Yura mengurung diri di kamar. Apa yang terjadi padanya dan Raiga belum sampai ke telinga sang papa. Mirna menggunakan kekuasaannya untuk membungkam beberapa anak buah yang dia mintai tolong untuk mengejar Raiga. Gadis itu memandangi pantulan dirinya di depan cermin. Menatap perutnya lalu mengetatkan bajunya. “Bagaimana nanti kalau libur semester sudah selesai. Dia pasti akan membesar, perutku pasti akan membuncit,”gumam Yura. Tak seperti apa yang disangkakan Raiga, gadis itu merasa sangat bersalah, sedih juga bingung harus bagaimana jika sampai Raiga tidak mau bertanggungjawab. Yura bahkan sudah mengumpulkan semua buku tabungan dan perhiasan yang dia miliki, dia sudah bersiap pergi jika sampai sang papa mengusirnya. “Aku tidak mungkin menambah dosa, Tuhan pasti akan langsung memasukkanku ke dalam neraka tanpa bertanya.” Yura membuang napas kasar dari mulut. Ia mengusap kembali perutnya yang masih datar lalu memandang ponsel yang tergeletak di meja. “Pria itu benar-benar, dia peng
Sean bingung, meski begitu dari tatapan Zie dia bisa menilai apa yang akan dikatakan oleh istrinya itu pasti berhubungan dengan mereka. Apa mungkin Zie mengandung bayi kembar?“Jangan membuatku penasaran dan cepat katakan apa itu!”Sean memeluk Keenan dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya mengulur meminta Zie untuk menyambutnya. Wanita itu pun meraih telapak tangan Sean, tertawa-tawa sendiri dan sengaja terus menggoda agar suaminya itu semakin penasaran.“Zie, ayolah! Aku bukan anak kecil, jangan menggodaku seperti ini!“Sean cemberut dan wajahnya malah terlihat sangat imut. Zie sendiri masih saja menggoda, hingga Sean mengancam akan marah jika dia sampai tidak memberitahu yang sebenarnya.“Katakan atau aku akan marah!” ancam Sean pada akhirnya, dia tak sabar dan bahkan merengek manja.“Sean, kamu imut sekali.” Zie merespon dengan tawa, sebelum berkata,”Kamu sudah boleh pulang besok, dokter bilang kamu hanya perlu terapi seminggu sekali.”“Benarkah?” Sean kegirangan sampai men
“Raiga menghamili seorang gadis.”“Apa?” Ghea sangat terkejut mendengar apa yang disampaikan oleh Daniel. Pria itu awalnya ingin memberitahu dengan cara yang lebih santai, tapi ternyata tidak bisa bertele-tele. “Jangan bercanda!” Ghea seolah tidak terima dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan sang suami. “Untuk apa bercanda? ini serius. Raiga memang menghamili seorang gadis. Gadis itu yang meminjamkan helikopter untuk membawa Sean pergi dari pulau Kilikili, dia anak jenderal, kini Raiga dimintai pertanggungjawaban.” Daniel menjelaskan dengan sangat rinci. Ghea yang mendengar hal itu seketika merasa kepalanya pusing. Dia memijat dengan keras karena mendadak matanya ikut berkunang-kunang.“Ya Tuhan, tidak ayah, tidak anak. Kenapa semuanya menghamili anak orang.” Ghea benar-benar pusing dibuatnya, bagaimana mungkin kedua putranya sama-sama menghamili anak orang dan melakukan perbuatan dosa. Daniel menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia juga bingung harus bagaimana, karena k
Hari yang ditunggu pun tiba, Sean akhirnya sudah diperbolehkan pulang meski masih harus menggunakan kursi roda. Dia pulang bersama Zie dan juga Raiga.Begitu sampai di rumah, ternyata seluruh anggota keluarga sudah berkumpul untuk menyambut kedatangan Sean. Mereka bahagia, bahkan Ghea sampai kembali menitikkan air mata. “Syukurlah kamu sudah boleh pulang.”Ucapan demi ucapan terlontar sebagai rasa syukur, karena Sean sudah kembali ke rumah. Kediaman Zie hari itu sangat ramai, seluruh keluarga menyambut kepulangan Sean dan mengadakan acara makan-makan.“Aku sangat bahagia karena Sean akhirnya sehat dan sudah diperbolehkan pulang. Dalam kesempatan kali ini, aku juga mau menyampaikan satu kabar gembira lagi," ucap Zie. Ia menoleh Sean, menyambut uluran tangan suaminya itu dan tersenyum penuh kebahagiaan. "Kabar apa? Jangan membuat kami penasaran,"ucap Ghea. "Ken akan punya adik, aku hamil." Zie menyampaikan kabar bahagia itu ke semua orang dengan wajah semringah. Semua orang langsung
