Kalau Tamara menjawab telepon dari Ihsan tapi justru memblokir dirinya ....Ihsan kembali melirik sekilas ke arah Carlos. Aura gelap yang bergejolak menyelimuti pria itu. Dia bahkan merasa nyawanya terancam."Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang tidak dapat dihubungi. Silakan coba beberapa saat lagi."Suara mesin itu terdengar tak lama kemudian, membuat Carlos terpaku.Dalam hati Ihsan berpikir, 'Syukurlah ... nyawaku terselamatkan ....""Coba lagi beberapa kali," perintah Carlos.Ihsan pun menuruti perintahnya dan mencoba menelepon ulang beberapa kali, tapi hasilnya tetap sama.Carlos membatin, 'Heh, ternyata semua diperlakukan sama.'Amarah yang semula nyaris meledak, kini perlahan memudar. Entah kenapa, suasana hatinya malah membaik. "Sudah, kamu boleh pergi. Dia juga memblokirmu rupanya," kata Carlos.Ihsan terdiam sejenak, lalu menunduk melihat ponselnya, kemudian menyadari sesuatu. Jadi ... yang membuat Carlos marah itu karena Tamara memblokir nomornya?"Pak Carlos, belum tentu it
Ihsan terdiam. Jadi semuanya sia-sia? Carlos tetap tidak percaya?Saat masuk ke lift, wajah Carlos tampak kelam. Meskipun Tamara sudah memberi penjelasan waktu itu, lalu apa gunanya? Bukannya dia tidak mengatakannya langsung ke dirinya? Bahkan sampai menyuruh Ihsan untuk tidak usah memberitahunya.Kalau memang merasa telah difitnah, kenapa tidak langsung menelepon dan menjelaskan sendiri? Dia sudah memberi Tamara beberapa kali kesempatan. Masa Tamara bahkan tidak bisa mengambil inisiatif sekali pun? Apa benar-benar sesulit itu?Dengan perasaan kesal yang terpendam, Carlos menyetir ke restoran tempat reservasi mereka.Verona sudah tiba lebih dulu dan sedang membolak-balik menu. Meski tadi pagi sempat bertengkar, Carlos tetap menyetujui ajakan makan siang ini. Bukankah itu tanda masih ada celah di antara mereka?Selama dia terus menekan dan memperkuat hubungan ini, Carlos pasti akan kembali menyukainya seperti masa-masa mereka di kampus.Sementara itu, di tempat duduk seberang agak menyam
Tamara mendengarkan semua itu dengan perasaan hangat. Dia benar-benar ikut bahagia untuk Jacob. Mimpinya di masa lalu akhirnya tercapai juga."Ngomong-ngomong, semua ini juga berkat Tamara. Waktu itu dia yang berhasil menarik investor malaikat dengan nilai 20 miliar," kata Jacob sambil menoleh ke arah Tamara."Rara sehebat itu? Kenapa kamu nggak pernah cerita?" Zoya menatap takjub."Soalnya, setelah berhasil menarik investor, Tamara langsung pergi ke luar negeri. Aku waktu itu benar-benar terharu, sampai ingin langsung kasih dia saham. Tapi kepergiannya benar-benar mendadak, aku jadi nggak sempat ngomong apa-apa," ujar Jacob sambil menghela napas.Mendengar itu, ingatan Tamara melayang ke dua tahun yang lalu. Waktu itu memang dia berniat memulai bisnis bersama Jacob, tapi siapa sangka takdir malah menghadiahkannya "keberuntungan" lain.Demi cinta, dia rela melepaskan karier yang hampir dimulainya, lalu lenyap dari dunia dan menjadi seorang "asisten rumah tangga" yang terpenjara."Invest
