Seminggu setelahnya akhirnya Angkasa dan Kanaya akan menikah. Irwan yang mendengar soal Angkasa yang rupanya merupakan orang kaya menjadi terhipnotis. Tak lagi mempermasalahkan soal tindakan amoral mereka beberapa waktu yang lalu. Baginya kebahagiaan selalu berbanding lurus dengan kekayaan. Ia bahkan mengabaikan perkataan istrinya.
Sementara itu, sang Ibu tak lagi bisa banyak mendebat karena ia selalu kalah ketika berargumen dengan suaminya. Sedangkan Talita lebih takut karena ia tahu jika Angkasa sepertinya bukan orang sembarangan. Ia memilih cari aman untuk dirinya sendiri dan juga karirnya.Kanaya, dalam balutan gaun cantik yang mahal ia justru diam dengan tatapan kosong cenderung sedih saat pria yang ditugaskan untuk menikahi mereka mulai bersuara. Kata demi kata yang terucap membuat kesedihan di relung hatinya kian bertalu-talu.Hingga beberapa saat kemudian," Apa yang telah di satukan oleh Tuhan, tak dapat di ceraikan oleh manusia!"Ia semakin tenggelam dalam tangisannya ketika suara itu terdengar menggema .Sementara Angkasa yang kini berdiri gagah di sampingnya, merasa puas karena berhasil membelenggu satu masalah besar yang mengancam kebahagiaan adiknya." Akan aku buat hidup mu seperti di neraka. Kau yang sudah menganggu kebahagian adikku selama ini, harus merasakan akibatnya." batin Angkasa dengan murka yang membara di hatinya.Tak perlu menunggu waktu yang lama, perubahan sikap Irwan bahkan instan terjadi manakala Angkasa memberinya sejumlah uang lagi .Daniel yang mengurus hal itu bahkan merasa geleng-geleng kepala dengan perubahan sikap Irwan yang sangat cepat.Uang bukanlah masalah bagi bos besar seperti Angkasa. Yang penting ia harus memproteksi Tiara dari segala macam gangguan." Benar-benar penjilat!" kecam Daniel.Beruntung, Daniel bergerak cepat dengan merubah beberapa identitas bosnya agar keluarga Irwan tak tahu siapa mereka sebetulnya meksipun Angkasa sudah telanjur menggunakan nama aslinya." Apa nak Asa tidak mau menginap di sini barang semalam saja?" tanya Irwan dengan begitu ramah sesaat setelah para tamu pergi. Mencoba menjilat apa yang bisa di jilat. Karena seperti mendapat durian runtuh, ia bisa mendapat menantu kaya raya tanpa susah susah mencari." Pasti menginap. Tapi sekarang bukan waktunya. Aku harus segera terbang ke Jepang sore nanti. Dan, aku tidak mau meninggalkan istriku sendiri!" jawabnya dengan senyum palsu.Kanaya masih diam cenderung menahan air matanya. Sama sekali tak berminat untuk nimbrung obrolan dua laki-laki di dekatnya. Ia sangat sedih. Bahkan ia tak sampai hati memberitahu Eddo mengenai hal ini. Ia benar-benar merasa bersalah. Ia juga tak menyangka jika Ayahnya malah berubah secepat ini hanya karena uang." Baiklah kalau begitu. Pasangan baru memang harus begitu. Biar segera mandiri. Naya, kamu beruntung punya suami seperti Asa. Kabari Ayah jika kalian sudah menempati rumah kalian yang baru ya?"Daniel tak berekspresi apapun ketika mendengar kalimat Irwan yang benar-benar seperti penjilat. Ia bahkan masih ingat saat-saat Angkasa di tampar waktu itu." Aku benar-benar muak dengan pria ini!" ucapnya dalam hati.Sore harinya tepat pukul empat tiga, Angkasa berpamitan dan memboyong Kanaya yang masih tak bersuara sejak mereka resmi menikah. Tapi Angkasa tak peduli, baginya yang terpenting ia harus segera mengisolasi Kanaya agar keberadaannya yang membuat ancaman bagi Tiara. Jika sudah begini, orang pasti akan bermanfaat jika Kanaya berada di tangan orang yang tepat.Diluar, mobil yang