Jangan lupa bagi gemnya ya geng follow igeh Na dan silahkan masuk grup Na di WA mamacih
“Tolong sampaikan ke Pak Aris, malam ini Yura tidak akan pulang ke rumah, karena saya menculiknya.” Mulut Yura menganga mendengar ucapan Ghea ke sang mama. Ia tidak menyangka bahwa mertuanya akan bicara seperti itu. “Tapi, dia tidak membawa baju.” Yura tertawa mendengar jawaban sang mama, dia yang sedang duduk di karpet ruang keluarga rumah mertuanya menepuk beberapa tas kertas berisi baju yang dibelikan Ghea untuknya. “Mama tidak perlu cemas, mama Ghea membelikan aku satu lusin baju tidur,”ucap Yura saat Ghea mendekatkan ponsel ke arahnya. Mirna benar-benar merasa senang, sepertinya tidak ada kebahagiaan lain untuknya sekarang, selain rasa syukur karena sang putri mendapat kasih sayang melimpah dari sang ibu mertua. “Jadilah menantu yang baik, Ra. Ingat jangan merepotkan!” Ghea tersenyum dan kembali menempelkan ponsel ke telinganya, dia berbicara lagi dengan Mirna sebelum akhirnya menutup panggilan itu. “Hari ini aku sangat senang, terima kasih Ma.” Yura menyandarkan kepala k
“A-a-apa maksud pertanyaanmu itu?” Raiga mencoba mengelak dari pembicaraan ini, tapi malah berakhir bertanya maksud dari sang istri. “Aku tahu kamu belum sepenuhnya mencintaiku, jadi aku memutuskan akan mengejarmu.” Raiga gelagapan, dia tak pernah menyangka akan bertemu dan menikahi wanita seperti ini. Tatapan mata Yura yang genit dan menggoda, serta kejujurannya membuat Raiga mundur lalu memasang gesture agar gadis itu mau menghentikan aksi. “Kamu pikir aku pencuri, kenapa harus dikejar?” “Kamu memang pencuri, kamu mencuri hatiku.” Jawaban Yura membuat pipi Raiga bersemu. Sebagai pria dari keluarga Tyaga, sepertinya Raiga yang paling lembek hatinya. Terbukti dia seketika berbunga-bunga hanya karena gombalan dari Yura. “Ra, aku mau mandi. Hari ini aku membantu dua orang melahirkan.” Raiga memberi alasan agar bisa menghindar. Tanpa menunggu respon Yura, dia masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintunya. “Dia imut sekali,”ucap Yura. Gadis itu memasang muka gemas ke Raiga sambi
Yura memutuskan menunggu Raiga selesai mandi, dia duduk di depan meja riasnya dengan tatapan mata terus tertuju ke pintu kamar mandi. Yura menduga suaminya itu pasti heran dengan tingkahnya tadi, tapi mau bagaimana, cinta harus dikejar, begitu pikirnya. Ia akan menyingkirkan rasa malu untuk membuat Raiga secepatnya tergila-gila. “Ah… sial!” Raiga mengumpat menyesali kebodohannya sendiri, karena buru-buru menghindari Yura dia sampai tidak membawa baju ganti bahkan handuk. Dengan tubuh tanpa busana, pria itu mondar-mandir sampai akhirnya menjambak sisi kepala. Mau tak mau dia harus meminta tolong Yura mengambilkan handuk dan baju ganti. “Ra, apa kamu masih di sana?” Raiga berteriak tanpa membuka pintu kamar mandi. “Hem, iya. Aku masih di sini. Ada apa?” Yura bangun dan mendekat, dia memandang daun pintu lalu mengetuknya sekali. “Butuh sesuatu?” “Aku lupa membawa handuk dan baju ganti, bisakah kamu mengambilkannya di lemari?” pinta Raiga. Ia merasa lega karena Yura mengiyakan. Gadi
