"Aku baru tahu sifat aslinya sekarang. Wanita itu benar-benar jahat!"Di sampingnya, saat mendengar makian Carlos, Verona yang sedang menunduk perlahan melengkungkan senyum kecil. Senyuman itu hanya berlangsung sedetik, lalu dia buru-buru memasang ekspresi netral kembali.Carlos sebenarnya sudah mengambil cuti seharian. Namun saat siang menjelang, dia memutuskan untuk kembali ke kantor. Sementara itu, Verona tetap tinggal di rumah sakit. Meski sudah sadar, kepalanya masih sedikit pusing. Akan tetapi karena ada perawat yang menjaganya, Carlos pun merasa tenang meninggalkannya di sana.Karena masalah ini, suasana hati Carlos benar-benar buruk sepanjang hari. Tamara sampai nekat menimbulkan kebocoran gas hanya karena cemburu pada Verona dan bahkan ingin mencelakainya juga. Wanita ini benar-benar seperti teroris!Ihsan bisa merasakan dengan jelas aura buruk dari sang bos. Dalam satu jam saja, Carlos sudah meledak tiga kali karena hal-hal sepele. Saat harus mengambil berkas, Ihsan akhirnya m
"Sus, kalau dia tanya aku sudah sadar atau belum, bilang saja aku sempat bangun lalu tidur lagi," ucap Tamara.Perawat itu menatapnya, merasa pria itu mungkin juga tidak akan menanyakan, tapi tetap mengangguk pelan. Ini adalah kamar rawat inap tunggal. Tamara berbaring di ranjang dan menatap kosong ke arah jendela.Ingin sekali rasanya dia pergi. Dia ingin pergi dan benar-benar menjauh dari dua orang berengsek itu. Padahal tinggal tiga hari lagi, kenapa ... kenapa mereka masih juga menyiksanya?Ah, salah. Sekarang hanya tersisa dua hari. Besok, dia sudah bisa pergi.Tamara memejamkan mata. Semua barang sudah dia kemas. Sekarang dia hanya berharap waktu bisa berjalan lebih cepat.Siang hari.Tamu tak terduga datang. Ihsan."Bu, Anda baik-baik saja?" Ihsan datang membawakan keranjang buah untuk menjenguk."Ini atas permintaan Pak Carlos. Dia ingin tahu apakah Anda sudah sadar atau belum."Ekspresi Tamara datar. Dia bahkan tidak berniat menjawab. Hanya dengan mendengar nama Carlos, hatinya
Saat tengah larut dalam pikirannya, pintu ruang kerjanya diketuk. Ternyata Ihsan sudah kembali."Dia sudah sadar?" tanya Carlos langsung."Sudah," jawab Ihsan. "Aku juga sempat tanya ke perawat soal kondisi detailnya. Pemulihannya cukup baik, sudah nggak perlu pakai oksigen lagi, hanya saja masih sering mengantuk."Carlos tidak memberi reaksi apa-apa. Wajahnya tetap dingin, tanpa sedikit pun ekspresi gembira mendengar bahwa istrinya telah sadar. Ihsan berdiri diam beberapa detik. Saat hendak berbalik untuk keluar, Carlos tiba-tiba memanggil lagi."Carikan tempat tinggal. Lingkungan bagus, keamanan tinggi, privasi terjaga, perabotan lengkap."Ihsan berpikir dalam hati, 'Apa Pak Carlos mau pindah? Mau tinggal bareng si selingkuhan itu?'"Baik, saya akan langsung cari," jawab Ihsan sambil mengangguk.Saat dia hampir sampai di pintu, suara Carlos kembali terdengar, "Dia ... bilang apa lagi?"Langkah Ihsan terhenti. Dia menoleh dan menjawab pelan, "Nggak ada. Nyonya masih cukup lemah."Padah
