai titik-titik kecil bergerak terbang dari dahan ke dahan, memberi kesan ilusi yang memerangkap diriku.

“Apa kau suka dengan yang kau lihat?” tanya Xaferius, suaranya membuat pandanganku beralih kembali tertuju pada dirinya.

“Ya,” sahutku pendek.

“Apa kau ingin tahu sebuah rahasia, Anna?”

Aku mengerutkan kening, tidak yakin jawaban seperti apa yang harus kukatakan, “Kupikir aku sudah mengetahui cukup banyak.”

Xaferius mengembangkan senyumnya, “Kau benar, tetapi ini berkaitan dengan area perbatasan.”

Pria itu benar-benar tahu caranya memancing rasa penasaranku, “Apa itu juga berhubungan dengan alasan kehadiranku di sini?”

“Secara teknis iya, secara teori tidak. Pintu perbatasan hanya terbuka di waktu-waktu tertentu. Peralihan sore dan malam atau kau menyebutnya dengan senja, saat bulan sabit muncul, juga saat bulan purnama muncul, tetapi manusia seharusnya tidak bisa menembus portal itu.”

***

Related chapters

  • Crescent Moon   4. Para Peri

    Aku tidak pernah merasa istimewa, aktivitas keseharianku juga selalu datar dan monoton. Aku mengalami masa-masa sulit dengan tujuan hidup yang tidak lagi kupunya saat Dad dan Mom pergi, tetapi—secara ajaib, aku berhasil melewatinya. Bukti bahwa takdir masih tetap memegang kendali atas diriku. Setelah semua peristiwa panjang yang terjadi, aku harus memulai kehidupan baru. Jauh dari keluargaku yang lain.Saat Xaferius menanyakan alamat tujuanku, aku terenyak—sadar jika aku sebatang kara dan menyedihkan, tidak mempunyai apa pun. Pria itu menawarkan kemurahan hatinya, dia mengizinkan aku tinggal untuk sementara di rumahnya. Dengan syarat, aku harus tutup mulut pada orang-orang, pada dunia, tentang eksistensi para

    Last Updated : 2021-09-06
  • Crescent Moon   5. Terjebak

    Kepalaku terasa pening saat terbangun, pemandangan lanskap kota dengan deretan gedung pencakar langit yang mengesankan, berlatar fajar bersama cakrawala dramatisnya langsung terpampang begitu apik di hadapanku lewat jendela kaca tanpa sekat. Aku mengerjap-ngerjap, setengah kebingungan.Aku mengedarkan pandang ke sekeliling, mencoba untuk mendapatkan kesadaranku sepenuhnya. Namun, aku hanya menemukan sebuah ruangan bergaya klasik dengan desain Mediterania yang memikat. Dindingnya dilapisi batu granit, berpadu serasi dengan chandelier berbahan kristal yang tergantung di langit-langit.Aku turun dari atas ranjang, menginjak karpet bermotif jaldar yang estetik dengan kedua kaki telanjangku. Tatapanku berhenti pada sebuah foto yang membingkai beberapa s

    Last Updated : 2021-09-06
  • Crescent Moon   6. Déjà vu

    Seharusnya potongan haggis itu menjadi suapan yang terakhir, tetapi semua isi perutku keluar saat Aldrich tiba-tiba muncul ke dapur sambil menenteng tiga kantong darah hewan dan memamerkannya pada kami. Aku lari tergopoh ke arah bak cuci, menyerah dengan rasa mual yang menohok di bagian abdomenku. Pria itu terkejut sekaligus terlambat menyadari keberadaanku di kediaman Xaferius.“Manusia?” desisnya pada Xaferius, menuntut penjelasan.“Iya, seperti yang kau lihat.”“Siapa?” desaknya lagi, tidak puas dengan jawaban itu.“Namanya Anna, Aldrich.”