Yura menutup pintu sesaat setelah masuk kamar. Ia melihat Raiga berhenti melangkah, dengan seringai licik Yura dengan sengaja bergegas mengunci pintu, hingga sang suami menoleh kaget. “Kamu mau apa?” “Mau apa? tidur donk, kakak ini bagaimana sih,”jawab Yura sambil mendekat ke ranjang, tatapan matanya tak teralihkan sedikitpun dari wajah Raiga. Yura duduk di tepi ranjang, dia tiba-tiba mengurungkan niat menaikkan kaki, karena sebuah ide kembali melintas di kepala. “Kak bisa bantu membuka resleting bajuku lagi? terlalu gerah, aku mau berganti baju tidur yang nyaman,”ucapnya. Yura kembali berdiri untuk mendekat ke Raiga lantas menunjukkan bagian punggungnya. “Ma-mau ganti baju apa? bukankah kamu tidak membawa baju ke sini?” Yura menelengkan kepala, dia tahu Raiga pasti tak mengira bahwa Ghea membelikan beberapa baju kekurangan bahan juga untuknya. “Kakak lupa? Sepertinya aku sudah bilang kalau Mama membelikanku baju tadi.” Yura menggoyangkan pundak, menyentuh bagian belakang punggu
Yura sengaja menunggu Raiga, dia berdiri di samping ranjang masih memegang kaus milik pria itu. Yura pikir jika Raiga berani mengajaknya bercinta, maka dia tidak perlu memakai baju. Seringai nakal terbit dari bibir Yura saat Raiga menyusul, suaminya itu mendekat dan menatap wajahnya lekat. Namun, bukan sentuhan atau ciuman yang Raiga lakukan, pria itu malah menyambar kausnya yang berada di dari tangan Yura, lalu mencari lubang kepala. “Pakai ini dan pergi tidur!” ucap Raiga sambil memakaikan kaus miliknya ke Yura. “Kak Rai, benar ‘kan kakak tidak berani melakukan itu.” Raiga bergeming, dia tidak peduli dengan cibiran Yura, lagipula dia punya senjata ampuh untuk membuat gadis itu mengurungkan niatnya. “Kita tidak bisa melakukan itu, kehamilan trimester pertama masih rawan, apa kamu mau terjadi hal yang buruk ke bayimu?” “Tapi kandunganku sudah hampir lima bulan.” “Apa?” Raiga kaget, bukan hanya karena fakta bahwa dia tidak mengingat usia kandungan sang istri, tapi juga karena mal
Terbangun di pagi hari, Raiga tak menyangka Yura masih terus memeluk. Bedanya kini dia dan gadis itu saling berhadapan. Raiga mengangkat kepala, berusaha memastikan kalau gadis yang wajahnya menempel ke dadanya itu masih terlelap tidur. Pelan-pelan dia menyingkirkan tangan Yura yang melingkar di pinggangnya, setelah berhasil lolos ia pun membuang napas lega. Kali ini Raiga tidak ingin sampai lupa membawa handuk dan baju ganti lagi, dia buru-buru menuju kamar gantinya untuk mencari baju yang pas digunakan pergi bekerja. Saat membuka lemari, tatapannya dibuat tertuju ke tas kertas berisi lingerie milik Yura yang dia amankan semalam. Penasaran, Raiga mencoba mengecek isi di dalamnya, sekadar hanya iseng, tapi malah membuat malu pada akhirnya. Tanpa Raiga sadari, Yura bangun dan kini menatapnya heran. Nyawa gadis itu masih belum terkumpul sempurna, tapi tetap saja dia sadar apa yang sedang dilakukan sang suami. “Kak Rai.” Panggilan Yura membuat Raiga kaget sampai satu lingerie di tanga
Karena dua adiknya ikut datang bersama sang mama, Zie memutuskan untuk tidak langsung pergi ke rumah mertuanya. Lagi pula ini masih pagi, Ghea pasti masih sibuk berolahraga dan merawat bunga-bunga kesayangannya di taman. Zie memilih menunggu Gani dan Miro agar puas bercengkerama dengan Keenan. Ia duduk di kursi ruang makan, mengupas beberapa buah untuk diberikan ke sang putra, sambil menemani Gia sarapan. “Mama memang tidak masak tadi?” “Masak, cuma Mama bosen sama masakan Mama sendiri,”jawab Gia. Ia begitu menikmati masakan Zie, meski hanya nasi goreng dengan telur dadar seadanya. “Kamu nggak mau cari pembantu yang full kerja dan tinggal di sini?” Gia memandang meja makan yang belum dibereskan oleh sang putri. Bekas piring Sean, juga mangkuk Keenan masih berserakan. “Tidak, aku takut, Ma. Lebih baik kami bertiga saja dan si mbak datang setiap sore untuk bersih-bersih. Tiga jam untuk membereskan rumah bagiku sudah cukup, tidak banyak kotoran juga, karena selalu dibersihkan,”jawab