Sebab ... bahkan jika Tamara menunjukkan bukti rekaman itu sekalipun, Carlos tetap akan membela Verona. Dalam pandangan orang yang sedang dimabuk cinta, apa pun yang dilakukan Verona pasti terlihat benar. Sementara dirinya, hanya akan membuat Carlos membencinya.Bahkan, dia yakin Carlos pun mengharapkan kematiannya.Tamara tersenyum sinis. Pengorbanannya selama dua tahun ini hanya berakhir dengan pria itu yang ingin melenyapkan nyawanya.Pada saat itu.Verona sudah naik taksi dan pulang ke rumah. Sesampainya di sana, dia langsung menghubungi teknisi komputer. Begitu masuk ke ruang kerja Carlos dan melihat laptop yang terkunci, dia mencoba mengetik tanggal lahirnya sendiri. Detik berikutnya, komputer langsung terbuka.Sudut bibinya menyunggingkan senyuman bangga. Kode sandi komputer dan ponsel Carlos semua berhubungan dengan dirinya. Kalau bukan cinta, lantas apa namanya ini?Verona memerintahkan teknisi untuk menghapus seluruh rekaman CCTV. Setelah si teknisi selesai bekerja, dia bertan
Seperti biasanya, malam itu Carlos pergi menemani Verona terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. Hari ini juga, dia tetap tidak mengunjungi Tamara.Malam ini dia menghadiri acara jamuan bisnis dan minum sedikit alkohol. Dia duduk di samping meja makan dengan lambung yang terasa tidak nyaman. Dalam benaknya tiba-tiba muncul bayangan Tamara saat membawakan sup penghilang mabuk untuknya.Pada saat bersamaan, Tamara juga menasihatinya dengan cerewet. Setelah ditegur oleh Carlos, Tamara pun berdiri di samping tanpa mengucapkan apa-apa.Namun saat tersadar kembali, dia baru melihat bahwa rumah seluas ini telah kosong melompong. Tidak ada orang sama sekali selain dia sendiri.Carlos mengernyit. Dia merasa terlalu banyak memikirkan Tamara dalam dua hari belakangan ini, sehingga hatinya merasa kesal. SSaat bangkit untuk mengambil obat dan air, Carlos tiba-tiba menyadari bahwa sepertinya ada sesuatu yang kurang di sana. Setelah beberapa saat kemudian, dia baru teringat bahwa di sana tidak terli
Mendengar ucapan itu, mata Verona langsung berbinar, tapi dia tetap berpura-pura ragu dan berkata dengan suara pelan, “Itu 'kan kalung yang kamu pilih sendiri selama dua jam dan belikan khusus untuk Rara dengan harga selangit. Rasanya nggak pantas kalau aku yang menyimpannya ....”Kalimat itu justru makin menyulut amarah Carlos. Benar, waktu dua jam dan 180 miliar yang dia keluarkan, tetapi Tamara malah menolak mentah-mentah dan bahkan membuangnya begitu saja.“Dia memang nggak pantas. Sekarang kalung itu aku kasih ke kamu, jadi simpan saja.” Setelah ebrkata demikian, Carlos langsung masuk ke kamar utama dan menutup pintu dengan tegas.Verona menatap pintu yang tertutup, lalu sudut bibirnya melengkung tinggi perlahan-lahan. Matanya dipenuhi dengan keserakahan dan kegembiraan.Padahal, sebelumnya dia masih berpikir akan mencari cara agar Tamara mau mengembalikan kalung itu kepada Carlos. Namun kenyataannya, kalung itu malah jatuh ke tangannya dengan lebih mudah dari yang dia bayangkan.V
"Hebat, kamu masih sekuat biasanya." Begitu penilaian Zoya padanya."Sudah lihat gosip yang aku kirim belum? Kok nggak dibalas sih?" lanjutnya.Sebelum Tamara sempat menjawab, Zoya mendadak teringat sesuatu dan berkata, "Oh iya, aku sampai lupa. Kamu 'kan dua tahun ini di luar negeri. Pasti nggak tahu siapa itu Carlos."Tatapan Tamara menunduk tanpa mengatakan apa pun. Mana mungkin tidak tahu? Dia bahkan sudah jadi "asisten rumah tangga" pria itu selama dua tahun."Dia itu masih satu kampus sama kita. Cuma dia di jurusan keuangan, sedangkan kita ambil Seni Media Digital. Katanya waktu tingkat tiga, dia sudah putus sama pacarnya itu. Siapa sangka, empat tahun kemudian malah balikan lagi ...."Zoya terus saja mengoceh, suaranya terdengar tidak jelas karena dia sedang menyikat gigi. Tamara tak ingin merusak semangat temannya. Dia hanya mengecilkan volume ponsel diam-diam.Zoya adalah teman sekamarnya saat kuliah, bisa dibilang adalah salah satu teman dekat Tamara. Itulah mengapa dia tidak
