Crash Melody 6
Dania menaikkan kedua kakinya di atas sofa. Di samping kanannya ada sebuah toples berisi cemilan kacang atom. Gadis itu menikmati menonton film sambil mengemil. Film yang ditontonnya adalah The Chronicles Of Narnia. Meski sudah pernah menonton seri film itu dari awal sampai akhir berkali-kali, Dania tak pernah bosan. Dia suka film yang bertema petualangan.Fokus dania terganggu saat Fathan masuk ruang keluarga. Laki-laki itu menghempaskan tubuhnya di samping Dania. Lalu tanpa izin dia mencomot cemilan dari toples.“Lo tuh udah nyelonong, ngambil makanan orang tanpa izin lagi,” kata Dania.“Nyelonong gimana,” protes Fathan, “orang gue sudah izin sama Paklek sama Bulek kok tadi di depan.”Dania geleng-geleng kepala. Dia lalu fokus menatap layar TV lagi.“Eh iya, gue keinget sesuatu,” kata Dania, “empat hari yang lalu kan gue ke apartemen Rita tuh. Nah dia kayaknya habis nangis deh. Lo apain anak orang sampai nangis gitu?”“Masak sih?” sahut Fathan. Dia terus memakan kacang atom, “lo ngarang kali.”“Demi Tuhan, Than,” kata Dania, “ngapain gue boong. Mata gue belum rabuh. Gue bisa ngelihat jelas pipi dia tuh gosong. Lo pasti abis mukulin dia kan?”“Enggak, Dan,” sanggah Fathan, “kita nggak ada berantem atau ribut sama sekali. Malah malemnya itu kita abis ML dan Rita kelihatan menikmati banget setiap sentuhan gue. Dia sampe berkali-kali muji kemampuan gue muasin dia di atas ranjang.”Dania mengernyit, membuat keningnya menampakkan kerutan. Sejujurnya kepercayaan Dania pada kalimat kedua Fathan besarnya delapan puluh persen. Dia tahu Rita pasti akan kehilangan kendali kalau sudah menghabiskan waktu dengan Fathan di atas ranjang. Tak peduli sebanyak apa pun luka lebam yang Fathan cetak di kulitnya, Rita akan tetap memberikan tubuhnya pada Fathan.Sejujurnya juga kadang hal seperti itu yang membuat Dania malas ikut campur hubungan Rita dan Fathan. Rita mungkin benci dengan tabiat Fathan yang suka main tangan, tapi dia selalu menuruti setiap kali Fathan memintanya untuk menjadi obyek pemuas hasrat. Ataukah mungkin gadis itu sendiri juga menikmati? Sementara itu Fathan sendiri juga tidak tahu diuntung. Sudah meniduri anak orang gratisan, tapi masih dijadikan samsak juga.Bisa dibilang keduanya sama-sama gila. Kalau bukan karena Rita adalah sahabatnya sejak kecil, Dania pasti tidak akan mau peduli setiap kali gadis itu mengeluh dan curhat. Karena semuanya akan sia-sia. Siklusnya akan sama terus. Rita merasa dizalimi oleh Fathan, suatu hari dia curhat pada Dania, kemudian malam harinya dia bercinta lagi dengan Fathan. Begitu terus berulang-ulang.“Kenapa lo?” kata Fathan. Dia lalu terbahak, “nggak usah dibayangin daripada lo pengen.” Fathan lalu terbahak.“Sinting lo, Than,” kata Dania, “lo pernah nggak sih merasa bersalah setiap kali habis mukulin Rita gitu?”Fathan tertawa. “Menurut lo,” sahut Fathan setelah tawanya reda.“Gue serius anjir,” sahut Dania, “dasar anak kunyuk. Diajak ngomong nggak pernah bener.” Dania lalu mengambil bantal dan memukulkannya ke Fathan beberapa kali.Fathan merebut bantalnya. “Merasa bersalah sih enggak,” katanya, “Rita juga selau balik ke gue setiap kali kita habis ribut. Kalo rasa kasihan kadang iya. Tapi toh Ritanya juga bodo. Nggak ada gunanya kan ngasihanin orang bodo?”Dania geleng-geleng kepala. “Sakit lo,” katanya.***Zevan meletakkan gitar akustik milik Raden begitu saja di lantai. Dia lalu bangkit Dan berjalan mendekati Sisil yang duduk di sofa panjang, meninggalkan temannya yang lain yang masih sibuk mengutak-atik alat musik.“Lo kalo naro gitar yang bener dong, Van,” kata Raden. Laki-laki itu baru datang dari toilet. Dia seketika syok saat melihat gitar kesayangannya terlantar di lantai, “ini gitar udah gue anggep kayak pacar sendiri tau!”Zevan terkekeh. Dia lupa kalau gitaris Evolution bucin parah dengan gitar akustiknya. “Sori ... sori,” kata Zevan. Dia lalu beralih pada Sisil, “Sil, cewek yang ngobrol sama lo pas gue pemotretan sama Rita siapa sih?”Sisil menurunkan ponselnya lalu meletakkan benda pipih itu di atas sofa. “Namanya Dania. Dia calon asisten Evolution. Konser minggu depan dia baru gue suruh buat kerja.”