Seorang pelayan menghampiri Vintari yang sedang berdiri di depan meja makan dengan kepala menunduk dan kedua tangan menopang di atas meja. Raut wajah Vintari tampak jelas menunjukkan kemuraman.“Nyonya, Anda baik-baik saja?” sapa sang pelayan sopan.Vintari menoleh, mencoba tersenyum. “Aku baik-baik saja. Maaf makanannya tidak aku habiskan. Perutku sedikit mual.”“Nyonya tidak perlu meminta maaf. Mau saya buatkan makanan yang lain?” tawar sang pelayan.Vintari menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku akan istirahat saja di kamar. Oh ya, Zeus bilanhg tidak akan pulang jam berapa?”“Tidak, Nyonya. Kalau dilihat dari hari-hari sebelumnya, kemungkinan dua jam lagi tuan Zeus sudah pulang,” jawab sang pelayan memberi tahu.Vintari tersenyum lembut. “Baiklah, aku ke kamar dulu ya. Terima kasih.”“Dengan senang hati, Nyonya.” Pelayan itu menundukkan kepalanya—dan Vintari pergi meninggalkan tempat itu—melangkah menuju kamarnya.Sudah beberapa minggu ini dia kembali menjalani aksi diam dengan Zeus.
Vintari tersentak panik mendengar ucapan Andre. “Hamil? Tidak mungkin!”“Ciri-cirimu seperti ibu hamil,” jawab Andre meyakinkan.Napas Vintari menjadi sesak. “Memangnya kau tahu ciri ibu hamil?”Andre menatap Vintari serius. “Aku memiliki sepupu yang sedang hamil, dan ciri-cirinya sepertimu. Kau dan Zeus sudah pernah berhubungan seks, kan? Jadi kalau sekarang kau hamil adalah hal yang wajar.”Vintari menggigit bibir bawahnya. Kedua manik ambernya menatap Andre cemas. Meskipun dia menyangkal asumsi itu, tapi kenapa dia menjadi ragu. Diraihnya ponsel yang tergeletak di ranjang. Dia mulai mencari menu kalender dan mencari catatannya tentang hari pertama dia haid bulan lalu.“Sial!” serunya kasar.“Kenapa? Ada apa?” tanya Andre yang cemas karena melihat perubahan raut wajah Vintari.Vintari adalah tipe orang yang selalu mencatat tanggal datang bulannya untuk berjaga-jaga jika serangan nyeri pra-menstruasinya datang. Saat ini, hatinya terasa melebur saat menyadari dia telah telat beberapa
“Bagaimana progress di sana?” Zeus bertanya pada Jace yang baru saja datang ke mansion-nya setelah kembali dari London. Mereka memilih untuk duduk di dekat kolam, tempat favorit saat musim panas berlangsung.Tangan Jace terulur untuk menima segelas wine yang baru saja dituang oleh Zeus. “Berkat otak jenius yang kumiliki, semuanya berjalan dengan sangat lancar. Estimasi sebelum akhir tahun sudah bisa untuk soft launching. Kau harus datang!”Zeus tak bereaksi, dia masih sibuk dengan botol wine yang telah separuh berkurang isinya. “Tunggu saja saldo rekeningmu bertambah di hari itu. Aku tidak yakin bisa datang karena jadwalku tidak bisa diprediksi.”Jace mencebik, tapi diam-diam dia selalu mengagumi dedikasi sahabatnya itu pada pekerjaannya. “Ah, aku hampir lupa. Tadi aku mengunjungi temanku yang dirawat di NYC Health Hospital, dan aku tidak sengaja melihat Vintari bersama Andre di sana. Kau masih belum bisa menemuinya?” Jace tahu Vintari pergi, karena Zeus bercerita sedikit padanya.Tan
Mobil Zeus melaju kencang di jalanan Manhattan sore itu. Seakan dikejar oleh waktu, dia hanya ingin segera sampai di hotel tempat Vintari sekarang berada. Sesampainya di sana, dia segera naik ke lift yang membawanya ke lantai empat. Beruntung Andre mau memberitahukan di mana Vintari berada. Andai saja Andre tidak mau memberi tahu Vintari, pastinya akan membuatnya kesulitan dan memakan waktu dalam melakukan pencarian pada Vintari.Ketukan tak sabar mengawali sapaannya pada Vintari. Satu kali tidak ada sahutan dari dalam. Zeus kembali mengetuk berkali-kali. Sedetik kemudian, pintu kamar dibuka oleh Vintari yang tengah mengerut kesal karena mengira Andre yang membuat keributan itu.“Kenapa kau tidak sa—”Zeus mendekap Vintari erat, membuat perempuan itu tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Manik ambernya sangat terkejut karena tidak mengira bahwa Zeus akan datang padanya seperti ini.“Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!”Zeus melepas pelukannya dan menemukan sorot tajam dari Vintari.
