"Kau tau Amerta,doa mu terkabul.Kau masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas tugas mu di dunia.
Waktu mu tidak banyak,maka dari itu gunakan lah kesempatan itu sebaik mungkin,"ujar seorang berjubah hitam"L-lalu bagaimana dengan pemilik tubuh ini?."
"Tubuh itu... kau bisa memiliki selamanya kalau kau mau."
"M-maksud mu?"
"Ada dua tipe manusia di dunia ini.Pertama mereka yang seringkali mengabaikan tubuhnya,dengan alasan membenci dirinya sendiri,dan mencoba untuk membuang tubuhnya begitu saja.Kedua,mereka yang begitu menginginkan tubuhnya baik-baik saja. Bahkan ada yang melakukan segala cara agar tubuhnya baik-baik saja.
Pemilik tubuh itu tidak menginginkan tubuhnya.""Lalu bagaimana supaya aku bisa memiliki tubuh ini selama lamanya?."
"Jadilah orang yang egois."
****
Amerta membuka matanya, mimpi itu terasa nyata baginya.
Jadi benar doanya terkabul,ia bisa hidup lagi.Walaupun dengan tubuh yang berbeda.Tidak masalah baginya.Ia bangun dari tidurnya,dan menyibakkan selimutnya.
"Aku harus menemui ibu,Asa,dan Arunika,"ujarnya sumringah.Baru saja melangkah,mamanya membuka pintu kamarnya.
"Mau kemana kau Amerta?,"tanya Rita."Aku mau keluar sebentar bu"
Rita merasa Amerta berbeda sekali, seperti tubuh yang sama tetapi jiwanya berbeda."Tidak boleh... mama tidak izinin,kau baru sembuh Amerta."
"Tapi bu,eh –ma.Aku sudah sembuh."
"Kau belum sembuh total Amerta.Sebaiknya kau istirahat."
Setelah perdebatan kecil antara Amerta dan mamanya,akhirnya Amerta mengalah dan mengurungkan niatnya untuk keluar.
Sekarang ia berbaring di kasur memandang langit-langit kamarnya.Rumah ini begitu besar begitu terbalik dengan rumahnya dulu.Tapi rasanya hampa sekali,biasanya ia selalu bermain dengan adik-adiknya.Amerta begitu merindukan suara berisik dari Arunika si perempuan yang suka mengomel kalau abangnya pulang terlambat,dan Asa yang selalu menjahilinya.
Mereka sering bertengkar,sampai ibunya harus membawakan mereka sapu supaya mau berdamai.Amerta sang abang yang tidak pernah mau mengalah dengan adik-adiknya.Amerta meneteskan air matanya,ia mengingat-ngingat lagi kenangan bersama ibu dan adiknya."ABAAANNGG!!,"teriak anak perempuan berusia sepuluh tahun.
"Ada apa Aruni?,abang lagi buat tugas ini,"sahut seorang laki laki yang sedang mengerjakan tugasnya dilantai.
"Liat nih, bang Asa gangguin aku lagi main,"adunya.
"Asaa... jangan digangguin Aruni nya.
"Bang, Aruni itu harus diganggu.Lagian kerjaan cuma main terus,padahal sudah sekolah."
•••
"Abang kenapa pulangnya malam sekali sih?,diluar hujan nanti kalau abang sakit bagaimana?,ibu bisa sedih."
"Ya... maafin abang ya,Aruni."
"Selalu saja bilangnya maaf,besok di ulangi lagi."
•••
"Selamat ulang tahun abang Amerta!,"ujar anak laki laki berusia tiga belas tahun,Asa.
"Selamat ulang tahun abangnya Aruni,"lontar sang adik perempuan sambil menyunggingkan senyuman manisnya.
"Abang tiup dulu lilinnya nanti meleleh,"pekik Asa.
"Abang kenapa menangis?,maaf ya bang kuenya cuma dari tanah liat.Nanti kalau Aruni sudah punya uang,Aruni pasti belikan abang kue coklat yang asli."
"Tidak,bukan karena kuenya.Tapi abang terharu adik-adik abang ingat ulang tahun abang."
