Beranda / Romansa / Crash Melody / Crash Melody 4

Share

Crash Melody 4

“Endra udah selesai,” kata Endra ketika dia sudah usai dengan aktifitasnya. Dia lalu berdiri mendekati Fajar dan mendorong laki-laki itu dari belakang untuk keluar dari ruangan, seperti sedang main kereta-keretaan. “Sekarang mendingan Papa pulang terus tidur.”

Melihat bosnya dan Fajar keluar ruangan, Kara pun ikut keluar ruangan.

“Iya ... iya,” kata Fajar, “Papa tau kok kalau kalian mau pacaran.”

Endra berdecak. “Jangan mulai deh,” kata Endra, “atau Papa mau ikut makan bareng kita. Entar pulangnya bareng Endra juga.”

Fajar menggeleng. “Enggak ah, Papa bawa mobil sendiri kok tadi ke sini,” katanya, “Papa udah makan juga. Yaudah, papa balik deh.”

Endra mengangguk. Usai Fajar menghilang dari pandanganya, Dia lalu berpaling pada Kara.

“Makanan yang lo pesen mana?” tanya Endra.

“Di rest area, Pak,” kata Kara.

Keduanya lalu berjalan menuju rest area yang ada di balkon. Di atas salah satu meja ada sebuah tas dan di dekat tas itu ada dua kotak makanan. Mereka berjalan menuju meja itu.

“Ra, lo nggak capek apa nemenin gue kerja sampe malem gini terus?” tanya Endra. Pandangannya lurus ke depan. Menatap gedung-gedung pencakar lagit dan lampu-lampu perumahan yang tampak indah dari atas balkon.

Kara yang sedang akan menyuapkan spaghetti ke mulutnya tertawa kecil. “Ya enggak lah, Pak,” katanya, “ini kan udah jadi kewajiban saya sebagai sekertaris buat nemenin Bapak.”

“Tapi kan gue nggak minta lo lembur loh kalo misalnya lo keberatan,” kata Endra.

Kara mengangguk. Apa yang Endra katakan memang benar. Laki-laki itu sering memintanya untuk tidak usah ikut lembur. Karena Endra memang terlalu sering bekerja sampai malam begini. Kara tahu maksud bosnya itu baik. Meski begitu, dia selalu saja ikut lembur. Selain sebagai wujud keloyalannya pada Endra, ada faktor lain yang membuatnya betah menghabiskan waktu bersama Endra. Ya, sudah sejak lama dia mengagumi bosnya itu.

Bisa dibilang, momen-momen di saat mereka makan berdua di  balkon sambil menikmati pemandangan malam Jakarta seperti sekarang ini malah menjadi momen terfavorit Kara. Sambil makan, dalam diam dia bisa memandang dan menikmati keindahan Endra dengan puas. Hidung mancung Endra, matanya tajamnya yang memiliki iris hitam pekat dan  rambutnya yang berwarna kecokelatan selalu membuat Kara mabuk kalau dipandang lama-lama.

“Kar,” kata Endra, membuyarkan isi kepala Kara, “lo denger gue kan?”

“Eh, iya, Pak,” sahut Kara, “nggak apa-apa kok Kara lembur. Kecuali kalo Kara lembur nggak digaji baru Kara ogah.”

Endra terkekeh. “Gue nggak sesadis itu lah,” katanya.

Saat mereka baru menghabiskan separuh makanan mereka, Zevan, kakak Endra datang. Laki-laki itu langsung saja duduk di salah satu kursi dan bergabung dengan Endra dan Kara.

“Eh, ada yang lagi pacaran,” kata Zevan, “sori ya gue ganggu.”

Endra berdecak. Raut wajahnya yang tadinya santai jaditegang. Dia tampak tidak nyaman dengan kehadiran Zevan.

“Ngapain lo?” tanya Endra.

“Gue nyariin, Papa,” kata Zevan, “tadi pas gue telfon Mama katanya Papa di sini. Jadi, yaudah habis dari studio rekaman sekalian gue mampir.”

