Setelah cukup jauh berjalan, kereta kuda itu berhenti di sebuah bangunan yang megah. Seorang tentara kemudian membuka kerengkeng bagian belakang dan mengeluarkan gadis kecil itu dari sana. Gadis kecil itu tidak bisa lagi melawan karena sudah kehabisan energi dan pasrah saja ketika tentara itu membuka tali yang mengikatnya.
“Berdirilah, ikuti aku, dan jangan coba-coba kabur,” kata tentara itu dengan tegas. Ia membiarkan gadis itu bebas tanpa ikatan, memintanya untuk mengikutinya. Gadis itu hanya menurut, ia tidak bisa kabur karena ketatnya penjagaan di sekitar bangunan itu oleh tentara kerajaan.
Mereka memasuki bangunan yang megah itu, melalui sebuah pintu besar yang di jaga oleh dua tentara. Ketika gadis itu sampai di dalam gedung itu, ia disambut oleh dua belas wanita yang berpakaian pelayan. Para pelayan itu menundukkan kepalanya, seakan menghormati keberadaannya.
Tentara itu memerintahkan kepada para pelayan itu untuk membersihkan gadis kecil yang di bawan
Satu bulan berlalu, gadis kecil itu yang kini menerima nama Yao, sangat menikmati kehidupan mewahnya di bangunan megah yang diberikan oleh sang raja untuk mereka.Bersama keempat anak lainnya mereka hidup enak, ditemani oleh banyak pelayan dan tentara yang berjaga di tempat itu. Bangunanan itu dikelilingi oleh tembok yang tinggi, dan di bagian belakangnya terdapat sebidang tanah yang cukup luas dan lantainya terbuat dari batu berkualitas tinggi. Dari apa yang diberitahukan kepadanya oleh pelayan, tentara dan kakek Tong (panggilan mereka pada penasehat raja yang menjadi pembimbing mereka), tempat itu adalah lokasi bagi sang raja untuk melaksankan ritual pengabulan dari bunga emas. Ritual itu sendiri akan dilaksanakan besok dan mereka semua mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan keajaiban dari bunga emas hadiah pemberian dewa untuk kerajaan itu. Anak-anak selain Yao, yang juga tinggal di tempat itu memiliki latar belakang yang hampir mirip dengannya. Hidup terlantar d
Yao yang penasaran dengan ritual pemanggilan berusaha mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Ia telah mencoba bertanya pada pelayan dan prajurit yang berjaga, namun mereka semua bungkam. Ia jadi semakin curiga, bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dari mereka. Ia berniat untuk bertanya pada kakek Tong, namun urung, mengingat ia yang sangat dekat dengan raja, pasti tidak akan membeberkan informasi dengan mudah.Ia pun berusaha mencari informasi sendiri di perpustakaan yang ada di bangunan itu. Perpustakaan itu tidak mendapat banyak perhatian dari prajurit sehingga dengan mudah ia dapat masuk ke sana. Dalam penyelidikannya itu, ia ditemani oleh Yin yang secara sukarela mau membantunya. Di perpustakan tersebut berjejer rapi rak-rak yang menyimpan buku-buku dengan sampul dari kulit hewan dan menggunakan perkamen sebagai tempat untuk menulis. Di tempat itu mereka juga menemukan buku yang ditulis dalam bentuk gulungan panjang.Mereka mencoba mengumpulkan buku-buku terkai
Yao menunjukkan sepenggal kalimat dari buku tebal yang di bacanya kepada Yin. Beginilah bunyi kalimat itu,Mereka di bawa ke tempat peristirahatan terakhirWahai para kesatria gagah beraniHidupmu mungkin telah berakhirTapi mimpimu akan tetap hidupSebagai bunga emas yang teramat indahMenyembul dari jantungmuSetelah membaca kalimat itu, Yin masih menunjukkan wajah kebingungan ia tidak mengerti maksud Yao.“Bukankah kalimat ini sedikit mirip dengan cerita dari buku yang ketiga, kan?”“Ya, dan ada kemungkinan mereka saling berhubungan. Tetapi, berdasarkan tiga buku yang kamu ceritakan padaku, kemungkinan terburuknya kita semua akan mati,” kata Yao.“Mengapa kamu berpikir seperti itu?” tanya Yin.“Coba kamu perhatikan, dari tiga buku yang kamu ceritakan ditambah