"Selamat ulang tahun yang ke-17 anak ibu Amerta.Semoga selalu bahagia ya bang.Maafin ibu belum bisa memberikan abang kebahagiaan.Maaf udah buat abang ikut menderita,"ujar sang ibu sambil mencium pucuk kepala Amerta.
"Terimakasih bu,bagi Amerta ibu dan adik adik adalah kebahagiaan Amerta,terimakasih ya bu sudah mau menjadi ibu aku,"Amerta memeluk sang ibu sambil menangis, menelungkupkan wajahnya diceruk leher sang ibu.
"Sudah... berhenti acara menangisnya sekarang ulang tahun abang Amerta,"sambil melempar tepung ke arah Amerta.
"ASAAA...sini kamu,"ujar Amerta sambil mengejar sang adik yang lari terbirit birit setelah melempari wajahnya dengan tepung.
"Hahahahahah...wajah abang lucu sekali."
"Hahahahaha..."
***
Pagi-pagi sekali Amerta sudah siap dengan seragam sekolahnya.Padahal, mamanya saja belum bangun dari tidurnya.
Ia berdiri didepan cermin sambil menyunggingkan senyumannya.
Hari yang baru dengan tubuh yang baru juga batinnya.Hari ini ia berencana ke rumah lamanya menemui ibu dan adiknya,Amerta jadi tidak sabar.
Langsung saja ia rurun kebawah untuk berpamitan.Tapi di bawah hanya ada asisten rumah tangganya.
"Mas Amerta,tumben pagi sekali sudah bangun."
"I-iya aku mau ke sekolah."
"Loh ...ibu aja belum bangun."
"O-oh begitu ya... Aku tungguin mama."
"Ya sudah aden sebaiknya duduk dulu.. bibi masih masak buat sarapan aden sama ibu."
"Iya bi"
Amwrta mengetuk-ngetukan jari nya dimeja sambil sesekali melirik jam di dinding.
Lama sekali,mamanya itu belum juga kunjung keluar dari kamarnya.Padahal Amerta sudah bangun pagi sekali supaya bisa ke rumah lamanya,ia mendesah kecewa.
Jam dinding menunjukkan pukul 7 mamanya keluar dari kamarnya.Amerta yang tadinya murung,seketika berbinar."Ma aku mau ke sekolah... boleh kan?,"tanyanya
Mamanya yang masih menguap sambil menggulung rambutnya itu mengerutkan dahinya.Pasalnya,dulu Amerta sangatlah pemalas,bahkan untuk bangun dari kasurnya.
Tapi sekarang dirinya saja baru bangun dari tidurnya,tapi Amerta sudah siap dengan seragam sekolahnya.Ternyata selain ingatan yang hilang ,kebiasaan buruknya juga hilang."Apa kau sudah baikan?,kepalamu tidak sakit lagi?,"tanya nya sambil menuangkan air kedalam gelas dan menenggak nya sampai habis."Tidak ma aku sudah baik-baik saja."
"Hari ini aku tidak bisa mengantarmu.Kau diantar oleh supir hari ini."
"Baiklah.Aku berangkat ya ma,"Amerta langsung bangun dari duduknya dengan sumringah.
"Tapi Amerta..."
Baru saja Amerta membalikkan badannya tapi suara mamanya mengintrupsi."Kenapa ma,"tanya nya.Jantung Amerta berdegup,ia takut kalau tidak dijinkan untuk ke sekolah."Seragam mu bukan itu lagi.Kau sudah pindah dari sekolah lama mu.Seragam barunya di lemari.Cepat ganti!."
Amerta bernafas lega.
"Baik ma.Aku ganti,"ujarnya langsung berlarian naik ke tangga."Jangan lari-lari Amerta nanti jatuh!,"peringat mamanya
Rita menggelengkan kepala melihat tingkah Amerta yang sangat berubah.
***
Amerta begitu terkejut melihat seragam barunya.Tidak,ia tidak mau kembali ke sekolah itu.Amerta masih memegang seragamnya dengan tangan yang bergetar.Setakut itu ia kembali ke sekolah yang telah merenggut nyawanya."Amerta kenapa lama sekali mengganti baju.Ini sudah siang nanti kau bisa terlambat,"ujar mamanya sambil mengetuk pintu kamar Amerta.
