Beranda / Fantasi / Crescent Moon / 7. Cinta Terlarang

Share

7. Cinta Terlarang

Penulis: Laquisha Bay
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-19 18:52:09

“A-apa?” sahutku, mengira alat pendengaranku bermasalah atau sejenis itu.

“Aku tertarik padamu,” balas Aldrich tanpa berpikir dua kali.

Dia bukan tipe orang yang gemar berdiplomatis, jelas. Pria itu lebih suka mengatakan sesuatu secara terbuka, tanpa memikirkan reaksi Xaferius yang berjarak hanya sekitar lima-puluh senti jauhnya dari kami. Aldrich mengembangkan senyumnya. Dia tampak lega dan puas, kepercayaan diri yang membuatku iri.

“Apa yang kau katakan?”

Ekspresi wajah Aldrich berganti dari berseri-seri, kemudian menjadi marah dan murung, “Aku menyukai Anna. Apa ada yang salah dengan itu?”

“Tentu saja. Kau tidak boleh menyukainya,” raung Xaferius.

“Mengapa?”

“Anna milikku, Aldrich.”

“Milikmu?” jawab Aldrich sambil menyeringai, nadanya terdengar mengejek. “Aku tahu Anna masih murni. Kau belum memberikan tanda di tubuhnya. Itu artinya Anna tidak terikat dengan siapa pun, termasuk kau.”

Aku terenyak, tanda apa yang Aldrich maksud? Dan murni? Apa yang sedang mereka bicarakan?

“Aku tidak ingin memaksanya terikat padaku, Aldrich. Hanya itu.”

“Apa maksudnya?” tanyaku pada Xaferius, jemariku menarik-narik ujung kaos bermereknya yang robek di beberapa bagian; kerah dan perut, karena pertempuran mereka sebelumnya.

“Aku tidak peduli, Xaferius. Aku hanya tahu, jika aku harus mendapatkan apa yang kuinginkan dan itu adalah Anna,” lanjut Aldrich tanpa memedulikan aku yang sedang menuntut penjelasan.

“Kau benar-benar keras kepala,” maki Xaferius yang berusaha keras menahan tinjunya tetap mengejang di samping tubuhnya.

“Tidak, aku menyebutnya ambisius,” kekeh Aldrich sambil mengerling padaku.

Tawa Aldrich terdengar melengking, sekaligus menyebalkan. Dia mempunyai dua sisi berlawanan itu dari sosoknya. Jerat yang dapat menangkapmu ke dalam pesonanya. 

Aku tidak menyadari posisi Aldrich yang berpindah, mendekatiku pelan-pelan. Sampai salah satu tangannya terulur, menjamah daguku, lantas mencondongkan wajahnya padaku. Apa yang sedang dia lakukan?

Xaferius menepis gerakan itu secara tiba-tiba, membuat akal sehatku yang sempat tertutup kembali. Aldrich terlihat kecewa, tetapi senyumnya merekah dengan segera. Lebar, memamerkan deretan giginya.

“Jika kau berani menyentuhnya, aku pasti akan mematahkan rahangmu,” ancam Xaferius, sepasang matanya berkilat gusar.

“Benarkah?”

“Kau menguji kesabaranku, Aldrich.”

Aldrich lagi-lagi terkekeh. Dia berjalan mengitari kami dengan pandangan yang tidak biasa. Ada perasaan kelam yang aneh dari sorot matanya, seolah-olah ada sesuatu yang—aku tidak tahu itu apa, tidak mengizinkanku lengah atau sesuatu itu akan berbalik menyerangku.

“Aku tidak keberatan berbagi,” tawar Aldrich, sudut bibirnya mengurai senyum penuh arti.

Detik itu juga, Xaferius kembali mengamuk. Dia menarik kerah kemeja Aldrich dengan satu tangan, melempar pria itu ke arah tangga sampai sebagian materialnya berderak patah dan hancur. Aku terkesiap, tidak menyangka perkelahian lagi-lagi terulang di hadapanku. Aldrich bangkit dengan luka memar yang tampak membiru di area sekitar bibir dan pelipisnya. Namun, luka di dalam kulit itu menghilang pelan-pelan. Aku menyaksikan proses tidak wajar itu dengan bingung, setengah tidak percaya. Sejak kapan penyembuhan cedera berlangsung sesingkat itu?