“Jadi, apa sudah ada perkembangan?”Selepas Daniel dan Raiga berangkat kerja, Ghea mulai mengorek informasi ke Yura. Ia penasaran apakah baju kekurangan bahan yang dia belikan berhasil memikat Raiga.“Dia melarangku memakainya, kak Rai merampas lingerie itu dan menyimpannya di dalam lemari baju.” Yura menggelembungkan pipi, tapi mengingat bisa tidur memeluk sang suami, dia pun tersenyum sendiri.“Apa maksud senyuman anehmu itu?”Ghea penasaran, dia bertanya sambil menggunting tangkai-tangkai bunga yang baru saja diantar ke rumahnya. Pagi itu, Ghea mengajak Yura merangkai bunga di vas, kegiatan yang biasa dia lakukan seminggu sekali.“Aku tidur sambil memeluk kak Rai,”ucap Yura dengan suara lirih.Ghea tersenyum geli membayangkan bagaimana ekspresi putra bungsunya saat diperlakukan seperti itu oleh Yura.“Bagus, itu sebuah kemajuan.” Ghea kembali ke tangkai-tangkai mawar yang harus disusun sedemikian rupa di vas. Sesekali dia memberitahu Yura bagaimana cara merangkai bunga yang estetik
Hari itu Sean dan Zie menemani Lea bermain bersama Keenan di taman. Putra dan putri mereka itu tampak bermain prosotan juga ayunan bersama. Zie duduk tidak jauh dari mereka, dia sangat bahagia melihat Keenan dan Lea yang begitu akur. “Yura masih bersikeras tidak mau melihat kondisi ayahnya. Dia tampaknya sekarang benar-benar tidak peduli,” ucap Zie dengan tatapan tertuju ke Keenan dan Lea. Sean menghela napas kasar, hingga kemudian membalas, “Yura masih menganggap kalau kecelakaan yang menimpanya dulu memang disengaja. Sampai sekarang Yura juga sangat yakin jika pak Aris memang dalangnya, padahal yang sebenarnya itu murni kecelakaan. Kakaknya saja yang sengaja membuat isu itu agar Yura membenci papanya, kemudian pergi dan tidak mengharapkan warisan karena terlanjur benci.” Sean menjelaskan panjang lebar akan fakta yang memang diketahuinya. “Hem … tapi Yura sebenarnya juga sudah tahu, dan dia bilang tidak butuh warisan. Buatnya yang terpenting bisa hidup tenang dan Raiga terus mencin
Setelah perbincangan malam itu, hari berikutnya Yura dan Raiga pun menemui Mita yang sudah kembali masuk penjara. Di sana mereka bicara di ruang khusus yang memang disediakan untuk menjenguk narapidana.“Kami sengaja ke sini karena ingin meminta izin darimu. Kami berniat mengadopsi bayimu,” ujar Yura menyampaikan maksud kedatangannya dan sang suami, sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati.Mita terkejut mendengar ucapan Yura, bahkan menatap mantan teman kuliahnya itu seolah tidak percaya.“Aku akan meminta pengacara untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Kami juga akan memberimu sejumlah uang, agar nanti saat kamu keluar dari penjara, kamu bisa memulai hidup baru yang lebih baik,” ucap Raiga.“Kamu harus berjanji, tidak akan pernah bertanya, mendekati, atau berpikir untuk melihat anak itu lagi, setelah kamu setuju untuk melimpahkan hak asuhnya kepada kami.”Raiga sengaja menegaskan agar Mita tidak sembrono dan dikemudian hari mengakui anak itu sebagai anaknya.Mita hany
