Yao yang penasaran dengan ritual pemanggilan berusaha mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Ia telah mencoba bertanya pada pelayan dan prajurit yang berjaga, namun mereka semua bungkam. Ia jadi semakin curiga, bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dari mereka. Ia berniat untuk bertanya pada kakek Tong, namun urung, mengingat ia yang sangat dekat dengan raja, pasti tidak akan membeberkan informasi dengan mudah.
Ia pun berusaha mencari informasi sendiri di perpustakaan yang ada di bangunan itu. Perpustakaan itu tidak mendapat banyak perhatian dari prajurit sehingga dengan mudah ia dapat masuk ke sana. Dalam penyelidikannya itu, ia ditemani oleh Yin yang secara sukarela mau membantunya. Di perpustakan tersebut berjejer rapi rak-rak yang menyimpan buku-buku dengan sampul dari kulit hewan dan menggunakan perkamen sebagai tempat untuk menulis. Di tempat itu mereka juga menemukan buku yang ditulis dalam bentuk gulungan panjang.
Mereka mencoba mengumpulkan buku-buku terkai
Yao menunjukkan sepenggal kalimat dari buku tebal yang di bacanya kepada Yin. Beginilah bunyi kalimat itu,Mereka di bawa ke tempat peristirahatan terakhirWahai para kesatria gagah beraniHidupmu mungkin telah berakhirTapi mimpimu akan tetap hidupSebagai bunga emas yang teramat indahMenyembul dari jantungmuSetelah membaca kalimat itu, Yin masih menunjukkan wajah kebingungan ia tidak mengerti maksud Yao.“Bukankah kalimat ini sedikit mirip dengan cerita dari buku yang ketiga, kan?”“Ya, dan ada kemungkinan mereka saling berhubungan. Tetapi, berdasarkan tiga buku yang kamu ceritakan padaku, kemungkinan terburuknya kita semua akan mati,” kata Yao.“Mengapa kamu berpikir seperti itu?” tanya Yin.“Coba kamu perhatikan, dari tiga buku yang kamu ceritakan ditambah
Kakek Tong tertawa melihat ekspresi kaget Yin dan Yao. Ia berjalan mengelilingi mereka, memerhatikan mereka dari ujung kepala sampai ujung kaki. Perhatiannya tertuju pada kantung yang mereka bawa. Dengan kasar ia mengambil kantung-kantung itu, membuka isinya. “Hmm … semua ini adalah barang-barang pemberian raja, ternyata memang benar kalian berniat kabur. Tak kusangka perangkap yang telah kusediakan dimakan semudah ini,” kata kakek Tong. Terkejut mendengar pernyataan kakek Tong, Yao mencoba bicara. “A-apa? Jadi, lubang it–“ “Ya, lubang itu adalah buatanku. Aku curiga pada gerak-gerik kalian belakangan ini, terutama kamu Yao,” kata kakek Tong sambil mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Yao. “Belakangan ini, aku sering mendapatkan laporan dari para pelayan dan prajurit, tentang kamu yang menanyakan soal ritual pemanggilan.Beberapa waktu lalu kita juga sempat berpapasan di perpustakaan, dan karena aku sering berada di sana, aku hafal betul posisi
Para pelayan itu menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan dalam ritual, mereka memakaikan pakaian serba putih pada Yin dan Yao, memandikan mereka dengan bersih dan memberikan wangi-wangian kepada mereka.Setelah itu semua selesai, mereka pun di bawa ke pintu depan bangunan megah itu.Di sana mereka berjumpa dengan tiga anak laki-laki lainnya, Dengan balutan pakaian serba putih mereka, wajah mereka tampak senang dan bahagia tanpa mengetahui niat busuk raja terhadap mereka.“Kira-kira akan seperti apa ya, ritual pemanggilan itu?” tanya Jun pada dua rekannya.“Entahlah, yang pastinya akan sangat menakjubkan seperti ritual pengabulan sebelumnya,” jawab Jin.“Tidak-tidak, aku yakin akan lebih hebat dari ritual sebelumnya,” tambah Zuu.Karena asyik mengobrol, mereka hampir tidak menyadari Yin dan Yao diantar oleh beberapa pelayan untuk bergabung dengan mereka. Ketika pelayan-pelayan itu hendak pergi, barulah Zuu bert
“Aku tidak peduli, kamu dewa atau iblis, kamulah yang bertanggung jawab atas semuanya ini, aku telah kehilangan segala-galanya sedari aku lahir, bahkan sekarang di akhir hayatku, aku harus melihat penderitaan yang begitu besar dari sahabatku,” kata Yao mengutarakan segala protesnya pada sosok iblis yang wujudnya tak bisa dilihatnya itu.“Lalu sekarang kamu mau apa?” tanya iblis itu.Yao hanya terdiam, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya tidak bisa digerakkan, bahkan hanya untuk menggerakkan kepala dan bola matanya pun tidak bisa. Dengan demikian pandangannya terkunci ke satu titik. Sosok yang mengaku iblis itu pun tak kunjung menunjukkan wujudnya, sedari tadi hanya suaranya saja yang terdengar, seakan langsung merasuki pikiran Yao.“Hei iblis tua, apakah aku sudah mati?” tanya Yao.“Belum, jika kamu buru-buru ingin pergi, aku bisa memanggil mereka untuk menjemputmu dari sini, dan mengantarmu ke dunia sana
