Crash Melody 6
Dania menaikkan kedua kakinya di atas sofa. Di samping kanannya ada sebuah toples berisi cemilan kacang atom. Gadis itu menikmati menonton film sambil mengemil. Film yang ditontonnya adalah The Chronicles Of Narnia. Meski sudah pernah menonton seri film itu dari awal sampai akhir berkali-kali, Dania tak pernah bosan. Dia suka film yang bertema petualangan.Fokus dania terganggu saat Fathan masuk ruang keluarga. Laki-laki itu menghempaskan tubuhnya di samping Dania. Lalu tanpa izin dia mencomot cemilan dari toples.“Lo tuh udah nyelonong, ngambil makanan orang tanpa izin lagi,” kata Dania.“Nyelonong gimana,” protes Fathan, “orang gue sudah izin sama Paklek sama Bulek kok tadi di depan.”Dania geleng-geleng kepala. Dia lalu fokus menatap layar TV lagi.“Eh iya, gue keinget sesuatu,” kata Dania, “empat hari yang lalu kan gue ke apartemen Rita tuh. Nah dia kayaknya habis nangis deh. Lo apain anak orang sampai nangis gitu?”“Masak sih?” sahut Fathan. Dia terus memakan kacang atom, “lo ngarang kali.”“Demi Tuhan, Than,” kata Dania, “ngapain gue boong. Mata gue belum rabuh. Gue bisa ngelihat jelas pipi dia tuh gosong. Lo pasti abis mukulin dia kan?”“Enggak, Dan,” sanggah Fathan, “kita nggak ada berantem atau ribut sama sekali. Malah malemnya itu kita abis ML dan Rita kelihatan menikmati banget setiap sentuhan gue. Dia sampe berkali-kali muji kemampuan gue muasin dia di atas ranjang.”Dania mengernyit, membuat keningnya menampakkan kerutan. Sejujurnya kepercayaan Dania pada kalimat kedua Fathan besarnya delapan puluh persen. Dia tahu Rita pasti akan kehilangan kendali kalau sudah menghabiskan waktu dengan Fathan di atas ranjang. Tak peduli sebanyak apa pun luka lebam yang Fathan cetak di kulitnya, Rita akan tetap memberikan tubuhnya pada Fathan.Sejujurnya juga kadang hal seperti itu yang membuat Dania malas ikut campur hubungan Rita dan Fathan. Rita mungkin benci dengan tabiat Fathan yang suka main tangan, tapi dia selalu menuruti setiap kali Fathan memintanya untuk menjadi obyek pemuas hasrat. Ataukah mungkin gadis itu sendiri juga menikmati? Sementara itu Fathan sendiri juga tidak tahu diuntung. Sudah meniduri anak orang gratisan, tapi masih dijadikan samsak juga.Bisa dibilang keduanya sama-sama gila. Kalau bukan karena Rita adalah sahabatnya sejak kecil, Dania pasti tidak akan mau peduli setiap kali gadis itu mengeluh dan curhat. Karena semuanya akan sia-sia. Siklusnya akan sama terus. Rita merasa dizalimi oleh Fathan, suatu hari dia curhat pada Dania, kemudian malam harinya dia bercinta lagi dengan Fathan. Begitu terus berulang-ulang.“Kenapa lo?” kata Fathan. Dia lalu terbahak, “nggak usah dibayangin daripada lo pengen.” Fathan lalu terbahak.“Sinting lo, Than,” kata Dania, “lo pernah nggak sih merasa bersalah setiap kali habis mukulin Rita gitu?”Fathan tertawa. “Menurut lo,” sahut Fathan setelah tawanya reda.“Gue serius anjir,” sahut Dania, “dasar anak kunyuk. Diajak ngomong nggak pernah bener.” Dania lalu mengambil bantal dan memukulkannya ke Fathan beberapa kali.Fathan merebut bantalnya. “Merasa bersalah sih enggak,” katanya, “Rita juga selau balik ke gue setiap kali kita habis ribut. Kalo rasa kasihan kadang iya. Tapi toh Ritanya juga bodo. Nggak ada gunanya kan ngasihanin orang bodo?”Dania geleng-geleng kepala. “Sakit lo,” katanya.***Zevan meletakkan gitar akustik milik Raden begitu saja di lantai. Dia lalu bangkit Dan berjalan mendekati Sisil yang duduk di sofa panjang, meninggalkan temannya yang lain yang masih sibuk mengutak-atik alat musik.