semula melaju tiba-tiba berhenti dan Angkasa keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun.BRAK!Kanaya kaget sebab pintu mobil tiba-tiba di banting oleh Angkasa sesaat setelah pria itu keluar." Bawa dia!" seru Angkasa dari luar.DEGMaka panik lah Kanaya demi mendengar perintah itu." Hey, kenapa aku sendiri. Kenapa kau tidak ikut denganku? Hey!"Tapi anak buah Daniel langsung tancap gas dan meninggalkan Angkasa dan Daniel yang kini masuk ke sebuah mobil. Ya, sepertinya Angkasa baru akan memulai rencananya.Yeremia, pria yang kini mengemudikan mobil yang di tumpangi Kanaya tampak lebih bisu dan kaku dari pada Daniel. Membuat Kanaya semakin merasa ketakutan. Namun kesunyian itu tak bertahan lama. Mulut Kanaya akhirnya terbuka saat Yeremia mengentikan mobilnya di traffic light."Sebenarnya apa yang kalian rencanakan? Kenapa kamu yang malah bawa saya?" tanya Kanaya ragu-ragu.Yeremia melirik istri bosnya itu dari kaca kecil di depannya. "Rencana apa Bu? Kenapa anda berkata seolah-olah Bapak adalah penjahat? Mungkin saja Bapak ingin membuat anda lebih nyaman dengan sendirian!"Mendengar jawaban yang tak sesuai harapan, Kanaya akhirnya kembali diam saat sorot mata yang ia lihat dari pantulan rear vission mirror di depannya seperti mau menelannya. Ia mencoba membuka ponselnya dan mengetik pesan kepada Eddo untuk membunuh rasa takutnya. Namun seperti yang sudah-sudah, ponsel Eddo hanya centang satu. Pasti kekasihnya itu sedang sibuk."Kamu di mana Do?" ia gelisah dalam hati.Sementara itu, Angk
Kanaya menatap sengit pria bermulut pedas itu. Padahal ia hanya bertanya baik-baik tapi kenapa jawaban yang terlontar sungguh menjengkelkan hati. Kini ia mulai bertanya pada dirinya sendiri, apakah keputusasaannya menikah ini benar?"Kontrak pernikahan? Untuk apa semua ini?" Kanaya semakin terkejut demi membaca kop yang tercetak tebal diatas kertas itu. "Kau ini benar-benar lebih bodoh dari yang ku sangka. Baca!" ia menekankan suaranya di akhir kalimat dengan muka berang.Kanaya sontak shock ketika mendengar dirinya di bentak keras oleh angkasa. Sebenarnya apa maunya pria itu. Tiba-tiba berada di kamar dan menidurinya, setelah itu membocorkan hal memalukan kepada orangtuanya dan memintanya menikah secara mendadak dan paksaan, sekarang malah menunjukkan surat nikah kontrak?" Selain berkelakuan buruk, kau ternyata juga sangat bodoh!"Kanaya dengan muka kesal membuka map itu lalu membacanya. Ia sontak membulatkan matanya demi membaca poin poin tak wajar yang ada di sana."Apa-apaan kau
Angkasa rupanya pergi untuk menemui adiknya tercinta, Tiara. Bagaimanapun juga, pasti fokusnya setelah ini harus terbagi. Tapi itu tidak masalah, yang terpenting ia bisa menghindarkan kemungkinan paling buruk yang bakal di lakukan Eddo dengan mengkudeta Kanaya."Kakak?Kau tidak bekerja?" tanya Tiara tak mengira kakaknya ada di rumah di jam sibuk seperti saat ini. Wanita itu bahkan tidak tahu jika sang kakak baru menikahi seorang wanita."Sepertinya adikku ini sudah lupa kalau aku bosnya di sini!" Tiara tersenyum saat mendengar kakaknya berkelakar. Sejurus kemudian pria itu maju dan memeriksa laci kamar adiknya."Sudah waktunya kontrol. Apa suami mu tidak mengecek?" kata Angkasa melihat ke kalender di meja adiknya.Tiara sedikit kelabakan karena Eddo mengatakan jika dua hari akan pergi ke luar kota. Dan dia takut jika kakaknya akan marah bila mengetahui hal tersebut."Dia masih sibuk. Tapi tenang saja kak, aku bisa pergi bersama Bibi Wahyu!""Pergi, kemana?" air muka sang kakak sudah b