"Pak Joni, silakan keluar. Yang penting trending topiknya sudah dihapus," ujar Carlos akhirnya.Kepala humas sempat tertegun dan merasa tak percaya, tapi akhirnya mengangguk dengan penuh rasa syukur. "Saya janji, kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi," katanya."Nggak usah memberlakukan shift malam untuk staf. Urusan pribadiku, biar aku sendiri yang selesaikan," ucap Carlos dengan wajah dingin.Kepala humas pun mundur. Ihsan juga hendak keluar, tetapi langsung dipanggil kembali oleh bosnya. "Bagaimana dengan rumah yang aku minta kemarin, sudah ketemu?" tanya Carlos."Aku sudah dapat lima opsi. Kapan Bapak ada waktu untuk memilih?" jawab Ihsan."Sekarang," kata Carlos singkat.Ihsan segera mengirimkan file berisi data rumah ke e-mail Carlos, lalu bersiap memaparkan satu per satu agar bosnya bisa memilih.Namun, saat baru memulai presentasi rumah pertama, Carlos langsung berkata, "Yang ini saja."Ihsan tertegun. Dia pikir bosnya akan memilih-milih atau mungkin malah menolak semua
Karena Tamara menginginkannya, Carlos akan memberikannya. Mari kita lihat, apakah dia berani datang mengambilnya nanti?Berani sekali wanita ini mempermainkan kakeknya, benar-benar tidak tahu berterima kasih! Lupa dulu mereka bisa menikah karena Arham?Verona belum tidur malam itu. Dia masih menyiapkan makanan dan menunggu Carlos pulang kerja. Begitu pria itu masuk, baru saja Verona ingin menyambut, dia langsung melihat wajah Carlos yang masam.Kemudian, pria itu bertanya dengan nada tak bersahabat, "Bukannya semalam aku sudah bilang jangan masak? Barang-barangmu sudah dibereskan belum? Kalau sudah, aku suruh Ihsan bantu kamu pindah besok."Langkah kaki Verona langsung terhenti, matanya mulai berkaca-kaca. "Carlos, kamu benar-benar ingin aku pergi secepat itu? Semalam kamu desak, malam ini juga ...."Carlos terdiam sejenak, lalu menjawab, "Nggak pantas kalau kamu tinggal di rumahku. Aku sudah nikah dan Tamara pergi dari rumah karena itu. Jadi, lebih baik kamu tinggal di luar. Ini juga d
Surat cerai asli dengan tanda tangan pribadinya? Itu tidak mungkin!"Aku nggak pernah tanda tangan! Dari awal sampai akhir, aku bahkan nggak pernah lihat dokumen itu!" pekik Carlos.Di seberang sana, kepala pelayan dibentak sampai benar-benar terbangun total. Dia pun menghela napas dan berkata."Tapi, dokumennya asli. Aku lihat sendiri tanda tangannya, nggak ada yang aneh. Lagi pula, dua hari ini Tuan juga nggak telepon untuk menjelaskan apa-apa. Tuan Arham kira Tuan memang setuju.""Nggak! Aku nggak pernah setuju! Dokumen yang nggak pernah kutandatangani, kenapa harus kuakui?" Carlos berseru marah, sampai urat di tangannya mencuat.Kepala pelayan terdiam sesaat, lalu mengernyit dan bertanya dengan ragu, "Apa mungkin Nyonya memalsukan tanda tangan Tuan?""Heh, cuma dia yang bisa kepikiran hal kriminal seperti itu! Otaknya benar-benar kosong!" Carlos membalas dengan penuh kebencian."Kalau tanda tangan itu palsu, berarti surat cerainya juga nggak sah secara hukum! Dia cuma ingin memperma