“Lo kalo naro gitar yang bener dong, Van,” kata Raden. Laki-laki itu baru datang dari toilet. Dia seketika syok saat melihat gitar kesayangannya terlantar di lantai, “ini gitar udah gue anggep kayak pacar sendiri tau!”Zevan terkekeh. Dia lupa kalau gitaris Evolution bucin parah dengan gitar akustiknya. “Sori ... sori,” kata Zevan. Dia lalu beralih pada Sisil, “Sil, cewek yang ngobrol sama lo pas gue pemotretan sama Rita siapa sih?”Sisil menurunkan ponselnya lalu meletakkan benda pipih itu di atas sofa. “Namanya Dania. Dia calon asisten Evolution. Konser minggu depan dia baru gue suruh buat kerja.”“Dia punya pengalaman jadi asisten artis nggak sebelumnya?” tanya Zevan.Sisil menggeleng. “Nggak sih,” sahut Sisil, “kata Rita, dia dulunya teller bank. Tapi gue bakal training dia kok. Lo nggak usah khawatir.”“Beneran loh ya,” kata Zevan, “jangan sampe karena kerjaan dia yang nggak beres, aktivitas Evolution yang harusnya lancar jadi keganggu.”“Siap,” kata Sisil, “Eh, ngomong-ngomong gimana hubungan lo sama Endra? Masih suka berantem apa udah normal?”Zevan berdecak. “Lo kenapa jadi bahas anak mama satu itu sih,” sahut Zevan. Raut wajahnya berubah suram.“Gue kan cuma ingin liat lo sama sodara lo rukun, Van,” sahut Sisil, “lagian lo nggak capek apa ribut terus sama dia?”Zevan tahu maksud Sisil baik. Tapi wanita itu tidak tahu apa motifnya menjaga jarak dengan Endra. Wanita itu tidak tahu bahwa permusuhannya dengan adik kandungnya itu justru membuatnya merasa aman.“Udahlah nggak usah dibahas,” kata Zevan, “mending kita bahas lagu-lagu yang mau dimasukin ke album baru Evolution aja.”“Lagunya udah fix dua belas kan kemaren, “kata Sisil, “kita udah sepakat masukin enam lagu ciptaan Raden sama Enam lagu ciptaan lo. Tapi ada satu lagu ciptaam Raden yang genrenya itu agak melenceng jauh sama genrenya sebelas lagu yang lain. Nah ini mau dimasukin aja atau nggak?”“Oh, yang genrenya dominan rock itu ya?” kata Zevan.Sisil menganguk. “Kalo semua personel sepakat ada satu lagu yang genrenya beda sendiri di satu album ya nggak masalah sih tapi. Gue yakin kayaknya sih fans juga gak bakalan mempermasalahkan itu. Soalnya lagunya enak. Atau kalian mau di keep aja dulu lagunya buat dimasukin album yang khusus genre rock. Next album kan rencananya Evolution mau coba geser ke genre rock nih.”Evolution adalah band yang terkenal suka bereksplorasi dengan genre. Tapi sejauh ini mereka tidak pernah memasukkan satu lagu dengan genre yang berbeda dengan lagu lainnya dalam satu album. Tak ingin pusing sendiri, Zevan lantas memanggil tiga temannya yang lain.“Guys, kalian semua sini dulu deh!” kata Zevan, setengah berteriak. Dia melambaikan tangan pada ketiga temannya.Raden, yang paling dekat dengan Zevan yang lebih dulu menghentikan aktifitasnya. Dia lalu mengajak Okan dan Jojo untuk mendekat pada Zevan.“Ada apaan?” kata Raden setelah duduk di sofa.“Lo nggak ada lagu lain yang genrenya pop?” tanya Zevan, “ini lagu lo yang judulnya Tokoh Utama lebih dominan rock banget. Beda sama sebelas lagu lain yang genrenya pop dan cenderung agak soft.”“Nggak ada sih,” sahut Raden, “memang kalo dimasukin aja kenapa?”“Ya nggak apa-apa sih,” sahut Sisil, “cuman barangkali kalo lo atau mungkin yang lain ada lagu yang genrenya pop bisa dimasukin ke album ini. Nah Tokoh Utama yang genrenya dominan rock entar dimasukin ke next album saja. Kan Evolution mau ngeluarin next album genrenya rock tuh.”