(POV si iblis tua bercerita pada Yao)Dengan tiga bunga emas di tangannya, memenangkan pertempuran waktu itu sangatlah mudah, bahkan ia bisa memenangkan pertempuran itu tanpa menjatuhkan satu pun korban jiwa dari kedua pihak. Dengan menggunakan bunga emas itu, ia membuat siasat yang membuat adiknya dan seluruh rakyat kerajaan mau mengakuinya sebagai raja. Tentu saja, dengan cara yang teramat licik.Dengan bunga emas pertama ia memohon agar di kerajaan itu dilimpahkan sebuah wabah penyakit yang tidak ada obatnya, namun penyakit tersebut tidak bisa membunuh penderitanya. Bunga emas itu berkilauan lalu mengabulkannya dan terjadilah seperti yang dipintanya.Satu minggu berlalu, dan seisi kerajaan telah dipenuhi oleh ratap penderitaan dari orang-orang yang mengidap penyakit misterius, tidak ada satupun obat yang manjur dan tidak ada satupun tabib yang mampu menanganinya. Dengan demikian pangeran yang lebih muda, yang berhasil memenangkan pertempuran sebelumnya dan me
Pada pagi hari setelah ritual pemanggilan, sang raja hendak memanen bunga emas yang sudah dinantikannya. Ketika ia, kakek Tong, dan para prajuritnya mengecek tempat itu, mereka terkejut karena tidak ada satupun bunga emas. Terlebih lagi, mereka tidak mendapati satu pun mayat dari anak-anak yang mereka korbankan.Pada awalnya mereka berpikir, mayat-mayat itu telah di bawa oleh hewan buas beserta dengan bunga emas itu. Namun, ketika seorang prajurit menunjukkan sebuah ukiran dari salah satu batu persegi panjang itu, wajah raja menjadi sedikit pucat.Ia teringat akan kata-kata Yao yang akan bangkit dari kematiannya untuk membalas dendam kepadanya.Ah, tidak mungkin, itu pasti tidak mungkin, ini hanya perasaanku saja, tidak perlu cemas, batin raja.Untuk sementara mereka menyimpulkan bahwa mayat anak-anak itu dan bunga emas telah dicuri oleh orang yang tidak dikenal. Oleh karena itu, sang raja memerintahkan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini. Bilama
Dengan berjalan kaki, Yao melanjutkan perjalanannya. Semakin dekat ia ke istana raja, semakin sering ia menemui prajurit yang mencoba menghadangnya. Mereka tidak hanya maju satu persatu, namun menyerbu dari berbagai arah, muncul secara tiba-tiba dari persembunyian mereka. Meskipun dengan kegigihan mereka, tetap saja dengan mudah Yao dapat mengalahkan mereka.Yao hanya menggerakkan pelan pedangnya, menciptakan gelombang angin yang dengan cepat merusak formasi prajurit itu. Tubuh mereka terhempas dengan kuat ke tanah atau bangunan sekitarnya, cukup untuk membuat mereka tak sadarkan diri.Yao terus berjalan semakin dekat, kali ini ia mendengar suara langkah kuda yang semakin lama semakin mendekat kepadanya. Tak lama kemudian ia bisa melihat banyak unit kaveleri kerajaan dengan perlengkapan tempur lengkap serta kuda-kuda yang gagah berani datang mendekatinya. Mereka berusaha mengepungnya dari berbagai arah.Mendengar rumor yang telah beredar, kaveleri itu berusaha m
Yao memegang pedangnya erat-erat dengan kedua tangannya, dan dengan segenap tenaganya ditambah kekuatan dari bunga emas itu, ia menancapkan pedang itu ke lantai. Ia mulai berbisik seperti mengatakan sesuatu namun tidak terdengar dengan jelas oleh raja dan para pengikutnya di ruangan itu.Tak lama kemudian, tubuh Yao memancarkan cahaya keemasan yang semakin lama semakin terang. Cahaya itu terus bertambah-tambah intesitasnya menyebar memenuhi ruangan itu, bahkan keluar dan menyelimuti keseluruhan pulau itu.Cahaya keemasan yang dilepaskan itu begitu menyakitkan, membuat mereka yang terkena cahaya itu, sekalipun tak melihatnya merasakan penderitaan yang luar biasa. Rasa sakit menyebar di sekujur tubuh mereka, mata mereka tak sanggup lagi untuk melihat karena terlalu menyilaukan, membuat orang-orang yang berada di seluruh pulau itu, dimanapun mereka berada meringkuk kesakitan.Tidak peduli tua atau muda, cahaya itu tak pandang bulu dalam memberi penghuku