Bip! Bip!
Ponsel yang ada di saku celananya berbunyi. Siena terkejut. Dia sampai lupa dengan ponsel pemberian Alfonso itu, gara-gara selama seminggu sebelumnya, dia sudah terbiasa tak memegang ponsel. Ponselnya berbunyi, siapa lagi kalau bukan Alfonso. Cuma pria itu yang bisa hubungi nomor barunya ini.
"Kamu sudah di rumah?" Alfonso bahkan tak merasa perlu berbasa-basi memberi salam.
"Iya, dari kemarin pagi jam sembilan. Ada apa?" jawab Siena agak malas.
"Aku ke sana sekarang." Lalu sambungan terputus.
Siena memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Dia butuh energi ekstra untuk menghadapi Alfonso. Kadang Alfonso bisa saja bersikap baik, biarpun lebih sering membuatnya merasa ingin menjewer telinga pria itu. Mau apa lagi Alfonso datang? Tapi Siena harus mengakui, ada saat-saat tertentu di mana Alfonso membuat hatinya terasa hangat.
"Ah, yan
Siena benar-benar tak menduga kalau petunjuk ketiga akan mengarahkan mereka ke kota kelahirannya."Gotemba bukan cuma tempat kelahiran Mama, tapi juga aku…," ucap Siena sambil merenung."Ada apa? Bukannya harusnya kamu senang? Kita akan pergi ke Jepang, ke tempat asalmu," timpal Alfonso."Ya, hanya saja… sudah tak ada siapa-siapa lagi di sana yang kukenal. Kakek dan Nenekku sudah lama meninggal. Aku dan Mama juga sudah tinggalkan kota itu empat belas tahun yang lalu.""Bagaimanapun juga, itu kota kelahiranmu. Pasti ada kenangan yang penting bagimu," lanjut Alfonso.Siena termenung. Memang benar ada banyak kenangan di Kota Gotemba, kenangan yang baik maupun yang buruk."Tapi apa yang kita cari di sana?" Siena tiba-tiba terpikir. "Kalau melihat dari dua aset sebelumnya yang kita kunjungi, kemungkinan aset peninggalan Grandpa ini juga
"Indah," hanya satu kata itu yang diucapkan Siena waktu berdiri di depan Hotel Sakura. Setelah menempuh penerbangan hampir tujuh belas jam dari Los Angeles, dan tidurnya kurang nyenyak di dalam pesawat, Siena merasa jet-lag. Tapi rasa lelahnya seperti terbayar waktu melihat hotel yang didirikan Adalfo di tanah kelahirannya, bahkan mengambil nama ibunya sendiri. Hotel itu bergaya tradisional Jepang, dengan jendela-jendela bulat dan didominasi material kayu. Bentuk bangunannya bukan meninggi ke atas, tapi meluas ke samping. Jelas bukan hotel modern seperti yang awalnya ada di pikiran Siena, tapi lebih mirip penginapan yang memberi kesan nyaman dan damai. Apalagi lokasinya bukan di daerah padat penduduk, tapi di desa tak jauh dari kaki Gunung Fuji. "Konnichiwa…. Selamat datang di Hotel Sakura!" Seorang gadis muda yang memakai kimono warna cokelat menyapa mereka dengan ramah di ruangan depan hotel. Wajah
Alfonso tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya mendengar ucapan Siena. Sebenarnya dia memang sudah pernah mencari informasi tentang keluarga dan masa lalu Siena. Tujuannya waktu itu adalah menemukan kelemahan Siena, menggunakannya untuk mengancam Siena. Tapi memang tak banyak yang bisa dia temukan.Yang paling membuatnya penasaran adalah sosok ayah kandung Siena. Tak ada catatan tentang siapa pria itu. Siena bahkan tak memakai nama belakang ayahnya, melainkan nama belakang ibunya, Mori. Ini sebenarnya hal yang sudah sangat lazim di Amerika, mengingat banyak pasangan yang memiliki anak, tapi tak menikah, atau seorang single mother yang memilih membesarkan anaknya sendiri.Akhirnya Alfonso cuma bisa berasumsi, ibu Siena mungkin telah bercerai dengan suaminya di Jepang, sebelum pindah ke Los Angeles. Sekarang, sebuah pengakuan yang jujur mendadak keluar dari mulut Siena sendiri."Waktu itu, Mama baru kuliah