“Gue ada sih satu lagu,” sahut Jojo. Si pemegang keyboard di Evolution itu tampak sedikit ragu, “tapi gue nggak pede. Soalnya ini pertama kalinya gue bikin lagu dan itu pun karena iseng.”“Nggak apa-apa sih,” sahut Sisil, “coba ntar lo kasih materi lagunya ke gue biar gue cek.”“Oke,” sahut Jojo.“Sementara deal pake lagunya Jojo, ya,” kata Sisil, “latihan malem ini gue anggep cukup dulu. Kalian bisa balik.”Saat ini Endra sedang berada di salah satu cabang hotel Bhima yang ada di kota Semarang. Hotel cabang di kota ini mengalami penurunan penjualan yang sangat signifikan. Maka dari itu, Endra datang untuk melakukan sidak. Seharian melakukan sidak bersama pimpinan cabang membuat dia kelelahan luar biasa. Padahal sebelumnya dia pikir bisa sedikit bersantai menikmati suasana kota Semarang. Tapi ternyata pemikiran Endra salah. Semarang tak jauh beda dari Jakarta. Sama-sama panas. Yang membedakan hanya tingkat polusinya saja. Ya, udara di semarang lebih ramah dibanding udara Jakarta. Karena tubuhnya sudah terasa pegal semua, Endra pun berjalan cepat mendekati ranjang setelah menutup pintu kamar hotel. Dia lalu melemparkan separuh tubuhnya ke atas ranjang. Kakinya dia biarkan menggantung. Bersamaan dengan rasa nyaman yang tubuhnya rasakan, Endra perlahan memejamkan mata.Namun baru beberapa menit memejamkan mata, Endra membuka matanya lagi karena mendengar surara ketukan pintu. Dia lalu turu
Rita berjalan mendekati Fathan yang duduk di sofa. Tangan kanannya membawa sebuah gelas berisi air putih. Setelah meletakkan gelas di meja, gadis itu lalu duduk di samping Fathan.“Kamu tumben pulangnya sore,” kata Rita. Dia lalu menyalakan televisi yang menempel pada tembok di depannya.Fathan meminum air yang diberikan Rita. Dia meneguk beberapa tegukan. “Kerjaan lagi nggak numpuk, jadi nggak lembur. Makanya aku bisa pulang sore,” jawab Fathan setelah meletakkan gelasnya ke meja lagi.“Besok aku ada fashion show di Bandung,” kata Rita, “mungkin kita bakalan nggak ketemu selama beberapa hari. Kamu nggak keberatan kan?”Fathan mengerutkan kening. “Jauh banget di Bandung,” katanya, “berapa hari?”“Paling tiga hari,” sahut Rita, “hari ini kan hari selasa, kalau besok pagi banget aku berangkat, paling nyampe di Jakarta Jumat malem sekitar jam delapan.”Fathan menyandarkan punggungnya ke sofa. Tangan kanannya mengusap rambut Rita. “Tiga hari tanpa nyentuh kamu pasti rasanya bakalan hampa
Kara merapikan semua dokumen yang ada di atas meja Endra. Saat ini jam di dinding ruangan Endra sudah menunjukkan jam sembilan malam. Mereka sudah mau pulang sebenarnya tapi Endra pergi ke toilet dulu. Karena lebih dari lima belas menit tak kembali, setelah memastikan ruangan Endra rapi, Kara pun menunggu bosnya itu sambil duduk dan melihat-lihat sosmednya.Fokus Kara teralihkan saat melihat ponsel Endra ada di atas sebuah map. Dia penasaran dengan isi ponsel Endra. Dia ingin mengecek apakah di galeri laki-laki iyu ada foto seorang gadis atau tidak. Dia masih tidak percaya kalau Endra tidak punya pacar. Saat melihat ponsel itu ketika beres-beres tadi, Kara belum memiliki keinginan untuk melihat isinya karena dia pikir Endra akan cepat kembali.Setelah melihat ke luar melalui cendela kaca dan memastikan Endra belum terlihat, Kara pun mengambil ponsel Endra. Dia tersenyum lega karena ponsel laki-laki itu ternyata tidak dikunci layarnya. Walpaper yang digunakan Endra adalah foto Hana dan