“Dia punya pengalaman jadi asisten artis nggak sebelumnya?” tanya Zevan.Sisil menggeleng. “Nggak sih,” sahut Sisil, “kata Rita, dia dulunya teller bank. Tapi gue bakal training dia kok. Lo nggak usah khawatir.”“Beneran loh ya,” kata Zevan, “jangan sampe karena kerjaan dia yang nggak beres, aktivitas Evolution yang harusnya lancar jadi keganggu.”“Siap,” kata Sisil, “Eh, ngomong-ngomong gimana hubungan lo sama Endra? Masih suka berantem apa udah normal?”Zevan berdecak. “Lo kenapa jadi bahas anak mama satu itu sih,” sahut Zevan. Raut wajahnya berubah suram.“Gue kan cuma ingin liat lo sama sodara lo rukun, Van,” sahut Sisil, “lagian lo nggak capek apa ribut terus sama dia?”Zevan tahu maksud Sisil baik. Tapi wanita itu tidak tahu apa motifnya menjaga jarak dengan Endra. Wanita itu tidak tahu bahwa permusuhannya dengan adik kandungnya itu justru membuatnya merasa aman.“Udahlah nggak usah dibahas,” kata Zevan, “mending kita bahas lagu-lagu yang mau dimasukin ke album baru Evolution aja.”“Lagunya udah fix dua belas kan kemaren, “kata Sisil, “kita udah sepakat masukin enam lagu ciptaan Raden sama Enam lagu ciptaan lo. Tapi ada satu lagu ciptaam Raden yang genrenya itu agak melenceng jauh sama genrenya sebelas lagu yang lain. Nah ini mau dimasukin aja atau nggak?”“Oh, yang genrenya dominan rock itu ya?” kata Zevan.Sisil menganguk. “Kalo semua personel sepakat ada satu lagu yang genrenya beda sendiri di satu album ya nggak masalah sih tapi. Gue yakin kayaknya sih fans juga gak bakalan mempermasalahkan itu. Soalnya lagunya enak. Atau kalian mau di keep aja dulu lagunya buat dimasukin album yang khusus genre rock. Next album kan rencananya Evolution mau coba geser ke genre rock nih.”Evolution adalah band yang terkenal suka bereksplorasi dengan genre. Tapi sejauh ini mereka tidak pernah memasukkan satu lagu dengan genre yang berbeda dengan lagu lainnya dalam satu album. Tak ingin pusing sendiri, Zevan lantas memanggil tiga temannya yang lain.“Guys, kalian semua sini dulu deh!” kata Zevan, setengah berteriak. Dia melambaikan tangan pada ketiga temannya.Raden, yang paling dekat dengan Zevan yang lebih dulu menghentikan aktifitasnya. Dia lalu mengajak Okan dan Jojo untuk mendekat pada Zevan.“Ada apaan?” kata Raden setelah duduk di sofa.“Lo nggak ada lagu lain yang genrenya pop?” tanya Zevan, “ini lagu lo yang judulnya Tokoh Utama lebih dominan rock banget. Beda sama sebelas lagu lain yang genrenya pop dan cenderung agak soft.”“Nggak ada sih,” sahut Raden, “memang kalo dimasukin aja kenapa?”“Ya nggak apa-apa sih,” sahut Sisil, “cuman barangkali kalo lo atau mungkin yang lain ada lagu yang genrenya pop bisa dimasukin ke album ini. Nah Tokoh Utama yang genrenya dominan rock entar dimasukin ke next album saja. Kan Evolution mau ngeluarin next album genrenya rock tuh.”“Gue ada sih satu lagu,” sahut Jojo. Si pemegang keyboard di Evolution itu tampak sedikit ragu, “tapi gue nggak pede. Soalnya ini pertama kalinya gue bikin lagu dan itu pun karena iseng.”“Nggak apa-apa sih,” sahut Sisil, “coba ntar lo kasih materi lagunya ke gue biar gue cek.”“Oke,” sahut Jojo.