Kakek Tong tertawa melihat ekspresi kaget Yin dan Yao. Ia berjalan mengelilingi mereka, memerhatikan mereka dari ujung kepala sampai ujung kaki. Perhatiannya tertuju pada kantung yang mereka bawa. Dengan kasar ia mengambil kantung-kantung itu, membuka isinya. “Hmm … semua ini adalah barang-barang pemberian raja, ternyata memang benar kalian berniat kabur. Tak kusangka perangkap yang telah kusediakan dimakan semudah ini,” kata kakek Tong. Terkejut mendengar pernyataan kakek Tong, Yao mencoba bicara. “A-apa? Jadi, lubang it–“ “Ya, lubang itu adalah buatanku. Aku curiga pada gerak-gerik kalian belakangan ini, terutama kamu Yao,” kata kakek Tong sambil mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Yao. “Belakangan ini, aku sering mendapatkan laporan dari para pelayan dan prajurit, tentang kamu yang menanyakan soal ritual pemanggilan.Beberapa waktu lalu kita juga sempat berpapasan di perpustakaan, dan karena aku sering berada di sana, aku hafal betul posisi
Para pelayan itu menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan dalam ritual, mereka memakaikan pakaian serba putih pada Yin dan Yao, memandikan mereka dengan bersih dan memberikan wangi-wangian kepada mereka.Setelah itu semua selesai, mereka pun di bawa ke pintu depan bangunan megah itu.Di sana mereka berjumpa dengan tiga anak laki-laki lainnya, Dengan balutan pakaian serba putih mereka, wajah mereka tampak senang dan bahagia tanpa mengetahui niat busuk raja terhadap mereka.“Kira-kira akan seperti apa ya, ritual pemanggilan itu?” tanya Jun pada dua rekannya.“Entahlah, yang pastinya akan sangat menakjubkan seperti ritual pengabulan sebelumnya,” jawab Jin.“Tidak-tidak, aku yakin akan lebih hebat dari ritual sebelumnya,” tambah Zuu.Karena asyik mengobrol, mereka hampir tidak menyadari Yin dan Yao diantar oleh beberapa pelayan untuk bergabung dengan mereka. Ketika pelayan-pelayan itu hendak pergi, barulah Zuu bert
“Aku tidak peduli, kamu dewa atau iblis, kamulah yang bertanggung jawab atas semuanya ini, aku telah kehilangan segala-galanya sedari aku lahir, bahkan sekarang di akhir hayatku, aku harus melihat penderitaan yang begitu besar dari sahabatku,” kata Yao mengutarakan segala protesnya pada sosok iblis yang wujudnya tak bisa dilihatnya itu.“Lalu sekarang kamu mau apa?” tanya iblis itu.Yao hanya terdiam, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya tidak bisa digerakkan, bahkan hanya untuk menggerakkan kepala dan bola matanya pun tidak bisa. Dengan demikian pandangannya terkunci ke satu titik. Sosok yang mengaku iblis itu pun tak kunjung menunjukkan wujudnya, sedari tadi hanya suaranya saja yang terdengar, seakan langsung merasuki pikiran Yao.“Hei iblis tua, apakah aku sudah mati?” tanya Yao.“Belum, jika kamu buru-buru ingin pergi, aku bisa memanggil mereka untuk menjemputmu dari sini, dan mengantarmu ke dunia sana