Di area depan restoran.Carlos menyebutkan nomor meja dan pelayan pun mulai memandunya menuju tujuan. Saat sedang berjalan, tanpa sadar dia menoleh ke samping dan pandangannya tidak sengaja menyapu salah satu sudut ruangan.Langkahnya mendadak terhenti sejenak.Matanya terpaku pada sosok wanita yang duduk di salah satu bilik. Tepat saat itu, wanita itu mengangkat menu dan menutupi wajahnya.Dalam sekejap tadi, dia merasa seperti melihat ....Tamara.Carlos kembali berjalan mengikuti pelayan, tapi pandangannya masih tertuju ke arah sana. Saat hampir bisa melihat profil wajah wanita itu dengan lebih jelas, tiba-tiba sebuah tiang besar menghalangi pandangannya.Begitu mencoba melihat lagi, yang tampak hanyalah bagian belakang kepala wanita itu.'Rambut pendek .... Bukan Tamara. Tamara berambut panjang. Lagi pula, dia sekarang masih dirawat di rumah sakit. Mana mungkin dia ada di sini?'Carlos akhirnya benar-benar mengalihkan pandangan. Ekspresinya kembali datar, berpikir mungkin dia hanya
Sudut bibir Verona terangkat, menyunggingkan senyuman tipis. Di dalam hati, dia sudah menyusun rencana dengan rapi.Makanan utama akhirnya datang, tapi Carlos tidak makan banyak. Malahan, dia hampir menghabiskan sebotol penuh anggur merah. Setelah itu, dia bahkan membuka sebotol anggur lagi sehingga efeknya mulai terasa."Sudahan minumnya. Nanti siang aku masih harus kerja," ujar Carlos sambil menjauhkan gelas, mencegah Verona menuangkan lagi."Sepertinya suasana hatimu sedang buruk. Mungkin karena tekanan kerja yang berat. Minum sedikit, lalu tidur sebentar di kantor, siangnya pasti lebih segar," bujuk Verona.Carlos mendengar ucapannya dan suasana hatinya memang sedang buruk. Namun, penyebabnya bukan karena tekanan pekerjaan, melainkan karena Tamara.Sampai saat ini Tamara belum juga datang mencarinya, bahkan teleponnya pun tidak dijawab. Dia merasa kesal, marah, dan ... frustrasi.Akhirnya, dia mendorong kembali gelas ke arah Verona. Wanita itu langsung menuangkan anggur hingga menye
Mendengar ucapan itu, alis Carlos mengerut lebih dalam. Dia menatap Zoya dengan serius dan langsung menyanggah, “Bu Zoya, tolong jaga kata-kata Anda. Jangan asal menuduh tanpa bukti.”Mendengar ucapanny, Zoya malah merasa geli dan berkata, “Kalau begitu, kenapa kalian berdua sekarang jalan bergandengan? Pagi ini aku juga lihat nama kalian trending loh.”Carlos menunduk, melihat lengannya yang digandeng oleh Verona. Tanpa ragu, dia langsung menepis tangan itu dengan dingin.Verona di sampingnya nyaris menggertakkan gigi. Senyuman masih terpampang di wajahnya, tapi matanya jelas-jelas menatap tajam ke arah Zoya. Wanita cerewet ini sudah membuat semuanya berantakan.“Trending itu cuma gosip kosong. Bu Zoya, jangan mudah percaya pada rumor,” ujar Carlos lagi, kali ini dengan nada yang jauh lebih dingin.Zoya terkekeh pelan. Dalam hatinya, dia yakin Carlos benar-benar sedang mabuk. Bukti sudah jelas di depan mata, tapi dia masih bisa bicara dengan nada penuh percaya diri.“Bukannya yang dipa
Jendela mobil diketuk, Jacob refleks menoleh dan melihat Tamara, lalu buru-buru membuka pintu mobil. Namun, Tamara tidak menuju kursi penumpang depan, melainkan langsung masuk ke kursi belakang dengan wajah panik dan gugup."Ada apa? Kamu ketemu orang jahat?" tanya Jacob cemas."Nggak ... nggak kok," jawab Tamara sambil berusaha menenangkan diri."Kakak, bisa nyetir sekarang? Tolong antar aku ke persimpangan depan dulu," ujarnya lagi dengan nada tergesa-gesa. Jacob memang tidak paham apa yang sedang terjadi, tapi dia tetap menyalakan mesin dan menjalankan mobil.Saat berbelok, dia sempat melihat Zoya naik ke pelataran restoran, ditemani oleh sepasang pria dan wanita. Dia mengenal pria itu. Pria itu adalah Carlos.Jacob lalu melirik ke kaca spion dan melihat Tamara tidak duduk tegak, melainkan membungkuk dan menunduk di kursi belakang. Alis Jacob langsung berkerut dalam-dalam.Zoya jelas-jelas sudah keluar, tapi Tamara malah tampak seperti sedang kabur ketakutan, bahkan tidak berani memp