Kanaya lekas bangkit dan membuka pintu guna memuaskan keingintahuan.CEKLEK!"Salam kenal Bu Kanaya, saya Daruha, pelayan di rumah ini. Monggo kalau mau makan, sudah siap semuanya di meja makan!"Kanaya mengangguk setengah melolong karena tak menyangka. Rupanya ada wanita juga di rumah ini. Tadinya dia pikir rumah ini hanya di tempati para laki-laki itu saja."Jangan panggil saya Bu, itu... terdengar terlalu tua! Panggil saja saya Naya!" tukasnya mencoba mengakrabkan diri."Maaf Bu, tapi itu sudah peraturannya. Kalau begitu, saya permisi!"Kanaya langsung menghela napas panjang. Baru saja dia merasa senang karena bakal memiliki teman, eh ernyata dia salah menilai. Tentu saja, Daruha kan orangnya Angkasa. Pasti semua orang sudah di doktrin di sini.Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul. Tentang bagiamana dengan toko bunga miliknya? Apa dia minta izin saja pada Angkasa untuk tetap bekerja? Atau, ia mungkin ia juga harus berusaha membuat Angkasa menceraikannya dengan bersikap yang pria itu t
Angkasa memiliki beberapa sumber kekayaan yang berasal dari perusahaan yang sejak dulu sudah dimiliki oleh keluarganya berupa beberapa lahan perkebunan, perikanan, perusahaan manufaktur, dan yang terbaru ia merintis sendiri sebuah perusahaan pengembang properti. Mulai dari membangun apartment, jembatan, jalan tol, hingga bangunan milik pemerintah.Angkasa pernah terlempar di titik nadir ketika di tinggal oleh kedua orangtuanya. Ia bahkan pernah di kecewakan orang dan mengkhianatinya habis-habisan ketika jatuh. Dan dengan susah payah ia kembali merayap, membangun dan mempertahan kebanggaan keluarganya itu. Dan setelah Tiara menikah dengan Eddo, ia memang sengaja memberikan jabatan yang tinggi kepada Eddo di perusahannya sendiri dan tak ingin membiarkan orang baru mengutak-atik perusahan milik keluarganya. Ia cukup selektif memilih orang di perusahaan milik keluarganya.Mobil ia lajukan sendiri menuju kantornya. Ia lantas bergegas memanggil Sarah, staff kepercayaannya untuk mengklarifik
Angkasa malah terkekeh saat melihat wajah serius Daniel ketika berbicara kepadanya. Pria itu malah mirip seperti bapak-bapak yang menasihati seorang anak yang berkelakuan bengal."Kenapa kau malah jadi seperti ini Dan? Kerasukan atau bagiamana?" Angkasa menggeleng."Saya serius Bos. Saat kita menggenggam pasir terlalu erat, maka pasir itu justru akan keluar dan hanya menyisakan sedikit di tangan. Dan sebaliknya anda pasti paham ucapan saya!"Angkasa memandang lekat-lekat pria yang sudah seperti adik, sahabat, teman itu dengan perasaan lain. Baru kali ini Daniel berbicara benar."Akan aku pikirkan!""Tidak usah di pikir. Lakukan saja Boss. Ah elah!" keluh Daniel hanya berani dalam hati."Baik Bos. Maaf, tadi, Bos mau membicarakan apa?" Daniel mengganti topik pembicaraan.Angkasa terlihat menggerus ujung rokok sebelum menjawab,"Aku mau kau menyadap ponsel perempuan itu. Terserah bagiamana caranya. Yang penting kita bisa tahu dengan siapa saja dia berkomunikasi. Sepertinya dia dan Eddo me