"Jahat sekali mereka! Kenapa mereka seperti itu? Mereka tak punya hak untuk usir kamu!" Alfonso marah-marah di dalam mobil, setelah mendengar cerita Siena."Itu kejadian yang sudah lama! Lagipula apa urusannya dengan mereka? Urus saja masalah mereka sendiri!" Nada suara Alfonso makin lama makin tinggi."Sudahlah, Alf…. Aku sudah cerita 'kan? Itulah kenyataan yang aku hadapi dari dulu di tempat ini."Alfonso bisa merasakan kegetiran dalam suara Siena. Dia bisa melihat kalau Siena seperti menahan tangis. Rasanya dadanya bergemuruh oleh amarah. Kenapa orang-orang itu begitu jahat? Dengan seenaknya menuduh seseorang sebagai pembawa aib, padahal belum tentu hidup mereka sendiri lebih baik. Siapa juga yang tak pernah melakukan kesalahan seumur hidupnya?Bahkan waktu mereka kembali ke Hotel Sakura pun, Alfonso masih merasa marah, karena wajah Siena tetap murung."He
BYUR!"Cherry!"Alfonso berteriak panik saat tubuh Siena terjun, atau lebih tepatnya jatuh ke dalam kolam air hangat itu. Siena terjatuh dengan posisi menelungkup. Tanpa pikir panjang, Alfonso terjun ke kolam dengan pakaian lengkap juga, bergegas menarik tubuh Siena ke pinggir. Ia menengadahkan wajah Siena untuk memeriksa napas gadis itu."Demi Tuhan, Cherry!! Apa kamu mau bunuh diri?!" teriak Alfonso dengan suara bergetar.Mata Siena terpejam, tak sadarkan diri, tapi dia masih bernapas. Alfonso menarik napas lega. Tak ada gunanya dia marah-marah, Siena sudah tak bisa merespons sekarang. Dia menggendong tubuh Siena naik dari dalam kolam. Tubuh mereka berdua basah kuyub, air menetes membasahi lantai kamar."Orang bodoh mana yang taruh kolam air hangat di samping ruang tidur?!" maki Alfonso. "Karyawan hotel ini ceroboh! Awas! Aku habisi mereka besok!"
Stop! Siena berusaha memerintah tubuhnya supaya berhenti bereaksi, tapi tubuhnya seolah tak mau mematuhi otaknya lagi. Tubuhnya lebih memilih untuk merespons godaan kenikmatan yang ditawarkan bibir Alfonso. Ia merintih, napasnya tersengal, kulitnya terasa hangat di dalam pelukan tangan Alfonso. Kenapa tubuhnya tak mau menurut pada otaknya? Alfonso tak bisa menahan senyumnya melihat reaksi Siena. Mata gadis itu masih terpejam, tapi jelas Siena menikmati ciuman dan sentuhannya. Ia makin bergairah untuk menggoda Siena. Terus dikecupnya kulit leher Siena yang mulus, jarinya ikut menyusup ke dalam blouse Siena, membelai perut gadis itu. Bibirnya bergerak naik ke pipi Siena, mencium dan membelai dengan lidahnya. "Kamu suka, Cherry?" bisik Alfonso di dekat telinga Siena. Siena merasa seperti kehabisan napas karena 'serangan' Alfonso. Bibirnya mau tak mau terbuka untuk menarik napas. P
Siena dan Alfonso duduk di ruang makan yang kemarin, mereka sedang menikmati sarapan. Bedanya kali ini makanan yang disajikan cuma sedikit dan pastinya tanpa sake. Uh, kepala Siena berdenyut tiap kali teringat sake! Gara-gara minuman itu, dia melakukan hal yang gila semalam dan pagi ini dengan Alfonso!Ia melirik Alfonso yang sedang makan dengan tenangnya di hadapannya. Pria itu sedang menikmati semangkuk gyudon, sambil sesekali menyeruput ocha hangat.'Menyebalkan…. Kenapa dia bisa begitu tenang, seakan tak pernah terjadi apa-apa?' omel Siena dalam hati.Bagaimana Siena tidak kesal? Jantungnya masih berdebar-debar kalau mengingat apa yang terjadi antara mereka di atas tempat tidur. Sentuhan dan belaian Alfonso seolah masih terasa di kulitnya, begitu juga ciuman pria itu bagai tak mau hilang dari bibirnya! Padahal dia sudah menghabiskan waktu lama di kamar mandi pagi ini, hanya untuk merendam tubuhny
Kata-kata Siena membuat Alfonso terdiam. Dia benar-benar berharap apa yang dikatakan Siena benar, tapi mungkin dia masih malu untuk mengakuinya. Keras kepala dan ego yang terlalu besar, itulah yang jadi sumber masalah di dalam keluarganya. Sifat Alfonso sama saja dengan sifat ayahnya dan kakeknya. Gara-gara sifat buruk mereka itu, mereka terlalu gengsi untuk mengakui perasaan mereka yang sesungguhnya.Berbeda dengan Siena, gadis itu selalu polos dan spontan dalam mengungkapkan perasaan. Bahkan hanya dengan Siena saja, Alfonso bisa jujur menceritakan masa lalunya. Mungkin karena dia merasa nyaman, mungkin karena Siena terlihat peduli, atau mungkin Siena memang telah memiliki tempat khusus di hatinya."Terima kasih, Cherry…. Aku harap kamu benar. Tapi apa yang kukatakan tadi juga serius. Sekarang aku mulai mengerti, kenapa Kakek sangat dekat dengan kamu dan ibumu. Bisa dikatakan, kisah hidup kita mirip. Kita semua sama-sam