Amerta menoleh ketika mendengar suara mamanya.Ia masih tetap memegang seragam itu dengan keringat dingin mengucur dari dahinya.
"Ma--- ma,"lirihnya
Kakinya benar-benar lemas,ia memaksakan untuk berjalan ke arah pintu.Lalu ia membuka pintu kamar nya diluar terlihat mamanya berdiri.
"Ma ...a-aku tidak sekolah ya hari ini.""Bukannya tadi kau ingin sekali pergi ke sekolah.Lalu mengapa berubah pikiran Amerta?."
"Kepalaku sakit sekali,"dusta nya.
"Ya sudah sebaiknya kau tidur dulu,"saran mamanya.
Amerta mengangguk lalu merebahkan dirinya dikasur.
Rita yang melihat dari pintu Amerta sudah
tertidur,ia menghampiri putranya itu.Menyelimuti Amerta lalu mencium dahi nya dan memegang tangan Amerta."Maafkan Mama Amerta."
4 tahun yang lalu.... "Pa,sebaiknya kita berpisah saja,"ujar seorang perempuan paruh baya. "MAKSUD KAMU APA RITA?,"bentak laki laki yang merupakan suaminya. "Aku lelah pa,kau selalu saja jadikan anak kita sebagai pelampiasan." "Pawaka tidak salah pa,dia tidak tahu apa-apa tentang kejadian itu,"sambungnya. "Kau bilang tidak tahu apa-apa?!,jelas-jelas dia ada saat pembunuhan itu.Cih dasar pembawa sial,"cibirnya. Di lain tempat seorang anak berusia 14 tahun sedang mengintip perdebatan kedua orangtuanya dari celah pintu kamar.Dia mendengar dengan jelas apa yang di perdebatkan oleh mama dan papanya. Pawaka meneteskan air mata melihat pertengkaran itu.Anak seusianya yang harus mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua.Tapi apa,ayahnya malah menyalahkan nya atas pembunuhan yang sama sekali pawaka tidak mengerti. "PAWAKA!!." "KEMARI KAU!." Dari arah belakang Pawaka berjalan tergesa gesa men
Bulir keringat begitu jelas di dahinya,tangannya pun terasa dingin.Jantung nya berpacu dengan cepat.Amerta sudah siap dengan seragam sekolah,sekarang ia duduk di meja makan.Tapi tidak seperti pertama kali,semangat pergi ke sekolahnya seolah olah pudar.Jelas,Amerta ketakutan kembali ke sekolah. Mengapa takdir seolah mempertemukannya lagi dengan sekolah itu.Sarapan nya pun tidak tersentuh sama sekali.Rita yang melihat sang anak dengan gelagat aneh,tidak seperti kamarin begitu semangat untuk sekolah.Bahkan Amerta hanya diam saja dan terus menunduk seperti orang ketakutan."Amerta...kenapa sarapan nya tidak dimakan?.""Ma...aku takut..."ujar AmertaSeolah tahu apa yang ditakutkan Amerta,"Takut kenapa?,takut ke sekolah?,tenang saja paman mu menjadi kepala sekolah disana ,Amerta.""I-iya Ma""Ayo berangkat Amerta,nanti kau telat."ujar mama nya,seraya mengambil kunci mobil.Didalam mobil suasana m
Amerta tidak mengerti dengan dirinya sendiri,mengapa ia bisa seberani itu melawan Dirga.Bahkan tadi saat pulang sekolah Dirga memukul wajahnya,Amerta tidak tinggal diam ia memukul balik Dirga.Kalau saja tidak dipergoki oleh satpam sekolah mungkin saja perkelahian itu belum berhenti. Ah,dulu dia sangat takut dengan Dirga tapi sekarang tidak ada rasa takut sedikit pun,malah ia ingin membalas dendam akan semua perbuatan Dirga dimasa lalu.Walaupun ia tahu balas dendam itu tidak ada gunanya. Apa mungkin karena sifat dari pemilik tubuh yang masih melekat?.Amerta tidak tahu itu.Sebenarnya banyak sekali keuntungan saat memiliki tubuh ini.Tubuh dan wajah yang sempurna,bahkan karena wajah ini ia bisa memiliki banyak teman sekarang. Ya,walaupun kebanyakan perempuan tapi tidak masalah kan?,yang penting memiliki teman. "Belok kiri ya pak,saya turun disebelah gang itu,"kata Amerta kepada supirnya. "Bai