Kanaya semakin beringsut mundur manakala Angkasa memajukan langkahnya. Ia sempat melihat ke sekeliling dimana tak ada jalan yang bisa dia gunakan untuk melarikan diri sebab pintu dan jendela tertutup rapat."Kau mau apa?" Kanaya bertanya saat dada sedang berdebar-debarnya. "Kau sangat cantik memang. Wajar kalau kau berhasil membuat dia menyukaimu!" kata Angkasa begitu saja seperti tak sadar dengan apa yang ia katakan.Kanaya langsung mengerutkan kening. Dia? Dia siapa yang di maksud?Tapi Angkasa segera merubah ekspresi wajahnya karena sadar jika dia kelolosan bicara. Ia berusaha menekan rasa benci hanya untuk bisa membuat wanita di depannya berubah mencintai dia."Kita memang menikah secara mendadak dan aku menyebutnya pernikahan kontrak, "Angkasa mulai melangkah maju. "Tapi, mau di sebut apapun, kita ini suami istri kan?""Jangan dekat-dekat!"Tapi bukannya menurut, Angkasa makin mendekati wanita yang wajahnya sudah sangat pias karena takut. Kanaya berusaha melirik sana sini mencari
Bagi Angkasa, seks merupakan kebutuhan biologis yang dewasa ini musti tersalurkan. Selama ini dia memang tidak memiliki pacar. Karena suatu hal ia menutup hatinya dan menggunakan uangnya untuk menyalurkan hasratnya. Tentu saja dengan cara yang aman. Ia memiliki seorang partner ranjang yang ia bayar mahal secara professional. Ia bukanlah pria sembarangan yang tak menghargai dirinya sendiri. Hanya uang, tidak ada hati apalagi perasaan yang bermain di sana.Kata orang bijak, cinta bukanlah seks. Dan seks bukankah cinta. Itu dua hal yang berbeda. Dan sekarang, karena selain berusaha taat pada ucapan Daniel tadi, ia yang merasa telah menggelontorkan uang dalam jumlah yang banyak kepada Irwan yang materialistis itu merasa jika dirinya berhak atas tubuh Kanaya. Sambil menyelam minum air. Begitu pikirnya."Kau harus layani suamimu sekarang Kanaya. Aku bisa membuat mu menjerit semalaman!" ucap Angkasa.Kanaya menatap tajam ke arah lawan bicaranya. Bahkan sampai saat ini ia masih meyakini bila
Sejak saat itu, Kanaya Kanaya kembali mengganti nomor ponselnya karena ia tak ingin lagi membuat Eddo semakin tersiksa. Dan Angkasa tentu saja selalu mengetahui dan kembali meminta Daniel untuk menyabotase ponselnya. Ia harus tetap tahu pergerakan perempuan itu. Tak terasa sudah lewat dua bulan. Kanaya mulai terbiasa jika Angkasa pergi berhari-hari lalu pulang tiba-tiba. Ia tak mempersoalkan semua itu. Lagipula ia seperti kehilangan kehendak bebasnya. Ia selalu kalah jika menyangkut kebahagiaan orangtuanya yang selalu berapi-api kala membicarakan Angkasa.Apalagi, ucapan Ayahnya dua bulan lalu semakin membuat dirinya menyerah. "Ayah sangat senang dengan suami kamu. Saat Ayah ajak bertemu dengan teman-teman Papa, mereka semua memuji suami kamu. Angkasa sangat cerdas dan rendah hati. Padahal uangnya banyak. Ayah baru di beri lagi tadi. Ayah merasa bahagia. Terimakasih Nak!" Sebenarnya, justru Talita lah yang memiliki kecenderungan sifat seperti sang Ayah. Materialistis dan cenderu
Eddo menarik tangan Kanaya sedikit kencang karena perasaan ingin tahu yang teramat menggelegak. Selain itu, ia yang lama tak bertemu memiliki kerinduan yang mendalam. "Apa benar kalau kau sudah menikah?" Kanaya, dengan kacamata yang masih belum terlepas menatap Eddo yang terlihat kecewa. Ia menelan ludah gugup. Bom yang selama ini ia bawa kemana-mana meledak sudah. "Maaf!" Hanya itu, hanya itu yang bisa Kanaya ucapkan dengan wajah tertunduk. Seketika suasana sunyi, hening. Ada sejumput rasa sesak yang tiba-tiba hadir. Andai saja ia lebih cepat, andai saja ia tak menunda, andai...andai...andai.... Eddo tak bisa menjawab dan air mukanya terlihat sangat kecewa. Eddo menitikkan air mata. Ia sungguh tak tahu harus berbuat apa. "Siapa suami mu? Dengan siapa kau menikah?" Dengan leher yang serasa tercekat Eddo berusaha angkat suara. "Eddo, aku sudah berusaha memutuskan hubungan kita agar kau tak merasa tersakiti, tapi..." "Tapi bukan itu seharusnya jalan keluarnya!" teria