"Apa maksudnya?" Kening Siena berkerut dalam. "Tapi hari ini bukan ulang tahunku."Ah, ini pasti kode, pikir Siena. Alfonso benar-benar sengaja mengerjainya tepat di hari pernikahan mereka!Siena mencari pulpen dan mulai mencoret-coret di kertas. "Tanggal ulang tahunku 17 September. Mungkin itu sebagai kunci untuk menggeser huruf yang ada. Hmm, biar kucoba."Ia menuliskan tebakannya di atas kertas.ELANHPB1791791FSJOOYC"Aneh, kenapa tak ada artinya?" Siena tertegun melihat hasilnya. "Atau… hurufnya bukan digeser ke kanan, tapi ke kiri!"Siena mencoret-coret ulang dan menulis lagi.ELANHPB1791791DERMAGA"Dermaga?" Siena berseru kaget. "Apakah Alf memintaku untuk pergi ke dermaga?"
"Dengan ini kalian berdua dinyatakan resmi menjadi suami istri. Silakan, Anda boleh mencium istri Anda."Setelah pastor selesai mengucapkan kalimat tersebut, Alfonso langsung merangkul pinggang Siena, memberikan belaian lembut di pipi Siena yang merona indah, dan mengecup bibirnya dengan penuh kasih. Seketika semua yang hadir bertepuk tangan.Segala sesuatu berjalan sesuai harapan Siena di hari pernikahannya ini. Dia tak perlu pesta mewah, hadiah mahal, atau gaun pengantin seperti putri kerajaan. Yang dia butuhkan hanyalah pernikahannya sah di hadapan Tuhan dan orang-orang yang disayanginya.Setelah acara pemberkatan pernikahan berakhir, Alfonso dan Siena mendapatkan pelukan dari Stefano, Carlo, juga Irina yang datang jauh-jauh dari Melbourne. Mendadak…."Siena Chan! Selamat ya!" Siapa lagi kalau bukan Imelda yang memekik. M
Alfonso masuk ke dalam kamar tidur Siena dengan wajah cerah. Siena sudah berganti gaun tidur dan duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia langsung mengarahkan pandangan ke Alfonso."Kamu kelihatan gembira…, sepertinya aku tak usah khawatir apa yang kamu bicarakan dengan Papa," celetuk Siena.Seringai Alfonso makin lebar. "Aku baru saja mendapat seorang Papa hari ini."Mulut Siena melongo. "Benarkah? Papa sudah memintamu memanggilnya Papa?"Alfonso menjawab dengan anggukan mantap. "Yup!""Oh, Alf, aku bahagia sekali mendengarnya!" Siena merentangkan kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk Alfonso.Alfonso duduk di samping Siena dan merangkulnya dengan mesra. "Sekarang aku punya keluarga yang utuh lagi. Aku punya seorang istri yang kucintai, ayah yang bi
Bagi Alfonso, hari ini adalah salah satu hari paling istimewa baginya. Ia sempat kehilangan Siena selama tiga bulan lebih, berusaha bertahan dalam hati yang hancur, bahkan menjalani hidup seperti zombie, tubuhnya hidup tapi jiwa dan pikirannya serasa kosong.Mimpi buruk itu telah berakhir. Sekarang, Siena kembali padanya. Bahkan lebih daripada yang berani dia bayangkan, dia mendapatkan Siena bersama anak mereka yang berumur tiga bulan dalam kandungan Siena!"Kamu tak mau makan, Cherry? Dari tadi aku lihat kamu belum makan apa-apa," ujar Alfonso, kelihatan cemas.Malam ini pesta pertunangan mereka sedang berlangsung di halaman belakang rumah yang sangat luas. Keluarga De Martini adalah keluarga bangsawan yang sangat terkenal dan penting di Kota Siena. Jadi tak heran kalau tamu yang berkunjung juga terus mengalir.Alfonso menuntut Si