“Papa bicara apa? mana mungkin aku begitu? Aku dan dia benar saling menyukai.”Yura mengelak, menyembunyikan kebenaran dari Aris sepertinya tidak mudah. Ia bahkan bingung harus bagaimana jika papanya kembali mencecar dengan sebuah pertanyaan, beruntung Aris memutuskan tak lagi bertanya dan pergi meninggalkan kamarnya.Yura memegangi dada yang hampir melompat keluar, dia mengusap-usapnya seolah baru saja selamat dari sebuah bencana.Setelah Aris pergi, Yura buru-buru mengambil ponselnya dan mengirim pesan ke Raiga. Ia mengingatkan pria itu untuk benar-benar menepati janji atau papanya akan murka.Raiga yang membaca pesan itu hanya bisa membuang napas kasar, berpikir bahwa ini lah akhir dari hidupnya, menikah dengan wanita yang sama sekali tidak dia cintai.Raiga memasukkan ponsel ke dalam kantung celana, dia memandang taman rumah dengan perasaan tak karuan, dia bahkan belum memikirkan setelah menikah harus tinggal di mana, yang jelas dia tidak ingin berada di rumah keluarga Yura, di sa
Zie memandang Sean yang sedang menikmati panasnya cahaya matahari pagi di halaman rumah, lantas memperhatikan Keenan yang sedang belajar berjalan dengan pengasuhnya. Masih terngiang di telinga Zie tentang pertanyaan Sean semalam. Mungkinkah suaminya itu akan bisa berjalan kembali.Zie sedih, bukan karena pertanyaan Sean tapi karena pria itu seolah kehilangan semangat saat menanyakan masalah itu padanya. Meski hatinya dirundung perasaan gundah, tapi Zie mencoba untuk terus menjadi penyemangat Sean.“Sudah atau belum?” Zie mendekat ke Sean, mengusap kening pria itu yang berkeringat.“Belum, sebentar lagi, mumpung panas dan udaranya enak,”jawab Sean. Matanya seketika membelalak melihat Keenan jatuh dan menangis. “Zie!” ucapnya panik.Zie menoleh, tapi bukannya langsung menolong sang putra dia malah berkata tidak apa-apa.“Ken hebat,”ucapnya lalu menghampiri sang putra. Zie berjongkok di depan Keenan, memberikan semangat ke sang putra, meski dia kurang yakin Keenan mengerti apa yang dia m
“Tidak perlu cemas, semua pasti akan bisa kamu lewati, aku akan mendoakanmu dari sini.” Zie menoleh Sean. Suaminya itu nampak menempelkan ponsel ke telinga. Sean sedang menghubungi Raiga, memberi semangat ke sang adik yang saat ini sedang menuju kediaman Aris untuk melamar Yura. “Sean, jika terjadi apa-apa denganku tolong jaga mama dan papa, warisanku sumbangkan semuanya ke panti asuhan dan yayasan sosial, karena aku tidak ingin semuanya jatuh ke tanganmu” “Haish … dasar! jangan terlalu overthinking, kamu pasti akan baik-baik saja,”kata Sean. Ia menutup panggilan setelah Raiga pamit karena saat itu sedang mengemudi. “Kenapa? apa dia grogi?” tanya Zie yang tahu dengan siapa suaminya itu berbicara. “Dia sangat ketakutan bahkan meninggalkan wasiat.” Bukannya iba, Zie malah tertawa. Ia menggelengkan kepala tak percaya dengan sikap Raiga yang sedikit pengecut. Zie pikir Raiga itu tak memiliki rasa takut sedikitpun, tapi nyatanya sang adik ipar takut juga menghadapi ayah Yura. “Sean,
“Aku hamil, aku mengandung anaknya.”Mungkin jika otak Yura sudah konslet dia akan menjawab seperti itu. Namun, karena dia tahu bagaimana karakter Aris, Yura pun memilih berdusta.“Karena banyak gadis yang menggilai kak Rai, jika tidak diikat nanti dia kabur. Direbut gadis lain.”Hening. Alasan Yura sepertinya tidak menggerakkan hati Aris. Pria itu malah memandanginya dengan alis bergelombang.“Apa kurang meyakinkan?” gumam Yura di dalam hati. Pandangannya bersirobok dengan Aris dan dia pun buru-buru mencari alasan tambahan.“Pokoknya aku mau menikah dengannya cepat-cepat, Pa. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Lagipula nikah itu ibadah,”kata Yura. “Sialan! bisa tidak kamu membantuku bicara dan jangan hanya diam saja.”Yura memulas senyum aneh, dia menoleh Raiga dan memberikan kode ke pria itu agar mau ikut bersandiwara dengannya di depan Aris.“Om, percayalah ke kami! Saya tahu Om pasti mencemaskan banyak hal karena Yura masih muda, tapi saya …. “ Raiga ragu, dia menjeda lisan dan kini A