“Salah satu keistimewaan kaum kami,” sahut Xaferius yang meregangkan otot lengannya, memandangku lewat sudut matanya.

Xaferius memang selalu bisa menebak apa yang sedang kupikirkan.

“Aku tidak ingin kalian bertarung,” bisikku sambil menggeleng padanya.

“Jika kau tidak ingin berbagi, maka Anna hanya akan menjadi milikku,” kata Aldrich sambil menyeringai.

“Tutup mulutmu, Aldrich! Bagaimana aku bisa menjadi milikmu?” tanyaku dengan nada getir.

Tidak ada sahutan dari Aldrich.

“Jangan teruskan, kumohon,” tambahku lagi.

Kupikir hasutan dari Aldrich mulai membuat Xaferius muak atau tidak tahan, aku tidak tahu yang mana. Akhirnya, dia menyentak dan menarik tubuhku, mengaitkan kedua tangannya di pinggangku. Dekapannya tidak seerat sebelumnya, tetapi tangan kiri pria itu lantas beralih merayap ke bibirku. Aku tercekat menyadari keintiman yang tercipta di antara kami, mengabaikan Aldrich yang mematung di posisinya.

Sepasang mata Xaferius menatapku dengan sorot yang berbeda, penuh gelora. Warna samudra itu tidak pernah gagal menyeretku ke dalam arusnya. Wajahnya bergerak membungkuk, menyejajarkan wajahku dalam satu baris yang imbang. Dia mengecup dengan lembut, menyatukan bibirnya dan bibirku. Manis, panas, menciptakan debaran lain di dadaku. Hasrat itu membenamkanku ke pusat gravitasi. Ciuman pertamaku. Aku rela karam di sana, selamanya.

“Maaf,” bisik Xaferius setelah bibirnya merambat ke permukaan kulit leherku.

Maaf? Maaf untuk apa? Belum sempat aku mengajukan pertanyaan, Xaferius sudah menghunjamkan taringnya. Tidak ada rasa lain selain sakit. Nyeri itu menjalari puncak kepalaku, menimbulkan denyut yang memusingkan. Sementara darahku terus mengalir melalui dua lubang terbuka yang sedang diisap dan dinikmati olehnya.

Aku panik, tidak tahu harus memekik atau menampar wajah Xaferius terlebih dahulu. Kedua lututku goyah, nyaris meluncur ke bawah. Namun, dia langsung merangkul perutku sebelum itu terjadi. Pria itu menjilat setiap tetesnya sampai menimbulkan suara decap yang menggetarkan sekujur tubuhku, seolah-olah sedang dilanda tremor yang berkepanjangan.

Panas. Rasa itu kembali muncul, tetapi bukan sebagai pemantik gairah yang sempat menggodaku. Panasnya seperti api, kobaran yang membakar dan menghanguskan pergelangan kaki kiriku. Aku menggertakkan gigi, kemudian tersedak teriakanku sendiri. Sesuatu yang bercahaya timbul dari sana, membentuk sebuah... —aku tidak yakin, apa itu sebuah rajah tato? Polanya saling merapat, menciptakan gurat yang menyembul bergambar kepala serigala; warna bulu yang hitam dan sepasang mata biru, mirip dengan wujud werewolf dari Xaferius. Coraknya terjalin dengan elok, dirangkai bersama simbol bulan sabit yang terletak di tengah, antara kedua matanya.

Aku meronta-ronta selama proses itu masih berlanjut, ingin mengusap dan menyirami kulitku dengan air, mengenyahkan rasa tidak nyaman yang bercokol di titik itu. Setelah runtunan perubahan selesai, aku menyadari rasa lain mengganti panas menjadi dingin. Sejuk, memberi sensasi tenang padaku.

Aku tertegun sambil memandangi peralihan baru itu, tidak mengira Xaferius meninggalkan jejak dirinya padaku. Dia telah mengklaimku. Aku miliknya. Otakku menggaris bawahi kalimat itu secara otomatis, mempertegas susunan kata yang terakhir.