"Makan yang banyak Aruni biar cepat sembuh.Setelah ini kamu minum obat,ya"ujar Amerta sambil menaruh lauk nya ke piring sang adik. "Kamu juga Asa,harus makan yang banyak." Amerta tersenyum,akhirnya ia bisa berkumpul lagi .Melihat adik-adiknya tersenyum berbinar sambil melahap makanan. Seandainya ia tidak bisa mengunjungi adik dan ibunya,pasti mereka tidak akan makan apapun hingga malam.Melihat tadi didapur tidak ada bahan makanan sedikitpun. Amerta begitu bersyukur tuhan masih memberikannya kesempatan. "Mengapa kau menangis?." Amerta tersentak,"Ah aku tidak menangis kok,"seraya menghapus dengancepat jejak air matanya dipipi.Tapi ibunya masih memandangnya dengan penuh selidik. "Ayo Aruni minum obat,"kata Amerta mencoba mengalihkan situasi. "Aku tidak mau kak...pilnya pahit,"ujar Arunk sambil menggelengkan kepalanya. Amerta tahu betul adik bungsunya itu sangat anti minum obat-obatan ketika sakit.Dulu ia ha
Hari ini merupakan hari minggu,itu berarti Amerta tidak sekolah.Ia sekarang sudah siap dengan baju kaos putih dan celana hitam pendek. Selesai bersiap-siap ,ia turun kebawah .Ternyata mamanya sedang berbincang dengan tamu. "Andra sudah lama sekali kamu tidak bermain ke sini." "Iya kak,kau tahu kan akhir-akhir ini aku sangat sibuk.Memiliki dua pekerjaan sekaligus memang sangat melelahkan,"gerutunya. "Iya ... resiko memiliki dua pekerjaan memang begitu.Waktu itu kau disuruh papa memilih,tapi kau tidak mau." "Kak,bagaimana sih.Kalau aku memilih bekerja diperusahaan papa,berarti aku tidak menjadi kepala sekolah.Sedangkan kau tahu daridulu aku sangat ingin menjadi kepala sekolah dan kalau aku memilih tidak mengambil alih perusahaan papa..." "Siapa lagi yang mengambil alih,kalau bukan aku.Dulu kan kau tidak mau kak,karena ingin merawat anakmu Pawaka,"sambung Andra.
Langit yang begitu cerah,disertai bulir-bulir cahaya.Seakan ikut menyambut kebahagiaan kakak beradik itu.Mereka berlarian kesana kemari."Asa...ayo tangkap Aruni!""Aaaaaaa kak Amerta kok jadi akuuu,"pekik Aruni saat Asa dan Amerta berbalik arah menjadi mengejarnya."Hap... dapatt!"seru Amerta yang berhasil menangkap Aruni dengan cara didekap."Kakak curang...tadi kan kita harusnya tangkap bang Asa,kenapa jadi aku ...uuh,"gerutu nya."Kalau tangkap Asa tidak bisa,lihat saja tubuhnya besar begitu bahkan lebih besar daripada kakak.""Ish...kak Amerta apa-apaan tubuh aku tidak besar ya,"rengek Asa yang hanya dihadiahi cengiran lebar oleh Amerta.Dari dulu kebiasaan Amerta tidak pernah hilang selalu saja mengerjai Asa.Padahal tubuh anak itu sama kurus dengannya yang dulu"Hahahhaha..."Aruni dan Amerta tertawa terpingkal-pingkal sampai wajah mereka memerah.Sedangakan Asa mengerucutkan