"Selamat siang, Tuan Stefano." Alfonso memutuskan untuk menyapa lebih dulu. "Carlo, Damien…." Alfonso mengangguk pada mereka bertiga.Mata Stefano mengamati tangan Alfonso dan Siena yang terus saling bergandengan. "Siena, kamu membuat kami khawatir. Apakah Alfonso menyakitimu?" Jelas bahwa Stefano sengaja mengabaikan sapaan Alfonso."Tidak, Papa, Alfonso tak mungkin sakiti aku," Siena menjawab dengan cepat. "Papa, kumohon biar kami jelaskan dulu semuanya.""Kurasa semuanya sudah sangat jelas bagiku. Kamu memilih untuk menyakiti hati seorang pria yang baik seperti Damien, demi kembali pada pria yang jelas-jelas telah menyakitimu sebelumnya," sergah Stefano dengan suara tegas."Papa, ini semua salahku. Alfonso tak pernah sakiti aku. Aku sudah tahu kalau dia tak ada hubungannya dengan masalah Gloria, tapi waktu dia datang menem
Butuh waktu beberapa detik bagi Siena untuk mencerna perkataan Alfonso. Namun yang bisa dilakukannya hanyalah menatap Alfonso dengan mata terbelalak dan mulut melongo."Aku mohon jangan menikah dengan Damien. Aku ingin kamu jadi milikku seorang. Menikahlah denganku, Cherry…." Ucapan Alfonso terdengar sangat jelas, ucapan yang menimbulkan rasa hangat yang menjalari hati Siena."Alf….""Ya?""Kamu sadar kalau kamu baru saja memintaku menikah denganmu? Di dalam sebuah garasi mobil yang tertutup, di mana kamu baru saja menculikku tepat di hari pertunanganku dengan Damien?"Alfonso terpaku sesaat. "Yah…, aku bisa lakukan hal yang lebih gila lagi kalau kamu mau. Aku bisa saja tiba-tiba muncul di rumahmu, dan berteriak memprotes tepat saat Damien baru saja mau pasangkan cincin pertun
"Kamu cantik sekali, Siena," puji Viola, wanita paruh baya yang menjadi penata rias Siena.Siena sedang berada di salon untuk merias diri sebelum acara pertunangannya dengan Damien nanti malam. Tadinya dia hendak merias diri sendiri saja, tapi Carlo bersikeras bahwa dia harus tampil istimewa di hari yang istimewa ini.Jadilah dia akhirnya berangkat ke salon dengan sedikit enggan, diantar oleh Pino. Sedangkan Stefano, Carlo, dan Damien mempersiapkan acara yang akan diadakan di rumahnya."Apa dandananku… tidak berlebihan?" Siena ragu melihat penampilannya sendiri di cermin. Dia bukan gadis yang suka dandanan tebal selama ini."Jelas tidak. Dandanan ini sangat sempurna untuk acara spesial," Viola meyakinkannya sambil tersenyum."Maaf, maksudku, tentu saja hasil dandananmu sangat sempurna, Viol
Saat Alfonso mengemudikan mobilnya masuk ke halaman depan rumah, dia merasa curiga dengan mobil limusin putih yang diparkir di area taman umum yang berada persis di seberang rumah.Tak banyak orang yang mengendarai mobil limusin ke mana-mana karena terlalu mencolok. Siapa pemilik limusin itu, seorang selebritis yang sengaja mencari perhatian?Alfonso melangkah masuk ke dalam rumah, dan seketika terhenti karena mencium bau ganjil yang tak biasanya. Bau yang mengingatkan dia pada sesuatu.Ia mempercepat langkahnya, matanya mencari-cari sampai akhirnya dia melihat apa yang dicurigainya. Carlo sedang duduk di ruang tengah rumahnya sambil mengisap cerutu!"Aku rasa sudah saatnya aku sewa petugas keamanan untuk jaga rumah ini. Supaya orang-orang seperti kamu tak bisa masuk seenaknya," nada suara Alfonso terdengar ketus.
Alfonso keluar dari mobilnya. Matanya langsung melihat Brian dan Gloria yang sedang duduk bersebelahan di depan mobil kopi mereka, menatapnya dengan wajah serius."Apa kabar, Alfonso?" Gloria yang lebih dulu menyapa, karena Brian diam saja."Hai, Gloria. Bagaimana keadaanmu, sehat?" balas Alfonso. Ia berdiri di depan mereka berdua."Sehat, biarpun aku kelihatan makin mengembang tiap hari," celoteh Gloria, terkikik geli dengan gurauannya sendiri."Menurutku kamu kelihatan seperti ibu hamil yang modis, Gloria," puji Alfonso, tapi matanya melirik ke Brian.Dia mengatakan itu semata-mata untuk memberi dukungan pada Gloria, tanpa ada maksud merayu. Tapi dia tahu sifat Brian yang posesif. Wajah Brian seketika tampak berubah.Dalam hati Alfonso rasanya ingin tertawa. Pa