Karena kejadian kemarin malam, sepanjang pagi wajah Carlos muram. Ihsan masih terus mencari Tamara. Bukan hanya di seluruh kota, tetapi juga di seluruh provinsi, bahkan di seluruh negara. Akan tetapi, tetap tidak ada hasil.Hari ini sudah masuk hari ketiga."Kapan kamu bisa menemukan dia? Bisa kerja lebih cepat sedikit nggak?" Menjelang jam pulang kerja, Carlos akhirnya tak tahan lagi dan memarahi Ihsan.Ihsan pun tak kalah frustrasi. Dalam batas kemampuannya, dia benar-benar tidak bisa menemukan keberadaan Tamara."Pak Carlos, mungkin bisa coba lewat jalur pribadi. Coba cari nomor ponsel baru Nyonya. Aku nggak bisa akses karena itu termasuk data privasi."Carlos baru tersadar setelah mendengar itu. Dia mulai menghubungi kenalannya di operator seluler untuk mendapatkan akses ke data.Sayangnya, karena operator bukan milik swasta, meskipun sudah mengerahkan semua koneksi yang dimilikinya, dia tetap tidak bisa menjangkau pihak tertinggi. Usahanya selama beberapa jam sia-sia, membuatnya te
Siang hari ini pun Carlos masih mencoba mengirim pesan verifikasi ke Tamara, tetapi langsung muncul notifikasi gagal terkirim. Kontaknya telah diblokir."Tamara, lebih baik kamu jangan pernah muncul lagi seumur hidupmu!" Carlos menggertakkan gigi, bergumam sendiri.Saat sampai di rumah, Verona sudah selesai memasak dan menghidangkan makan malam untuk Carlos dengan antusias.Namun, begitu melihat Verona memakai baju milik Tamara dan mengenakan celemek yang biasa dipakai Tamara, Carlos langsung maju dan merobek dengan kasar.Awalnya, Verona mengira Carlos akhirnya luluh. Meskipun awalnya kasar, dia tak keberatan. Akan tetapi, dia akhirnya sadar bahwa dirinya salah paham.Tubuhnya didorong, dijatuhkan ke lantai. Carlos menatapnya dengan marah sambil membentak, "Siapa yang izinin kamu pakai bajunya dan sentuh barangnya?"Verona ketakutan, air mata langsung tumpah. Dia menatap pria itu dengan tatapan sedih, "Carlos, ada apa denganmu? Kenapa kamu perlakukan aku seperti ini?""Dulu aku juga pe
"Jadi maksud Bapak, Bapak memang nggak sampai ke langkah terakhir, tapi yang lainnya semua dilakuin?" Ihsan menyimpulkan.Carlos ingin membantah, tetapi tidak bisa melontarkan sepatah kata pun."Membawa dia ke rumah, ke kamar utama, antar jemput, kasih hadiah mahal, masuk trending topic terus, bahkan waktu kecelakaan yang Bapak selamatin duluan bukan Nyonya," Ihsan menyebut satu per satu hal yang diketahuinya."Ada kesalahpahaman nggak diselesaikan. Bukannya bersama istri, malah temani wanita lain. Waktu Nyonya dirawat di rumah sakit, Bapak juga nggak peduli ...," lanjut Ihsan sambil menghela napas.Carlos akhirnya benar-benar terdiam, mengepalkan tangannya, menggertakkan giginya. Tidak ada sepatah kata pun yang bisa dilontarkannya."Ini sangat keterlaluan, Pak Carlos. Kalau orang lain di posisi Nyonya, pasti sudah minta cerai dari dulu." Ihsan menjatuhkan bom terakhir.Kata cerai itu langsung memicu ledakan. Brak! Carlos tiba-tiba berdiri hingga kursinya terlempar ke belakang.Ihsan te
Carlos kembali tersadar, membalikkan tabletnya, lalu mengambil dokumen dan keluar ruangan.Saat berjalan, pikirannya secara otomatis memutar ulang berbagai video dan foto tentang Tamara. Dalam lamunannya, dia bertanya-tanya.Ternyata Tamara begitu luar biasa. Kenapa dia tidak pernah menyadarinya? Namun, kalau dipikir-pikir, tidak ada yang aneh. Sejak SMA, Tamara memang sudah pintar. Saat kuliah, dia pasti semakin bersinar dan mencuri perhatian.Adapun Carlos, meskipun satu universitas dengan Tamara, jurusan mereka berbeda. Lagi pula, masa itu dia selalu bersama Verona.Semakin dipikir, Carlos merasa dia benar-benar telah melewatkan empat tahun bersama Tamara. Padahal dulu jarak mereka begitu dekat ....Saat berikutnya, muncul sebuah pemikiran konyol. Kalau dulu dia tidak berpacaran dengan Verona, apakah dia akan jatuh cinta pada Tamara saat kuliah?Jari-jarinya perlahan mengepal. Rapat sudah dimulai, membuatnya terpaksa menghentikan semua asumsi itu.Dua jam kemudian, rapat selesai dan