Setelah berdebat kecil dengan ibunya,perihal siapa yang harus mengeluarkan uang untuk membeli bahan makanan hari ini.Akhirnya,ia memenangkan perdebatan itu.Amerta jadi membayangkan bagaimana kalau kelak ia sudah bekerja dan membiayai semua keperluan rumah,mungkin saja Amerta dan ibunya akan sering berdebat mengenai siapa yang harus membayar.Ibunya itu tipikal orang yang tidak suka merepotkan orang lain,termasuk anaknya.Selagi mampu maka ia tidak mau merepotkan siapapun.Bahkan kalau ibunya mau,adik dan iparnya pasti mau membayari hutang hutang mereka.Butuh waktu 5 menit untuk sampai kepasar dengan berjalan kaki.Sebenarnya bisa saja ia menaiki angkot,hanya saja Amerta harus hemat mulai sekarang,sampai bisa mendapatkan pekerjaan sampingan.Ia sudah mulai memasuki pasar,aroma khas dari pasar tersebut menyeruak ke indra penciumannyaAmerta sangat merindukan suasana pasar,sudah lama ia tidak datang ke tempat ini.Sua
"Wah ... tampan sekali." "Baru pertama kali,aku melihat cowok setampan dia." "kulitnya putih sekali." "Dia murid baru kan?" "Iya ... namanya Amerta." "..." Entah mengapa murid-murid perempuan yang sedang menganggumi murid baru itu,ketika mendengar nama Amerta langsung terdiam sepi.Mereka menunjukkan ekspresi yang susah ditebak. "KAU MURID BARU,AKU MENYURUHMU KERJAKAN TUGASKU!." "Kau pikir kau siapa?,ini tugasmu kerjakan sendiri,"ujar Amerta sambil menghempaskan kasar buku tulis milik Dirga. "DARI KEMARIN KAU BERANI SEKALI DENGANKU,PUNYA KEKUASAAN APA KAU SAMPAI SEBERANI INI DENGANKU HAH?!"murka Dirga menarik kerah baju Amerta. "Hahaha ... kau bertanya kekuasaan denganku Dirga?,lalu kau punya kekuasaan apa disekolah ini? sampai berani menindas orang orang lemah," "Ah... apa perlu aku perkenalkan diriku lebih jauh Dirga?" Buaghk!Sebuah pukulan melayang ke wajah nya.Amerta memejamkan mat
Setelah beberapa menit mencari alamat kedai itu,akhirnya Amerta menemukannya juga.5Kedai itu masih sama seperti trrakhir kali ia kesana.Dinding dari kayu yang masih kokoh dan cat berwarna kuning cerah.Tulisan dipapan bertuliskan kedai paman Yin pun masih sama,bahkan menu yang disediakan tidak ada yang dikurangi maupun ditambahkan.Kedai ini merupakan pemilik dari seorang kakek yang sudah berusia 80, kemudian diturunkan ke anaknya yaitu paman Yin.Mereka merupakan orang China,kedai ini pun tidak pernah sepi oleh pengunjung karena memang rasa makanan nya begitu enak dan murah.Paman Yin tidak memiliki anak dan istrinya sudah meninggal.Pertama kali Amerta bisa bekerja dikedai paman Yin adalah saat ia memungut sampah untuk dijualnya.Saat itu paman Yin memanggil Amerta,lalu memberikan Amerta makanan.Lalu Amerta ditawari untuk bekerja disana.Paman Yin itu begitu baik,ia selalu berbagi kepada anak-anak yatim.Maka dari itu kedainya tida
"Ini harus disambungkan,ke sini.Lalu em..."monolog Amerta.Ia sedang sibuk berkutat dengan kerangka-kerangka besi yang belum menyatu. Pagi ini Amerta begitu berkutat dengan kerangka-kerangka kabel yang melilit satu sama lain.Hari minggu ini ia akan menghabiskan waktunya untuk membuat suatu karya yang daridulu begitu ia idamkan. "Hah...aku mengapa susah sekali.Aku sudah membaca buku panduan berkali-kali tapi tetap saja." "Aku harus bisa menyelesaikannya sampai akhir,"ujar nya pada diri sendiri seraya membolak-balik halaman dibuku panduan tersebut. Tok!tok! "Tuan Amerta...tuan disuruh nyonya keluar sarapan" "Bilang padanya,aku tidak mau sarapan,"ujar Amerta dengan dingin. "Tapi tuan—" "Katakan saja padanya,bu"sambarnya. Amerta masih marah kepada mamanya.Padahal perutnya terasa lapar. Tidak b