“Kau terikat padaku sekarang, Anna. Kau milikku,” bisiknya lagi.

Aku tidak menyahut. Jemariku bergerak menelusuri area kulit leherku, menggapai-gapai bekas gigitan yang kupikir masih mengalir dari sana. Namun, ternyata luka itu sudah menutup dengan sempurna.

“Lu-lukanya?”

“Tidak ada, Anna. Tenanglah.”

“Kau mengklaimnya?” hardik Aldrich dengan nada kasar. “Apa yang kau lakukan? Berani-beraninya kau merebut targetku. Jangan kau pikir karena kau anak tertua dalam keluarga Black, maka aku tidak bisa membunuhmu!”

Aldrich bertindak jauh lebih agresif dari sebelumnya. Dia meraung dan menghantam tubuh Xaferius, membuat pertarungan yang hasilnya timpang. Xaferius sedang berada dalam kondisi yang tidak siap untuk menerima serangan secara tiba-tiba, dia pun terpental sejauh dua meter. Darah segar mengalir melalui sudut bibirnya, tetapi pulih dengan segera.

“Jangan menyentuhnya!” pekikku, suara parauku membuat Aldrich mengurungkan niatnya untuk kembali melancarkan aksi berikutnya. “Jika kau berani maju selangkah lagi, maka kau akan menyesalinya.”

Aldrich memandangku dengan sorot geli, menganggap laranganku hanya sebuah gertakan biasa. Dia lagi-lagi mencondongkan tubuhnya, nyaris menerjang Xaferius. Namun, aku menghalangi gerakannya, membuat pria itu mundur beberapa langkah ke belakang. Kuacungkan pisau jenis peeler—alat pengupas kulit buah-buahan itu padanya, tidak terlalu tajam memang, tetapi cukup berguna untuk pertahanan diri.

Setidaknya, Aldrich berhenti menyerang dan mempertimbangkan ancamanku. Aku tahu dia bisa saja memiting atau merebut benda yang ada dalam genggamanku dengan mudah, tetapi pria itu tidak melakukannya. Apa dia mempunyai rencana lain dalam kepalanya?

“Lihat, betapa manisnya, si Luna melindungi Alpha-nya. Kuharap itu aku yang berada di posisi Xaferius sekarang,” komentar Aldrich sambil menyeringai padaku.

Aku kembali mengacungkan benda yang terbuat dari bahan stainless steel itu ke arahnya. “Berhentilah berkelahi, kumohon.”

“Ah, apa kau tahu, Sayang? Aku suka orang yang memohon,” balas Aldrich, dia menjilat ibu jarinya setelah selesai menanggapi.

“Tidak lagi. Pergilah. Pergi. Sekarang,” pinta Xaferius pada pria itu dengan tatapan dingin dan tajam.

Aldrich mengedikkan kedua bahunya tanpa suara, dia menyambar jaket varsitasnya yang tergeletak di atas lantai dan beranjak pergi menuju ke arah lift. Suara gemeretak beling yang terinjak mengiringi langkahnya yang pendek. Sosok itu kemudian lenyap seiring dengan tertutupnya pintu yang berdenting, membawanya turun.

Ada perasaan lega sekaligus gelisah yang mengusikku, seolah-olah kepergian Aldrich mengandung arti kehadiran pria itu lagi di besok atau lusa berikutnya. Dia tidak benar-benar menyerah. Tatapan matanya yang mengatakan itu padaku.

“Anna?” panggil Xaferius dengan hati-hati.

Aku menoleh, memandangi wajahnya yang tampak bersalah. “Ya?”

“Maaf. Aku melakukan—”

Aku seketika menghambur diriku ke pelukannya, tidak ingin mendengar pria itu menyesali keputusan yang telah dia ambil. Aku tidak marah. Aku justru menyukainya. Aku menyukai caranya menyatakan bahwa dia menginginkanku—aku yang manusia, lemah dan tidak abadi.

“Apa kau menyesal?”

“Menyesal?” ulang Xaferius, keningnya berkerut bingung. “Kau adalah satu-satunya hal terbaik yang pernah hadir di sepanjang eksistensiku, Anna.”