Di lorong, Verona mengepalkan tangannya hingga kukunya menusuk telapak tangannya. Pada akhirnya, dia kembali ke kamarnya dengan amarah meluap-luap. Kemudian, dia menelepon Tamara berkali-kali.Namun, tak peduli berapa kali dia menelepon, yang terdengar hanya suara operator otomatis. Mengirim pesan pun tak dibalas. Verona hampir gila karena marah.Di kamar utama, Carlos mandi dengan wajah muram. Dia kembali menelepon Ihsan, menanyakan apakah ada perkembangan. Mendapat jawaban yang sama seperti sebelumnya, dia frustrasi dan melempar ponselnya ke sofa.Carlos berbaring di tempat tidur dengan mata terbuka lebar. Dia tidak mungkin bisa tidur. Tamara sudah pergi sejak kemarin dan malam ini adalah malam kedua.Begitu dia membayangkan kemungkinan Tamara sedang bersama pria sialan itu, mungkin tidur sekamar, berciuman, atau bahkan ....Kepalanya seperti mau meledak. Amarahnya menghanguskan sisa-sisa rasionalitas yang masih tertinggal.Di kamar sebelah, Verona juga tidak bisa tidur. Tak lama kemu
Verona menunduk melihat bekas jari merah di lengannya, lalu berpura-pura tidak tahu dan bertanya, "Sebenarnya ada apa sih?"Carlos duduk di sofa. Kepalanya tertunduk, seluruh tubuhnya seperti diliputi kekecewaan. Dia bergumam pelan, "Tamara ... sudah pergi.""Tamara 'kan di rumah sakit, kamu masih mabuk ya?" balas Verona."Nggak, dia nggak di rumah sakit. Kata perawat, dia sudah keluar dari kemarin pagi," ucap Carlos linglung."Eh? Masa sih? Kok kita nggak tahu apa-apa?" Verona berpura-pura terkejut."Kamar dia sudah diberesin. Dia cuma ninggalin ponsel yang kubelikan sama ...." Carlos terdiam, suaranya semakin lirih."Sama apa?" Verona sengaja memancing.Carlos menggertakkan gigi, mengepalkan tangannya sambil berkata, "Kertas-kertas nggak berguna. Fotokopian. Dia pikir bisa menakutiku pakai itu? Dasar bodoh!"Verona yang mendengar kata fotokopian itu langsung mengernyit. Fotokopi? Bukannya itu surat cerai?Dia buru-buru berdiri dan berjalan ke kamar Tamara. Begitu masuk, dia melihat se
Tamara sampai tidak sanggup lagi berkomentar. Menikah dan hidup selama dua tahun dengan orang seperti Carlos. Kalau hal ini tersebar, dia sendiri yang malu."Rara, kamu ngapain sih?" Zoya datang sambil membawa bir. Begitu melihat ekspresi Tamara yang tampak pasrah, dia tak kuasa bertanya."Nggak apa-apa. Cuma kesal gara-gara sales tolol," jawab Tamara sambil tersenyum.Dia sendiri juga cari masalah. Sudah tahu Carlos mengirim permintaan pertemanan, seharusnya jangan dibaca satu per satu."Makanya, aku bilang biar aku maki sales itu. Kamu sih terlalu baik sampai nggak tega nolak." Zoya duduk dan membuka birnya."Sudah aku tolak, sudah aku hapus juga. Cuma ... tetap saja kesal liat isi pesannya," sahut Tamara.Mereka bersulang, lalu Tamara melemparkan ponselnya ke samping, tak lagi menyentuhnya.Tamara sama sekali tidak peduli, sementara Carlos benar-benar emosional. Dia marah, gelisah, dan mengamuk sendiri."Bagus, Tamara! Kamu pikir aku cuma bisa ngancam doang? Kamu kira aku siapa hah?"