“Papa udah pulang,” sahut Endra ketus, “Mendingan sekarang lo cepetan pergi deh!”

Zevan tertawa keras. “Gue diusir nih,” katanya. Dia lalu melirik Kara sekilas. “Oh, gue tahu kok, habis ini lo mau enak-enak sama sekertaris lo ya makanya lo nyuruh gue buru-buru pergi.”

Kara membelalakkan mata. Dia tidak menyangka Zevan berkata seperti itu. Sementara itu, ekspresi Endra datar dan dingin. Dia seolah sudah tidak kaget dengan kelakuan kakaknya. Dengan cekatan dia berdiri lalu berjalan mendekati Zevan.

 Endra melayangkan kepalan tangannya ke wajah Zevan dengan tak terkendali. Tatapan matanya dipenuhi kebencian. Menanggapi perlakuan adiknya itu, Zevan tak tampak marah. Dia hanya tersenyum. bahkan terlihat lega. Seolah dia tak keberatan sama sekali kalau adiknya itu membencinya lebih banyak lagi.

“Mulut lo kayak orang nggak pernah disekolahin,” kata Endra. Dia muak dengan kakaknya itu.

Sejak lulus kuliah dan mulai aktif menjadi vokalis band yang namanya sangat diperhitungkan di dunia musik tanah air, kakaknya itu sikapnya berubah menyebalkan. Hampir setiap bertemu dengan Endra, Zevan selalu menunjukkan sikap menyebalkan yang memantik amarah Endra. Awalnya, Endra pikir sikap Zevan yang seperti itu hanya karena kakaknya sedang mengalami star syndrome. Endra pikir seiring star syndrome itu reda, kakaknya akan kembali menjadi Zevan yang dulu. Zevan yang selalu bersedia menjadi temannya. Zevan yang selalu dekat dan kompak dengannya. Tapi ternyata pemikiran Endra salah. Zevan tak berubah sampai sekarang.

Zevan tertawa. “Gue sekolah sih,” katanya, “tapi gue memang nggak secerdas dan sebaik lo. Atittude gue minus. Tapi, makasih karena selama ini lo nggak pernah koar-koar ke media tentang segala keburukan gue.”

Setelah berkata seperti itu, Zevan lalu pergi meninggalkan balkon.

***

Seminggu setelah pertemuan Dania dan Rita di apartemen Rita, pagi sekitar jam tujuh Rita mendatangi Dania ke rumahnya. Dania yang tanpa persiapan tentu saja kaget saat tiba-tiba Rita mengetuk-ngetuk pintu kamarnya dengan barbar.

“Dania, bangun!” kata Rita. Suaranya nyaring sekali.

Dania refleks meloncat dari atas ranjang. Usai memakai sandal bulu-bulu warna tosca favoritnya, gadis itu lalu bergegas berjalan mendekati pintu.

“Lo apaan sih berisik banget pagi-pagi gini, Ta,” kata Dania saat pintu kamarnya telah terbuka.

Rita nyelonong masuk tanpa dipersilakan. Dia lalu duduk di ranjang. “Buruan lo mandi sekarang karena gue mau ngajak lo ke tempat gue pemotretan,” kata Rita.

Dania membelalakkan mata. “Dih ngapain?” tanyanya, “kan yang mau foto elo kenapa ngajak-ngajak gue segala. Lo nggak tahu gue masih mager apa ingin rebahan?”

“Mba Sisil bilang kalau lowongan kerjaan buat jadi asisten Evolution masih ada,” kata Rita, “kalo lo mau kerja, ya ayok ikut gue. Gue mau ada pemotretan buat iklan hari ini sama Zevan. Kecuali kalo lo mau jobless terus sih yaudah. Nggak usah ikut nggak apa-apa.”

“Serius lo?” tanya Dania.

“Ya serius lah,” kata Rita, “udah buruan sana lo mandi. Gue tungguin di ruang tamu.”

“Oke,” sahut Dania.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status