(POV si iblis tua bercerita pada Yao)Dengan tiga bunga emas di tangannya, memenangkan pertempuran waktu itu sangatlah mudah, bahkan ia bisa memenangkan pertempuran itu tanpa menjatuhkan satu pun korban jiwa dari kedua pihak. Dengan menggunakan bunga emas itu, ia membuat siasat yang membuat adiknya dan seluruh rakyat kerajaan mau mengakuinya sebagai raja. Tentu saja, dengan cara yang teramat licik.Dengan bunga emas pertama ia memohon agar di kerajaan itu dilimpahkan sebuah wabah penyakit yang tidak ada obatnya, namun penyakit tersebut tidak bisa membunuh penderitanya. Bunga emas itu berkilauan lalu mengabulkannya dan terjadilah seperti yang dipintanya.Satu minggu berlalu, dan seisi kerajaan telah dipenuhi oleh ratap penderitaan dari orang-orang yang mengidap penyakit misterius, tidak ada satupun obat yang manjur dan tidak ada satupun tabib yang mampu menanganinya. Dengan demikian pangeran yang lebih muda, yang berhasil memenangkan pertempuran sebelumnya dan me
Pada pagi hari setelah ritual pemanggilan, sang raja hendak memanen bunga emas yang sudah dinantikannya. Ketika ia, kakek Tong, dan para prajuritnya mengecek tempat itu, mereka terkejut karena tidak ada satupun bunga emas. Terlebih lagi, mereka tidak mendapati satu pun mayat dari anak-anak yang mereka korbankan.Pada awalnya mereka berpikir, mayat-mayat itu telah di bawa oleh hewan buas beserta dengan bunga emas itu. Namun, ketika seorang prajurit menunjukkan sebuah ukiran dari salah satu batu persegi panjang itu, wajah raja menjadi sedikit pucat.Ia teringat akan kata-kata Yao yang akan bangkit dari kematiannya untuk membalas dendam kepadanya.Ah, tidak mungkin, itu pasti tidak mungkin, ini hanya perasaanku saja, tidak perlu cemas, batin raja.Untuk sementara mereka menyimpulkan bahwa mayat anak-anak itu dan bunga emas telah dicuri oleh orang yang tidak dikenal. Oleh karena itu, sang raja memerintahkan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini. Bilama
Halo, Terima kasih untuk kalian yang masih setia membaca kisah ini. Berhubung kesibukan author yang tak terelakan di kehidupan nyata, dan lagi cerita seperti ini sepertinya kurang diminati disini, dengan berat hati author menghentikan pengerjaan novel ini. Kisah ini memang belum berakhir dan Masih banyak misteri yang belum terpecahkan, dan mungkin selamanya akan menjadi misteri bahkan bagi author sendiri. Pengerjaan novel ini benar-benar author hentikan, dan sejenak berisitirahat dari kesibukan dunia tulis menulis ini. Ya, meskipun author bisa dibilang awam dalam dunia kepenulisan ini, namun setidaknya author telah belajar banyak hal dan mendapatkan banyak pengalaman. Kedepannya jika memungkinkan, author akan kembali dengan membawa kisah baru lainnya yang jauh lebih baik dari ini. Sekali lagi author mengucapkan terima kasih banyak, terutama buat kalian yang mendukung novel ini melalui vote gem, juga kepada Editor yang senantiasa memberikan ilmunya kepada author
Dari atas tebing yang tak jauh dari istana pasir itu, Claudia dan Jack duduk di atas sebuah batu memperhatikan mereka dari kejauhan. Jack mengalihkan pandangannya dan menunjuk ke arah sebuah menara yang tinggi, berdiri tidak jauh dari sana. Menara itu tingginya sekitar 48 meter, dan merupakan bangunan tertinggi di Distrik Selatan.“Claudia, lihatlah menara itu, seingatku sewaktu kunjungan terakhir kita, menara itu masih dalam tahap pembangunan,”“Ah, menara itu sudah selesai di bangun?” tanya Claudia.“Tentu saja, karena menggunakan biaya yang besar pembangunan menara tersebut bisa dilakukan dengan cepat dan selesai tiga tahun lalu,” ujar Jack.“Maafkan aku, karena fokus pada istana pasirku aku tidak memerhatikan menara itu,” kata Claudia melayangkan pandangannya ke arah menara yang ditunjuk Jack,” kata Claudia.“Menara itu dibangun karena impian seseorang, karena itu pula menara itu dinam