“Benarkah?”

Xaferius menghela napas. Dia menyentuh rahangku, membelai dan menciumnya dengan lembut. Pria itu mengangguk, lantas tersenyum, membuatku yakin pada perasaan yang sedang bersemayam dalam diriku.

Aku mencintai Xaferius.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bumb
omg! omg! .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Crescent Moon   8. Kejutan

    Dua minggu berlalu sejak peristiwa perkelahian di antara Aldrich dan Xaferius terjadi. Waktu yang cukup lama bagiku. Namun, aku mulai terbiasa dengan beberapa rutinitas baru di kediamannya, termasuk dilayani, meskipun aku tidak menginginkannya. Xaferius mempunyai lima belas orang pelayan, sembilan di antaranya merupakan para gadis yang berusia sekitar enam belas sampai dua puluh tahun. Sementara sisanya para pria paruh baya yang menjadi orang-orang kepercayaannya.Mereka bekerja dari pagi bahkan sebelum matahari terbit dengan sempurna. Aku juga memperhatikan semua kebiasaan yang Xaferius lakukan setiap harinya. Dia selalu bangun di jam yang sama, mandi, menikmati sarapannya selama sepuluh menit, lantas bergegas pergi ke kantor. Belakangan, aku mengetahui pria itu pemilik Celcius Grup—perusahaan properti yang berdiri sejak beberapa tahun lalu. Industri yang merajai sebagian besar pertumb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • Crescent Moon   9. Diculik

    Xaferius menawarkan perjalanan yang menyingkat jarak dari rumah menuju ke portal. Aku langsung mengangguk mengiyakan, tidak menyangka jika yang dia maksud adalah dengan cara menaiki punggungnya sepanjang kepergian kami. Pria itu bertransformasi sesaat setelah melampiaskan ciumannya padaku. Punggungnya lagi-lagi bergetar, dia berubah menjadi sosok serigala hitam sampai membuat lapisan tanah di sekelilingnya retak karena entakkan keempat kakinya.“Apa kau yakin dengan idemu?” tanyaku sekali lagi dari sekian puluh kali mengatakannya.Xaferius mendengking, sepasang matanya menyoroti wajahku dengan tatapan ‘ayo’. Aku tidak pernah menunggang seekor kuda seumur hidupku, apalagi seekor serigala—serigala yang notabene ukurannya dua kali lipat lebih besar dari ukuran seharusnya. Bagaimana jika aku melorot dan jatu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • Crescent Moon   10. Ciuman

    Aku memekik, terbangun dari mimpi buruk dengan peluh yang membanjiri sekujur tubuhku. Pakaian yang sedang kukenakan terasa lengket, menjiplak di beberapa bagian anggota tubuh tertentu. Aku baru menyadari sepasang tanganku terikat, saat aku bermaksud ingin menyeka bulir yang jatuh meleleh di ujung hidungku. Siapa yang melakukannya?Aku panik, berusaha melepaskan diri dari bebatan itu. Aku meronta-ronta dan menggigitnya dengan gigiku. Namun, hasilnya nihil. Tali itu masih tetap mengekang, membuatku tidak bisa bergerak leluasa.“Ah, rupanya Tuan Putri sudah bangun,” celetuk suara itu dari arah pintu yang ukurannya tiga kali lipat lebih besar dari tubuhnya.“Aldrich?”“Ya, ini aku.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-23
  • Crescent Moon   11. Menghitung Hari

    Rabu.Kamis.Jumat.Sabtu.Aku berulang kali memandangi almanak meja di samping tempat tidur, menghitung hari-hari yang terasa panjang. Sesekali menyibak tirai sutra hijau zamrud yang selaras dengan warna cat di dinding, menengok ke arah jalanan yang selalu sibuk. Rumah Aldrich terletak di tepi lembah yang langsung mengarah ke kelompok permukiman, jadi aku sering memperhatikan detail kecil dari diorama kota yang hanya menawarkan sisi metropolis dan hingar bingarnya, melupakan sisi lain kawasan urban yang juga berperan sebagai arena kontestasi. Tidak banyak yang kulihat, selain laju kendaraan memadati lalu lintas. Mereka saling beradu cepat untuk mengklakson dan mendahului, seolah-olah sedang dikejar waktu.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Crescent Moon   12. Rencana Besar