Zevan menulis beberapa baris lirik lagu di atas sebuah note book. Di pangkuannya ada sebuah gitar yang dia pegang dengan tangan kiri. Besok, Evolution akan tampil di festival musik yang digelar di Stadion Siliwangi. Besok pagi-pagi sekali, dia harus bersiap karena sekitar jam delapan pesawat yang dipesan untuknya harus sudah take off dari Soekarno Hatta. Tapi bukannya beristirahat, Zevan malah menulis lagu.Suara ketukan di pintu membuat Ezra menghentikan tangannya yang bergerak lincah di atas kertas. Usai meletakkan gitar, dia lalu mendekati pintu. Usai membuka pintu, raut wajahnya seketika berubah karena melihat Hana.“Mama ada perlu apa?” kata Zevan.“Kamu belum tidur?” tanya Hana, “boleh Mama masuk?”Zevan tak menyahut. Dia lalu berbalik dan duduk di tempatnya semula dan mulai mencorat-coret kertas lagi.“Mama minta maaf kalau selama ini Mama belum bisa menjadi ibu yang baik untuk kamu, Zevan,” kata Hana.Zevan tak menyahut. Permintaan maaf Hana bagi Zevan sudah terlambat. Saat Ze
Di belakang panggung dipasang semacam tenda untuk beberapa artis. Evolution diberi dua tenda. Satu tenda untuk personel Evolution, sementara lainnya untuk manager dan crew, termasuk Dania. “Sekarang ada siapa yang lagi latihan, Van,” tanya Raden pada Zevan yang baru datang dari luar tenda. Di tanganya ada sebuah kemasan snack.“Ada penyanyi cewek lokal,” sahut Zevan. Dia lalu duduk di kursi panjang yang ada di tengah tenda bersama tiga personel yang lain, “nggak tahu gue namanya siapa.”Jojo yang duduk di sebelah kanan Zevan, mengambil ikut mengambil snack dari tangan Zevan. “Betewe, asisten baru kita caantik juga ya, Van,” katanya.Zevan berdecak. “Kebiasaan lo,” katanya, “lo mah ada kambing dikasih gincu juga bakal lo bilang cantik.”Okan dan Raden kompak tertawa mendengar ucapan Zevan. “Eh, tapi kali ini dia nggak ngasal tahu, Van,” kata Raden setelah tawanya reda, “si siapa ...,”“Dania,” sahut Okan.“Iya Dania emang cantik,” lanjut Raden.“Ya lo pacarin aja sih sana kalo menurut
Acara festival musik berakhir sekitar pukul sebelas malam. Semua personel Evolution kembali ke hotel segera setelah mereka berkemas-kemas. Setibanya di hotel, Dania segera menuju ke kamar mandi. Badannya terasa pegal sekali dan kulitnya juga lengket semua. Dia memutuskan untuk mandi air hangat.Ketika keluar dari kamar mandi, Dania tidak melihat Sisil. Karena penasaran ke mana perginya Sisil, usai ganti pakaian Dania lalu mencari wanita itu. Dia berjalan keluar kamar dan menyusuri koridor. Lelah berjalan, Dania pun lalu memutuskan untuk menelepon Sisil.“Sil , lo ada di mana?” tanya Dania setelah suara nada sambung dari seberang terhenti.“Gue ada di kolam renang,” sahut Sisil.“Malem-malem gini berenang?’ tanya Dania.Terdengar suara tawa Sisil. “Nggak lah,” katanya setelah tawanya reda, “gue nongkrong aja.”“Boleh gue gabung?” tanya Dania, “kolam renangnya di bagian mana sih?”“Boleh,” sahut Sisil, “di lantai dua puluh. Entar lo habis keluar dari lift jalan ke kanan aja.”Dania berg
Setibanya di Jakarta, Dania tak langsung pulang. Dia bergegas menuju apartemen Rita. Dia sangat khawatir karena sejak malam itu, dia tak mendapatkan kabar apa pun dari sahabatnya itu. Rita tidak menelfon balik. Dan sekarang, ketika Dania tengah berada di dalam mobilnya untuk menuju ke apartemen gadis itu pun, Rita masih tidak bisa dihubungi. Dania bersyukur karena selama perjalanan menuju ke apartemen Rita dia tidak terjebak macet. Setelah memarkirkan mobil, Dania buru-buru berjalan memasuki gedung apartemen. Dengan cepat dia berjalan menuju lift. Setelah keluar dari lift, dia setengah berlari menyusuri koridor. Di depan pintu apartemen Rita, dia menghentikan langkah. Meski harapannya tipis, Dania tetap mengeluarkan ponselnya. Dia mencoba menghubungi Rita. Percobaan pertama dan kedua Dania gagal. Dia menghembuskan napas lega saat akhirnya Rita meresponnya di panggilan ketiga. “Gue ada di depan,” kata Dania, “buruan bukain pintunya.” Kurang dari lima menit menunggu, pintu apartemen