Mendengar itu, Carlos pun mengikuti Verona naik ke dalam taksi dengan patuh.Di sisi lain, di persimpangan jalan berikutnya. Tamara menolak ajakan Jacob yang ingin mengajaknya melihat-lihat kantor lebih awal dan memilih menunggu Zoya di sana.Begitu melihat mobil sport merah mendekat, dia segera berjalan ke tepi jalan dan naik."Kamu nih ya, Rara, nggak ada solidaritasnya sama sekali," Zoya langsung menceletuk begitu Tamara duduk."Waktu aku nyebut nama Jacob kamu bersikap seolah-olah nggak mau ada hubungan sama dia. Tapi ternyata demi bisa ngobrol lebih lama sama dia, kamu malah naik mobilnya."Tamara tidak bisa membela diri, akhirnya menjawab dengan canggung, "Cuma beberapa menit perjalanan kok, juga nggak ngobrol banyak ....""Tapi cukup buat ciuman beberapa kali, tuh," Zoya sengaja mengusiknya.Tamara terdiam."Ayo, cepat ngaku kalian ngobrolin apa? Kalau nggak, nanti aku bikin versi sendiri lho ...," goda Zoya lagi.Tamara hanya bisa tersenyum pasrah dan berkata, "Sumpah, nggak ngo
"Buat apa aku kasih ke kamu? Supaya kamu gangguin Tamara lagi?" Arham menolak dengan nada kesal.Carlos mengatupkan bibir, lalu berkata pelan, "Aku nggak bakal ganggu dia .... Aku cuma ....""Aku cuma mau tanya dia di mana, mau jemput dia pulang." Suara Carlos semakin pelan."Kenapa harus jemput dia pulang? Bukannya kamu sendiri yang bilang mau cerai? Surat cerai saja sudah kamu tandatangani. Kamu itu mantan suaminya, masih mau ganggu dia?" Arham langsung bertanya dari seberang telepon."Aku nggak pernah berniat cerai sama dia! Tanda tangan itu juga bukan dariku! Bahkan aku belum pernah lihat dokumennya!" Carlos buru-buru membantah."Oh? Jadi maksudmu, Tamara nipu aku pakai dokumen palsu? Itu juga yang kamu bilang ke kepala pelayan ya?" Suara Arham tetap tenang saat cucunya berteriak."Benar. Tamara ninggalin aku fotokopiannya dan kirim dokumen aslinya ke Kakek. Tapi, itu semua dipalsukan, tanda tangan aku nggak asli. Secara hukum, itu nggak sah," jelas Carlos.Usai mengatakan itu, dia
Saat menonton ulang video masa kuliah Tamara, Carlos kembali terpikat oleh gadis bersinar dan luar biasa itu. Dia sempat berpikir, kalau saja tidak ada Verona, mungkinkah dia dan Tamara bisa menjalin cinta secara alami?Bahkan kemarin malam saat tidur di kamar Tamara dan mencium aroma dari kasur yang pernah ditiduri Tamara, pikirannya terus memikirkan wanita itu.Setelah selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, hawa dingin AC membuat kepala Carlos benar-benar jernih. Sepertinya, dia telah memperoleh satu kesimpulan.Entah itu cinta atau bukan, yang jelas dia tidak ingin Tamara menghilang dari penglihatannya, apalagi keluar dari kendalinya.Melihat dokumen perceraian yang terlipat dan berkerut di tepi ranjang, Carlos berjalan mendekat, berniat untuk merobeknya.Namun, sebelum berhasil merobek, matanya menangkap bagian dokumen yang masih memiliki watermark dan bahkan terdapat contoh analisis kasus di bawahnya.Carlos termangu. Dia sampai melakukan kesalahan seperti ini. Waktu di kantor