Amerta merenung di kamar memikirkan mengapa takdir seolah mempermainkannya.Sekarang ia harus bagaimana,ibunya sendiri bekerja dirumah yang ia tempati ini menggantikan pelayan nya yang sedang cuti lama.Lalu bagaimana ia bersikap,Amerta marah dengan dirinya sendiri.Harusnya ia bisa mencegah hal-hal seperti ini terjadi."Ibu..."lirihnyaTok tok!Amerta segera bangkit dari duduknya,mendengar pintu kamar diketuk."Ibu,ada apa?"tanyanya kepada sosok yang mengetuk pintu tadi dengan membawa nampan."Maaf menganggu tuan,nyonya menyuruh saya mengantarkan makanan ke kamar tuan Amerta"ujar pelayan baru itu seraya menundukkan kepalanya."Ibu jangan memanggilku seperti itu,aku tidak suka"lontar Amerta."Tuan Amerta,sekarang aku adalah pelayanmu.Jadi tolong berhenti memanggilku ibu.""Tapi—""Amerta ibu mohon sekali ini
Plak!"Anak kurang ajar...kau tahu harga guci itu berapa?""Maaf Pa""Kau pikir dengan kata maaf,bisa mengembalikan guci yang mahal ini.Bodoh""Kau tahu Pawaka,aku akan membesarkanmu.Lalu nanti kalau kau sudah besar,aku akan membunuhmu sama seperti yang kau lakukan terhadap ibuku!""J-jangan pa,aku mohon""Arrggghh... ampun pa.Perih pa!""Pa,kepala Pawaka terasa sakit sekali"Blub blub blub"Kau bilang pusing kan Pawaka""Hah...hah...hah a-ampun pa.Aku tidak bisa bern—mmmpp""Hah ternyata mimpi,"monolognya.Ia mengusap keringat dahi yang begitu banyak.Ketika anak itu ditenggelamkan kepalanya disebuah drum Amerta merasakan sesak yang luar biasa.Ini aneh,bukankah seharusnya ia tidak bisa bermimpi ketika tertidur karena Amerta tidak memiliki ikatan apapun pada tubuh ini.Terlebih lagi mimpi tentang Pawaka pemilik tubuh ini.Ia baru sadar kejadian kemarin saat ia merasakan detak jan
Entah mengapa hari ini Amerta merasa perasaannya tidak enak,membuatnya kesiangan untuk datang ke sekolah.Ia berjalan menyusuri koridor yang terasa begitu panjang baginya tidak seperti biasanya.Ia melihat diujung koridor lebih tepatnya di taman yang letaknya diujung koridor,siswa berkerumun disana.Bahkan kelas kelas yang ia lewati tadi kosong,ternyata mereka semua berkerumun disana.Amerta penasaran apa yang sebenarnya terjadi,ia pun menghampiri kerumunan tersebut.Tapi ia masih tidak bisa melihat karena begitu banyak orang orang disana,bahkan mereka berdesakan.Rasa penasarannya belum terobati Amerta mencoba bertanya kepada salah satu yang ada dikerumunan itu."Ada apa ya,m-mengapa disini ramai sekali?"tanya nya sedikit gugup."Itu ... katanya Dirga ingin menyatakan perasaannya kepada seseorang."Amerta yang mendengar nama Dirga tidak tertarik sedikit pun."Oh begitu ... terimaksih ya,"ujarnya.Ia ingin kembali ke kelas