Kata-kata Zeus bagaikan sihir yang begitu menenangkan diri Vintari, tetapi perempuan itu masih merasakan sakit hati. Vintari sedikit menjauhkan wajahnya, dan memberikan tatapan mengunci pada Zeus.“Lalu apa foto Faina akan selamanya berada di sana?” tanya Vintari yang tak bisa menahan diri.Zeus menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku akan meminta pelayan untuk memindahkan semua barang-barang Faina ke gudang. Sekarang aku hanya ingin fokus padamu dan anak kita.”Vintari mengerjap. Dia terkejut dan sedikit berjingkat saat Zeus meraba perutnya. Dari mana pria itu tahu? Bukankah Vintari telah memilih untuk periksa di rumah sakit lain? Bagaimana dia bisa tahu kalau dirinya hamil?“K-kau—”Zeus tersenyum, kemudian mengecup bibir Vintari lagi. “Aku sudah pernah bilang padamu, tentang kau tidak perlu khawatir kalau hamil. Aku akan bertanggung jawab dan selalu bersamamu. Aku datang untuk menepati janjiku itu.”“Apakah kau datang hanya karena janji itu?” Tiba-tiba Vintari menjadi sedih.Zeus kemb
“Good morning, Nyonya Ducan. Tidurmu nyenyak, hm?” sapa Zeus pada Vintari setelah mengecup keningnya. Pria tampan itu masih terbaring di samping sang istri—memeluk istrinya itu dengan erat.Mata Vintari masih menyipit, dia memastikan bahwa yang di sampingnya memang Zeus, bukan khayalannya. “Ah, ternyata memang nyata.”Zeus mengerutkan keningnya. “Kau kira aku tidak nyata?”Vintari tertawa dan membenamkan kepalanya pada pelukan Zeus. “Aku pikir sedang bermimpi. Aku masih belum terbiasa melihatmu bangun tidur di sampingku.”Zeus mengecup kening Vintari. “Mulai sekarang kau harus membiasakan diri, karena selamanya kita akan selalu tidur bersama.”Vintari mendongakkan kepalanya dari dalam pelukan Zeus. “Selamanya kita akan tidur bersama?”Zeus mencubit pelan hidung Vintari. “Tentu saja kita akan tidur bersama. Kita adalah suami istri.”Hati Vintari menghangat mendengar ucapan Zeus. Tidak pernah dia sangka dirinya merasakan kebahagiaan seperti ini. Sekarang Vintari benar-benar sangat yakin
David mengajak Irene ke ruang kerjanya. Pria paruh baya itu mengajak Irene berduaan, karena ingin membicarakan sesuatu hal yang penting. Tampak jelas bagaimana raut wajah Irene kebingungan.“Ada apa, David?” tanya Irene di kala sudah tiba di ruang kerja David.David membuka laci kerja, dan mengambil fotonya dengan Irene di waktu mereka masih muda. “Kau masih ingat foto ini?”Irene terdiam menatap kenangan masa lalunya. “Aku tidak mungkin lupa.”David tersenyum seraya menyentuh tangan Irene. “Aku memang berengsek di masa lalu, tapi perasaanku padamu sungguh-sungguh, Irene. Aku mencintai ibu Zeus, dan juga dirimu.”“David, aku ini perusak rumah tanggamu dan ibu Zeus.” Irene meletakan foto itu ke atas meja, dan memasang wajah muram.David membelai pipi Irene. “Bukan kau yang merusak rumah tanggaku, tapi aku yang berengsek, Irene.”“David—”“Menikahlah denganku, Irene,” pinta David yang sontak membuat Irene terkejut.“A-apa?” Bibir dan mata Irene melebar.David tersenyum. “Aku ingin mengh
Vintari menunggu Zeus pulang dari praktek. Sudah pukul empat sore, tapi suaminya itu juga belum muncul. Sekitar tiga puluh menit lalu, Vintari mendapatkan telepon dari Zeus yang mengatakan sudah di jalan pulang, tapi sampai sekarang Zeus belum kunjung pulang.“Apa di jalan sedang macet, ya?” gumam Vintari bingung.Ceklek! Pintu kamar terbuka. Vintari melihat Zeus muncul. Perempuan itu melukiskan senyuman. Dia mendekat, dan langsung memberikan pelukan pada suaminya itu. Sayangnya pelukan hanya sebentar saja, membuat Vintari kecewa.“Zeus, kenapa kau menolak pelukanku?” Bibir Vintari tertekuk dalam.Zeus membelai pipi Vintari lembut. “Maaf, tapi aku harus mandi dulu. Banyak kuman di luar rumah. Aku tidak ingin kau dan anak kita sakit karenaku.”Vintari tersenyum mengerti dan mengangguk. “Baiklah. Aku akan menunggumu.”Zeus melangkah masuk ke kamar mandi, dan Vintari terus menatap sang suami. Perempuan itu bisa melihat dari mata suaminya itu, ada hal yang membebani pikiran sang suami te