Dari apartemen itu mereka langsung bertolak ke Pantai Golden Valley di Distrik Selatan. Claudia melepas kemampuan iblisnya, merubah matanya menjadi merah menyala.“Aku tidak bisa berlama-lama menggunakan kemampuan ini, jadi semua berpegangan tangan, kita akan langsung berteleportasi ke Pantai Golden Valley,” ujar Claudia.“Tapi Claudia, apa kamu sudah pernah pergi ke sana?” tanya Frieda.Jack tersenyum. “ Tentu saja, aku pernah membawanya satu kali ke sana, melihat sebuah menara tinggi,” ujar Jack.“Ah, menara itu ya,” kata Frieda.“Sudah cukup ngobrolnya, ayo kita bergegas, cepat berpengangan tangan lalu lompat dalam hitungan ketiga,” ujar Claudia.Tarisa tampak bingung. “Eh, apa kita harus melom–““Satu, dua, tiga, lompat!” seru Claudia.Ketika mereka melompat mereka dapat merasakan sensasi perlambatan di udara, dan saat kaki mereka kemb
Melihat ketegangan yang mulai muncul sebelum mereka memulai rencana mereka, Jack mencoba menenangkan mereka.“Tarisa, apa yang terjadi pada Rin tidak ada hubungannya dengan Claudia, kita hanya mengikuti panduan kita, apa yang telah tertulis di sana adalah keputusan mutlak dan bukan disebabkan oleh siapapun,” kata Jack.“Panduan apa? Aku bahkan tidak memilikinya, yang aku tahu penyebab kematian Rin secara tidak langsung disebabkan oleh kutukan itu, dan iblis dihadapan kita ini adalah dalang di balik itu semua,” ujar Tarisa.“Tentu saja kamu tidak punya, karena kamu belum menyelesaikan ujianmu. Dengar Tarisa, menurutku sekarang ini kita sudah terlalu jauh mengusik manusia. Sebenarnya tidak semestinya kita tidak terlibat langsung dalam urusan ini, tapi mengingat kamu yang tidak bisa keluar dari masalah ini sendiri, membuatku turut ikut turun tangan,” ujar Jack.“Aku sudah terlalu lama menunggu dan sekarang ada kesemp
Di waktu sekarang di kamar apartemen Tarisa. “Aku ingin mendirikan sebuah istana pasir yang sangat megah, yang tingginya kira-kira sepuluh meter,” ucap Rin. Seketika itu juga, seisi ruangan menjadi hening. Claudia mengusap dahinya perlahan, Tarisa hanya tersenyum melihat ekspresi mereka. Sedangkan Jack, sepertinya menyadari bahwa permintaan Rin bukan hanya sekadar membangun istana pasir, namun lebih berat yang bahkan membuat Tarisa tidak dapat menyelesaikannya selama hampir sembilan tahun. “Mungkin kalian mengira ini adalah permintaan yang mudah, namun hal tersulitnya adalah membuat keluarganya dapat melihatnya dalam wujud roh tidak bisa kulakukan sampai sekarang,” kata Tarisa. “Soal itu, aku yakin Claudia bisa melakukannya,” ucap Frieda. “Terima kasih Frieda,” balas Tarisa. “Jika ingin membuat keluarganya bisa melihat Rin, kenapa kamu tidak mencoba mengalirkan energe supernaturalmua kepada Rin?” kata Claudia. Tarisa menghela n
