ehhh Yura mau ngapain?? tolong
Raiga benar-benar terhanyut, dia tak menyangka bahwa Yura sangat pandai menyanyi. Ia hanya diam mendengarkan suara merdu sang istri. Bukannya tidur seperti niatan awal saat memeluk Yura tadi, kini dia malah duduk di sofa sambil memandangi sang istri berkaraoke ria di kamar mereka. Sial, pikiran Raiga padahal sudah berkelana ke negeri di atas awan. Namun, tak dia duga bukti cinta yang Yura tunjukkan adalah berkaraoke menyayikan lagu cinta untuknya dalam arti yang sesungguhnya. Untung saja suara Yura merdu, hingga Raiga tak begitu kesal karena harapannya terjun bebas tak sesuai dengan isi kepala. Ia bahkan bertepuk tangan dengan kencang saat Yura menyelesaikan lagunya. “Bagaimana? Aku pandai menyanyi ‘kan?” tanya Yura dengan wajah polos tanpa dosa. Ingin sekali Raiga mengajari istrinya itu cara berkembang biak yang baik dan benar malam ini, sebagai dokter kandungan dia jelas memiliki banyak teori untuk hal yang satu itu. Namun, apa arti teori jika tanpa dipraktikkan sendiri. Dulu saa
“Pokoknya ke nikahan Surya, titik!” Pagi-pagi Zie sudah membuat Sean pusing, wanita itu berubah menjadi bocah saat dirinya mendiamkan, setelah Zie kembali membahas permintaan pergi ke resepsi pernikahan Surya tempo hari. “Sean, ayolah! Kamu bilang iya lalu tidak, kamu membuatku galau,”ucap Zie. “Galau? Untuk pergi ke acara resepsi Surya saja kamu sampai galau.” Sean tetap berjalan masuk ke kamar mandi, meski handuk yang melilit di pinggangnya ditarik erat oleh sang istri. “Ya sudah aku tidak galau, tapi kita pergi dan kamu tidak boleh marah lagi,”bujuk Zie. Ia memasang muka imut dengan mata dibuat semelas mungkin. “Demi bayi,”imbuhnya sedikit memaksa. “Oke kita datang, sekarang lepaskan, atau kamu mau ikut mandi?” “Bolehkah?” Zie melepas handuk Sean yang sejak tadi dia pegang, hampir saja handuk itu melorot dan membuat Sean telanjang. Pria itu hanya bisa geleng-geleng saat sang istri mendahuluinya masuk ke kamar mandi. “Sudah dapat kabar belum dari Rai? Aku mencemaskan kondisi
Malam sebelumnyaSetelah melihat foto ayahnya bersama seorang wanita, Yura mengemasinya ke dalam amplop, lalu meletakkannya ke tempat semula. Namun, rasa penasaraannya ternyata lebih besar, dia pun buru-buru mengambil lagi amplop itu, lalu duduk di meja belajar Raiga.Yura menyalakan lampu belajar dan mengecek seluruh isi amplop yang disenggolnya barusan. Gadis itu terkejut, dia patah hati mendapati pria yang seumur hidup selalu dia banggakan bermain serong di belakang sang mama. Yura bahkan membasahi salah satu foto dengan air mata yang tidak bisa dibendung. Sungguh, hatinya sakit melihat Aris ternyata menduakan Mirna.Yura memasukkan kembali foto-foto itu ke dalam amplop, dia mematikan lampu belajar sang suami lalu mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Yura keluar dari kamar menuju area kolam renang, dia duduk di sana dan menghubungi papanya meski malam sudah larut.“Kenapa papa melakukan itu? Dia Mita ‘kan? Papa selingkuh dengan gadis seumuranku?”Meski berkata lelah, Aris ny
[ Rai, adikku yang tampan dan memesona, apa kamu punya waktu minggu ini bersama Yura, bagaimana kalau kita pergi berlibur ke villa papa yang ada di puncak? ]Zie mengirimkan pesan yang sudah dia tulis ke Sean. Ia meminta suaminya itu untuk langsung mengirimnya ke Raiga tanpa membaca lebih dulu, Zie takut Sean menghapus sapaan mesranya.Namun, dasar Sean si manusia gelato. Bukannya dicopy, dia malah langsung meneruskan pesan itu ke Raiga. Tentu saja pesan yang masuk ke adiknya tertera tulisan 'forward' di bagian atas. Tak peduli pesan itu sudah dibaca Raiga atau belum, Sean memilih memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana, dia melanjutkan langkah pergi ke ruang kerja untuk menyiapkan rapat bersama jajaran direksi siang nanti. Raiga mendengkus kasar membaca pesan dari Sean, dari gaya tulisannya saja dia sudah yakin kalau sang kakak pasti meminta bantuan Zie untuk menulis pesan itu. Raiga meletakkan ponselnya dan memandang ke arah pintu kamar mandi di mana Yura sedang berada di dal
