Raiga akhirnya diam tak meneruskan apa yang ingin dia katakan. Ia tahu Zie pasti akan marah jika dia terus membahas hal yang tidak disukai. “Tenang saja! itu Yura, aku bilang akan menemuinya, tapi dia tidak sabaran, tentu saja karena dia sangat manja,”ujar Raiga. Mendengar penjelasan itu Zie pun diam, dia tak lagi bicara sampai mobil Raiga tiba di kediaman Ghea. Zie meminta Santi untuk istirahat bersama Keenan di kamar, sedangkan dia mencari keberadaan Sean yang sejak tadi tidak membalas pesannya. “Sudah pulang? bagaimana Keenan? Di mana dia sekarang?” Zie menemukan sang suami di dalam kamar, dia belum sempat protes tapi Sean sudah memberondongnya dengan pertanyaan. “Di mana ponselmu? Kenapa tidak diangkat panggilanku? Kenapa tidak di balas pesanku?” Zie menutup pintu dan berdiri agak jauh dari Sean. Ia sangat kesal karena merasa diabaikan, hingga balas mengabaikan pertanyaan Sean. “Ponselku jatuh, aku tadi membawanya ke luar, karena tidak hati-hati ponsel itu jatuh dari pangkuan
Zie menggigit kuku ibu jarinya setelah Sean menunjukkan rekaman CCTV gerak-gerik mencurigakan dari Santi. Sama halnya dengan apa yang Sean lihat tadi, rekaman itu tidak bisa menjadi bukti jika sampai pengasuh Keenan itu memang berbuat macam-macam. Posisinya yang memunggungi kamera saat membuat susu untuk Keenan seperti sengaja. “Ini memang aneh, tapi aku tidak mau berburuk sangka dulu,”kata Zie. “Lagi pula data Santi pasti ada di agen penyalur, jika dia terbukti melakukan tindakan kriminal ke Ken, aku pastikan tidak akan melepaskannya begitu saja,”imbuhnya dengan sorot mata berkilat. Setelah melihat rekaman yang membuatnya gelisah, Zie melihat Ken di kamar. Ia tadi membaringkan putranya itu di ranjang bukan di box seperti biasa. Zie pun ikut berbaring di samping Keenan, membisikkan kata maaf jika dia belum bisa menjadi ibu yang baik. Dibelainya rambut sang putra lantas mencium pipinya. Jika hasil tes darah Keenan besok tidak normal, maka Zie mungkin tidak akan bisa memaafkan dirinya
“Entah perasaan apa yang kamu miliki ke Zie, dan seberapa lama kamu sudah menyimpannya, tapi dia tetap milikku, bahkan di kehidupan kami selanjutnya, akan aku pastikan dia tetap menjadi milikku.” Raiga tersenyum ironi mengingat ucapan Sean padanya, dia mengendarai mobil menuju rumah sakit untuk menemui Yura dan memeriksa kandungan gadis itu. “Ya, aku tahu. Maaf sudah mengharapkan milikmu.” Raiga kembali mengingat percakapannya dan Sean tadi. “Kamu boleh mengambil yang lain, harta, saham, apapun itu yang menjadi hakku, tapi untuk Zie, aku harap kamu bisa berhenti sampai di sini,”ucap Sean. “Demi kebaikan kita bersama, dan aku benar-benar tidak memiliki rasa benci padamu, besok kalau aku sudah bisa berjalan normal kembali, ayo kita mengadakan lomba lari.” Raiga mengangguk dan tertawa setelah itu menjawab pertanyaan sang kakak tadi, begitu juga sekarang, dia juga mengangguk sendiri. Pria itu melirik kaca spion kanan mobilnya sebelum berhenti di lampu merah. “Ya, aku akan mengubur per
“Maka kita bisa melakukan ini.” Raiga mendekat dan menumpukan telapak tangannya di sisi badan Yura. Ia mencium bibir gadis itu bahkan melumatnya lembut. Yura sendiri hanya bisa melebarkan bola mata, dia bahkan menahan napas dan menelan saliva. Bulu mata lentik gadis itu berkedip beberapa kali menunjukkan bahwa sang pemilik tengah kaget. Yura tak membalas ciuman Raiga, dia membiarkan pria itu menikmati bibirnya, dan melepaskannya perlahan setelah puas. “Apa kamu tidak pernah ciuman? Kenapa menahan napas? Bagaimana kalau aliran oksigen ke janin menjadi terhambat?” Raiga sengaja menggoda Yura. Benar saja wajah gadis itu berubah panik takut terjadi sesuatu ke kandungannya. “Kurang ajar! Kamu pasti sengaja melakukan ini padaku,”amuk Yura melihat Raiga menarik sudut bibir dan menyeringai nakal. Ia bahkan mengayunkan tangan memukul pria itu. Namun, saat hendak memukul lagi, Raiga lebih dulu mencekal pergelangan tangannya. “Aku tidak mencium sembarang wanita, aku hanya melakukannya ke wa