    Last Updated : 2021-09-09
  • Crescent Moon   7. Cinta Terlarang

    “A-apa?” sahutku, mengira alat pendengaranku bermasalah atau sejenis itu.“Aku tertarik padamu,” balas Aldrich tanpa berpikir dua kali.Dia bukan tipe orang yang gemar berdiplomatis, jelas. Pria itu lebih suka mengatakan sesuatu secara terbuka, tanpa memikirkan reaksi Xaferius yang berjarak hanya sekitar lima-puluh senti jauhnya dari kami. Aldrich mengembangkan senyumnya. Dia tampak lega dan puas, kepercayaan diri yang membuatku iri.“Apa yang kau katakan?”Ekspresi wajah Aldrich berganti dari berseri-seri, kemudian menjadi marah dan murung, “Aku menyukai Anna. Apa ada yang salah dengan itu?”“Tentu saja

    Last Updated : 2021-09-19
  • Crescent Moon   8. Kejutan

    Dua minggu berlalu sejak peristiwa perkelahian di antara Aldrich dan Xaferius terjadi. Waktu yang cukup lama bagiku. Namun, aku mulai terbiasa dengan beberapa rutinitas baru di kediamannya, termasuk dilayani, meskipun aku tidak menginginkannya. Xaferius mempunyai lima belas orang pelayan, sembilan di antaranya merupakan para gadis yang berusia sekitar enam belas sampai dua puluh tahun. Sementara sisanya para pria paruh baya yang menjadi orang-orang kepercayaannya.Mereka bekerja dari pagi bahkan sebelum matahari terbit dengan sempurna. Aku juga memperhatikan semua kebiasaan yang Xaferius lakukan setiap harinya. Dia selalu bangun di jam yang sama, mandi, menikmati sarapannya selama sepuluh menit, lantas bergegas pergi ke kantor. Belakangan, aku mengetahui pria itu pemilik Celcius Grup—perusahaan properti yang berdiri sejak beberapa tahun lalu. Industri yang merajai sebagian besar pertumb

    Last Updated : 2021-09-19
  • Crescent Moon   9. Diculik

    Xaferius menawarkan perjalanan yang menyingkat jarak dari rumah menuju ke portal. Aku langsung mengangguk mengiyakan, tidak menyangka jika yang dia maksud adalah dengan cara menaiki punggungnya sepanjang kepergian kami. Pria itu bertransformasi sesaat setelah melampiaskan ciumannya padaku. Punggungnya lagi-lagi bergetar, dia berubah menjadi sosok serigala hitam sampai membuat lapisan tanah di sekelilingnya retak karena entakkan keempat kakinya.“Apa kau yakin dengan idemu?” tanyaku sekali lagi dari sekian puluh kali mengatakannya.Xaferius mendengking, sepasang matanya menyoroti wajahku dengan tatapan ‘ayo’. Aku tidak pernah menunggang seekor kuda seumur hidupku, apalagi seekor serigala—serigala yang notabene ukurannya dua kali lipat lebih besar dari ukuran seharusnya. Bagaimana jika aku melorot dan jatu

    Last Updated : 2021-09-19
  • Crescent Moon   10. Ciuman

    Aku memekik, terbangun dari mimpi buruk dengan peluh yang membanjiri sekujur tubuhku. Pakaian yang sedang kukenakan terasa lengket, menjiplak di beberapa bagian anggota tubuh tertentu. Aku baru menyadari sepasang tanganku terikat, saat aku bermaksud ingin menyeka bulir yang jatuh meleleh di ujung hidungku. Siapa yang melakukannya?Aku panik, berusaha melepaskan diri dari bebatan itu. Aku meronta-ronta dan menggigitnya dengan gigiku. Namun, hasilnya nihil. Tali itu masih tetap mengekang, membuatku tidak bisa bergerak leluasa.“Ah, rupanya Tuan Putri sudah bangun,” celetuk suara itu dari arah pintu yang ukurannya tiga kali lipat lebih besar dari tubuhnya.“Aldrich?”“Ya, ini aku.”

    Last Updated : 2021-09-23
  • Crescent Moon   11. Menghitung Hari

    Rabu.Kamis.Jumat.Sabtu.Aku berulang kali memandangi almanak meja di samping tempat tidur, menghitung hari-hari yang terasa panjang. Sesekali menyibak tirai sutra hijau zamrud yang selaras dengan warna cat di dinding, menengok ke arah jalanan yang selalu sibuk. Rumah Aldrich terletak di tepi lembah yang langsung mengarah ke kelompok permukiman, jadi aku sering memperhatikan detail kecil dari diorama kota yang hanya menawarkan sisi metropolis dan hingar bingarnya, melupakan sisi lain kawasan urban yang juga berperan sebagai arena kontestasi. Tidak banyak yang kulihat, selain laju kendaraan memadati lalu lintas. Mereka saling beradu cepat untuk mengklakson dan mendahului, seolah-olah sedang dikejar waktu.