Zevan duduk di jendela kamarnya. Kakinya tergantung menyentuh lantai balkon. Dari lantai tiga rumahnya, dia bisa melihat pemandangan malam jalanan di depan rumahnya yang masih padat meski sudah jam sebelas lewat. Terjaga di malam hari seperti ini bukan hal yang baru bagi Zevan. Dia sering merasa susah tidur setiap kali selesai mengisi acara festival musik atau konser. Dia merasa hampa dan kesepian setiap kali haru berpisah dengan Evolutioner dari atas panggung. Orang-orang mungkin berpikir kalau hidup Zevan seru dan selalu menyenangkan. Tapi tidak juga. Dia sama seperti manusia-manusia lain yang bisa merasa sedih setelah merasa gembira. Dia juga bisa merasa kosong setelah merasa penuh. Lantaran mulai merasa jenuh, Zevan lalu turun dari jendela. Dia mnutup jendela lalu berjalan mendekati meja yang ada di samping ranjangnya. Dia berniat menulis lagu. Tapi setelah mengambil gitar dan duduk beberapa menit, dia tak bisa menulis satu kata pun. Dia tak punya inspirasi. Akhirnya Zevan mem
Yang masuk ke dalam ruangan setelah Hana dan Fajar keluar adalah Endra. Laki-laki itu awalya canguung saat melangkah ke dalam ruangan. Namun akhirnya dia bersuara juga setelah kakinya terhenti di dekat ranjang.“Kenapa lo nggak pernah cerita kalo lo sakit jantung?” tanya Endra.“Sebelumnya gue juga nggak tahu kok kalo gue sakit jantung. Gue baru ta ...”“Bohong,” sahut Endra, “gue pernah nemuin botol kecil tempat obat di kamar lo pas mau ngambil jam tangan Papa yang lo pinjem.”Zevan menghembuskan napas panjang. “Gue nggak mau terlihat lemah di hadapan orang-orang terdekat gue dan keluarga gue.”Endra tak menyahut. Dia memahami perasaan Zevan. Sebagai seorang anak laki-laki, dia juga gengsi akan bercerita tentang penyakit atau kelemahannya kepada keluarga.“Terus selama ini kenapa lo musuhin gue?” tanya Endra, “seharusnya kita nggak kayak gini nggak sih?”“Gue benci sama lo karena nyokap lebih sayang sama lo,” kata Zevan, “gue udah berusaha maklum kalo Papa selalu jarang ada di rumah
Saat diberi tahu tentang perayaan hari ulang tahun sebenarnya Zevan tidak terlalu tertarik. Karena dia yakin momen itu tak akan menjadi momen yang spesial sespesial momen ulang tahun Endra. Dia bahkan berniat pergi di hari ulang tahunnya itu. Biar saja orang-orang rumah merayakan semua tanpa dirinya. Tapi setelah dinasihati Dania, akhirnya Zevan pun luluh. Meski tak terlihat bersemangat, Zevan tetap keluar kamar sekitar jam tujuh malam.Saat melihat dekorasi di ruang tamu rumahnya yang disulap menjadi hall, Zevan seketika merasa muak. Ruangan itu didekorasi dengan warna serba putih, warna kesukaan Endra. Pasti ini ide Hana. Lihatlah, di saat banyak Evolutioners yang menetahui hal-hal kecil tentang Zevan, ibunya sendiri malah tidak tahu warna favoritnya.Zevan seketika menghembuskan napas kasar. Dia ingin berbalik dan masuk ke dalam kamar lagi. Tapi niatnya itu tak berjalan mulus lantaran Fajar memanggilnya saat kakinya baru berjalan satu langkah.“Mau ke mana kamu?” tanya Fajar.“Mau