“Sementara deal pake lagunya Jojo, ya,” kata Sisil, “latihan malem ini gue anggep cukup dulu. Kalian bisa balik.”Saat ini Endra sedang berada di salah satu cabang hotel Bhima yang ada di kota Semarang. Hotel cabang di kota ini mengalami penurunan penjualan yang sangat signifikan. Maka dari itu, Endra datang untuk melakukan sidak. Seharian melakukan sidak bersama pimpinan cabang membuat dia kelelahan luar biasa. Padahal sebelumnya dia pikir bisa sedikit bersantai menikmati suasana kota Semarang. Tapi ternyata pemikiran Endra salah. Semarang tak jauh beda dari Jakarta. Sama-sama panas. Yang membedakan hanya tingkat polusinya saja. Ya, udara di semarang lebih ramah dibanding udara Jakarta. Karena tubuhnya sudah terasa pegal semua, Endra pun berjalan cepat mendekati ranjang setelah menutup pintu kamar hotel. Dia lalu melemparkan separuh tubuhnya ke atas ranjang. Kakinya dia biarkan menggantung. Bersamaan dengan rasa nyaman yang tubuhnya rasakan, Endra perlahan memejamkan mata.Namun baru beberapa menit memejamkan mata, Endra membuka matanya lagi karena mendengar surara ketukan pintu. Dia lalu turu
Rita berjalan mendekati Fathan yang duduk di sofa. Tangan kanannya membawa sebuah gelas berisi air putih. Setelah meletakkan gelas di meja, gadis itu lalu duduk di samping Fathan.“Kamu tumben pulangnya sore,” kata Rita. Dia lalu menyalakan televisi yang menempel pada tembok di depannya.Fathan meminum air yang diberikan Rita. Dia meneguk beberapa tegukan. “Kerjaan lagi nggak numpuk, jadi nggak lembur. Makanya aku bisa pulang sore,” jawab Fathan setelah meletakkan gelasnya ke meja lagi.“Besok aku ada fashion show di Bandung,” kata Rita, “mungkin kita bakalan nggak ketemu selama beberapa hari. Kamu nggak keberatan kan?”Fathan mengerutkan kening. “Jauh banget di Bandung,” katanya, “berapa hari?”“Paling tiga hari,” sahut Rita, “hari ini kan hari selasa, kalau besok pagi banget aku berangkat, paling nyampe di Jakarta Jumat malem sekitar jam delapan.”Fathan menyandarkan punggungnya ke sofa. Tangan kanannya mengusap rambut Rita. “Tiga hari tanpa nyentuh kamu pasti rasanya bakalan hampa
Kara merapikan semua dokumen yang ada di atas meja Endra. Saat ini jam di dinding ruangan Endra sudah menunjukkan jam sembilan malam. Mereka sudah mau pulang sebenarnya tapi Endra pergi ke toilet dulu. Karena lebih dari lima belas menit tak kembali, setelah memastikan ruangan Endra rapi, Kara pun menunggu bosnya itu sambil duduk dan melihat-lihat sosmednya.Fokus Kara teralihkan saat melihat ponsel Endra ada di atas sebuah map. Dia penasaran dengan isi ponsel Endra. Dia ingin mengecek apakah di galeri laki-laki iyu ada foto seorang gadis atau tidak. Dia masih tidak percaya kalau Endra tidak punya pacar. Saat melihat ponsel itu ketika beres-beres tadi, Kara belum memiliki keinginan untuk melihat isinya karena dia pikir Endra akan cepat kembali.Setelah melihat ke luar melalui cendela kaca dan memastikan Endra belum terlihat, Kara pun mengambil ponsel Endra. Dia tersenyum lega karena ponsel laki-laki itu ternyata tidak dikunci layarnya. Walpaper yang digunakan Endra adalah foto Hana dan
Zevan menulis beberapa baris lirik lagu di atas sebuah note book. Di pangkuannya ada sebuah gitar yang dia pegang dengan tangan kiri. Besok, Evolution akan tampil di festival musik yang digelar di Stadion Siliwangi. Besok pagi-pagi sekali, dia harus bersiap karena sekitar jam delapan pesawat yang dipesan untuknya harus sudah take off dari Soekarno Hatta. Tapi bukannya beristirahat, Zevan malah menulis lagu.Suara ketukan di pintu membuat Ezra menghentikan tangannya yang bergerak lincah di atas kertas. Usai meletakkan gitar, dia lalu mendekati pintu. Usai membuka pintu, raut wajahnya seketika berubah karena melihat Hana.“Mama ada perlu apa?” kata Zevan.“Kamu belum tidur?” tanya Hana, “boleh Mama masuk?”Zevan tak menyahut. Dia lalu berbalik dan duduk di tempatnya semula dan mulai mencorat-coret kertas lagi.“Mama minta maaf kalau selama ini Mama belum bisa menjadi ibu yang baik untuk kamu, Zevan,” kata Hana.Zevan tak menyahut. Permintaan maaf Hana bagi Zevan sudah terlambat. Saat Ze