    Last Updated : 2021-09-29

Latest chapter

  • Crescent Moon   80. Belajar Untuk Melepaskan

    Alisku secara otomatis bertaut mendengarnya dan Aldrich lagi-lagi meneruskan, “Aku dilukai oleh perasaan rinduku, Anna. Itu sangat menyiksa.”Aku mendongakkan kepala lebih tinggi—memandang tanpa kedip ke dalam rona kelam di sepasang irisnya, lantas berpaling dengan cepat. Mengapa Aldrich harus mengatakan sesuatu yang juga melukaiku sekarang? Seolah-olah aku dan pria itu punya raga yang sama—jika dia sakit, maka aku juga akan merasa seperti itu.“Kau membuang muka. Apa kau membenciku? Atau apa wajahku tidak menarik untuk kau tatap?” gumamnya lagi dengan nada parau.Apa yang Aldrich pikirkan? Membencinya? Bagaimana mungkin aku membenci pria yang juga menjadi bagian diriku? Bukankah kau tak akan membenci salah satu anggota tubuhmu? Itulah mak

  • Crescent Moon   79. Rindu

    Hawa dingin dan salju sama sekali bukan iklim yang kusuka. Rasa-rasanya satu tiupan angin—dari sisi mana saja—mampu membekukan seluruh tulangku. Kebosanan pun mendadak melanda selama beberapa hari terakhir. Aku menutup toko bungaku sekitar dua jam lebih awal setiap akhir pekan—sama seperti sekarang—agar aku punya lebih banyak kesempatan untuk menikmati kebersamaanku dengan Xaferius. Namun, sore itu aku memutuskan untuk pergi ke supermarket. Bukan duduk manis menunggu kekasihku pulang seperti biasanya. Aku mulai bosan dilayani sepanjang waktu. Jadi, kuputuskan untuk berhenti menjadi Cinderella dalam dua atau tiga jam berikutnya. Aku juga ingin melihat-lihat keluar sekaligus mengambil waktu untuk diriku sendiri. Kegiatan yang sudah sangat jarang kulakukan. Jarak dari lok

  • Crescent Moon   78. Ekspres

    “Apa konsep yang kau inginkan untuk acara pernikahan kita minggu depan, Anna?” tanya Xaferius setelah kami selesai mengakhiri dua sesi maraton penuh gairah itu.“Minggu depan? Yang benar saja. Aku tidak ingin melihat para tamuku membeku di iklim sedingin ini.”“Kupikir kau lebih suka mempercepat waktunya daripada memikirkan cuaca.”“Aku memang ingin secepatnya mengubah status kita menjadi Tuan dan Nyonya, tetapi kita juga harus mempertimbangkan beberapa kondisi. Aku lebih suka membuat acara di bawah hamparan langit terbuka dengan nuansa musim semi daripada harus terkurung di dalam ruangan tertutup.”Xaferius kemudian mengerutkan kening dan menyahut, “Musim semi?

  • Crescent Moon   77. Candu

    Aku kembali dari suasana kejutan lamaran ke suasana penuh gairah yang melalap habis tubuhku di dalam kungkungan Xaferius. Jenis percikan hasrat yang selalu kujumpai di matanya untukku. Letupan yang rasanya tak akan pernah mampu tergantikan oleh apa atau siapa pun.Xaferius adalah canduku. Embusan napas panasnya seperti pemantik yang sukses menuntun insting liarku untuk membuatnya berubah menjadi dengusan kasar oleh aksi penyatuan kami. Pria itu merupakan obsesi terbaik sekaligus terbesarku.Kini aku dan Xaferius terikat sebagai jiwa yang saling berbagi energi satu sama lain. Dia seseorang yang lebih dari sekadar mate atau pasangan bagiku. Hubungan kami telah mencapai tahap jika aku kehilangan dirinya, maka artinya sama dengan memotong dua kakiku ju