Amerta Pov Bukankah hidup itu terlalu rumit untuk dijalani?,ingin melakukan hal yang membuatmu senang namun ada saja yang menghalangimu.Itulah yang kurasakan aku yang awalnya meminta kepada tuhan untuk memberi sekali lagi kesempatan untuk memperbaiki dan menyelesaikan tugas ku yang belum sempat aku selesaikan.Tapi,semua itu tidak mudah ada konsekuensi didalamnya.Tentu,aku mengerti itu hanya saja ini begitu rumitseperti terjebak di sebuah labirin. Hari ini aku bertemu dengan seseorang yang begitu berharga dalam hidupku.Namun,karena aku hidup sebagai orang lain tentu saja dia tidak mengenaliku.Ingin sekali berbincang dengannya sebatas menanyakan kabar.Aku melihat dia seperti telah layu,bunga matahari yang biasa memancarkan sinar kini telah redup.Seorang perempuan yang ceria,dan ramah kini menjadi sosok yang dingin. Kanagara berarti bunga matahari,nama itu sangat cocok untuknya rambut sebahu dengan wajah yang putih dan senyum yang m
"Wah ... tampan sekali." "Baru pertama kali,aku melihat cowok setampan dia." "kulitnya putih sekali." "Dia murid baru kan?" "Iya ... namanya Amerta." "..." Entah mengapa murid-murid perempuan yang sedang menganggumi murid baru itu,ketika mendengar nama Amerta langsung terdiam sepi.Mereka menunjukkan ekspresi yang susah ditebak. "KAU MURID BARU,AKU MENYURUHMU KERJAKAN TUGASKU!." "Kau pikir kau siapa?,ini tugasmu kerjakan sendiri,"ujar Amerta sambil menghempaskan kasar buku tulis milik Dirga. "DARI KEMARIN KAU BERANI SEKALI DENGANKU,PUNYA KEKUASAAN APA KAU SAMPAI SEBERANI INI DENGANKU HAH?!"murka Dirga menarik kerah baju Amerta. "Hahaha ... kau bertanya kekuasaan denganku Dirga?,lalu kau punya kekuasaan apa disekolah ini? sampai berani menindas orang orang lemah," "Ah... apa perlu aku perkenalkan diriku lebih jauh Dirga?" Buaghk!Sebuah pukulan melayang ke wajah nya.Amerta memejamkan mat
Setelah berdebat kecil dengan ibunya,perihal siapa yang harus mengeluarkan uang untuk membeli bahan makanan hari ini.Akhirnya,ia memenangkan perdebatan itu.Amerta jadi membayangkan bagaimana kalau kelak ia sudah bekerja dan membiayai semua keperluan rumah,mungkin saja Amerta dan ibunya akan sering berdebat mengenai siapa yang harus membayar.Ibunya itu tipikal orang yang tidak suka merepotkan orang lain,termasuk anaknya.Selagi mampu maka ia tidak mau merepotkan siapapun.Bahkan kalau ibunya mau,adik dan iparnya pasti mau membayari hutang hutang mereka.Butuh waktu 5 menit untuk sampai kepasar dengan berjalan kaki.Sebenarnya bisa saja ia menaiki angkot,hanya saja Amerta harus hemat mulai sekarang,sampai bisa mendapatkan pekerjaan sampingan.Ia sudah mulai memasuki pasar,aroma khas dari pasar tersebut menyeruak ke indra penciumannyaAmerta sangat merindukan suasana pasar,sudah lama ia tidak datang ke tempat ini.Sua
Langit yang begitu cerah,disertai bulir-bulir cahaya.Seakan ikut menyambut kebahagiaan kakak beradik itu.Mereka berlarian kesana kemari."Asa...ayo tangkap Aruni!""Aaaaaaa kak Amerta kok jadi akuuu,"pekik Aruni saat Asa dan Amerta berbalik arah menjadi mengejarnya."Hap... dapatt!"seru Amerta yang berhasil menangkap Aruni dengan cara didekap."Kakak curang...tadi kan kita harusnya tangkap bang Asa,kenapa jadi aku ...uuh,"gerutu nya."Kalau tangkap Asa tidak bisa,lihat saja tubuhnya besar begitu bahkan lebih besar daripada kakak.""Ish...kak Amerta apa-apaan tubuh aku tidak besar ya,"rengek Asa yang hanya dihadiahi cengiran lebar oleh Amerta.Dari dulu kebiasaan Amerta tidak pernah hilang selalu saja mengerjai Asa.Padahal tubuh anak itu sama kurus dengannya yang dulu"Hahahhaha..."Aruni dan Amerta tertawa terpingkal-pingkal sampai wajah mereka memerah.Sedangakan Asa mengerucutkan