“Tapi memangnya Lea boleh punya adik?” tanya Lea ke Yura, dia menatap wanita itu penuh harap.Yura menoleh Ghea, hingga kemudian mencoba memanfaatkan keinginan Lea untuk membujuk Raiga.“Kalau gitu ngomong ke papa, bilang Lea mau bayi ini jadi adik Lea. Gimana?” Yura mencoba memprovokasi karena mungkin jika Lea yang meminta hasilnya akan berbeda.Lea terlihat senang, hingga kemudian kembali menatap bayi Mita.Raiga baru saja selesai menangani pasien, dia cukup terkejut melihat Yura, Ghea, dan Lea di sana, karena mereka tidak mengatakan jika akan berkunjung ke klinik.“Papa.” Lea langsung berlari ke arah Raiga, kemudian meminta gendong.Raiga pun senang, dia menggendong Lea bahkan mencium pipi bocah itu penuh kasih sayang.“Kenapa kalian tidak memberi tahu kalau mau ke sini?” tanya Raiga sambil menggendong Lea. “Hanya kebetulan mampir, sekalian mau melihat bayinya Mita, katanya ada di sini,” jawab Ghea.Raiga menoleh ke bayi Mita yang tampak menggeliat di dalam box, kemudian kembali me
“Harusnya kita makan siang bukan makan sore seperti ini.” Raiga tampaknya merasa kasihan ke Yura yang harus menunggu dia membantu persalinan Mita tadi. “Tidak apa-apa, aku masih bisa menahan rasa lapar, lagipula aku senang melihat kakak bisa membantu persalinan ibu hamil dengan selamat.” Yura tersenyum lebar. Ia bahkan menyodorkan sendok ke depan mulut Raiga, dan pria itu tanpa ragu menerima suapannya. “Polisi tadi datang ‘kan?” Tanya Raiga. Masalah Mita sepertinya menjadi topik yang menarik untuk mereka bahas. Baik Raiga dan Yura tak menyangka kalau Mita berujung menjadi PSK dan hamil anak salah satu pelanggannya. Karena membahas soal bayi yang baru saja dilahirkan wanita itu, Yura pun memberanikan diri untuk bertanya bagaimana kalau mereka mengadopsi seorang bayi. Bukankah banyak anak yang butuh orangtua asuh di luaran sana. “Bagaimana menurut kakak? Apa kita harus mengadopsi anak?” Mendengar pertanyaan itu, pikiran Raiga pun langsung tertuju ke Mita. Mungkinkah Yura ingin men
Enam Bulan KemudianHari itu Yura baru saja mengantar Lea yang kemarin menginap bersamanya ke rumah Zie. Dia berada di mobil dan kini sedang menelepon Raiga. Setelah masalah Lea selesai hubungan mereka masih sangat harmonis. Riaga sendiri kini sudah tidak bekerja di rumah sakit karena fokus mengurus klinik bersalin miliknya sendiri.“Apa kakak sibuk? Aku sudah mengantar Lea ke apartemen kak Zie. Bagaimana kalau kita keluar untuk makan siang bersama?” tanya Yura.Dia seberang sana, Raiga tampak memulas senyum bahagia sambil membubuhkan tanda tangan ke berkas yang dipegang oleh perawat.“Tentu, aku tidak mungkin menolak ajakan makan siang dari wanita —yang selalu bisa membuatku merasa menjadi pria paling beruntung di dunia," jawabnya merayu.Yura pun tertawa mendengar ucapan Raiga, pria itu senang sekali menggombal dan membuat hatinya berbunga-bunga. Jika dipikir lagi, mungkin ini adalah hikmah dari kejadian yang menimpa rumah tangga mereka. Bukannya renggang hubungan keduanya malah ber
Hari berikutnya, baik Yura dan Zie terlihat sudah bisa menjaga perasaan dan sikap masing-masing. Keduanya bertatap muka meski tidak saling sapa, tapi tidak seemosi semalam. “Mama.” Lea langsung mendekat ke Yura, bahkan langsung memeluk wanita itu. Zie sedikit iri melihat hal itu, tapi dia mencoba menahan diri meski ada rasa sesak yang tak terelakkan melihat Lea yang memeluk Yura penuh kasih sayang. “Lea mau mandi, sambil main busa,” celoteh anak itu. Yura pun mengangguk sambil tersenyum, dia kemudian menggandeng Lea untuk pergi mandi, sedangkan Zie hanya bisa memandangi keduanya, tanpa bisa berbuat apa-apa karena takut membuat Lea sedih. Saat sudah berkumpul untuk sarapan bersama, mereka bersikap wajar meski wajah mereka terlihat begitu tegang. “Aku minta izin untuk bermain dengan Lea sebentar, Kak. Setelah itu baru kita bicara,” ujar Yura ke Zie. Ia memulas senyum tipis saat sang kakak ipar menganggukkan kepala tanda setuju. Yura pun mengajak Lea ke halaman samping. Dia sama se