  • Crescent Moon   76. Ya atau Tidak

    “Menikahlah denganku, Anna.”Untuk sesaat aku merasa seperti orang idiot—linglung. Apa kejutan yang Xaferius maksud adalah lamaran? Atau platina memang sudah menjadi bagian dari pembawa keberuntungan yang dia bicarakan sebelumnya?Aku memandangi cincin itu dengan debar yang tak kunjung henti melaju di dadaku. Benda itu sangat indah—kelewat mewah malah, permatanya terbuat dari berlian—intan yang diasah hingga memendarkan kemilau menawan di semua sudutnya—yang menyilaukan mataku setiap kali meliriknya.Namun, itu bukan satu-satunya hal yang menarik perhatianku. Taring—mengilap dan sedikit lebih besar daripada milik Aldrich—itu sukses merebut semua pengendalian diriku untuk menyentuhnya. Jemariku kemudian terulur menelusuri setiap

  • Crescent Moon   75. Lamaran

    “Apa itu?” gumamku yang otomatis mendekat ke tubuh Xaferius untuk mencari perlindungan dari sesuatu yang sedang mengintai di sana.Ketegangan kembali melapisi dadaku setelah sekian lama tertidur lelap dari antrean masalah masa silam. Aku menelan ludah dengan susah payah dan mundur dengan langkah teratur ke belakang punggung Xaferius. Namun, para kawanan justru terlihat bingung dengan sikapku.Kini Lucas berbalik menertawakanku dan berujar, “Mengapa kau takut pada platina?”“Pla-platina?”“Apa kau tidak tahu platina?” tanya Tavish yang juga menertawakanku.Keningku spontan berkerut heran dan kembali bertanya pa

  • Crescent Moon   74. Pengintai

    “Apa kau siap, Anna?” tanya Xaferius yang mengumbar senyumnya padaku.Aku kemudian mengangguk dengan gerakan mantap. Xaferius bersama para kawanan yang lain serta-merta menjauh—mengambil jarak aman—dariku. Dalam sekejap, mereka pun bertransformasi menjadi sosok serigala yang tangguh seperti biasanya.Fenomena itu hanya berlangsung dalam waktu sekian detik. Cepat sekaligus mencengangkan. Para hewan berkaki empat itu mendengking, lantas melonjak dengan lompatan yang penuh semangat. Rasa antusias yang sama seketika menyebar ke sekujur tubuhku—menjalar dan menetap—di sepanjang petualangan yang baru saja akan dimulai.Aku menghela napas dan mencoba mempersiapkan diri untuk sesuatu yang lagi-lagi terasa meleburkan seluruh gentar yang sehar

  • Crescent Moon   73. Hewan Pengerat

    Nyaliku mendadak ciut setelah mendengar suara Shaunn menggema di lantai bawah. Jadi, aku membatalkan niatku untuk mengenakan pakaian minim itu. Aku menyuruh Xaferius keluar menemui para kawanan agar aku lebih leluasa memilih model baju yang jauh lebih pas untuk dipakai.Aku harus melompat dan menunggangi seekor serigala raksasa nantinya. Pilihanku kemudian jatuh pada blazer—sebagai setelan luar—serta blus dengan motif kotak-kotak dan celana panjang favoritku. Aku mematut diriku sekali lagi—memastikan semuanya sudah sesuai di tubuhku—sampai akhirnya kalimat “aku siap” terucap tanpa kusadari.“Anna? Mengapa kau lama sekali? Apa kau sedang berhibernasi?” teriak Shaunn yang menggodaku dari depan pintu kamar.Aku tersentak oleh jeri

  • Crescent Moon   72. Bulan dan Bintang

    Kencan bersama para kawanan tergolong sangat aneh, tetapi sekaligus mendebarkan. Aku telah berhenti membayangkan bahwa aku akan pergi makan romantis di restoran atau jenis kencan normal dengan sosok yang juga normal secara harfiah sejak lama. Aku tahu aku tak akan pernah merasakannya sebab ingar bingar dunia manusia sama sekali bukan prinsip hidup yang Xaferius pegang.Aku mematut diriku di depan cermin sekarang—menaruh perhatian lebih pada rambut kusamku yang kurang menarik, lantas berputar membelakangi benda yang memantulkan bayangan kikuk diriku sendiri di sana. Ekor mataku menangkap lekukan pinggulku dalam balutan busana feminin—crop top hitam berpunggung terbuka dan rok berpotongan rendah sebatas lutut de

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status