Hampir dua tahun bermain sendirian di bak pasir taman itu, tidak membuat Rin menyerah, ia terus menunggu kedatangan Frieda dan datang ke tempat itu setiap hari. Sementara itu, Tarisa masih melanjutkan penyelidikannya meski tidak ada kemajuan yang berarti. Hari-hari mereka berlangsung damai, kekhawatiran Tarisa akan malaikat lain yang mengejar mereka sepertinya hampir hilang dan dengan demikian ia telah menurunkan kewaspadaannya. Meskipun demikian ia yakin, mereka hanya membiarkan dirinya untuk sementara waktu, dan sebuah hukuman besar telah disiapkan untuknya. Karena itu, sebelum hukumannya tiba, ia bertekad untuk dapat segera mewujudkan keinginan Rin. Suatu hari ketika mencoba berkeliling kota sendirian, Tarisa melihat anak-anak perempuan dengan seragam sekolah pulang bersama dengan teman-temannya. Ia melihat mereka tampak bahagia, bersenda gurau dan sibuk membicarakan soal kegiatan liburan mereka. Melihat itu, terbesit rasa penasaran dalam diri Tarisa, ingin mencob
Sudah hampir dua minggu Tarisa tinggal di kamar apartemen itu bersama roh Rin. Di sana ia menemukan beberapa keanehan seperti laci yang berisi banyak uang. Di laci itu juga terdapat pesan untuk tanpa segan menggunakan uang tersebut. Tarisa menanyakan keanehan itu kepada pria paruh baya pemilik apartemen yang dahulu menawarkan kamar itu kepadanya, tetapi ia tidak tahu apa-apa dan menyarankan padanya untuk menggunakan uang itu sesuai dengan pesan yang tertulis di sana.Pada awalnya, Tarisa tidak ingin menggunakan uang itu, namun lama kelamaan uang yang ia miliki semakin menipis, karena dengan wujud manusia maka ia juga akan memiliki kebutuhan seperti manusia, dan ia membutuhkan uang untuk memenuhinya.Oleh karena itu, ia berniat untuk mencari pekerjaan. Namun, karena ia tidak memiliki banyak dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Kota Golden Valley, membuatnya tidak bisa mendapatkan pekerjaan bahkan paruh waktu sekalipun. Akhirnya ia menyerah dan mengguna
Pada awal pelarian mereka, mereka sama sekali tidak memiliki tempat tinggal. Jadi, mereka akan beristirahat di halte bus, pinggiran toko, atau taman kota. Seperti yang ia janjikan, Tarisa mengabulkan permintaan Rin untuk tetap bermain bersama Frieda. Setiap hari Frieda akan datang ke bak pasir yang sama di taman, dan mereka bermain di tempat itu.Sementara itu, Tarisa mengawasi mereka dari kejauahan, melihat gerak-gerik Jack atau malaikat lainnya yang mungkin mengejarnya dan Rin. Saat matahari terbenam, ia akan menjemput Rin.Pada waktu itu, Tarisa sengaja membuat dirinya terlihat. Ia dan Rin berjalan-jalan di sekitar komplek apartemen dan penyewaan rumah. Ia rasa punya tempat tinggal untuk bersembunyi akan jauh lebih baik daripada hidup tidak jelas di luar.Ia masih memiliki sisa uang pemberian Jack, tidak terlalu banyak, namun ia rasa itu cukup untuk menyewa sebuah kamar apartemen di sana.Kemudian tibalah ia di sebuah apartemen berlantai dua yang tampa
Setelah perjalanan cukup panjang dengan bus, mereka akhirnya tiba di taman kota yang berada di Distrik Utara. Di taman itu tersedia banyak fasilitas bermain untuk anak-anak dan warga kota lainnya untuk bersantai. Mereka memasuki taman itu dan duduk di kursi taman dekat salah satu bak pasir yang lebih sepi dikunjungi. “Kak Tarisa, Rin ingin bermain pasir lagi,” katanya sambil menunjuk bak pasir yang tidak jauh dari sana. “Boleh saja, tapi sepertinya dari yang aku perhatikan tadi, anak-anak bermain pasir dengan ember dan beberapa alat untuk mencetak. Peralatan itu disewakan di sana, jika tidak keberatan aku akan pergi ke sana dan menyewa satu untukmu,” kata Tarisa. “Ya, Kak, Rin mau,” ujar Rin. Tarisa bergegas ke tempat yang disinggungya tadi, meninggalkan Rin duduk sendirian di kursi taman itu. Sambil menunggu ia mengayunkan kakinya perlahan sambil menyanyi kecil. Sampai suatu ketika seorang anak perempuan datang mendekatinya. “Ka-kamu …