Zie jelas kaget mendengar apa yang baru saja Ghea sampaikan, dia memilih buru-buru menghubungi agen penyalur jasa pengasuh yang selama ini dia pakai. Zie melaporkan tindakan Santi lebih dulu, setelah itu mencoba menghubungi ponsel pengasuh itu untuk meminta pertanggungjawaban. “Kenapa dia bisa sejahat ini ke Ken?” Mata Zie sudah merambang, tidak ada seorangpun ibu di dunia ini yang rela anaknya disakiti. Pikiran Zie sudah ke mana-mana, berapa lama Ken sudah dicekoki obat tidur dan penenang oleh Santi kini menjadi pertanyaan besar di kepalanya. Ghea sendiri tak tinggal diam, dia buru-buru meminta bantuan Daniel, menginformasikan masalah yang terjadi ke suaminya itu lantas meminta bantuan agar orang-orangnya bisa melacak keberadaan Santi. “Tenang saja! dia tidak akan bisa lolos dengan mudah setelah menyakiti cucuku,”ucap Daniel. Ia sampai mengakhiri rapat sebelum waktunya agar bisa mengurus masalah ini. Daniel berjalan cepat kembali ke ruangannya, meminta sekretarisnya untuk menghub
“Sepertinya kita membenci orang yang sama.” Ucapan Aaera membuat langkah kaki Joni terhenti, pria itu menoleh pengacaranya dan meminta ditinggal berdua dengan gadis yang tiba-tiba menyapanya itu. “Siapa kamu?” tanyanya heran. Hari itu Joni pertama kali bertemu dengan Aaera, saat dia datang ke kantor polisi untuk memberikan keterangan lanjutan atas tuduhan kejahatan yang dilakukannya ke Zie. “Aku? aku adalah orang yang sangat membenci Zie,”jawab Aaera. Ia tersenyum miring lantas lanjut bicara,”Apa kamu ingin bekerja sama denganku, menghancurkannya?” Joni tergelak tak percaya, Aaera bahkan berani mengajaknya berkomplot melakukan kejahatan padahal mereka masih berada di area kantor polisi. “Sepertinya kamu sangat sakit hati ke dia, memangnya apa yang dia lakukan padamu?” tanya Joni. “Merampas mainanku.” Aaera yang awalnya tersenyum manis lantas menyeringai jahat. Hari itu, dia berhasil membuat Joni yakin bahwa dirinya adalah rekan yang tepat untuk membuat Zie jatuh. _ “Anaknya,”
Santi membulatkan mata, dia ketakutkan karena pria-pria yang membawanya tadi ternyata bukan suruhan Joni melainkan Aaera. Gadis itu duduk menyilangkan kaki sambil memainkan kuku jari, sedangkan Santi masih saja memeluk tas yang isinya gepokan uang upahnya melakukan tugas dari Joni. “Kamu harus berterima kasih padaku,”kata Aaera tanpa melihat ke arah Santi. “Aku lebih dulu menemukanmu dari pada paman Daniel, jika dia yang lebih dulu menemukanmu mungkin saat ini kamu akan diminta berlutut mengakui kesalahan di depan banyak orang.” “Si-si-siapa kamu?” tanya Santi terbata-bata. Ia memang tidak mengenal sosok Aaera kerena Joni sama sekali tidak pernah menyebut nama gadis itu. “Siapa aku? Cih … menurutmu apa si Joni itu bisa mendapatkan obat tidur dan obat penenang dengan mudah? aku yang memberikannya, dasar!” Aaera memandang Santi dengan tatapan meremehkan lalu tertawa menghina. “A-a-apa yang ingin kamu lakukan?” Santi ketakutan, dia melihat Aaera bukan orang baik, bahkan senyuman gadis
Jim kaget begitu juga dengan Ghea yang reflek memukul lengan Daniel karena menuduh Jim sembarangan. “Kamu itu!” “Aku hanya bercanda, kenapa serius sekali?” Daniel mengaduh, meski pukulan Ghea ke lengannya tidak terasa sakit. Jim sendiri memasang muka kesal, dia berjanji akan segera menemukan dalang yang membuat kekacauan ini agar Daniel tidak curiga kepadanya. Ia meminta izin untuk pulang, dari pada melihat muka sang atasan yang menjengkelkan. “Pokoknya paling lambat lusa kamu harus memberiku jawaban, jika tidak aku akan meragukanmu sebagai orang kepercayaan.” “Tidak usah mengancam, saya akan menyelesaikannya besok pagi.” Jim bersungut kesal, dia tahu kalau Daniel berkata seperti itu agar dia tidak membuang waktu. Terbukti Daniel menarik sudut bibir karena senang mendengar jawabannya. Selepas Jim pergi, Daniel menemui Sean dan Zie di kamar. Ia lega mendengar penjelasan sang putra soal cucunya, dan mengusap pipi Keenan yang sudah dibaringkan ke ranjang. “Tenang saja! Santi pasti