Santi membulatkan mata, dia ketakutkan karena pria-pria yang membawanya tadi ternyata bukan suruhan Joni melainkan Aaera. Gadis itu duduk menyilangkan kaki sambil memainkan kuku jari, sedangkan Santi masih saja memeluk tas yang isinya gepokan uang upahnya melakukan tugas dari Joni. “Kamu harus berterima kasih padaku,”kata Aaera tanpa melihat ke arah Santi. “Aku lebih dulu menemukanmu dari pada paman Daniel, jika dia yang lebih dulu menemukanmu mungkin saat ini kamu akan diminta berlutut mengakui kesalahan di depan banyak orang.” “Si-si-siapa kamu?” tanya Santi terbata-bata. Ia memang tidak mengenal sosok Aaera kerena Joni sama sekali tidak pernah menyebut nama gadis itu. “Siapa aku? Cih … menurutmu apa si Joni itu bisa mendapatkan obat tidur dan obat penenang dengan mudah? aku yang memberikannya, dasar!” Aaera memandang Santi dengan tatapan meremehkan lalu tertawa menghina. “A-a-apa yang ingin kamu lakukan?” Santi ketakutan, dia melihat Aaera bukan orang baik, bahkan senyuman gadis
Jim kaget begitu juga dengan Ghea yang reflek memukul lengan Daniel karena menuduh Jim sembarangan. “Kamu itu!” “Aku hanya bercanda, kenapa serius sekali?” Daniel mengaduh, meski pukulan Ghea ke lengannya tidak terasa sakit. Jim sendiri memasang muka kesal, dia berjanji akan segera menemukan dalang yang membuat kekacauan ini agar Daniel tidak curiga kepadanya. Ia meminta izin untuk pulang, dari pada melihat muka sang atasan yang menjengkelkan. “Pokoknya paling lambat lusa kamu harus memberiku jawaban, jika tidak aku akan meragukanmu sebagai orang kepercayaan.” “Tidak usah mengancam, saya akan menyelesaikannya besok pagi.” Jim bersungut kesal, dia tahu kalau Daniel berkata seperti itu agar dia tidak membuang waktu. Terbukti Daniel menarik sudut bibir karena senang mendengar jawabannya. Selepas Jim pergi, Daniel menemui Sean dan Zie di kamar. Ia lega mendengar penjelasan sang putra soal cucunya, dan mengusap pipi Keenan yang sudah dibaringkan ke ranjang. “Tenang saja! Santi pasti
Yura mengabaikan ucapan Mirna, dia mendekat ke mobil Raiga dan menunggu pria itu keluar dari dalam sana. Yura merasa sangat senang, dia tak menyangka Raiga benar-benar datang. “Apa ini benar dirimu? Wah … aku pikir tadi hanya bercanda.” “Aku tidak ingin anakku ileran hanya karena tak bisa melihat wajahku.” Raiga berdiri tepat di depan Yura. Mereka terdiam beberapa detik sebelum Raiga meminta Yura untuk mempersilahkannya duduk. “Bisakah kamu memberiku segelas air? tenggorokanku rasanya sangat kering,”pinta Raiga. Yura mengangguk, gadis itu masih tak menyangka calon suaminya ini melakukan apa yang dia inginkan. Ia masuk ke dalam dengan hati riang, bahkan Mirna yang duduk di ruang tengah dibuat nyaris tak percaya. “Apa mereka saling jatuh cinta?” gumam wanita itu. Mirna jelas tahu dua mahkluk itu terlibat hubungan karena one night stand, dia berpikir Yura dan Raiga menikah hanya untuk formalitas belaka, agar bisa mendapat dokumen legal demi menutupi aib keluarga. Namun, melihat Raig
“Tidak mungkin Santi bisa menghilang tanpa jejak jika tidak ada yang membantu.” Sean memeluk Zie di atas ranjang, mereka bahkan tidak bisa tenang memikirkan kondisi Keenan meski dokter berkata tidak perlu mencemaskannya. “Kamu tahu? aku sedang berpikir, mungkinkah Mama Ghea pernah merasakan seperti apa yang aku rasakan?” lirih Zie. “Berandai, bagaimana jika aku bukan orang yang dikenal oleh publik, bagaimana jika aku tidak menikah dengan pria kaya yang memiliki beberapa musuh, akankah aku bisa hidup bahagia bersama anakku? Sehingga dia tidak perlu merasakan dijahati oleh orang lain.” Sean membuang napas lewat mulut, dia yakin Zie sedang terpuruk, meski tak menunjukkannya secara gamblang, tapi ucapan wanita itu cukup membuatnya sadar bahwa hati Zie sedang sakit. “Maaf! seharusnya aku bisa menjaga kalian, semua ini mungkin juga salahku,”bisik Sean. “Tenang saja! Santi pasti akan kita temukan, dia tidak bisa lolos begitu saja setelah menyakiti putraku.” Zie mengangguk, dia memeluk Se