"Ada apa mas?" Tiara bertanya sembari menatap heran suaminya yang terlihat seperti orang shock. Eddo membuka selimutnya dan mendapati jika dirinya memang telah telanjang. Kini jelas sudah, dia pasti semalam mabuk dan akhirnya melakukan hubungan dengan Tiara. Ah sial! "Mas kenapa pucat begitu, mas masih pusing?"Eddo menggeleng dengan frustasi. Ia frustasi bukan karena apapun, ia frustasi karena teringat dengan Kanaya. Ya, pria itu benar-benar hanya memikirkan Kanaya saat ini. "Aku mau mandi dulu!"Tiara diam dan tampak kebingungan ketika Eddo langsung pergi dengan muka suntuk. Pria itu di kamar mandi semakin tampak terpukul. Ia mabuk karena tak kuasa menerima kabar dari Reny, dan ketika sadar justru ia semakin merasakan sakit. Ia harus mencari Kanaya, ia harus membicarakan masalah ini, begitu pikir Eddo. Di kediaman Irwan, Talita yang di jam siang ini tumben sudah pulang terkejut dengan keberadaan Angkasa dan Kanaya di dalam rumahnya. "Naya?" pekik Talita tak menyangka."Surpris
"Mas, kamu mabuk?" Tiara dengan perasaan campur aduk langsung memapah suaminya yang hampir ambruk karena tak kuat menjaga keseimbangan. "Eugghhh!" racau Eddo yang merasa kepalanya sangat berat. Tiara yang khawatir langsung mengajak masuk suaminya lalu merebahkannya di atas ranjang. Dengan cemas, Tiara membantu melepaskan sepatu Eddo, kaos kaki juga jasnya dengan susah payah. Setalah itu, Tiara mengambil air hangat untuk menyeka leher, tangan juga wajah suaminya. Tiara dengan telaten menyeka tubuh suaminya dan berharap mengurangi rasa tak nyaman yang pasti mendera suaminya. Sebenarnya ada apa? Tumben suaminya mabuk sampai seperti ini. Apa ada masalah di kantor? "Naya!" DEG Tiara mengerutkan kening melihat suaminya yang meracau. Dan, tunggu sebentar. Siapa yang di panggil suaminya itu? "Mas!" Tiara menepuk pipi suaminya. Tapi sentuhan itu tiba-tiba membuat Eddo membuka matanya. Tangan lembut itu seolah membuat bangkit sisi maskulinnya. Eddo membuka matanya dan dia seolah
Karena dorongan rasa penasaran, setibanya di rumah Kanaya cepat-cepat menelpon nomor Eddo. Semula Kanaya ragu, tapi desakan dalam diri nya seolah menuntut untuk mencari jawaban. Dan dalam beberapa detik saja pria itu menjawab panggilannya. "Naya, tumben kamu telepon malam-malam. Ada apa?" Dan Kanaya pun menjadi bingung harus mengatakan apa. Apalagi, nada suara Eddo terdengar cemas. "Nggak apa-apa. Aku, cuman belum bisa tidur." jawabnya sembari menggigit bibir. "Aku juga. Kangen banget sama kamu!" "Kamu, lagi dimana?" tanya Kanaya kembali ingin memvalidasi apa yang ia lihat tadi tanpa merespon kalimat mendayu Eddo. "Di rumah lah di mana lagi sayang?" Kanaya tercenung. Jelas-jelas dia melihat Eddo tadi di rumah sakit. Tapi, kenapa pria itu bisa ke sana? Siapa yang sakit? "Halo!" seru Eddo karena komunikasi tiba-tiba berubah sunyi. "Emmm Do, maaf... tapi, setelah aku berpikir panjang, aku beneran pingin kita udahan!" Tapi Eddo justru tergelak, tentu saja laki-laki tak