Aaera benci ada yang masuk ke dalam sel tahanan yang sama dengannya. Ia memandangi Mita dari atas sampai bawah, sudut bibirnya tertarik mencibir gadis itu. "Apa yang kamu lakukan sampai dipenjara? Membunuh orang?" Aaera benar-benar berubah. Ia tidak lagi anggun seperti dulu. Mungkin keadaan lah yang memaksanya menjadi seperti ini. Dia ditinggalkan sang ibu pergi keluar negeri, hanya ada pengacara dan bibi pembantu yang setiap dua minggu datang menjenguknya. Aaera tahu jika dia terlihat lemah di sana, maka dia pasti akan diinjak-injak oleh napi yang lain. "Hiss ... Ke mana sih penjaga, apa kalian tidak dengar aku? Kenapa ada napi lain di selku?" Teriak Aaera. Mita ketakutan, dia beringsut sampai punggungnya membentur dinding. Aaera masih terus memandanginya dengan tatapan menelisik, sampai akhirnya membiarkannya terus berdiri di sudut sel. “Heh, aku bertanya padamu, apa kamu ditangkap karena membunuh orang?” Mita menggeleng, dia pikir Aaera akan bersikap tak peduli, tak disangka g
Siapapun bisa merasakan atmosfer yang berbeda dari kegiatan makan malam yang sedang berlangsung di kediaman Aris saat ini. Sejak sang papa pulang, Yura sama sekali tidak keluar dari kamar. Kini dia sedang duduk di samping Raiga sambil mengaduk-aduk makanan di piringnya dengan muka masam. Beberapa kali Raiga memberi perhatian, dari sekadar menanyakan apakah Yura mau tambahan lauk, sampai mengulurkan sendok ke depan mulut sang istri. Hanya sekali Yura mau membuka mulut dan menyantap suapan dari Raiga, setelah itu Yura kembali diam seperti sebelumnya. “Apa tidak selera?” Mirna akhirnya memutuskan untuk bertanya. “Apa mau mama buatkan nasi goreng sosis kesukaanmu?” Yura menggeleng, dia malah meletakkan sendok lalu menoleh sang suami. “Kak, aku mau pulang ke rumah mama Ghea,”ucapnya. Mirna dan Aris tahu kalau putri mereka benar-benar kecewa, tapi keduanya juga tidak bisa membicarakan masalah ini di depan Raiga, ada rasa sungkan di hati meski pria itu menantu sendiri. Baik Mirna dan Aris
Zie menggeleng, dia tidak menjawab pertanyaan Sean karena belum mendapat informasi lain dari adik iparnya. Alih-alih penasaran dengan teman Yura yang disebutkan, Zie malah ingin tahu siapa yang memberikan info itu ke sang suami.“Aku tidak mungkin membiarkan Aaera dengan mudah lepas dari jeratan hukum, aku membayar sipir untuk terus mengawasi gerak-geriknya.”“Benarkah?” Zie tentu kaget, kenapa Sean tidak membicarakan hal ini padanya, atau setidaknya memberitahu. “Kenapa tidak cerita?” tanyanya.“Untuk apa membebanimu dengan membahas Aaera?”Zie cengo, dia bahkan tidak bisa mendebat Sean karena apa yang diucapkan pria itu ada benarnya. Namun, tetap saja bagi Zie rasanya seperti Sean masih memperhatikan Aaera.“Apa aku cemburu? Aku merasa kamu perhatian ke dia,”ucap Zie. Meski terdengar aneh, tapi kondisi itu yang saat ini dia rasa.“Dasar! Untuk apa kamu cemburu, aku bukan perhatian ke dia, hanya mengantisipasi agar Aaera tak lagi mengacaukan hidup kita.”Sean membelai lembut pipi Zie
Melupakan sejenak masalah memang dibutuhkan, terkadang kita harus mengambil napas sebentar demi kewarasan. Itulah yang dilakukan Yura hari ini. Ia terlihat ceria berjalan menyusuri setapak di perkebunan teh yang mengelilingi villa milik sang mertua. Bersama Raiga, dia menikmati udara segar di sana. Zie dan Sean belum datang, mereka harus memastikan Keenan berada di tangan yang tepat sebelum meninggalkan putranya itu liburan.“Sebelah sana milik Sean dan yang sini milikku.”Raiga menunjukkan lahan bagiannya dan sang kakak, sedangkan Yura dibuat tak percaya denga napa yang sang suami tunjukkan.“Ternyata aku menikahi pria kaya, apa anakku juga akan menjadi crazy rich baby juga? Seperti sepupunya?”Yura tertawa, dia hanya bercanda karena tahu gelar itu tak mungkin bisa direbut dari Keenan. Bocah yang bahkan sejak berumur kurang dari satu tahun sudah mendapat gelar bayi terkaya di negara ini.Raiga memulas senyuman, dia tak menanggapi ucapan Yura dan malah meminta sang istri untuk hati-ha