Di belakang panggung dipasang semacam tenda untuk beberapa artis. Evolution diberi dua tenda. Satu tenda untuk personel Evolution, sementara lainnya untuk manager dan crew, termasuk Dania. “Sekarang ada siapa yang lagi latihan, Van,” tanya Raden pada Zevan yang baru datang dari luar tenda. Di tanganya ada sebuah kemasan snack.“Ada penyanyi cewek lokal,” sahut Zevan. Dia lalu duduk di kursi panjang yang ada di tengah tenda bersama tiga personel yang lain, “nggak tahu gue namanya siapa.”Jojo yang duduk di sebelah kanan Zevan, mengambil ikut mengambil snack dari tangan Zevan. “Betewe, asisten baru kita caantik juga ya, Van,” katanya.Zevan berdecak. “Kebiasaan lo,” katanya, “lo mah ada kambing dikasih gincu juga bakal lo bilang cantik.”Okan dan Raden kompak tertawa mendengar ucapan Zevan. “Eh, tapi kali ini dia nggak ngasal tahu, Van,” kata Raden setelah tawanya reda, “si siapa ...,”“Dania,” sahut Okan.“Iya Dania emang cantik,” lanjut Raden.“Ya lo pacarin aja sih sana kalo menurut
Acara festival musik berakhir sekitar pukul sebelas malam. Semua personel Evolution kembali ke hotel segera setelah mereka berkemas-kemas. Setibanya di hotel, Dania segera menuju ke kamar mandi. Badannya terasa pegal sekali dan kulitnya juga lengket semua. Dia memutuskan untuk mandi air hangat.Ketika keluar dari kamar mandi, Dania tidak melihat Sisil. Karena penasaran ke mana perginya Sisil, usai ganti pakaian Dania lalu mencari wanita itu. Dia berjalan keluar kamar dan menyusuri koridor. Lelah berjalan, Dania pun lalu memutuskan untuk menelepon Sisil.“Sil , lo ada di mana?” tanya Dania setelah suara nada sambung dari seberang terhenti.“Gue ada di kolam renang,” sahut Sisil.“Malem-malem gini berenang?’ tanya Dania.Terdengar suara tawa Sisil. “Nggak lah,” katanya setelah tawanya reda, “gue nongkrong aja.”“Boleh gue gabung?” tanya Dania, “kolam renangnya di bagian mana sih?”“Boleh,” sahut Sisil, “di lantai dua puluh. Entar lo habis keluar dari lift jalan ke kanan aja.”Dania berg
Setibanya di Jakarta, Dania tak langsung pulang. Dia bergegas menuju apartemen Rita. Dia sangat khawatir karena sejak malam itu, dia tak mendapatkan kabar apa pun dari sahabatnya itu. Rita tidak menelfon balik. Dan sekarang, ketika Dania tengah berada di dalam mobilnya untuk menuju ke apartemen gadis itu pun, Rita masih tidak bisa dihubungi. Dania bersyukur karena selama perjalanan menuju ke apartemen Rita dia tidak terjebak macet. Setelah memarkirkan mobil, Dania buru-buru berjalan memasuki gedung apartemen. Dengan cepat dia berjalan menuju lift. Setelah keluar dari lift, dia setengah berlari menyusuri koridor. Di depan pintu apartemen Rita, dia menghentikan langkah. Meski harapannya tipis, Dania tetap mengeluarkan ponselnya. Dia mencoba menghubungi Rita. Percobaan pertama dan kedua Dania gagal. Dia menghembuskan napas lega saat akhirnya Rita meresponnya di panggilan ketiga. “Gue ada di depan,” kata Dania, “buruan bukain pintunya.” Kurang dari lima menit menunggu, pintu apartemen
Zevan duduk di jendela kamarnya. Kakinya tergantung menyentuh lantai balkon. Dari lantai tiga rumahnya, dia bisa melihat pemandangan malam jalanan di depan rumahnya yang masih padat meski sudah jam sebelas lewat. Terjaga di malam hari seperti ini bukan hal yang baru bagi Zevan. Dia sering merasa susah tidur setiap kali selesai mengisi acara festival musik atau konser. Dia merasa hampa dan kesepian setiap kali haru berpisah dengan Evolutioner dari atas panggung. Orang-orang mungkin berpikir kalau hidup Zevan seru dan selalu menyenangkan. Tapi tidak juga. Dia sama seperti manusia-manusia lain yang bisa merasa sedih setelah merasa gembira. Dia juga bisa merasa kosong setelah merasa penuh. Lantaran mulai merasa jenuh, Zevan lalu turun dari jendela. Dia mnutup jendela lalu berjalan mendekati meja yang ada di samping ranjangnya. Dia berniat menulis lagu. Tapi setelah mengambil gitar dan duduk beberapa menit, dia tak bisa menulis satu kata pun. Dia tak punya inspirasi. Akhirnya Zevan mem