Awalnya Raiga ingin berkata sedang terjebak di situasi yang tidak diinginkan. Namun, dia mengurungkan niat dan berkata- “Kami sedang jatuh cinta jadi semua menjadi samar.” “Bukankah ada pepatah yang bilang cinta itu buta? Kami dibutakan oleh cinta sehingga … sehingga kami … “Raiga kembali bingung menjelaskan, hingga Yura menyambar ucapannya. Gadis itu berjalan menggunakan lutut mendekat ke Aris. “Sehingga kami kehilangan kendali diri dan melakukan itu, Pa.” Menyaksikan situasi yang tidak kondusif, Mirna pun tak tinggal diam. Ia ikut berlutut dan meminta Aris untuk menyimpan senjatanya. Wanita itu meminta maaf, karena dia jugalah Yura sampai terlibat pergaulan bebas. Mirna bahkan meminta Aris untuk melampiaskan amarahnya ke dirinya saja, jangan ke Raiga ataupun Yura. “Yura memang sedang hamil, untuk itu kita harus menikahkan mereka segera.” “Kamu juga berani membohongiku, kamu pikir apa aku bisa dengan mudah dibodohi?” bentak Aris. “Tidak, Pa! Aku hanya takut Papa marah dan … “
Namun, bukannya takut kini Yura malah menodongkan senjata api itu ke papanya. Tentu saja semua orang dibuat berteriak histeris, begitu juga dengan Raiga yang tak menyangka Yura akan berani berbuat seperti ini ke Aris. “Oh… jadi kamu mau bunuh Papa? Ayo tembak! Biar sekalian kamu sana beranak di penjara.” “Papa kenapa jahat banget sih?” Yura merengek, nalurinya sebagai anak kesayangan Aris tak bisa dibendung. Ia menurunkan senjata api di tangannya lantas menggoyangkan pundaknya. “Aku mohon maafkan kami, Papa jangan mengancam seperti ini, aku takut Pa!” “Senjata itu bahkan tidak ada pelurunya,”ucap Aris dengan santai. “Be-be-benarkah?” Yura mengangkat kembali pistol di tangannya dan malah mengacungkannya ke Raiga. “Astaga kenapa juga ke arahku?” tanya Raiga dengan mimik frustasi. Yura yang sadar lantas menurunkan lagi senjata itu, dia memanggil pengawal Aris untuk membawa barang itu keluar dari rumah dan menjauhkan dari jangkauan papanya. “Periksa apa benar tidak ada pelurunya,”bi
“Sampai kapan aku akan dikurung di sini?”Santi sudah lebih dari sehari berada di rumah yang dia sendiri tidak tahu milik siapa. Ia hanya takut jika sampai Aaera melakukan perbuatan buruk. Bagaimana kalau gadis jahat itu menghabisinya. Santi mencoba untuk mencari cara agar bisa pergi dari sana, dia bahkan tidak diperbolehkan memakai ponselnya. Nahas, berharap kabur pulang ke kampung, Santi malah kini seperti menjadi tahanan.“Bisakah kalian mengeluarkan aku dari kamar? Aku merasa sesak di sini,” teriak Santi. Ia berpikir setidaknya bisa keluar dari sana lalu mencari jalan melarikan diri.Namun, sekeras apapun dia berusaha, orang-orang suruhan Aaera masih tetap pada pendirian mereka, untuk tidak terpancing dengan rengekan atau permintaannya.“Diamlah! Sudah kamu nonton TV saja sana atau tidur!”Mendengar jawaban seperti itu dari luar Santi pun geram, dia menendang pintu lalu mengumpat kesal.“Kalian semua brengsek, aku akan melaporkan kalian ke polisi,”ancam Santi.“Apa dia tidak berka
“Tolong sabar! Ingat kamu sedang mengandung Zie, jangan emosi!”Ghea akhirnya ikut ke tempat di mana Aaera menahan Santi. Ini karena Sean memintanya menemani Zie. Sean hanya takut jika sesuatu yang buruk terjadi ke sang istri tercinta.“Tidak Ma, aku tidak bisa. Aku akan berubah menjadi iblis jika ada yang menyakiti anakku,”ucap Zie. Ia yang tak sabaran bahkan membentak sopir Ghea agar mengendarai mobil lebih cepat.Melihat sosok menantunya yang emosional seperti ini, Ghea pun memilih untuk diam, ternyata semua wanita sama, seanggun-anggunnya bisa juga berubah jadi macan garang macam ini jika sudah kehilangan kesabaran.Sementara itu, Sean bersama Ken sendirian di rumah, dia menunggu Gia datang ke sana setelah dihubungi oleh Zie tadi. Sean diam-diam menyembunyikan satu kebenaran, bahwa sejatinya dia sudah bisa berdiri dan melangkah. Sean menyembunyikan itu untuk memberi kejutan ke Zie di ulang tahun Keenan nanti.Namun, mendapati sang putra menangis akibat terjatuh saat berjalan, Sean