    Aku berterima kasih pada suara ketukan di pintu yang—lagi-lagi terdengar seperti garukan, membuyarkan aksi Aldrich yang nekat dan tidak pantas. Aku berkelit dari dekapannya, merapikan posisi pakaianku dengan benar, memastikan tidak ada bagian yang terlipat agar para pelayan itu tidak menyadari perbuatan memalukan kami. Perbuatan majikan mereka—Aldrich, ralatku.Aldrich bergerak ke tepi ranjang, sikapnya masih tetap tenang. Dia merapikan kerah kemeja buntungnya yang berantakan, kemudian berdiri menepuk-nepuk celana jengkinya yang kusut sambil mencuri pandang ke arahku lewat sudut matanya. Aku membuang muka, memandang sebuah tanaman echinocactus grusoni—jenis kaktus yang berasal dari Meksiko, berbentuk gentong, berduri-duri besar, kuat, dan tajam dengan warna kuning emas, di atas rak gantung. Ide untuk melempar wajah pria itu dengan kaktus mendadak muncul, tindakan ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • Crescent Moon   13. Dua Cinta

    Aku bolak-balik menoleh ke arah dinding—tempat di mana alat pengukur waktu itu tergantung, benda berbentuk segitiga itu terus berdetak dari detik ke menit, dari menit ke jam. Jarum penunjuknya menuju ke angka enam, tetapi langit masih tetap terang.Aku menunggu, duduk di pinggir jendela geser yang terbuka sambil melongok ke bawah dan mengutuk Aldrich. Mengapa dia harus membangun rumah di area terpencil? Aku telah memperhitungkan jarak untuk melompat—tinggi sekali, aku bahkan tidak yakin kedua kakiku masih dalam kondisi baik-baik saja jika aku nekat melakukannya.Tenanglah, Anna.Pikirkan cara yang lain.Aku menarik napas, mengembuskannya dengan kasar. Apa yang harus kulakukan? Ide untuk melompat ternyata

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20
  • Crescent Moon   14. Hutan Nightingale

    Lari.Sekarang atau tidak selamanya.Kata itu terus terngiang dalam kepalaku. Aku berhasil kabur melalui jendela dari sambungan beberapa helai kain belacu lama yang tidak terpakai. Aldrich pasti sadar sekarang. Kamarnya yang luas kosong tanpa aku. Aku tidak ingin membayangkan reaksi pria itu—tidak sanggup, lebih tepatnya.Aku tersesat setelah kembali berlari memasuki jantung hutan—hutan rawa yang berkembang di kawasan yang tergenang air tawar secara periodik, bukan jenis hutan belantara seperti tempat pertama kali aku menemukan portal. Daerah itu ditumbuhi oleh vegetasi yang bervariasi, tetapi tetap didominasi warna hijau sejauh mana pun mata memandang—mengembalikan perasaan yang akrab di dalam dada.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • Crescent Moon   15. Legenda Putri Duyung: Medea

    Mereka serigala—bukan hanya seekor, melainkan para kawanan. Sepasang mata kecilku yang polos kembali menangkap bayangan lain di antara rerumputan. Serigala hitam dengan sepasang mata birunya yang indah itu balas memandangku. Tunggu, apa serigala memang mempunyai warna mata seperti itu?Aku mengerjap-ngerjap, lantas beralih memungut boneka beruang yang warnanya tidak lagi cokelat di atas tanah—memeluk dan menggendongnya seperti seorang bayi. Hewan buas tiruan itu merupakan satu-satunya peninggalan terakhir dari mendiang orang tuaku. Kami tidak terpisahkan.Aku bertengkar dengan Bibi Hailey—istri Paman Scott, yang selalu mempunyai masalah dengan berat badannya itu tadi. Dia mengata-ngataiku sebagai ‘si pembawa sial’ hanya karena aku tidak menghabiskan sup krim jagung buatannya yang payah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-24