Seiring dengan renggangya komunikasi Zevan dan Dania, pemberitaan di sosial media tentang mereka juga mereda. Seharusnya Dania senang karena dengan begitu dia tak menjadi bahan kejar-kejaran awak media lagi. Tapi, kenyataannya tidak. Dia justru semakin merasa kosong karena itu sekaligus memperjelas kalau dia dan Zevan memang sudah sejauh itu sekarang.Dania lalu memikirkan saran dari Sisil. Apakah memang sebaiknya dia mengajak Zevan mengobrol? Karena jujur, dia sudah sangat muak dengan kecanggungan yang terjadi di antara dia da Endra selama bebeberapa minggu belakangan ini.Setelah berpikir selama beberapa menit, akhirnya Dania memutuskan untuk mengajak Zevan mengobrol. Dia memutuskan untuk berbicara dengan laki-laki itu setelah Evolution tampil.Tanpa Dania sangka, ternyata Zevan juga berniat mengajaknya berbicara. Karena saat bertatap muka, keduanya mengucapkan, “gue mau ngobrol sama lo,” secara hampir bersamaan.“Lo duluan aja,” kata Dania akhirnya.“Lo saja,” kata Zevan.“Lo dulua
“Jadi lo ngehancurin kencan mereka?” tamya Dania.“Iya,” sahut Zevan, “kesian anjir ceweknya tampangnya langsung bete gitu.”Dania terbahak. “Lah itu kan ulah lo juga kali,” katanya.“By the way, tadi gue udah mutusin kalo kita bakalan kelihatan kaya orang pacaran pas di depan Karra sama Endra aja,” kata Dania lagi.Zevan tak langsung menjawab. Kalau Dania sudah memutuskan seperti itu berarti kemungkainan mereka bersamaan akan berkurang. Tapi toh tak ada bedanya juga. Saat sedang bekerja pun dia teteap bisa mendekati Dania.“Zevan,” sahut Dania dari seberang, “kok lo diem sih?”“Eh, ya nggak apa-apa kalo misalnya keputusan lo kaya begitu,” sahut Zevan. Tapi sebenarnya dia berat mengucapkan hal itu.***Dania merasakan perubahan sikap Zevan selama beberapa hari. Kalau biasanya laki-laki itu sering mengobrol dengannya setiap istirahat makan siang, belakangan ini laki-laki itu jarang berbicara dengannya. Zevan berbicara dengannya kalau tentang masalah kerjaan saja. Sama persis saat awal-
Endra tentu saja panik melihat Karra. Dia lalu berusaha menenangkan gadis itu.“Hei, udah dong nangisnya. Aku minta maaf,” kata Endra, “Dia lalu mengusap pipi Karra yang basah dengan ujung ujung jarinya.“Sini,” kata Endra. Dia lalu mendekap Karra Erat-erat.“Jadinya kamu kenapa kok jadi aneh sikapnya ke aku setelah pesta malem itu?” tanya Dania setelah Endra melepaskan pelaukannya.Endra menghembuskan napas kasar. “Aku cuma masih syok aja ngelihat Zevan jaian sama seseorang yang pernah ada hubungan sama aku.”Karra menghembuskan napas panjang. “Beneran cuma itu? Sykur deh kalau kecurigaanku gak bener.”Endra tersenyum. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke Karra. Tanpa aba-aba, dia menyematkan kecupan lembut dan dalam di bibir gadis itu. Rasanya seperti sudah lama sekali dia tak menyalurkan perasaannya pada Karra. Maka, dia lampiaskan semuanya sekarang. Perlahan, tangan kanannya pun mulai merayap di bawah rok Karra. Namun ketika mencapai pinggul gadisya itu, tangannya terhenti lantaran te
“Ayo buruan,” kata Hana.Endra menghembuskan napas kasar. Dia lalu maju lebih dulu.“Zevan buruan!” kata Hana.Akhirnya Zevan ikut maju juga. Mereka berdua akhirya saling bersalaman walau tak saling pandang. Hana geleng-geleng kepala melihatnya. Wanita itu lalu menghembuskan napas panjang.“Cepetan balik ke kamar sana, Endra,” kata Fajar, “Papa nggak mau ya ngeliat kalian berkelahi lagi kaya gini.”“Nggak janji,” kata Endra. Dia lalu beranjak pergi.***Seperti yang sudah Zevan duga sebelumnya. Kemunculannya dengan Dania di pesta malam itu pasti akan mengundang perhatian publik. Zevan tak tahu siapa pelaku pertama yeng mengunnggah video itu di internet. Yang pasti keesokan harinya setelah pesta itu selesai, videonya berdansa dengan Dania sudah tersebar di sosial media. Di X bahkan hastag ZevanDania masuk ke dalam sepuluh besar trending.Zevan ada jadwal nanti jam satu siang. Mungkin, dia baru akan keluar rumah sekitar jam sebelas pagi atau jam setengah dua belas siang. Selama itu dia