Carlos menghentikan gerakan saat membuka pintu, lalu menoleh sambil membantah, "Aku nggak jatuh cinta.""Heh, kamu pikir bisa bohong? Jelas-jelas kamu jatuh cinta sama Tamara, makanya kamu nggak suka aku lagi, bahkan mau usir aku pergi," timpal Verona sambil mengepalkan tangan.Carlos mengerutkan alis, wajahnya datar saat berkata, "Itu nggak ada hubungannya dengan aku suka Tamara atau nggak. Sudah kubilang, hubungan kita berakhir dua tahun lalu.""Kamu meninggalkan aku demi uang, kamu mengkhianatiku. Nggak ada lagi kemungkinan di antara kita."Verona masih tidak percaya. Menurutnya, Carlos jatuh cinta pada Tamara, makanya perasaan Carlos padanya memudar."Waktu aku baru pulang, kamu sendiri yang bilang kamu sudah nggak mempermasalahkan masa lalu dan bisa memaklumiku," ujar Verona sambil menangis."Waktu itu aku bisa apa? Kakek Arham mengancamku supaya aku pergi. Kamu mau aku diusir dari kota ini?"Carlos menggigit bibirnya. "Maksudku, kita bisa jadi teman biasa. Bukan untuk mulai hubung
Karena Tamara menginginkannya, Carlos akan memberikannya. Mari kita lihat, apakah dia berani datang mengambilnya nanti?Berani sekali wanita ini mempermainkan kakeknya, benar-benar tidak tahu berterima kasih! Lupa dulu mereka bisa menikah karena Arham?Verona belum tidur malam itu. Dia masih menyiapkan makanan dan menunggu Carlos pulang kerja. Begitu pria itu masuk, baru saja Verona ingin menyambut, dia langsung melihat wajah Carlos yang masam.Kemudian, pria itu bertanya dengan nada tak bersahabat, "Bukannya semalam aku sudah bilang jangan masak? Barang-barangmu sudah dibereskan belum? Kalau sudah, aku suruh Ihsan bantu kamu pindah besok."Langkah kaki Verona langsung terhenti, matanya mulai berkaca-kaca. "Carlos, kamu benar-benar ingin aku pergi secepat itu? Semalam kamu desak, malam ini juga ...."Carlos terdiam sejenak, lalu menjawab, "Nggak pantas kalau kamu tinggal di rumahku. Aku sudah nikah dan Tamara pergi dari rumah karena itu. Jadi, lebih baik kamu tinggal di luar. Ini juga d
Surat cerai asli dengan tanda tangan pribadinya? Itu tidak mungkin!"Aku nggak pernah tanda tangan! Dari awal sampai akhir, aku bahkan nggak pernah lihat dokumen itu!" pekik Carlos.Di seberang sana, kepala pelayan dibentak sampai benar-benar terbangun total. Dia pun menghela napas dan berkata."Tapi, dokumennya asli. Aku lihat sendiri tanda tangannya, nggak ada yang aneh. Lagi pula, dua hari ini Tuan juga nggak telepon untuk menjelaskan apa-apa. Tuan Arham kira Tuan memang setuju.""Nggak! Aku nggak pernah setuju! Dokumen yang nggak pernah kutandatangani, kenapa harus kuakui?" Carlos berseru marah, sampai urat di tangannya mencuat.Kepala pelayan terdiam sesaat, lalu mengernyit dan bertanya dengan ragu, "Apa mungkin Nyonya memalsukan tanda tangan Tuan?""Heh, cuma dia yang bisa kepikiran hal kriminal seperti itu! Otaknya benar-benar kosong!" Carlos membalas dengan penuh kebencian."Kalau tanda tangan itu palsu, berarti surat cerainya juga nggak sah secara hukum! Dia cuma ingin memperma
Karena kejadian kemarin malam, sepanjang pagi wajah Carlos muram. Ihsan masih terus mencari Tamara. Bukan hanya di seluruh kota, tetapi juga di seluruh provinsi, bahkan di seluruh negara. Akan tetapi, tetap tidak ada hasil.Hari ini sudah masuk hari ketiga."Kapan kamu bisa menemukan dia? Bisa kerja lebih cepat sedikit nggak?" Menjelang jam pulang kerja, Carlos akhirnya tak tahan lagi dan memarahi Ihsan.Ihsan pun tak kalah frustrasi. Dalam batas kemampuannya, dia benar-benar tidak bisa menemukan keberadaan Tamara."Pak Carlos, mungkin bisa coba lewat jalur pribadi. Coba cari nomor ponsel baru Nyonya. Aku nggak bisa akses karena itu termasuk data privasi."Carlos baru tersadar setelah mendengar itu. Dia mulai menghubungi kenalannya di operator seluler untuk mendapatkan akses ke data.Sayangnya, karena operator bukan milik swasta, meskipun sudah mengerahkan semua koneksi yang dimilikinya, dia tetap tidak bisa menjangkau pihak tertinggi. Usahanya selama beberapa jam sia-sia, membuatnya te