Raiga tidak bisa berkata-kata saat Sean menghajarnya. Seolah pasrah, Raiga membiarkan kakaknya itu memukul wajahnya bertubi-tubi. Zie hanya diam dan Yura pun masih syok sekaligus bingung. Tak tinggal diam, Daniel mencoba melerai dan menjauhkan Sean yang masih memukuli Raiga. “Sudah, kalian seharusnya tenang! Kasihan Lea jika tahu kalian begini. Seharusnya kalian bicara baik-baik agar Lea tidak terkejut atau bingung dengan fakta sebenarnya,” ujar Daniel yang tidak berniat membela salah satu dan berusaha menjadi penengah. Sean pun akhirnya menjauh dari Raiga, tapi tatapan pria itu jelas masih penuh amarah. “Kalian menginaplah di sini dulu. Besok setelah kalian sedikit tenang, kita bicarakan lagi masalah ini dengan baik-baik, serta memikirkan bagaimana ke depannya,” ujar Daniel ke Zie dan Sean. Sean melirik Zie yang mengangguk tanda setuju dengan ide Daniel, hingga akhirnya mereka pun menginap di sana malam itu. Lea sendiri tidur dengan Keenan, Daniel, dan Ghea agar tidak lagi terjad
Setelah menembus jalanan yang sedikit sepi, Sean dan Zie pun sampai di rumah Daniel. Di sana Yura menyambut hangat mereka, meski Zie dan Sean hanya memasang wajah datar.“Ken, ajak Lea main di kamarnya, ya,” pinta Sean ke sang putra.Keenan pun mengangguk, sedangkan Ghea langsung mengajak dan menemani keduanya pergi ke kamar yang terdapat di lantai atas.“Ra, kita perlu bicara!” ujar Sean.Yura bingung karena sikap Sean dan Zie yang berbeda, apalagi Zie terlihat sedih, hingga kemudian membiarkan saja Keenan dan Lea pergi ditemani sang mertua, sedangkan dia ikut Sean dan yang lain ke ruang keluarga untuk bicara.Mereka kini sudah duduk bersama, Yura sendiri menangkap gelagat aneh dari kakak iparnya.“Kami ingin membicarakan sesuatu. Meskipun menyakitkan, tapi kamu harus tahu kalau Raiga selama ini memiliki kebohongan besar,” ujar Sean sambil memberikan ekspresi wajah datar.Yura mencoba menyiapkan hati dengan hal yang akan didengar selanjutnya, meskipun tangannya kini sudah terlihat g
Hari itu adalah hari Yura wisuda. Binar kebahagiaan tampak jelas di wajahnya. Apalagi Raiga datang ke sana bersama Lea. Bocah itu memakai kebaya yang mirip dengannya, Daniel dan Ghea juga hadir sebagai orangtua. Mereka begitu bahagia melihat Yura yang akhirnya bisa menyelesaikan study-nya.Setelah acar seremonial selesai, mereka pun berfoto bersama, Yura terlihat bahagia karena semua orang memberinya selamat, termasuk Lea yang tampak bangga ke prestasi yang diraihnya.“Papa sudah memesan tempat di restoran untuk kita merayakan kelulusan Yura,” ucap Daniel.Yura semakin bahagia karena keluarga sang suami sangat baik, tidak pernah membedakan antara anak dan mantu. Namun, saat tiba di restoran dan sampai waktu makan tiba, Zie, Sean, dan Keenan tidak terlihat di sana, tentu saja hal itu membuat Yura bertanya-tanya.“Apa Kak Sean dan Kak Zie tidak Papa undang?” tanya Yura. “Sean sibuk dan Zie juga, jadi mereka tidak bisa datang," jawab Raiga membuat alasan.Yura pun memaklumi, hingga kem