“Sayang, kamu tadi udah makan belom?” tanya Zevan.Dania membelalakkan mata namun akhirnya dia menjawab pertanyaan Zevan juga. “Be ... belum sih,” katanya.“Mau aku suapin nggak?” tanya Zevan.Dania menyahut, “boleh,” sambil melirik Endra dan Karra sekilas. Jelas sekali mereka tampak syok.Rasa percaya diri Dania muncul seiring dengan raut canggung yang tampak di wajah pasangan kekasih yang duduk di sampingnya. Terutama Endra. Laki-laki itu tak bisa menutupi keterkejutannya.Selama dua puluh menit berikutnya, Dania melakonkan drama-nya dengan Zevan dengan sangat sempurnya. Endra dan Karra dibuat mati kutu melihat kemesraan yang mereka perlihatkan. Dania bahkan berinisiatif untuk bergantian menyuapi Endra. Gadis itu tersenyum lega saat akhirnya Endra mengajak Karra menghindar ke tempat lain. Laki-laki itu tampak sangat tidak nyaman.Sementara itu, Zevan tertawa puas setelah Endra dan Karra menghilang dari pandangan matanya.“Akting gue bagus kan?” kata Dania. Dia lalu merebut piring b
Karra seperti tak berada di bumi saat jemari tangan kiri Endra merayap di dada kirinya. Sensasi seperti itu baru dia rasakan untuk yang pertama kali seumur hidupnya. Namun, dia hanya merasakan gejolak itu dalam waktu sekitar semenit karena Endra segera menarik diri bersamaan dengan terdengarnya suara batuk ibu Karra.“Sorry,” kata Endra saat dia melihat Karra merapikan kerah blusnya lalu mengancingkan dua kancing teratas yang terbuka.Karra tersenyum. “For what?” katanya.“Karena sudah nyentuh kamu sembarangan,” kata Endra.Karra tertawa kecil. “It’s okey,” katanya, “bukanya sekarang aku punya kamu ya? Kamu berhak ngelakuin apa saja. Hanya mungkin waktunya aja yang nggak tepat.”Endra terkekeh. “Yaudah lain kali kita cari waktu sekaligus tempat yang tepat,” katanya setelah tawanya reda.Karra membelalakkan mata. “Dasar,” katanya. Dia lalu membuka pintu mobil, “good night. See you tomorrow.”“Good night. I love you,” balas Endra. Dia lalu menurunkan kaca mobil.“I love you too,” balas
Sebenarnya Karra sudah diberi tahu Endra tentang acara peresmian hotel baru itu sejak jauh-jauh hari. Tapi mendekati hari-H dia tetap saja merasa gugup bukan main. Dia merasa tidak siap kalau hubungannya harus diketahui banyak orang di kantor.“Kamu yakin mau ngenalin aku sebagai pasangan kamu di acara itu?” tanya Karra saat mereka makan siang bersama di sebuah restoran.Endra mengangguk. “Iya dong,” sahut Endra, “kan aku sudah bilang dari awal.”“Nggak apa-apa kalo pada akhirnya semua orang tahu kalau Bapak Endra sang CEO pacarannya sama sekertarisnya sendiri?” tanya Karra.Endra terbahak. “Emangnya kenapa?” tanyanya.Karra mengangkat bahu. “Kamu nggak gengsi?” tanya Karra.Endra terbahak. “Nggak lah,” katanya, “ngapain harus gengsi?”Karra lantas tersenyum. Dia merasa lega karena Endra bisa menerimanya apa adanya. Dia lalu menatap Endra dalam-dalam. Sebisa mungkin dia tak melewatkan setiap detik waktu yang dia lalui dengan Endra secara detail.“Keanapa?” tanya Endra.Karra menggelen