Bab terbaru

  • Crescent Moon   80. Belajar Untuk Melepaskan

    Alisku secara otomatis bertaut mendengarnya dan Aldrich lagi-lagi meneruskan, “Aku dilukai oleh perasaan rinduku, Anna. Itu sangat menyiksa.”Aku mendongakkan kepala lebih tinggi—memandang tanpa kedip ke dalam rona kelam di sepasang irisnya, lantas berpaling dengan cepat. Mengapa Aldrich harus mengatakan sesuatu yang juga melukaiku sekarang? Seolah-olah aku dan pria itu punya raga yang sama—jika dia sakit, maka aku juga akan merasa seperti itu.“Kau membuang muka. Apa kau membenciku? Atau apa wajahku tidak menarik untuk kau tatap?” gumamnya lagi dengan nada parau.Apa yang Aldrich pikirkan? Membencinya? Bagaimana mungkin aku membenci pria yang juga menjadi bagian diriku? Bukankah kau tak akan membenci salah satu anggota tubuhmu? Itulah mak

  • Crescent Moon   79. Rindu

    Hawa dingin dan salju sama sekali bukan iklim yang kusuka. Rasa-rasanya satu tiupan angin—dari sisi mana saja—mampu membekukan seluruh tulangku. Kebosanan pun mendadak melanda selama beberapa hari terakhir. Aku menutup toko bungaku sekitar dua jam lebih awal setiap akhir pekan—sama seperti sekarang—agar aku punya lebih banyak kesempatan untuk menikmati kebersamaanku dengan Xaferius. Namun, sore itu aku memutuskan untuk pergi ke supermarket. Bukan duduk manis menunggu kekasihku pulang seperti biasanya. Aku mulai bosan dilayani sepanjang waktu. Jadi, kuputuskan untuk berhenti menjadi Cinderella dalam dua atau tiga jam berikutnya. Aku juga ingin melihat-lihat keluar sekaligus mengambil waktu untuk diriku sendiri. Kegiatan yang sudah sangat jarang kulakukan. Jarak dari lok

  • Crescent Moon   78. Ekspres

    “Apa konsep yang kau inginkan untuk acara pernikahan kita minggu depan, Anna?” tanya Xaferius setelah kami selesai mengakhiri dua sesi maraton penuh gairah itu.“Minggu depan? Yang benar saja. Aku tidak ingin melihat para tamuku membeku di iklim sedingin ini.”“Kupikir kau lebih suka mempercepat waktunya daripada memikirkan cuaca.”“Aku memang ingin secepatnya mengubah status kita menjadi Tuan dan Nyonya, tetapi kita juga harus mempertimbangkan beberapa kondisi. Aku lebih suka membuat acara di bawah hamparan langit terbuka dengan nuansa musim semi daripada harus terkurung di dalam ruangan tertutup.”Xaferius kemudian mengerutkan kening dan menyahut, “Musim semi?

  • Crescent Moon   77. Candu

    Aku kembali dari suasana kejutan lamaran ke suasana penuh gairah yang melalap habis tubuhku di dalam kungkungan Xaferius. Jenis percikan hasrat yang selalu kujumpai di matanya untukku. Letupan yang rasanya tak akan pernah mampu tergantikan oleh apa atau siapa pun.Xaferius adalah canduku. Embusan napas panasnya seperti pemantik yang sukses menuntun insting liarku untuk membuatnya berubah menjadi dengusan kasar oleh aksi penyatuan kami. Pria itu merupakan obsesi terbaik sekaligus terbesarku.Kini aku dan Xaferius terikat sebagai jiwa yang saling berbagi energi satu sama lain. Dia seseorang yang lebih dari sekadar mate atau pasangan bagiku. Hubungan kami telah mencapai tahap jika aku kehilangan dirinya, maka artinya sama dengan memotong dua kakiku ju