Kanaya menepis tangan pria berkemeja putih bercelana pendek berwarna krem itu dengan takut. Orang macam itu mungkin saja bakal punya niat buruk kepadanya. Alhasil, meskipun sakit yang ia rasa di kaki luar biasa perih, tapi Kanaya terus berlari dan membuat luka di kakinya makin koyak. Pria yang masih berdiri mematung di sana akhirnya hanya bisa menatap Kanaya yang pergi sembari tercenung. Setelah berlari ngos-ngosan, Kanaya buru-buru membuka pintu gerbang ketika Tian tampak berjalan keluar. Membuat pria itu terkejut bukan main . "Ibu, Ibu sudah pulang?" tanya Tian yang heran dengan penampilan Kanaya yang bajir keringat Kanaya tak langsung menjawab. Ia kesal, tapi ia segera pergi sebab kakinya benar-benar sakit. Ia berjalan terpincang-pincang dan membuat si pembantu membulatkan matanya. "Astaga, kaki Ibu kenapa?" tanya Tian seketika berubah panik demi melihat cara berjalan Kanaya. "Yura, Yura! Cepat kemari!" teriak Tian sembari berjalan mengejar sang majikan. Maka yang di
Eddo yang menunggu sendiri di depan ruang tindakan, tampak mengambil ponsel dari dalam pouchnya. Ia langsung membelalakkan matanya ketika melihat jejak nomor Kanaya yang beberapa menit yang lalu menelponnya. Ah sialan, ponselnya rupanya dalam mode silent sebab beberapa waktu yang lalu sengaja ia matikan. Ia sangat mengharapkan kabar Kanaya, tapi saatnya sangat tidak pas. Namun bukan Eddo namanya jika tidak memprioritaskan Kanaya. Ia tiba-tiba beranjak pergi dan menelpon kembali nomor perempuan kesayangannya itu. Tapi hingga panggilan ke dua, gantian Kanaya yang tak membalasnya. Ia kini memilih mengirimkan pesan kepada Kanaya dan berharap perempuan itu nanti akan membacanya. "Sayang, kenapa tidak di jawab? Kamu lagi apa? Maaf tadi aku di jalan!" Dan Daniel yang rupanya mengetahui hal itu karena telah menyabotase ponsel Kanaya malah terdiam. Ia sungguh di landa kebingungan. Ia bisa saja mengatakan hal ini kepada Angkasa, tapi di lain sisi ini akan membuat semua masalahnya menjadi
Angkasa baru saja akan memejamkan matanya di samping Kanaya. Tapi getaran masif di ponselnya kian mengganggu. Angkasa lalu menyambar teleponnya dan terdengarlah suara Daniel. "Bos, Nona Tiara kambuh. Saya sedang perjalanan ke rumah sakit!" Detik itu juga Angkasa langsung menyambar jaket, kunci mobil lalu bergegas turun tanpa berpamitan kepada Kanaya yang kini menatap bingung. Mau kemana lagi suaminya itu? Bukankah beberapa menit yang lalu Angkasa berkata jika dia tidak akan kemana-mana? Angkasa bahkan langsung pergi dengan bermanuver kasar dan membuat Tian yang semula mencuci beberapa mobil terlihat kebingungan. Bos-nya tadi itu tampak gusar dan panik. Yura yang melihatnya hal itu turut menyusul suaminya. "Ada apa?" tanya Yura begitu ingin tahu. Tian mengendikkan bahunya sembari berucap, "Aku nggak tahu, tapi Bos kelihatan panik!" Di jalan, Angkasa menginjak pedal gasnya dengan sangat kencang. Tak pedulikan klakson dan makian yang berbunyi karena ulahnya. Dadanya bergemuruh
"Kamu mau pergi lagi?" kata Kanaya menebak. Semula, Angkasa kesal karena Kanaya tiba-tiba menyusulnya lalu menyuguhkan raut tak suka ketika dia akan pergi. Ia memang harus pergi karena Tiara pasti sedang membutuhkannya. "Kamu sungguh akan pergi? Kamu bahkan tidak menjawab pertanyaan ku?" desak Kanaya yang tidak tahu mengapa malah menjadi kesal. Alih-alih marah, Angkasa jutsru reflek merengkuh tubuh Kanaya. Ia terpaksa harus memanipulasi keadaan sebelum menjadi besar. " Pergi, pergi kemana? Istriku lebih membutuhkan ku. Aku tidak akan pergi!" Kanaya melepaskan pelukannya lalu menatap wajah Angkasa mencari kebenaran. Apakah itu bukan bualan semata? Perempuan itu bahkan mendengar dengan jelas kalimat terakhir Angkasa. "Tapi..." Dan Angkasa segera menyumpal mulut Kanaya dengan ciuman supaya wanita itu tak lagi mendebatnya. Sementara di tempat lain, Tiara menangis seorang diri usai menutup teleponnya. Ia terpaksa menelpon kakaknya karena hingga larut malam ponsel suaminya tak bisa