Siang hari ini pun Carlos masih mencoba mengirim pesan verifikasi ke Tamara, tetapi langsung muncul notifikasi gagal terkirim. Kontaknya telah diblokir."Tamara, lebih baik kamu jangan pernah muncul lagi seumur hidupmu!" Carlos menggertakkan gigi, bergumam sendiri.Saat sampai di rumah, Verona sudah selesai memasak dan menghidangkan makan malam untuk Carlos dengan antusias.Namun, begitu melihat Verona memakai baju milik Tamara dan mengenakan celemek yang biasa dipakai Tamara, Carlos langsung maju dan merobek dengan kasar.Awalnya, Verona mengira Carlos akhirnya luluh. Meskipun awalnya kasar, dia tak keberatan. Akan tetapi, dia akhirnya sadar bahwa dirinya salah paham.Tubuhnya didorong, dijatuhkan ke lantai. Carlos menatapnya dengan marah sambil membentak, "Siapa yang izinin kamu pakai bajunya dan sentuh barangnya?"Verona ketakutan, air mata langsung tumpah. Dia menatap pria itu dengan tatapan sedih, "Carlos, ada apa denganmu? Kenapa kamu perlakukan aku seperti ini?""Dulu aku juga pe
"Jadi maksud Bapak, Bapak memang nggak sampai ke langkah terakhir, tapi yang lainnya semua dilakuin?" Ihsan menyimpulkan.Carlos ingin membantah, tetapi tidak bisa melontarkan sepatah kata pun."Membawa dia ke rumah, ke kamar utama, antar jemput, kasih hadiah mahal, masuk trending topic terus, bahkan waktu kecelakaan yang Bapak selamatin duluan bukan Nyonya," Ihsan menyebut satu per satu hal yang diketahuinya."Ada kesalahpahaman nggak diselesaikan. Bukannya bersama istri, malah temani wanita lain. Waktu Nyonya dirawat di rumah sakit, Bapak juga nggak peduli ...," lanjut Ihsan sambil menghela napas.Carlos akhirnya benar-benar terdiam, mengepalkan tangannya, menggertakkan giginya. Tidak ada sepatah kata pun yang bisa dilontarkannya."Ini sangat keterlaluan, Pak Carlos. Kalau orang lain di posisi Nyonya, pasti sudah minta cerai dari dulu." Ihsan menjatuhkan bom terakhir.Kata cerai itu langsung memicu ledakan. Brak! Carlos tiba-tiba berdiri hingga kursinya terlempar ke belakang.Ihsan te
Carlos kembali tersadar, membalikkan tabletnya, lalu mengambil dokumen dan keluar ruangan.Saat berjalan, pikirannya secara otomatis memutar ulang berbagai video dan foto tentang Tamara. Dalam lamunannya, dia bertanya-tanya.Ternyata Tamara begitu luar biasa. Kenapa dia tidak pernah menyadarinya? Namun, kalau dipikir-pikir, tidak ada yang aneh. Sejak SMA, Tamara memang sudah pintar. Saat kuliah, dia pasti semakin bersinar dan mencuri perhatian.Adapun Carlos, meskipun satu universitas dengan Tamara, jurusan mereka berbeda. Lagi pula, masa itu dia selalu bersama Verona.Semakin dipikir, Carlos merasa dia benar-benar telah melewatkan empat tahun bersama Tamara. Padahal dulu jarak mereka begitu dekat ....Saat berikutnya, muncul sebuah pemikiran konyol. Kalau dulu dia tidak berpacaran dengan Verona, apakah dia akan jatuh cinta pada Tamara saat kuliah?Jari-jarinya perlahan mengepal. Rapat sudah dimulai, membuatnya terpaksa menghentikan semua asumsi itu.Dua jam kemudian, rapat selesai dan