  • Crescent Moon   76. Ya atau Tidak

    “Menikahlah denganku, Anna.”Untuk sesaat aku merasa seperti orang idiot—linglung. Apa kejutan yang Xaferius maksud adalah lamaran? Atau platina memang sudah menjadi bagian dari pembawa keberuntungan yang dia bicarakan sebelumnya?Aku memandangi cincin itu dengan debar yang tak kunjung henti melaju di dadaku. Benda itu sangat indah—kelewat mewah malah, permatanya terbuat dari berlian—intan yang diasah hingga memendarkan kemilau menawan di semua sudutnya—yang menyilaukan mataku setiap kali meliriknya.Namun, itu bukan satu-satunya hal yang menarik perhatianku. Taring—mengilap dan sedikit lebih besar daripada milik Aldrich—itu sukses merebut semua pengendalian diriku untuk menyentuhnya. Jemariku kemudian terulur menelusuri setiap

  • Crescent Moon   75. Lamaran

    “Apa itu?” gumamku yang otomatis mendekat ke tubuh Xaferius untuk mencari perlindungan dari sesuatu yang sedang mengintai di sana.Ketegangan kembali melapisi dadaku setelah sekian lama tertidur lelap dari antrean masalah masa silam. Aku menelan ludah dengan susah payah dan mundur dengan langkah teratur ke belakang punggung Xaferius. Namun, para kawanan justru terlihat bingung dengan sikapku.Kini Lucas berbalik menertawakanku dan berujar, “Mengapa kau takut pada platina?”“Pla-platina?”“Apa kau tidak tahu platina?” tanya Tavish yang juga menertawakanku.Keningku spontan berkerut heran dan kembali bertanya pa

  • Crescent Moon   74. Pengintai

    “Apa kau siap, Anna?” tanya Xaferius yang mengumbar senyumnya padaku.Aku kemudian mengangguk dengan gerakan mantap. Xaferius bersama para kawanan yang lain serta-merta menjauh—mengambil jarak aman—dariku. Dalam sekejap, mereka pun bertransformasi menjadi sosok serigala yang tangguh seperti biasanya.Fenomena itu hanya berlangsung dalam waktu sekian detik. Cepat sekaligus mencengangkan. Para hewan berkaki empat itu mendengking, lantas melonjak dengan lompatan yang penuh semangat. Rasa antusias yang sama seketika menyebar ke sekujur tubuhku—menjalar dan menetap—di sepanjang petualangan yang baru saja akan dimulai.Aku menghela napas dan mencoba mempersiapkan diri untuk sesuatu yang lagi-lagi terasa meleburkan seluruh gentar yang sehar

  • Crescent Moon   73. Hewan Pengerat

    Nyaliku mendadak ciut setelah mendengar suara Shaunn menggema di lantai bawah. Jadi, aku membatalkan niatku untuk mengenakan pakaian minim itu. Aku menyuruh Xaferius keluar menemui para kawanan agar aku lebih leluasa memilih model baju yang jauh lebih pas untuk dipakai.Aku harus melompat dan menunggangi seekor serigala raksasa nantinya. Pilihanku kemudian jatuh pada blazer—sebagai setelan luar—serta blus dengan motif kotak-kotak dan celana panjang favoritku. Aku mematut diriku sekali lagi—memastikan semuanya sudah sesuai di tubuhku—sampai akhirnya kalimat “aku siap” terucap tanpa kusadari.“Anna? Mengapa kau lama sekali? Apa kau sedang berhibernasi?” teriak Shaunn yang menggodaku dari depan pintu kamar.Aku tersentak oleh jeri

  • Crescent Moon   72. Bulan dan Bintang

    Kencan bersama para kawanan tergolong sangat aneh, tetapi sekaligus mendebarkan. Aku telah berhenti membayangkan bahwa aku akan pergi makan romantis di restoran atau jenis kencan normal dengan sosok yang juga normal secara harfiah sejak lama. Aku tahu aku tak akan pernah merasakannya sebab ingar bingar dunia manusia sama sekali bukan prinsip hidup yang Xaferius pegang.Aku mematut diriku di depan cermin sekarang—menaruh perhatian lebih pada rambut kusamku yang kurang menarik, lantas berputar membelakangi benda yang memantulkan bayangan kikuk diriku sendiri di sana. Ekor mataku menangkap lekukan pinggulku dalam balutan busana feminin—crop top hitam berpunggung terbuka dan rok berpotongan rendah sebatas lutut de

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status